Вы находитесь на странице: 1из 35

TEORI DASAR Hardening AISI 1045

2.1.

Klasifikasi Baja
Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Komposisi, seperti kandungan karbon (baja karbon/ non alloy), baja paduan

rendah (low alloy), baja paduan (alloy steels)


2. Metode manufakturnya, seperti baja tungku konverter,

tungku induksi, atau

metoda electro slag remelting. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aplikasi atau karakteristik utama, seperti baja struktural, baja perkakas, baja tahan karat, baja tahan panas. Proses pengerjaan akhir, seperti roll panas, roll dingin, pengecoran, roll dengan pengontrolan dan pengontrolan pendinginan. Bentuk produk, seperti bar, pelat, strip, tabung, atau bentung struktural. Proses oksidasi, seperti rimmed, killed, semi killed, dan capped steel. Mikrostruktur, seperti feritik, perlitik, martensitik dan austenitik. Tingkat kekuatan, seperti pada standar ASTM (American Society for Testing and Material).
9. Perlakuan panas, seperti annealing, quenching dan tempering, pendinginan udara

(nomalizing), dan proses thermochemical. 10. Gambaran kualitas dan klasifikasinya, seperti kualitas tempa dan kulitas komersial. Dari sekian banyak klasifikasi yang digunakan untuk baja, yang sering digunakan adalah berdasarkan komposisi kimia.

Gambar 2.1. Klasifikasi baja(3) Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :baja

karbon-rendah (C< 0,2%), karbon-sedang (C 0,2 0,5 %) dan baja karbon-tinggi (C > 0,5 %) (3). Baja karbon-rendah (C < 0,2%) yang disempurnakan diproduksi dengan deoksidasi atau killing baja dengan Al atau Si, atau dengan penambahan Mn untuk memperhalus ukuran butir. Namun, sekarang ditambahkan sejumlah kecil Nb

(< 1%) yang mengurangi kadar karbon dengan membentuk partikel NbC. Partikel tersebut tidak saja memnghambat pertumbuhan butir, tetapi juga meningkatkan kekuatan dengan pengerasan-persipitasi butir ferit. Baja karbon-sedang mampu dikuens untuk membentuk martensit dan setelah penemperan dihasilkan ketangguhan dengan kekuatan yang baik. Penemperan didaerah temperatur lebih tinggi (yaitu 350 550 oC) menghasilkan karbida sfeirodisasi yang meningkatkan keuletan baja, sehingga dipergunakan untuk material as roda, roda gigi, poros dan rel. Proses ausforming dapat diterapkan pada baja dengan kadar karbon-sedang tersebut sehingga dicapai kekuatan lebih tinggi tanpa mengurangi keuletan. Baja karbon-tinggi umumnya dikeraskan dengan kuens dan temper ringan pada 250 oC untuk menghasilkan kekuatan dan keuletan yang memadai untuk per, die, dan perkakas potong. Pada baja paduan rendah atau sedang, dengan kandungan paduan total sekitar 5% . Kandungan paduan terutama ditentukan oleh persyaratan kemampukerasan dan penemperan, meski pengerasan larutan padat dan pembentukan karbida juga penting. Unsur pemadu seperti Mn dan Cr meningkatkan kemampukerasan dan secara umum menghambat pelunakan dan penemperan. Ni memperkuat ferit dan meningkatkan kemampukerasan serta ketangguhan, Cu memiliki sifat sama tetapi juga menghambat penemperan. Co memperkuat ferit dan menghambat pelunakan pada penemperan; Si menghambat dan mengurangi perubahan volume ketika terjadi transformasi martensit, dan baik Mo maupun V menghambat penemperan dan menghasilkan pengerasan sekunder.

