Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
3dB
akan semakin kecil, artinya berkas sinyal yang dipancarkan akan semakin kohern.
Hasil perhitungan besarnya lebar berkas berdasarkan diameter antena adalah sebagai berikut:
3dB
= 70(/D) = 70(c/fD) (derajat)
Tabel 4.2 Nilai Lebar Berkas Antena berdasarkan Diameter
Diameter Antena Nilai
3dB
2,4 m 1,458
2.2 m 1,59
2.1 m 1,67
2 m 1,75
1,8 m 1,94
1,7 m 2,05
4.9 Menentukan Besarnya Side Lobe Antena Stasion Bumi
Untuk menentukan besarnya level side lobe antena stasion bumi digunakan
rumus 3.12 dengan asumsi bahwa hasil perhitungan tersebut tidak boleh melebihi
ketentuan dari ITU-T yang mengacu pada rumus 3.15. Besarnya nilai side lobe tersebut
tidak boleh melebihi ketentuan dari ITU-T yaitu sebesar G = 29 25 logo (Rec.ITU-R
S.580-5) berlaku untuk nilai sudut toposentris 0 lebih dari1 . Sebelumnya terdapat
aturan yang lama sebesar G = 32 25 loge (Rec. ITU-R S.580-5) berlaku untuk nilai
sudut toposentris 0 lebih dari 1 untuk antena yang terpasang sebelum tahun 1995.
Besarnya nilai side lobe dicari pada setiap posisi stasion bumi yang akan diletakan
sehingga diketahui level interferens ke satelit Thaicom. Semakin kecil diameter antena yang
dipakai maka semakin besar nilai sidelobe- nya. Fenomena ini harus dihindari supaya tidak
menimbulkan interferens bagi satelit di dekatnya. Salah satu contoh hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Posisi Stasion Bumi : Medan
Sudut Toposentris : 2,32093
Diameter antena : 2,4 m
G()
dBi
= G
maz, dBi
- 12 (/
3dB
)
2
(dBi)
= 41,334 12 ( 2,32093 / 1,458 )
2
= 10.936 (dBi)
Jika kita melihat hasil perhitungan sudut toposentris maka terlihat rata-rata nilai sudut
tersebut berkisar pada nilai 2,3, oleh karena itu jika aturan dari ITU-T diaplikasikan maka:
G() = 29 25 log 2,3
= 19,96 dBi
Artinya bahwa nilai side lobe maksimal yang diperbolehkan dipasang pada suatu
wilayah menggunakan antena jenis apapun nilainya tidak boleh melebihi 19,96 dBi.
Apabila diperhatikan lebih lanjut pada tabel hasil perhitungan, maka diameter antena 2 m
2,4 m aman digunakan karena level side lobenya kecil, sedangkan untuk antena dengan
diameter <_ 1,9 m akan sangat riskan digunakan karena side lobenya sudah melebihi
ketentuan dari ITU-T. Pada kenyataanya di lapangan antena dengan diameter tersebut di
atas masih banyak digunakan sehingga kemungkinan menginterferensi satelit terdekat
akan sangat besar.
BAB V
LINK BUDGET
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:
Mahasiswa dapat menghitung link budget dan merencanakan suatu sistem telekomunikasi.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :
1. Mahasiswa dapat menghitung rugi-rugi yang terdapat pada sistem komunikasi satelit.
2. Mahasiswa dapat menghitung daya-daya baik daya pancar maupun daya terima pada
sistem komunikasi satelit.
3. Mahasiswa dapat menghitung parameter-parameter pada lintasan uplink dan downlink.
Pada bab ini akan dibahas mengenai persamaan-persamaan dalam menghitung link
budget dalam suatu komunikasi satelit.
5.1 Untuk Cuaca Cerah
Rugi-rugi untuk kondisi cuaca cerah diberikan oleh persamaan berikut:
[LOSSES] = [FSL] + [RFL] + [AML] + [AA] + [PL]
Persamaan daya yang diterima dalam decibel menjadi :
[P
R
] = [EIRP] + [G
R
] [LOSSES]
Dimana :
[P
R
] = Daya yang diterima, dBW
[EIRP] = Equivalent Isotropic Radiated Power, dBW
[FSL] = Free Space Loss, dB
[RFL] = Receiver Feeder Loss, dB
[AML] = Antenna Misalignment Loss, dB
[AA] = Atmospheric Absorbtion, dB
[PL] = Polarization Loss, dB
5.2 Thermal Noise
Thermal noise adalah noise yang terjadi pada semua media transmisi dan dalam semua
peralatan komunikasi yang timbul dari pergerakan elektron secara acak. Thermal noise
proporsional terhadap bandwidth dan temperature.
