Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Sejarah Nilai dan Fungsi Filsafat Setiap bangsa mewarisi nilai sosio-budaya (nasional) sebagai bagian dari budaya dan peradaban universal. Pemikiran awal dan fundamental umat manusia berwujud nilai filsafat. Makna istilah ini terbentuk dari bahasa Yunani: filos = friend, love; dan sophia = learning, wisdom. Jadi, filsafat bermakna orang yang bersahabat, dan mencintai ilmu pengetahuan akan bersikap arif bijaksana. Filsafat bermakna juga sebagai pemikiran fundamental dan monumental manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan); karenanya kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung). Berbagai tokoh filosof dari berbagai bangsa menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai ajaran terbaik mereka; yang dapat berbeda antar ajaran filosof. Karena itulah berkembang berbagai aliran filsafat: materialisme, idealisme, spiritualisme; realism dan berbagai aliran modern: rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-kapitalisme; marxismekomunisme; sosialisme.

B. Tujuan 1. 2. 3. Memahami pengertian filsafat Memahami pancasila sebagai sistem filsafat Memahami pancasila sebagai nilai dasar fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia 4. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara

C. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman. Sumber sumber yang dijadikan sebagai studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs situs yang di internet.

D. Landasan Teori Sistem Filsafat Pancasila Bagi bangsa Indonesia filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang memancarkan nilai keunggulannya, sebagai sistem filsafat theisme-religious. Dapat dicermati uraian ringkas berikut: a. Rasional (Alasan) bahwa Pancasila adalah Sistem Filsafat 1. Secara material-substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis; misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah metafisis/filosofis. 2. Secara prktis-fungsional, dalam tata-budaya masyarakat Indonesia prakemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup yang dipraktekkan. 3. Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila dalah dasar negara (filsafat negara) RI. 4. Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi sistem filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah filsafat yang diwarisi dalam budaya Indonesia. 5. Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika budaya; filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam kepustakaan dan peradaban modern.

b. Sistem Filsafat Pancasila (Pokok-pokok Ajarannya) Sistem filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang memiliki identitas dan integritas keunggulan universal sebagai sistem filsafat theisme-religious. Sistem filsafat demikian memancarkan keunggulan karena sesuai dengan potensi kodrati martabat kepribadian manusia yang dianugerahi

integritas-kerokhanian yang memancarkan akal dan budinurani; yang potensial mengembangkan budaya dan peradaban: sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum dan subyek dalam negara) dan subyek moral. Dapat dibaca Bab X (halaman 123 - 130); dapat disarikan dalam skema berikut: T

SK AS P SB

SM Penjelasan ringkas: 1. T = Abstraksi makna dan nilai Tuhan Yang Maha Esa, yang kita yakini sebagai Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Berdaulat, Maha Pengatur dan Maha Pengayom semesta dalam kodrat kekuasaan Maha Pencipta. Kesemestaan berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat pengayoman abadi Yang Maha Berdaulat melalui ikatan fungsional-integral-universal (imperatif, mutlak) dalam tatanan hukum: a. hukum alam yang bersifat obyektif, fisis, kausalitas, mutlak, abadi, dan universal; b. hukum moral yang bersifat obyektif-subyektif, psiko-fisis, sosial-subyektif, mutlak, teleologis, abadi dan universal ---tercermin dalam budinurani dan kesadaran keagamaan---. 2. AS = Alam Semesta, makro-kosmos yang meliputi realitas eksistensial-fenomenal dan tidak terbatas dalam keberadaan ruang dan waktu sebagai prakondisi dan wahana kehidupan semua makhluk (flora, fauna, manusia dsb); misalnya: cahaya