2.2. Sistem Penomoran Pada Standar AISI/SAE (American Iron and Steel

Intitut/ Society of Automotive Engineers) Standar AISI/SAE menggunakan empat digit dalam sistem penomoran untuk mengenali baja karbon dan baja paduan berdasarkan standar komposisi kimia (grade). Dalam sistem penomoran atau kode yang digunakan dalam standar AISI memiliki arti tertentu, misal 10xx, angka 10 menyatakan baja karbon. Sedangkan dua angka terkahir, xx digunakan untuk menyatakan jumlah kandungan karbon perseratus persen, dalam rentang beberapa poin. Sebagai contoh baja karbon dengan kandungan 0,45 % dinamakan 1045 dalam standar AISI, sedangkan rentang kadar karbonnya sebesar 0,43 - 0,5 %. Baja karbon resulfurisasi ditandai dengan nomor seri 11xx, baja karbon resulfurisasi dan rephosporisasi dengan seri 12xx dan baja dengan kandungan mangan antara 0,9 0,5 % tanpa unsur paduan lainnya memiliki nomor seri 15xx. Untuk baja paduan, dua angka pertama dalam penomoran menggambarkan unsur paduan utama pada material, dimana angka pertama sebagai grup paduan. Sebagai contoh pada seri baja 43xx, mengandung 1,6 2,0 % Ni, 0,5 0,8 Cr dan 0,2 0,3 % Mo disebut sebgai baja paduan Cr Ni Mo. Huruf B ditambahkan antara digit kedu dan ketiga jika mengandung boron (antara 0,003 dan 0,005%) dan huruf L jika mengandung lead (timah) antara 0,15 0,35 %. Huruf M digunakan untuk penandaan baja berdasarkan kualitas, huruf E untuk baja tungku induksi, dan huruf H untuk baja yang membutuhkan pengerasan. Selengkapnya klasifikasi penomoran AISI ada pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Identifikasi elemen pada baja berdasarkan standar AISI/SAE(4,5) Type of Steel and Nominal Alloy Content (%) Numerals and Digits Carbon Steels
10xx. . . . . . . 11xx 12xx 15xx Non Resulfurized, 1.0 manganese max Resulfurized Resulfurized and rephosphorized Non Resulfurized, over 1.0 manganese max Mn 1.75 Ni 3.50 Ni 5.00 Ni 1.25; Cr 0.65 and 0.80 Ni 1.75; Cr 1.07 Ni 3.50; Cr 1.50 and 1.57 Ni 3.00; Cr 0.77 Mo 0.20 and 0.25 Mo 0.40 and 0 Cr 0.50, 0.80, and 0.95; Mo 0.12, 0.20, 0.25, and 0.30 Ni 1.82; Cr 0.50 and 0.80;Mo 0.25 Ni 1.82; Cr 0.50; Mo 0.12 and 0.25; V 0.03 min Ni 1.05; Cr 0.45; Mo 0.20 and 0.35 Ni 0.30; Cr 0.40; Mo 0.12 Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.20 Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.25 Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.35 Ni 3.25; Cr 1.20; Mo 0.12 Ni 0.45; Cr 0.40; Mo 0.12 Ni 0.55; Cr 0.20; Mo 0.20 Ni 1.00; Cr 0.80; Mo 0.25 Ni 0.85 and 1.82; Mo 0.20 and 0.25 Ni 3.50; Mo 0.25 Cr 0.27, 0.40, 0.50, and 0.65 Cr 0.80, 0.87, 0.92, 0.95, 1.00, and 1.05 . . W 1.75; Cr 0.75

Manganese steels
13xx

Nickel steels
23xx . . . . . . . . . 25xx . . . . . . . . .

Nickelchromium steels
31xx . . . . . . . . . 32xx . . . . . . . . 33xx . . . . . . . . . 34xx . . . . . . . . .

Molybdenum steels
40xx . . . 44xx . . . . . . . . .

Chromiummolybdenum steels
41xx Nickelchromiummolybdenum steels 43xx . . . 43BVxx 47xx 81xx . 86xx 87xx . 88xx 93xx 94xx . 97xx 98xx

Nickelmolybdenum steels
46xx . . . . . . . . .. . . . . . . . 48xx .

Chromium steels
50xx . . . . . . . . . 51xx . . . . . . . .

Tungstenchromium steel
72xx . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

High-strength low-alloy steels 9xx Boron steels


xxBxx

Cr 0 and 0.65
B denotes boron steel L denotes leaded steel

Leaded steels
xxLxx
......... . . . . . . . .. . . . . . . .

10

2.3.

Perlakuan Panas (Heat Treatment) Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu istilah yang menjelaskan suatu

operasi atau kombinasi/gabungan operasi yang melibatkan pemanasan dan pendinginan yang terkontrol terhadap suatu logam atau paduan logam dalam keadaan padatan untuk tujuan memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh perubahan sifat-sifatnya (terutama sifat mekanis) sesuai dengan yang diinginkan. Sementara itu menurut The International federation for the heat transfer for the Heat Treatment Materials (IFHT) memberikan definisi bahwa perlakuan panas tidak semata hanya melibatkan pemanasan dan pengontrolan kecepatan pendinginan pada paduan logam tetapi termasuk pula didalamnya adalah pemberian atau penambahan atom lain melalui permukaan logam sebagaimana yang terjadi pada controlled rolling dalam termomechanical treatment. Perlakuan panas paduan logam memegang peranan penting dalam rekayasa mengingat fakta bahwa hampir semua komponen teknik yang terbuat dari logam, kecuali beberapa besi cor, memerlukan paling tidak satu tahapan perlakuan panas dari siklus produksi dengan tujuan guna memenuhi persyaratan sifat-sifat yang diinginkan. Sebagai contoh, barang hasil tempa, pengecoran, pengerolan dan fabrikan (pembentukan dan penyambungan) dilaku panas sebelum proses permesinan. Dalam pengerolan panas lembaran baja , misalnya selain deformasi maka temperatur dan kecepatan pendinginan merupakan variabel yang dapat diatur untuk mendapatkan variasi struktur mikro dan dengan demikian juga variasi sifat akhir baja hasil roll. Telah dikenal beberapa jenis perlakuan panas logam yang masing-masing memiliki istilah yang berbeda. Proses perlakuan panas yang bervariasi umumnya dibedakan berdasarkan maksud atau tujuan dari proses perlakuan panas tersebut. Tujuan utama dari perlakuan panas adlah sebagai berikut :
1. Memperlunak (to soften), yaitu memperbaiki sifat plastisitas dengan cara

mengatur ukuran, bentuk dan distribusi mikrokonstituennya (fasa atau butiran), serta keberadaan dislokasi dalam butiran.