P
n
= kT (W/Hz)
Dimana : kT = Konstanta Boltzman = 1,3803 . 10
-23
J/K
T = Temperature mutlak untuk termal noise (
o
K)
Pada temperatur ruang, T = 17
o
C atau 290
o
K
P
n
= 4,00 . 10-
21
W/Hz of bandwitdh
= - 204 dBW/Hz
= - 174 dBm/Hz
Untuk sistem dengan bandwidth specific (sistem terbatas bandwidth)
P
n
= kTB (W)
B merefer disini kepada apa yang dinamakan noise bandwidth (Hz). Pada 0
o
K.
P
n
= - 228,6 dBW/Hz
Untuk sistem dengan bandwidth spesific :
P
n
= -228,6 dBW = 10 log T + 10 log B
5.3 Signal to Noise Ratio
Jika signal to Noise Ratio di ekpresikan dalam dB maka dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 5.1 Signal to Ratio
Signal 1000 Hz mempunyai SNR 10 dB. Level noise adalah 5 dBm dan signal, 15 dBm.
S/N
dB
= level
signal(dBm)
level
noise(dBm)
System Noise
Sumber utama noise listrik pada peralatan adalah yang muncul dari gerakan elektron-
elektron secara acak pada berbagai peralatan resistive dan active pada penerima. Thermal
noise juga dibangkitkan dari komponen-komponen antenna yang mengalami lossy.
Daya noise (noise power) dari sumber noise thermal diberikan oleh:
P
N
= kT
N
B
N
Dimana : T
N
= equivalent noise temperature
B
N
= equivalent noise bandwidth
K adalah konstanta Boltzman (1,38 . 10
-23
J/K)
Karakteristik utama noise thermal adalah bahwa ia memiliki flat spektrum frekuensi;
yang berarti bahwa, Daya noise (noise power) per unit bandwidth adalah sebuah konstan.
Noise power per unit bandwidth disebut kepadatan spectral daya noise atau the noise power
spectral density dan dinotasikan sebagai :
Temperatur noise berhubungan secara langsung dengan temperatur fisik. Dari sumber
noise, tetapi tidak selalu sama dengannya.
Contoh:
An antenna has noise temperature of 35 K, and is matched into a receiver which has a noise
temperature of 100 K. Calculate (a) the Noise Power Density and (b) the noise power for a
bandwidth of 36 MHz.
Jawab :
(b) N
0
= (35 + 100) x 1,38 x 10
-23
= 1,86 x 10
-21
J
(c) P
N
= 1,86 x 36 x 10
6
= 0,067 pW
5.4 Noise Antena
Noise antena bisa secara luas diklasifikasikan ke dalam dua grup: noise yang berasal
dari rugi-rugi antena (antenna losses) dan sky noise. Sky noise adalah term yang digunakan
untuk menggambarkan radiasi gelombang mikro yang terdapat pada alam semesta.
5.4.1 Amplifier Noise Temperature
Gambar 5.2 Amplifier Noise
Input Noise energi dari antena adalah :
N
0,ant
= kT
ant
Output noise energy adalah: N
0,out
= GN
0,out
ditambah kontribusi yang dihasilkan oleh
amplifier. Semua noise Amplifier, yang terjadi pada amplifier merujuk kepada equivalent
input temperatur noise (equivalent input noise Temperature, T
1
. Output noise menjadi :
N
0,out
= Gk(T
ant
+ T
e
)
Total noise pada input :
T
e
bisa didapat dari pengukuran , tipikal nilainya berada pada range 35 sampai 100 K.
5.4.2 Amplifier in Cascade
Koneksi cascade diperlihatkan pada gambar (b). Keseluruhan Gainnya adalah :
G = G
1
G
2
Noise energi amplifier 2 merujuk pada inputnya adalah kT
e2
. Noise input amplifier 2
dari stage sebelumnya adalah G
1
k (T
ant
+ T
e1
), dan selanjutnya total noise energy merujuk pada
input amplifier 2 adalah:
N
0,2
= G
1
k(T
ant
+ T
e1
) + kT
e2
Noise energy ini bisa dihubungkan dengan noise energy pada input amplifier 1 dengan
membaginya dengan power gain amplifier 1,
) (
1
2
1 ant
1
2 , 0
1 , 0
G
T
T T k
G
N
N
e
e
+ +
Sistem noise temperature sekarang boleh didefinisikan sebagai T
s
dengan
N
0,1
= kT
s
Disini dapat terlihat bahwa Ts diberikan oleh:
Dari hasil ini dapat dikembangkan untuk beberapa stages dalam cascade,
2 1
3
1
2
1 ant
G G
T
G
T
T T T
e e
e s
+ + +
5.4.3 Noise Factor
Output noise dari amplifier adalah :
0 out , 0
FGkT N
G adalah power gain amplifier, F adalah noise factor. Selanjutnya dapat ditulis
hubungan:
) (
0 0
FGkT T T Gk
e
+
) 1 (
0
T F T
e
Noise Figure adalah merupakan noise factor F yang diekspresikan dalam decibels:
Contoh :
An LNA is connected to a receiver which has a noise figure of 12 dB. The gain of the LNA is
40 dB and its noise temperature is 120 K. Calculate the overall noise temperature referred to
the LNA input.