dan panas matahari, udara, air, tanah (untuk pemukiman dan cocok-tanam), tambang (berbagai zat tambang dalam bumi: mineral, gas, logam, permata), flora dan fauna. Semua potensi dan realitas kesemestaan menentukan keberadaan semua yang ada dan hidup di dalam alam semesta, sebagai prawahana kehidupan (yang dikembangkan manusia menjadi wujud budaya dan peradaban, termasuk ipteks). AS berkembang dan bernilai bagi kehidupan semesta, termasuk sebagai maha sumber ipteks yang terpadu dalam hukum alam, integral-fungsional-universal. 3. SM = Subyek Manusia sebagai umat manusia keseluruhan di dalam alam semesta. Subyek manusia dengan potensi, harkat-martabatnya mengemban amanat Ketuhanan (keberagamaan), kebudayaan dan peradaban berwujud kesadaran hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM). Penghayatan dan pengamalan manusia atas HAM secara normatif berlangsung dalam asas keseimbangan HAM dan KAM dalam antar hubungan sesama, dengan negara, budaya, dengan alam semesta dan kehadapan Tuhan Maha Pencipta. Potensi kepribadian manusia berkembang dalam asas teleologis (motivasi luhur, cita-karsa) untuk menegakkan cinta-kasih dan kebajikan. Pribadi manusia berkembang (berketurunan, berkarya, berkebajikan) sebagai pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat kepribadian manusia. 4. SB = Sistem Budaya, sebagai prestasi cipta-karya manusia, wahana komunikasi, perwujudan potensi dan martabat kepribadian manusia, berpuncak sebagai peradaban dan moral! Sistem budaya warisan sosio-budaya: lokal, nasional dan universal menjadi bahan/isi pembinaan (kependidikan) manusia masa depan melalui kependididikan dan ipteks. Sistem budaya merupakan wujud cita dan citra martabat manusia; sekaligus menampilkan kualitas kesejahteraan umat manusia. Sistem budaya memberikan fasilitas dan kemudahan baik dalam komunikasi (mulai: bahasa, sampai transportasi, komunikasi, informasi) maupun ipteks yang supra canggih, pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat kepribadian manusia . 5. SK = Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan dan prestasi perjuangan dan cita nasional; wujud kemerdekaan dan kedaulatan bangsa; pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional warganegara.

Sistem kenegaraan sebagai pusat dan puncak kelembagaan dan kepemimpinan nasional, pusat kesetiaan dan pengabdian warga negara. SK sebagai pengelola kesejahteraan rakyat warga negara; penegak kedaulatan dan keadilan; dan pusat kelembagaan kepemimpinan nasional dalam fungsi pengayom rakyat warga negara. SK berkembang dalam kejayaan berkat integritas manusia waganegara dengan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan, keadilan demi kesejahteraan dan

perdamaian antar bangsa. 6. P = Pribadi, subyek manusia mandiri yang keberadaan dan perkembangannya di dalam dan untuk antarhubungan kondisional-fungsional semua komponen horizontal (cermati garis diagonal: antar AS SM SB SK) antar semua eksistensi sebagai nampak dalam antarhubungan P- garis diagonal horizontal, dan vertikal. Pribadi sebagai subyek mandiri berkembang (berketurunan, berkarya, berkebajikan) dengan asas teleologis (vertikal), menuju ideal-self (cita-pribadi) dengan motivasi cita-karsa keseimbangan hak asasi dan kewajiban asasi demi cinta-kasih, keadilan dan kebajikan; sebagai pancaran nilai dan martabat kerokhanian manusia yang unggul, agung dan mulia. Pribadi manusia berkembang berkat cinta dalam (wujud) keluarga dan berketurunan; berkarya dan berbakti kepada sesama (pengabdian kepada bangsa negara): sosial kultural dan moral. . . yang dijiwai kesadaran theisme-religious. Sebagai integritas kepribadian manusia P berkembang secara kualitatif dalam makna integritas martabat kepribadiannya dengan khidmat mengabdi dan menuju (asas teleologis) Maha Pencipta, Maha Pengayom demi tanggungjawab moral manusia sebagai penunaian amanat kewajiban asasi manusia. Pribadi dengan harkat-martabat kepribadiannya memelihara antarhubungan harmonis dengan semua eksistensi horizontal berdasarkan wawasan vertikal (theisme- religious). Artinya, antarhubungan pribadi manusia dengan alam, sesama, budaya dan dengan kenegaraan dijiwai kesadaran tanggung jawab dan kewajiban moral Ketuhanan-keagamaan. Asas demikian mengandung makna bahwa filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas moral theisme-religious (sila I).