11

2. Menghilangkan tegangan sisa (to stress relieve), yaitu memungkinkan

berlangsungnya

relaksasi

tegangan-tegangan

sisa

dengan

cara

meningkatkan temperatur (memanaskan) sehingga diperoleh penurunan kekuatan luluh ( yield strength) dan meningkatkan recovery.
3. Melakukan homogenisasi (to homogenize), yaitu mendapatkan komposisi

kimia yang homogen di dalam butiran (grain) melalui difusi unsur-unsur yang ada dalam paduan logam pada temperatur tinggi, seperti austenizing, solutioning.
4. Meningkatkan

ketangguhan

(to

toughten),

yaitu

meningkatkan

kemampuan paduan logam untuk menyerap energi dari beban impak dalam selang plastiknya tanpa patah, atau dengan kata lain meningkatkan luas daerah diabawah kurva tegangan-regangan.
5. Memperkeras (to harden), yaitu meningkatkan gangguan terhadap slip

atau meningkatkan penahanan terhadap pergerakan dislokasi melalui perubahan ukuran, bentuk dan distribusi mikrokonstituen baik melalui pengecilan ukuran butiran (grain refinement), quench-hardening atau age hardening.
6. Menambahkan unsur kimia melalui permukaan, yaitu memperbaiki

ketahanan aus dan ketahan lelah (fatigue) pada permukaan melalui pembentukan tegangan sisa kompresif dipermukaan logam yang dihasilkan dari absorbsi atom-atom terlarut interstisi (C,N dll) dibawah suatu siklus termal tertentu, (carburizing, nitriding). 7. Meningkatkan sifat fisik, seperti meningkatkan sifat kemagnetan dengan memperbesar butiran melalui pengaturan siklus termal. Dari ketujuh perlakuan panas diatas, telah dikembangkan beberapa perlakuan panas, yang masing-masingnya dapat memenuhi satu atau lebih tujuan diatas. Secara garis besar perlakuan panas ini dikelompokan sebagai berikut:
1. Proses Annealing

12

a. Full annealing
b. Spheroidizing, critical range annealing atau subcritical anneling

c. Isothermal annealing d. Stress-relief annealing e. Recristalization annealing


f. Homogenize annealing, solution treating, atau austenizing

2. Normalizing 3. Through hardening processes:


a. Water-oil atau air-quenching dan tempering b. Time-quenching dan tempering

c. Austempering d. Martempering 4. Proses through hardening lainnya


a. Percipitation hardening (age hardening)

b. Dispertion hardening c. Maraging d. Thermomechanical treatment e. Order-disorder reaction


5. Thermal surface hardening treatment (tanpa perubahan komposisi kimia)

a. Flame hardening b. Induction hardening

13

c. Laser hardening d. Electron-beam hardening


6. Thermochemical

surface hardening treatment (dengan perubahan

komposisi kimia) a. Austenitic thermochemical treatment (i). Carburaizing, solid, liquid, gas, vacuum, fluidized bed (ii). Carbonitriding (ii). Cyaniding b. Ferritic thermochemical treatment (i). Nitriding, liquid, gas, plasma (ii) Nitrocarburaizing, liquid, gas

7. Difussion treatment lainnya

a. b.

Siliconizing Chromizing

c.Boronizing d. Aluminizing

2.4. Diagram Fasa Fe-C

14

Gambar 2.2. Diagram fasa Fe-C, ilustrasi sel satun BCC (ferit), austenit (FCC)(4) Diagram fasa menghubungkan komposisi, temperatur dan fasa dalam suatu diagram, disebut juga diagram kesetimbangan (equilibrium diagram), karena kita dapat menjumpai beberapa fasa dalam satu diagram. Diagram fasa memudahkan untuk melihat sifat dari suatu campuran. Diagram fasa Fe dan C pada hakekatnya merupakan superposisi antara diagram fasa jenis eutektik, peitektik, dan eutektoid. Diagram fasa Fe-C terdiri dari lima fasa utama (gambar 2.2) yaitu : - Satu fasa cair
- Tiga larutan padat : (ferit), (austenit), - Satu senyawa : Fe3C (cementit)

Unsur Fe mempunyai lebih dari satu bentuk kristal, maka disebut politropi, dan disebut juga alotropi karena besi pada temperatur kamar sampai 912oC mempunyai sel satuan BCC (Body Centered Cubic). Pada temperatur 912 oC - 1390
o

C menjadi FCC (Face Centered Cubic) dan pada 1390 oC 1536 oC (temperatur

cairnya) besi murni mempunyai sel satuan BCC. Diameter atom karbon lebih kecil

15

dari diameter atom Fe, akibatnya jika dipadukan, C akan menempati ronggarongganya atau larut interstisi. Kelarutan karbon pada Fe dalam bentuk sel satuan FCC lebih besar dari pada dalam sel satuan BCC. Untuk melihat hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan analisa geometrik atau dengan melihat diagram fasanya.
a.