Jawab :
12 dB is a power ratio of 15.85:1, and therefore
K 4306 290 ) 1 85 . 15 (
2
e
T
A gain of 40 dB is a power ratio of 10000:1, and therefore
1
2
1 ant
G
T
T T T
e
e s
+ +
log 10 ] [ Figure Noise F F
K 43 . 120
10000
4306
120
in
+ T
5.4.4 Noise Temperature of Absorptive Networks
Jaringan absorptive adalah salah satu yang mengandung elemen-elemen resistive.
Disini akan diperkenalkan rugi-rugi oleh penyerapan energi dari sinyal dan
mengkonversikannya menjadi panas. Peredam-peredam resistive, transmission lines, dan
waveguides adalah merupakan contoh jaringan-jaringan absorptive dan juga termasuk hujan,
yang mana menyerap energi dari sinyal-sinyal radio yang melewatinya, dapat dianggap
sebagai bentuk jaringan absorptive. Oleh karena jaringan absorptive mengandung resistance,
ia membangkitkan thermal noise.
Anggap sebuah jaringan absorptive memiliki power loss L dan terhubung dengan
sumber input. Katakanlah sumbernya pada temperature Tx maka noise energinya adalah kTx.
Jaringan power gain adalah 1/L dan oleh karenanya kontribusi sumber terhadap output
noisenya adalah kTx/L. Selanjutnya katakanlah TNW,0 merepresentasikan noise temperature
jaringan, merujuk ke output, jadi kontribusi jaringan terhadap output noisenya adalah
kTNW,0. Total output noise selanjutnya adalah
0 , NW out , 0
kT
L
kT
N
x
+
Mari menginisialkan jaringan pada temperatur yang sama Tx sebagai sumber. Sebab
jaringan terhubung dengan sumber, energy noise pada output diberikan oleh kTx, selanjutnya:
NW,0
kT
L
kT
kT
x
x
+ atau
1
1
NW,0
,
_
L
T T
x
Noise temperature dari lossy network merujuk pada inputnya,
) 1 (
NW,0 NW,i
L T LT T
x
Jika lossy network harus terjadi pada kondisi temperatur ruangan, yaitu Tx=To, maka
perbandingan persamaan (1.31) dan (1.35) menunjukkan bahwa
F = L
Ini menunjukkan bahwa pada temperatur ruangan, noise factor pada lossy network
sama dengan Power loss nya.
5.4.5 Overall System Noise Temperature
Gambar 5.3 Koneksi-Koneksi yang Digunakan untuk Menggambarkan Overall Noise
Temperature System.
Figure (a) diatas memperlihatkan tipikal sistem penerima. Sistem noise temperature
pada input :
) 1 ( ) 1 (
1
0
1
0
1 ant
G
T F L
G
T L
T T T
e S
+
+ +
Contoh (1) :
For the system shown in Figure (a) above, the receiver noise figure is 12 dB, the cable loss is
5 dB, The LNA gain is 50 dB, and its noise temperature 100 K. The antenna noise
temperature is 35 K. Calculate the noise temperature referred to the input.
Jawab :
K 135
10
290 ) 1 85 . 15 ( 16 . 3
10
290 ) 1 16 . 3 (
100 35
Hence . 10 LNA, For the . 16 . 3 10 cable, For the . 85 . 15 10
5 5
5 5 . 0 2 . 1
+
+ +
S
T
G L F
Contoh (2) :
Repeat the calculation when the system of Fig. (a) is arranged as shown in Fig. (b).
Jawab :
In this case the cable precedes the LNA and therefore the equivalent noise temperature
referred to the cable input is :
K 54 . 977
10
290 ) 1 85 . 15 ( 16 . 3
100 16 . 3 290 ) 1 16 . 3 ( 35
5
+ + +
S
T
5.4.6 Carrier to Noise Ratio
Pengukuran performansi dari suatu link satelit adalah CNR pada input penerima, dan
perhitungan link budget sering berhubungan dengan penentuan ratio ini. Secara konvensional
ratio ini sering dinotasikan oleh C/N (CNR) yang mana equivalent dengan P
R
/P
N
.