AXIOLOGY Makna dan sumber nilai, wujud, jenis, tingkat, sifat nilai; hakikat nilai: manusia, materia, etika, estetika, politika, budaya, agama, posthumous dan PHILOSOPHY EPISTEMOLOGY Makna dan sumber pengetahuan, proses, syarat terbentuknya

pengetahuan, validitas, batas dan hakikat pengetahuan; meliputi: semantika, gramatika, logika, rhetorika, matematika, meta-teori, philosophy of science, Wissenschaftslehre ONTOLOGY Makna dan sumber ada; proses, jenis, sifat dan tingkat ada: ada umum, terbatas, manusia, kosmologia; Ada tidak terbatas, ada mutlak E. Sistematika I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Sejarah Nilai dan Fungsi Filsafat b. Tujuan c. Metode Pengumpulan Data d. Landasan Teori II. PERMASALAHAN a. Uraian permasalahan yang mencakup filsafat pancasila sebagai ideology nasional III. PEMBAHASAN a. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional. b. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara c. Pemahaman dan Pelanggaran Terhadap Pancasila Saat Ini IV. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan b. Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II PERMASALAHAN Beberapa waktu yang lalu tersiar di media massa, baik di media cetak elektronik maupun di media elektronik mengenai gerakan fundamentalisme Islam yang berbau penggulingan ideologi negara Indonesia. Hal ini perlu dikritisi kembali mengenai akar permasalahan yang utama, yaitu ketidaksadaran masyarakat mengenai pentingnya sebuah ideologi dalam sebuah kenegaraan. Perbincangan masalah keagamaan memang tidak akan ada habisnya. Karena bagaimanapun juga masalah tentang keagamaan ini merupakan masalah yang cukup krusial di negeri kita ini. Apa lagi ketika agama itu oleh suatu golongan (dalam hal ini Nii)di jadikan sebagai alat menipu suatu kaum yaitu dengan dalih baiat. Baiat secara istilah (terminologi) Berjanji untuk taat/setia. Pada hakekatnya baiat atau janji setia itu hanya ditujukan kepada Allah semata. Pancasila sebagai ideologi Indonesia menerangkan bagaimana sikap dan perilaku dalam tataan kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila dalam Pancasila memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain dan sifatnya hierarkis, yaitu menyudut pada dua hal kefilsafatannya, yaitu: Pancasila mempercayai adanya Tuhan sebagai Maha Pencipta Pancasila mengkaji manusia dan secara khusus mengkaji manusia Indonesia dan aspek-aspeknya tersebut dalam setiap silanya. Filsafat Pancasila yang terbangun sedemikan luasnya dalam memaknai silanya, disalahpahami oleh kalangan Islam fundamentalis sebagai ideologi kafir, karena tidak sesuai dengan sistem syariat. Golongan Islam fundamentalis menginginkan

bentuk khilafah islamiyah. Hal ini dikaitkan sejarah gerakan Negara Islam Indonesia (NII) dengan martirnya Kartosuwiryo. NII yang vakum dari gerakan yang menunjukkan eksistensinya kini bangkit dan mengibarkan bendera melalui gerakan kaderisasi yang sangat halus dan invisible. Selama kurang lebih 49 tahun itu juga Pancasila tidur. Kini dengan

kebangkitan NII membuat masyarakat dan seluruh elemen pemerintahan kebakaran jenggot, dan mencoba membangunkan Pancasila dari tidur panjangnya. Kendati terkesan bertumpu pada pemerintah, jika organisasi Islam besar seperti NU dan Muhammadiyah, harus terlibat langsung. Kedua ormas tersebut, sudah menjadi contoh gerakan Islam yang mengakui Pancasila sebagai ideologi negara kesatuan. Peran intelijen dinilai tidak bisa menyelesaikan masalah pencucian otak oleh kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Alasannya karena gerakan kelompok NII adalah masalah ideologi sehingga harus dilawan juga dengan ideologi.

BAB III PEMBAHASAN A. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional. Ajaran berbagai nilai filsafat sebelum berkembang sebagai sistem ideologi terutama menampilkan nilai fundamental sebagai essensi dan integritas ajarannya; berupa ajaran sistem filsafat: polytheisme, pantheisme, secularisme, dan atheism yang berpuncak sebagai ajaran monotheisme, universalisme sering disamakan sebagai sistem filsafat : theisme-religious. Peradaban modern menyaksikan, bahwa sistem filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat monotheisme-religious!. Integritas ini secara fundamental dan intrinsik memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur (yang berwatak : theismereligious). Ajaran dan nilai filsafat mempengaruhi pikiran, budaya dan peradaban serta moral umat manusia!. Semua sistem kenegaraan ditegakkan berdasarkan ajaran atau sistem filsafat yang mereka anut (sebagai dasar negara, ideologi negara). Dalam dinamika berbagai negara modern mempromosikan keunggulan masing-masing, dan terus memperjuangkan supremasi ideologi dan dominasi sistem kenegaraannya: theokratisme, zionisme; liberalisme-kapitalisme, sosialisme, marxisme-