Transformasi Fasa Pada Paduan Fe-C Transformasi fasa difusional atau sering disebut dengan diffusional-induced

phase transformation merupakan perubahan suatu fasa menjadi satu atau lebih fasa yang dikontrol oleh proses difusi. Oleh sebab itu pemahaman mengenai difusi yang berlangsung dalam padatan sangatlah diperlukan dalam mempelajari transformasi fasa ini. Beberapa transformasi fasa yang dikontrol difusi secara umum yang terdapat pada sistem kesetimbangan Fe-C adalah:
a. Transformasi eutektik
Cooling

L
+ 4,27%C

Gambar 2.3. Transformasi fasa eutektik Pada sistem biner Fe-C reaksi eutektik akan terjadi pada titik 4,27%C (gambar 2.2) bila dari fasa cair (liquid) didinginkan akan berubah menjadi 2 fasa padatan yaitu (austenit) + (Fe3C atau cementit), fasa ini disebut juga ledeburit.

b. Transformasi eutektoid
Cooling

0,76%C

16

Gambar 2.4. Transformasi eutektoid Dari diagram fasa Fe-C reaksi ini akan terjadi pada kandungan 0,76% C, dimana dari satu padatan austenit bila didinginkan akan berubah menjadi dua padatan yaitu (ferrit) dan Fe3C (cementit), fasa yang terbentuk disebut fasa perlit. c. Transformasi peritektik

+L

Cooling

0,16%C

Gambar 2.5. Transformasi peritektik Transformasi peritektik pada proses pendinginan mengubah satu fasa padatan dan satu fasa cair menjadi satu fasa padatan. Pada diagram fasa Fe-C terjadi pada kandungan karbon 0,16 %C, dimana fasa dan fasa cair berubah menjadi fasa . Transformasi eutektoid, eutektik melibatkan pembentukan fasa-fasa dengan komposisi yang berbeda dari matriksnya sehingga dengan demikian diperlukan difusi dalam jarak relatif panjang (long range difusion). Dilain pihak terdapat jenis transformasi lain yang berlangsung tanpa adanyaperubahan komposisi atau tanpa difusi skala panjang apapun, seperti yang terjadi dalam transformasi martensitik.
b.

Transformasi Martensitik Pada Baja

Transformasi martensitik adalah transformasi yang tidak melibatkan difusi atom (difusionless transformation). Selama transformasinya tidak melibatkan loncatan atom yang merupakan karakteristik transformasi yang dikontrol oleh difusi. Tidak adanya difusi berarti bahwa produk martensitnya memiliki komposisi

17

yang sama dengan komposisi fasa induknya, dan bila fasa induknya teratur (ordered) maka produk transformasinya-pun juga teratur. Perlu dicatat bahwa tidak seluruh martensit adalah getas (brittle). Martensit yang terbentuk dalam baja memang getas karena distorsi yang dihasilkan oleh atom-atom karbon yang tertinggal didalam kisi body centered tetragonal BCT sangat besar. Namun demikian dalam martensit subsitusional (misal Fe-305Ni dan Ni-35%Al), efek pengerasannya tidak terlalu besar karena distorsi kisinya relatif kecil. Pada prinsipnya ada tiga kharakteristik yang mencirikan transformasi martensitik : 1. Dispalcive, artinya terjadi pergeseran bidang kisi 2. Tanpa difusi 3. Kinetika dan morfologinya ditentukan oleh energi regangan yang muncul dari pergeseran bidang kisi Sebagai contoh, transformasi bainitik memiliki kharakteristik 1 dan 3 tetapi tidak 2, sehingga tidak dapat dikatakan martensitik. Pada 1924 Bain menyarankan bahwa transformasi austenit (fasa induk) menjadi martensit dalam baja dapat diterangkan oleh pembentukan kisi body centered tetragonal (BCT) dari kisi fasa induk austenit yang face-centered cubic (FCC) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.6. Bagian dari deformasi kisi yang menyebabkan perubahan dalam struktur kristal adalah deformasi murni dan biasanya disebut distorsi Bain.

18

Gambar 2.6. Distorsi kisi dan kisi BCT usulan Bain pada transformasi martensitik dalam baja[5 hal 42] Ada dua tipe morfologi martensit yang terbentuk dalam Fe-C yaitu Lath martensit dan Plate martensit: a. Lath martensit memilikikerapatan dislokasi yang tinggi dengan atau tanpa kembaran. Struktur lath martensit ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Struktur Lath martensit, foto mikroskop elektron, 20000x 19

b. Plate martensit (lenticular) yang mengandung substruktur internal dari kembaran dangan atau tanpa dislokasi. Struktur martensit plate ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur plate martensit, warna hitam austenit sisa, 1000x Temperatur transformasi yang lebih rendah cenderung memberikan konsentrasi martensit plat kembaran yang lebih tinggi. Karena peningkatan konsentrasi karbon menurunkan temperatur mulai terbentuknya martensit, maka baja dengan karbon yang lebih tinggi cenderung memiliki fraksi volume yang lebih tinggi dari martensit plat. Dilain pihak dalam baja karbon rendah martensitnya terutama adalah tipe lath.
2.5.

Diagram TTT (Time Temperature Transformation) Diagram fasa Fe-C yang telah dibahas sebelumnya berlaku umum untuk

semua baja, dan hanya berlaku untuk transformasi terutama pada proses pendinginan yang sangat lambat. Namun untuk transformasi fasa paduan Fe-C dengan kecepatan pendinginan lebih tinggi digunakan diagram TTT. Untuk setiap baja dengan kandungan prosentase karbon berbeda mimiliki diagram TTT yang berbeda pula.

20

4 2 3 1

Perlite and Martensit Fine Perlite Critical cooling rate (martensite)

Gambar 2.9. Diagram TTT untuk baja karbon AISI 1080[5 hal 51]

Time-Seconds

Gambar 2.10. Diagram TTT untuk baja karbon AISI 1045[7 hal 29]

21

Perhatikan gambar 2.9, untuk baja karbon AISI 1080 (baja eutektoid). Transformasi dimulai dari temperatur austenisasinya, batas temperatur austenisasinya adalah garis As pada gambar tersebut. Mulai dari garis tersebut ke atas austenitnya stabil dan kebawah austenitnya tidak stabil (metastabil), tidak stabil disini artinya kalau lewat temperatur tersebut austenit terus bertransformasi. Kemudian berikutnya yang perlu kita perhatikan yaitu setiap trasnformasi yang melibatkan kecepatan pendinginan yang lambat mekanismenya adalah difusi. Jadi bila baja karbon AISI 1080 kita transformasikan dari austenit ke perlit maka, itu tidak berubah pada detik yang sama, melainkan membutuhkan waktu untuk bertransformasi. Untuk mendapatkan perlit (F (ferit) + C (cementit)) maka kecepatan pendinginan harus lambat . Lain halnya dengan transformasi austenit ke martensit, begitu kita celup cepat ke dalam air (quench) maka transformasi martensit akan terjadi dengan kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan suara tanpa adanya difusi. Martensit akan mulai terbentuk begitu pendinginan mencapai garis Ms (martensit start) dan akan mencapai 90% martensit pada titik M90. Selama kecepatan pendinginannya berada disebelah kiri dari hidung diagram transformasinya, maka kita akan memperoleh seluruhnya martensit (garis nomor 1). Jika pendinginannya menyinggung hidung garis transformasinya disebut sebagai kecepatan pendinginan kritis, artinya ialah kecepatan yang paling lambat tetapi masih menghasilkan martensit (garis nomor 2). Garis martensit start (Ms) akan meningkat bila kadar karbon menurun, seperti pada gambar 2.10 diagram TTT AISI 1045, Ms berada pada temperatur 300oC sedangkan pada AISI 1080, Ms pada 220oC dan kemungkinan terbentuknya martensit akan semakin kecil pula. Seperti terlihat pada gambar 2.11 diagram TTT untuk baja karbon AISI 1021 dan gambar 2.12. diagram TTT baja karbon AISI 1006.

22

Gambar 2.11. Diagram TTT baja karbon AISI 1021[5hal50]

Gambar 2.12. Diagram TTT baja karbon AISI 1006[5hal50]

23

2.6. Tempering

Sifat mekanis martensit adalah keras dan getas. Sifat seperti ini umumnya tidak diinginkan, kecuali beberapa tujuan khusus. Oleh sebab itu, hasil perlakuan panas quench hardening yang keras dan getas perlu dimodifikasi untuk mendapatkan sifat yang lebih sesuai untuk tujuan konstruksi. Untuk mendapatkan kombinasi kekuatan, ketangguhan/ kekokohan (toughness) dan keuletan dari baja yang diquench maka terhadap baja yang telah diquench tersebut kemudian dipanaskan pada temperatur dibawah A1, cara ini dikenal sebagai tempering. Berdasarkan perubahan struktur mikro, maka tahap-tahap tempering dibagi lima tahap (Catatan : selang temperatur antara tahap-tahap ini dapat tumpang tindih)
[1 bab VII hal1]

, yaitu : Tahap pertama pada T = 20 250oC. Dalam keadaan ini terjadi dekomposisi martensit (karbon tinggi) yang lewat jenuh menjadi karbida transisi: karbida () atau karbida eta () dan martensit karbon rendah (). Jadi terjadi reaksi: atau + .

a.

b.