komunisme-atheisme,

naziisme-fascisme,

fundamentalisme. Juga termasuk negara berdasarkan (nilai ajaran) agama: negara Islam termasuk sistem ideologi Pancasila (=sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45). Bangsa Indonesia menegakkan sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sebagai aktualisasi filsafat hidup (Weltsanschauung) yang diamanatkan oleh PPKI sebagai pendiri negara!. Sistem filsafat dan atau ideologi secara a-priori ajarannya menjadi sumber dan landasan Grandtheory (Metatheory dan Megatheory). Bagi bangsa merdeka dan berdaulat sistem filsafat dan atau sistem ideologi ditegakkan sebagai sistem kenegaraan--- sebagaimana nampak dalam uraian di atas!. Demikianlah, sistem filsafat Pancasila ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang memancarkan integritas dan keunggulan

(berbagai keunggulan sebagai diuraikan dalam Bagian berikut). Karenanya, secara filosofis-ideologis-konstitusional bersifat imperatif (mengikat, memaksa) semua rakyat warganegara, lembaga negara, kepemimpinan nasional dan produk kelembagaannya wajib dijiwai, bersumber, dilandasi dan dipandu oleh Dasar Negara dan Ideologi Nasional Pancasila. Maknanya, siapapun dan organisasi apapun, yang tidak setia untuk menegakkan nilai dasar negara dan ideologi negara Pancasila dikategorikan: tidak setia (tidak loyal) atau

mengkhianati/makar kepada bangsa dan negara; atau melakukan separatism ideology. Integritas Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila, yang dikutip di muka merupakan sari dan puncak nilai sosio budaya Indonesia. Nilai mendasar ini ialah filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist) Indonesia Raya. Sistem Filsafat Pancasila adalah sistem filsafat theisme-religious adalah asas kerokhanian dan asas moral SDM Indonesia sekaligus sebagai keunggulan intrinsik dan fungsional! Asas-asas moral fundamental ini menjadi sumber motivasi, asas budaya dan moral politik bangsa dan NKRI dalam tatanan nasional dan global (internasional) Integritas Sistem Filsafat dan Ideologi (Negara) Pancasila Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui sistem filsafat Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya Indonesia.

10

Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut: 7. Sistem Nasional (cermati skema 4!) 6. Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas dan moral politik NKRI. 5. Ideologi Negara, ideologi nasional. Nilai Dasar Filsafat Pancasila 4. Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, sumber dari segala sumber hukum. 3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volksgeist) Indonesia. 2. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung). 1. Warisan sosio-budaya bangsa. Skema 1 Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofisideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 1998 (1945 1949; 1949 1950; 1950 1959 dan 1959 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I IV: 1999 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan. 1. Aktualisasi Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; 2. Aktualisasi nilai kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya, sebagai terlukis dalam skema 1-2-3-4! 3. Secara ontologis-axiologis bangsa Indonesia belum secara signifikan

melaksanakan visi-misi yang diamanatkan oleh sistem filsafat Pancasila,

11

sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45 terutama dalam era reformasi 1998 sekarang Dalam dinamika peradaban modern, sistem ideologi Pancasila berpacu merebut supremasi ideologi demi integritas Indonesia Raya, daripada didominasi supremasi ideologi liberalisme-kapitalisme yang berpuncak neo-imperialisme. Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut : Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut : Sistem Filsafat Pancasila (sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara) mengandung ajaran tentang hak asasi manusia (HAM) yang mengakui asas-asas : 1. Bahwa HAM adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia; sebagai hak kodrati yang fundamental sebagai integritas martabat kepribadian manusia. HAM, dianugerahkan untuk disyukuri, dinikmati dan dikembangkan untuk diabdikan sebagai amal kebajikan selama hidupnya. 2. Bahwa HAM adalah juga sebagai amanat untuk dipelihara (hidup sehat dan berjasa), mengabdi kepada sesama manusia, berbakti kepada alam dan budaya; dan berkhidmat kepada Allah Maha Pencipta Yang Maha Berdaulat. Karenanya, pribadi manusia menerima HAM (sebagai anugerah) sekaligus sebagai amanat (berwujud : Kewajiban Asasi Manusia = KAM). Jadi, HAM berdasarkan filsafat Pancasila ditegakkan oleh setiap pribadi manusia dalam asas-keseimbangan HAM dan KAM. Maknanya, pribadi yang baik ialah yang menunaikan (amanat) KAM untuk menikmati (anugerah) HAM.