Tahap kedua pada T = 200 300 oC. Pada tahap ini terjadi dekomposisi retained austenit menjadi bainit (bainitic ferrite + carbide). Pada temperatur tinggi bainitnya mengandung bainitic ferrite + cementit, sedangkan pada T rendah bainitnya mengandung banitic ferrite + carbida atau .

c.

Tahap ketiga pada T = 250 350 oC. Pada tahap ini berlangsung transformasi produk reaksi tahap 1 dan tahap 2 membentuk ferit dan cementit chi () atau eta ().

d.

Tahap empat pada T = 350 500oC. Pada tahap ini berlangsung pertumbuhan dan spheroidisasi dari sementit yang awalnya berbentuk

24

batangan. Spheroidisasi berlangsung dengan mekanisme pengkasaran (coarsening).


e.

Tahap lima pada T = 500 650oC. Berlaku khususnya untuk baja-baja paduan, terutama yang mengandung unsur-unsur pembentuk karbida. Pada tahap ini terjadi pembentuka karbida-karbida dari unsur-unsur pemadu dan pembentukan fasa intermetalik. Tahap kelima dari tempering ini sering disebut sebagai secondary hardening.

Perubahan struktur mikro selama tempering akan merubah sifat mekanis baja. Jadi waktu dan temperatur tempering akan merubah struktur mikro dan sebagai akibatnya merubah pula sifat mekanis. Tempering dapat meningkatkan kekerasan pada temperatur sampai dengan 150oC untuk C yang tinggi (C 0.18%) dikarenakan pada temperatur yang relatif rendah tempering menghasilkan sejumlah karbida transisi berukuran kecil sehingga memberi pengaruh penguatan dispersi (dispersion strengthening) yang mengimbangi penurunan kekerasan (softening effect) akibat dari deplesi karbon matriks martensit. Di atas 200oC selama tempering tahap 3 dan 4 terjadi penurunan kekerasan karena pelunakan matriks dan coarsening partikel-partikel karbida. Kekerasan minimum dicapai pada temperatur dekat dengan temperatur eutektoidnya ( 720oC). Pengkasaran sementit pada T = 400 700 oC dapat dicegah oleh unsur-unsur Si, Cr, Mo dan W dalam baja. Atau unsur-unsur ini dapat menahan struktur Widmanstatten sementit berukuran kecil sampai temperatur yang lebih tinggi melalui :

Segregasi unsur-unsur ini pada antarmuka karbida sementit Berpartisi ke dalam sementit.

Unsur-unsur pemadu menahan kecepatan softening sampai temperatur yang lebih tinggi selama tempering dengan cara : Stabilisasi karbida transisi Stabilisasi martensit lewat jenuh 25

Menahan pengendapan dan pertumbuhan sementit.

2.7. Media Pendingin Kemampuan suatu jenis media pendingin dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda-beda. Perbedaan kemampuan mendinginkan media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Ada beberapa jenis media pendingin yang sering digunakan, diantaranya adalah air garam, air, oli, udara bertekanan dan polimer. Air sebagai media celup cepat sangat umum digunakan, terutama untuk baja karbon, baja paduan rendah dan baja tahan karat. Air memiliki panas jenis dan konduktifitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendingikannya tinggi. Ketika benda kerja dicelupkan kedalam air, akan terbentuk selimut uap air disekeliling permukaan benda kerja dan naiknya temperatur dari air akan terjadi penurunan yang tajam dari kemampuan pendinginannya. Selimut uap juga akan menyebabkan tidak homogennya kekerasan (tergantung bentuk benda kerja). Laju pendinginan air dapat ditingkatkan dengan menambahkan NaOH, garam, asam belerang dan sebagainya. Dengan penambahanan garam akan mencegah terbentuknya uap disekeliling benda kerja. Oli juga merupakan media pendingin yang banyak digunakan dengan laju pendinginan yang lebih lambat dibandingkan air. Sifat oli memiliki koduktifitas termal dan panas laten yang tergolong rendah, serta memiliki viskositas tinggi sehingga laju pendinginan menjadi rendah. Dalam perdagangan ada dua macam

26

viskositas, misalnya SAE 40 dan SAE 40 W. SAE 40W tidak begitu peka terhadap temperatur, sedangkan oli SAE 40 peka terhadap temperatur .Indek kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan pada suhu 200oC, sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada suhu 1000C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande. Penulisan angka viskositas misalnya SAE 40W 50 dengan maksud standar olinya SAE 40 pada suhu 200oC dan standar sampai SAE 50 pada suhu 1000oC, sehingga minyak pelumas ini bila digunakan di lingkungan suhu dingin akan bersikap sebagai pelumas SAE 40W sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap sebagai minyak pelumas SAE 50W. Penggunaan pelumas sebagai media pendingin dalam proses perlakuan akan menyebabkan timbulnya lapisan karbon pada bagian permukaan spesimen yang akan mempengaruhi sifat mekanis spesimen. Tingkat lapisan ini tergantung pada laju shear, yaitu kecepatan tiap tebal film pelumas. Kerusakan pada zat aditif pelumas karena peningkatan temperatur dapat menyebabkan terjadinya penurunan ketebalan lapisan karbon saat pelumas digunakan sebagai media pendingin. Penggunaan pelumas Mesran SAE 40W 50 dan SAE 40W 40 pada sebagian besar kendaraan bermotor mendorong peneliti untuk menggunakannya sebagai salah satu media pendingin pada quenching.

2.8.

Tungku Pemanas (Furnance) Ada beberapa cara yang umum digunakan dalam proses pemanasan logam

yang akan dilaku panas, diantaranya menggunakan tungku induksi, nyala api (flame):
1. Tungku muffle

Adalah suatu tungku yang menggunakan sistem induksi listrik melalui lilitan kawat sebagai elemen pemanas didalam ruang pemanasan. Tungku

27

jenis ini dapat mencapai temperatur hingga 1200oC dengan kecepatan rambat panas antara 10 12
o

C/menit. Namun tungku jenis ini

mempunyai beberapa kelemahan yaitu meudah terjadi oksidasi dan dekarburisasi serta tidak cocok digunakan untuk produk-produk dengan ukuran besar.

Gambar 2.13. Tungku Muffle

2. Tungku Salt Bath

Gambar 2.14. Tungku salt bath

28

Ruang pemanas tungku jenis adalah berupa bath yang diisi dengan larutan garam yang dipanaskan hingga temperatur tertentu, benda kerja dipanaskan terleih dahulu. Tungku jenis ini memiliki beberapa kelebihan ; hasil pemanasan homogen, waktu pemanasan relatif cepat, benda kerja terlindung dari okdidasi dan dekarburisasi. Keleamahan tungku ini adalah berbahaya bagi operator karena kotoran dan garam mngendung cyanida.

3. Fluidised Bed

Fluidised bed terdiri atas sebuah retort yang terbuat dari stainless steel tahan panas berisi aluminium oksida. Aluminium oksida selain berfungsi sebagai mediator juga berfungsi sebagai penghantar panas. Dengan adanya aliran gas maka aluminium oksida akan bersirkulasi sehingga panas akan merata. Sumber panas didapat dari tiga buah elemen pemanas yang dihubungkan dengan listrik. Dimana adanya aliran gas tersebut maka partikel aluminium oksida akan tampak bebas sehingga akan terlihat seperti cairan.

29

Gambar 2.15. Tungku Fluidised Bed Dalam proses pemanasan udara, amoniak, nitrogen, LPG, CO2 dan gas lain dicampur untuk menghasilkan pelindung benda kerja dari oksidasi. Untuk laku panas, distributor yang berpori akan menjamin aliran udara yang rata. Pemanasan dilakukan dengan listrik ataupun gas proses quenching di fluidised unit dengan menggunakan prinsip yang sama seperti tungku lainnya.
2.9.

Pengujian Kekerasan Deformasi merupakan dampak perubahan atau perilaku yang terjadi pada

bahan bila mendapat pembebanan. Semua bahan padat akan berubah bentuk bila mengalami pembebanan dari luar pada batas tertentu, bila pada bahan padat diberikan beban hingga batas tertentu yang mengakibatkan bahan padat berubah bentuk, kemudian beban tersebut ditiadakan dan bahan padat dapat kembali kekeadaanya semula, maka peristiwa pada bahan disebut deformasi elastik. Tetapi bila bahan tidak kembali kekeadaan semula setelah beban ditiadakan maka bahan tersebut dianggap mengalami deformasi plastik. Bahan logam pada umumnya dapat pula diklasifikasi sebagai ulet dan getas, tergantung apakah bahan itu memperlihatkan kemampuan untuk mengalami deformasi plastik atau tidak. Gambar 2.15 melukiskan garis lengkung teganganregangan tarik suatu bahan ulet. Keuletan yang memadai merupakan suatu pertimbangan rekayasa yang penting, sebab keuletan memberi kesempatan kepada bahan untuk distribusi ulang tegangan setempat. Bahan yang getas rentan terhadap patah bila terdeformasi, seperti pada besi cor.

30

Gambar 2.16. (a) Garis lengkung tegangan-regangan untuk bahan yang getas sempurna (b) garis lengkung tegangan-regangan untuk logam getas dengan sedikit keuletan. a. Kekerasan Brinell Uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus. Permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas daru debu atau kerak. Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :

di mana P = beban yang diterapkan, kg D = diameter bola, mm

31

d = diameter lekukan, mm t = kedalaman jejak, mm b. Kekerasan Meyer Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional dibanding yang diajukan oleh Brinnell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak, bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indenter) dan lekukan adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.