12

Kesadaran martabat kepribadian manusia (SDM) berdasarkan filsafat Pancasila, memancarkan integritas asas moral SDM Indonesia Raya sebagai subyek budaya, subyek moral yang bermartabat. Maknanya, SDM warganegara Indonesia Raya menegakkan asas kedaulatan rakyat yang bermartabat. B. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb: 1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia. 2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta. 3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah: a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I). b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral. Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.

13

Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya sebagai terpancar dari akal-budinuraninya sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160) Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila UUD 45, sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia. Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 yang orisinal, bukan menyimpang sebagai terjemahan era reformasi yang menjadi UUD 2002 yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neoliberalisme. Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-misi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional Visi-misi mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan PancasilaUUD 45. C. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem

Ideologi Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45 Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45 secara imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) bangsa dan NKRI adalah

14

integral (manunggal) dan bersifat tetap (integritas, jatidiri / Volksgeist) kepribadian dan martabat nasional.

sebagai

Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai: Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi 45. Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD Proklamasi 45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan filosofi-ideologis dan konstitusional berikut: 1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 52; Kelsen 1973: 127 135; 155 162; Notonagoro 1984: 57 70; 175 230; Soejadi 1999: 59 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya. Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya. 2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1x oleh

15

pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara. 3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan

Weltanschauung ) bangsa terutama: "4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara

berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari UndangJadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan legalitas hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Penjelasan UUD 45). Asas demikian secara imprative berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan kaidah negara yang fundamental (Grundnorm). Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."

16

Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state) sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Karenanya, secara a priori (kodrati dan imperatif-filosofis-ideologiskonstitusional), bangsa dan negara berkewajiban menegakkan, mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikannya. Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan integritasnya sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi Pancasila) dan negara hukum (Rechtsstaat) berdasarkan moral Pancasila, wajarlah fungsional dalam praktek budaya demokrasi Pancasila dan Negara hukum berdasarkan asas moral dan sistem hukum nasional Pancasila. Maknanya, demokrasi berdasarkan moral Pancasila (UUD 45 Pasal 1, 2 dan 3; serta Pasal 37). Negara hukum Indonesia menegakkan cita hukum (demi keadilan) berdasarkan Sila I-II-V; oleh semua SDM Indonesia dan untuk kemanusiaan. Visi-misi demikian hanya terwujud terutama dengan melaksanakan amanat nation and character building sekaligus (sinergis) dengan membudayakan N-Sistem Nasional (in casu: jabaran dasar Negara Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya); demi jatidiri bangsa dan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang bermartabat. Dinamika budaya sosial politik abad XXI, dipelopori ideologi liberalismekapitalisme (neoliberalisme, dan neoimperialisme) atas nama kebebasan, demokrasi dan HAM, individu manusia cenderung memuja kebebasan (=neoliberalisme.), sehingga kesetiaan (loyalitas) dan kebanggaan nasionalnya mengalami degradasi; bahkan dapat terkikis!. (=fenomena keruntuhan mental-moral-martabat nasional) Menyelamatkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 mutlak dengan terlaksananya visi-misi Nation and Character Building, dalam wujud kepribadian SDM Indonesia Raya unggul-kompetetif-bermartabat yang mampu menegakkan Ketahanan Nasional dan integritas NKRI secara fundamental