Meyer nengemukakan bahwa tekanan rata-rata ini, dapat diambil sebagai ukuran kekerasan, dan dinamakan kekerasan Meyer,

c.

Kekerasan Vikers Uji kekerasan Vikers menggunakan penumbuk piramida intan yang

dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramid yang saling berhadapan adalah 136o. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan priamida intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vikers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut :

Dimana

P = beban yang diterapkan L = panjang diagonal rata-rata = sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136o

32

d. Kekerasan Rockwell Uji kekerasan yang paling banyak dipergunakan di Amerika serikat adalah uji kekerasan Rockwell. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu: cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Mula-mula diterapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preparasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecenderungan untuk terjadi penumbukan keatas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang besar, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pula gage penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Petunjuk kebalikan sedemikian hingga kekerasan yang tinggi yang berkaitan dengan penembusan yang kecil, menghasilkan penunjukkan angka kekerasan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan angka kekerasan yang lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti penentuan kekerasan cara Brinell dan Vikers, yang mempunyai satuan kg per inci kuadrat, angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita. Suatu kombinasi antara beban dan penumbuk, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, untuk bahan-bahan yang mempunyai daerah nilai kekerasan yang luas. Biasanya digunakan penumbuk berupa kerucut intan 120o dengan puncak yang hampir bulat dan dinamakan punumbuk Brale; serta bola baja berdiameter 1/16 inci dan 1/8 inci. Beban besar yang digunakan adalah 60, 100, dan 150 kg. Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan penumbuk, maka diperlukan keterangan mengenai kombinasi yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan awalan huruf pada angka kekerasan yang menunjukkan kombinasi beban dan penumbuk tertentu untuk skala beban yang digunakan. Suatu angka kekerasan Vikers tanpa awalan huruf, tidak mempunyai arti. Baja yang

33

diperkeras diuji dengan skala C dengan menggunakan penumbuk intan dan beban besar 140 kg. Daerah dari skala tersebut adalah dari skala dari RC 0 hingga RC 100. Skala A (penumbuk intan, beban besar 60 kg) merupakan skala kekerasan Rockwell yang paling luas, yang dapat digunakan untuk bahan-bahan mulai dari tembaga yang dilunakan hingga karbida sementara (cemented carbide). Terdapat skala yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan khusus. Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapt diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain. - Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik - Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida. Permukaan yang kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell - Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.
- Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang

rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban penumbuk, dan kekerasan bahan. - Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung (bulge) pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam. - Daerah diantara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 kali diameter lekukan. - Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin uji Rockwell. Tanpa pengontrolan beban secara hati-hati dapat terjadi variasi nilai kekerasan yang cukup besar pada bahanbahan yang lunak. Untuk bahan-bahan yang demikian gagang pengoperasi mesin uji Rockwell harus dikembalikan keposisi semula segeera setelah beban besar diterapkan secara penuh.

34

2.10.

Metalografi Metalografi adalah ilmu dan seni dalam mempersiapkan permukaan logam

untuk dianalisis dengan terlebih dahulu melalui proses pemotongan, gerinda, pemolesan, dan etsa untuk memunculkan mikrostruktur logam yang kemudian diamati menggunakan mikroskop optik maupun mikroskop elektron. Ada beberapa tahap dalam proses metalografi :

a.

Preparasi Sampel Proses persiapan awal sampel metalografi meliputi kegiatan pemotangan

sampel (cutting) dan pembingkaian spesimen (mounting);


Pemotongan (Cutting)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal.

35

Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu : Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda
-

Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw

Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syaratsyarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : - Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) - Sifat eksoterimis rendah - Viskositas rendah - Penyusutan linier rendah - Sifat adhesi baik

36

- Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel - Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel - Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (1490oC) pada mold saat mounting.

b.

Pengampelasan (Grinding) Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki

permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (150 hingga 2000 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai

37

tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

c.

Pemolesan (Polishing) Setelah diamplas sampai halus , sampel harus dilakukan pemolesan.

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 m. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut : Pemolesan Elektrolit Kimia Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan. Pemolesan Kimia Mekanis

38

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.

Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher) Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.

d. Etching (Etsa) Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

Etsa Kimia Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dll. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lam (umumnya sekitar 4 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

39

Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik) Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya

e.

Pengamatan (Mikrostruktur)

Struktur

Makro

(Makrostruktur)

dan

Mikro

Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu : 1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 50 kali 2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 50 kali

Model perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang. Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan SEM. Sedangkan untuk daerah hasil lasan, secara metalografi dapat ditunjukkan adanya empat bagian, yaitu : composite zone, unmixed zone, partially melted zone, dan true heat affected zone.

40

Вам также может понравиться