17

Sikap demikian, bukan hanya a-nasionalisme, dan a-moral (tidak sesuai dengan kewajiban nasional warganegara untuk setia dan bela negara sebagai asas demokrasi: bahwa bangsa, pemerintah dan negara adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Negara dan pemerintah tidak terjamin kedaulatannya, tanpa kesetiaan rakyat warganegaranya. Nilai-nilai Dasar Negara Pancasila terjabar dan diaktualisasi melalui Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan sebagai Sistem Ideologi Nasional Indonesia Raya masa depan. Asas-asas fundamental filosofis-ideologis dan konstitusional diatas, adalah jabaran dan aktualisasi asas filsafat Pancasila (ontologis-axiologis), terutama : 1. Asas filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi secara ontologis-axiologis tegak dalam aktualisasi Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 2. Menjamin ranah (in casu : HAM) privat dan publik berdasarkan asas keseimbangan HAM dan KAM sebagai diamanatkan Bagian II seutuhnya. Tegasnya, individualitas dan komunitas berkembang dalam asas keseimbangan dalam wujud asas kekeluargaan sebagai asas integralisme fungsional Filsafat Pancasila. 3. Menjiwai dan melandasi asas moral dan budaya politik nasional : politisi, kepemimpinan nasional, bahkan warganegara dalam pergaulan nasional dan internasional senantiasa menegakkan integritas moral dan martabat nasional. 4. Asas HAM, hak kemerdekaan (kebebasan) tetap dijamin selama warganegara, golongan / parpol tetap setia (loyal, bangga) kepada dasar negara (ideologi negara) Pancasila dan UUD Proklamasi 45 dalam asas ajaran HAM berdasarkan Filsafat Pancasila (=Asas Keseimbangan HAM dan KAM). 5. Secara filosofis-ideologis dan UUD Pasal 29 bangsa dan NKRI menganggap ideologi marxisme-komunisme-atheisme bertentangan dengan ideologi Pancasila yang beridentitas theisme-religious; karenanya dikategorikan sebagai : separatisme ideologi dan maker. Sebaliknya, siapapun atas nama kebebasan (=liberalisme) dan demokrasi (=kedaulatan rakyat) mengembangkan / memperjuangkan nilai ideologi selain ideologi negara Pancasila (non-Pancasila), dikategorikan sebagai melakukan tindakan : separatisme ideologi, makar dan atau mengkhianati sistem kenegaraan Pancasila.

18

Waspadalah kepada berbagai sistem ideologi yang mengancam integritas ideologi Pancasila, seperti : ideologi liberalisme-kapitalisme, sekularisme; dan marxismekomunisme-atheisme karena semua bermuara: neoimperialisme. Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional Pancasila, integral (utuh) dalam UUD Proklamasi 45, karenanya bersifat imperatif baik secara hukum, sosial-politik, ekonomi; bahkan mental dan moral SDM Indonesia Raya. Asas fundamental demikian adalah bukti kesetiaan dan kebanggan nasional. Sebaliknya, penyimpangan (distorsi) dan atau degradasi nasional, lebih-lebih kesetiaan-ganda (=bicara sebagai warganegara Pancasila, dalam praktek memperjuangkan ideologi neo-liberalisme, sekularisme, komunisme-atheisme). Sesungguhnya, sikap dan tindakan demikian adalah separatisme ideologi (=mengkhianati dasar negara dan ideologi Pancasila=makar). Inilah makna fundamental dan imperatif dari asas Bagian III A-B yang dimaksud oleh Notonagoro, Nawiasky dan Kelsen di atas. Amanat menegakkan NKRI dalam integritas sebagai sistem kenegaraan Pancasila, bermakna bahwa bangsa Indonesia (rakyat, warganegara RI) berkewajiban membela NKRI dalam integritasnya sebagai sistem kenegaraan Pancasila antar sistem kenegaraan: kapitalisme liberalisme, dan marxisme komunisme atheism yang dapat mengancam integritas bangsa dan NKRI. Jadi, bangsa Indonesia senantiasa waspada dan siap bela negara atas tantangan dan ancaman bangsa dan negara yang mengancam integritas ideologi Pancasila: baik neoimperialisme Amerika maupun ideologi marxisme komunisme atheisme dari manapun datangnya; termasuk kebangkitan PKI, neo-PKI atau KGB. D. PEMAHAMAN DAN PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA

SAAT INI Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan.Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama.Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama.Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama.Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong.Tidak perlu

19

melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat. Disorientasi Pancasila

Pancasila dalam sejarahnya adalah ideologi yang bernafaskan nasionalisme. Nasionalsme yang berdasarkan pada karakteristik bangsa Indonesia. Nasionalisme yang merangkul seluruh agama, budaya, bahasa, dll. Hal ini menunjukkan bahwasanya Pancasila memberikan wadah kepada setiap golongan. Nasionalisme yang mempersatukan seluruh golongan. Bukan merangkul pada satu golongan. Pemetaan disorientasi Pancasila terletak pada pendidikan kritis mengenai ideologi. Dalam kurun waktu 49 tahun Pancasila diremehkan dan tidak memiliki nilai keutamaan. Jikalau kita sebagai warganegara memiliki rasa paradigma kepancasilaan, negara Indonesia tidak akan mudah dihasut oleh masalah-masalah yang mengandung Sara. Prof. Dr. Mahfud MD mengutarakan argumentasi dalam sebuah acara Sarasehan Pancasila, yang bertema; Implementasi NilaiNilai Pancasila Dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia pada tanggal 2 Mei 2011 di UGM beliau mengatakan: ditinjau dan aspek UUD 1945 anutan pluralisme Pancasila, ditegaskan Iebih spesifik melalui frasa-frasa seperti mengakui, menghormati, menjamin, dan memberikan perlindungan terhadap keberagaman bangsa Indonesia. Argumentasi Prof. Dr. Mahfud MD menguatkan pemahaman tentang tafsir Pancasila melalui nila-nilai keutamaan tentang kekritisan pemahamanvisi dan misi Pancasila. Penguatan Nilai-Nilai Pancasila

Tafsir Pancasila perlu ditekankan mengenai nilai-nilai filosofis dan segi historis hingga konteks kekinian. Strategi penguatan nilai-nilai Pancasila dilihat dari 3 aspek terpenting. Pertama ditinjau dan aspek pendidikan ala kepancasilaan. Pendidikan kepancasilaan yang kritis yang menguatkan kostruksi ideologi tersebut. Kedua, dari aspek legitimasi konstitusi yang mana memberikan kebijakan-kebijakan filosofis

mengenai kenegaraan. Ketiga, dari aspek kesadaran bersama dalam hal pembangunan negara. Hasil yang diperoleh dan ketiga aspek tersebut tidak lain adalah terciptanya harmonisasi dan keadilan bagi masyarakat dan tegaknya negara Indonesia. Hal ini juga dijawab dalam tafsir Bhineka Tunggal lka, yang berarti berbeda-beda tetap satu jua. Perbedaan adalah suatu rahmat dan Tuhan untuk kita saling memahami, bukan untuk

20

saling menjatuhkan. Harmonisasi penguatan dan nilai-nilai Pancasila juga membentuk masyarakat pancasilais, yang mencintai negaranya.Jiwa patriotisme yang kental demi membentuk kerukunan warganegara. Sudah saatnya kita sebagai warganegara Indonesia mengorganisir kehendak kebersamaan dalam satu tekad yang kuat, yaitu membangun negara Indonesia agar berjaya. ranformasi ini yang telah dikonsepkan oleh founding father kita dalam mendirikan negara. Pendekatan Historis

Dari sejarah terbentuknya pancasila, agama selalu menjadi kubu yang menjadi masalah. Semisal tentang sejarah piagam Jakarta yang pada awalnya berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya kemudian yang dirumuskan menjadi Pancasila yang menjadi sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esaoleh tokoh nasionalis dengan tujuan menghindari diskriminasi terhadap pemeluk agama lain karena Indonesia terdiri dari berbagai macam agama dan budaya sehingga tidak memungkinkan hal tersebut direalisasikan sebagai dasar Negara. Banyak para tokoh ulama yang tidak menyetujui perubahan tersebut pada pembukaan Undang-undang dasar Negara Indonesia, pro dan kontra-pun terjadi.Hingga pasca kemerdekaan terdapat pemberontakan yang ingin mengganti Ideologi Pancasila dengan Syariat Islam yang mungkin tidak asing di telinga kita tentang NII atau DI/TII yang diplokramirkan oleh Kartosuwirjo. Pada tanggal 14 Agustus 1945 Kartosuwirjo memproklamasi NII, namun tidak mendapat tanggapan dari masyarakat nasional, hingga yang dianggap sah adalah proklamasi 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan M. Hatta, karena dukungan nasional tidak hanya berasal dari agama tertentu saja, namun dari semua golongan yang akhirnya DI/TII yang diplokramirkan oleh Kartosuwirjo dianggap pemberontak dan ditumpas oleh TNI. Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan.Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama.Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama.Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama.Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong.Tidak perlu

21

melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat. Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung dan tidak angsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainnya dengan dalih moralitas. Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan. Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.

22

BAB IV KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut. Dengan mempertahankan ideologi B. Saran 1. Dengan mencuatnya kasus penyelewengan Nii ini, diharapkan tidak tegas dari

pemerintah untuk segera memberantas aliran Nii ini. 2. Selain itu peran serta masyarakat juga dibutuhkan dalam penanganan kasus ini. Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.

23

DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia. Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6. Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta http://www.stateideology.blogspot.com/2010/01/pancasila-sebagai-ideologi-negara.html www.detik.com

24

Вам также может понравиться