Dalam bentuk desibel :
[ ] [ ]
N R
P P
N
C
1
]
1
Persamaan-persamaan di atas bisa digunakan untuk P
R
dan P
N
, menghasilkan:
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] LOSSES EIRP
N S R
B T k G
N
C
+
1
]
1
Ratio G/T adalah merupakan parameter kunci dalam menentukan performansi sistem
penerima. Gain antenna G
R
dan sistem noise temperature T
S
bisa dikombinasikan dalam
persamaan di atas sebagai :
[ ] [ ] [ ] dBK /
-1
S R
T G T G
Selanjutnya persamaan link menjadi :
[ ] [ ] [ ] [ ] LOSSES EIRP
N
B k
T
G
N
C
1
]
1
+
1
]
1
1
]
1
1
]
1
1
]
1
0 0
Dan kemudian
[ ]
0
N
B
N
C
N
C
+
1
]
1
1
]
1
[C/N] adalah rasio power yang sebenarnya dalam unit decibels, dan BN dalam decibels
relatif terhadap satu hertz, atau dBHz. [C/N
0
] dalam dBHz.
[ ] [ ] [ ] dBHz LOSSES EIRP
0
k
T
G
N
C
1
]
1
+
1
]
1
Contoh :
In a link budget calculation at 12 GHz, the free-space loss is 206 dB, the antenna pointing
loss is 1 dB, and the atmospheric absorption is 2 dB. The receiver G/T ratio is 19.5 dB/K and
receiver feeder losses are 1 dB. The EIRP is 48 dBW. Calculate the carrier-to-noise spectral
density ratio.
Jawab:
The data are best presented in tabular form, and in fact lend themselves readily to
spreadsheet-type computations. For brevity the units are shown as decilogs and losses are
entered as negative numbers to take account of the minus sign in eq. ( 1.43). Recall that
Boltzmanns constant equates to -228.6 decilogs., so that [k]=228.6 decilogs as shown in the
table. Entering data in this way allows the final result to be entered in a table cell as the sum
of the terms in the rows above the cell, a feature usually incorporated in spreadsheets and
word processors. This is illustrated in the following table.
5.5 Uplink
Uplink memiliki pengertian dimana disatu sisi stasiun bumi memancarkan signal dan disisi
lain satelit menerima signal dari stasiun bumi tersebut. Pers (1.43) bisa diaplikasikan untuk
uplink dengan memberikan subscript U untukmenyatakan pengertian uplink. Persamaan
menjadi:
[ ] [ ] [ ] dBHz LOSSES EIRP
U
U
U
U
0
k
T
G
N
C
1
]
1
+
1
]
1
Pada persamaan, nilai-nilai yang digunakan adalah EIRP stasiun bumi, satellite receiver
feeder losses, dan satellite receiver G/T. Free-space loss dan losses lain yang bergantung
frekuensi, dihitung untuk frekuensi uplink.
5.5.1Saturation Flux Density
Flux density yang dibutuhkan pada antena penerima untuk menghasilkan saturasi dari
TWTA (traveling wave tube amplifier) disebut saturation flux density. Saturation flux density
adalah sebuah kuantitas yang penting dalam perhitungan link budget, dan dengan
mengetahuinya, kita dapat menghitung EIRP yang dibutuhkan pada stasiun bumi. Untuk
memperlihatkan ini, kita lihat lagi persamaan berikut:
2
r 4
EIRP
M
Dalam desibel :
[ ] [ ]
4
1
log 10 EIRP
2
r
M
+
Untuk Free Space Loss :
[ ]
4
1
log 10
4
log 10 FSL
2
2
r
+
[ ] [ ] [ ]
4
log 10 FSL EIRP
2
2
/4 menunjukkan dimensi area, yang pada kenyataannya adalah merupakan effective
area dari antena isotropik. Dengan menotasikannya dengan Ao memberikan:
[ ]
4
log 10
2
0
A
[ ] ) log 20 45 . 21 (
0
f A +
[ ] [ ] [ ] [ ] FSL EIRP
0
+ + A
M
Persamaan diatas untuk kondisi clear-sky. Dengan nilai-nilai saturasi yang dinotasikan
dengan subscript S, dapat ditulis ulang:
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] RFL - LOSSES EIRP
0 U S U S
A + +
Contoh :
An uplink operates at 14 GHz, and the flux density required to saturate the transponder is
-120 dB(W/m2). The free space loss is 207 dB, and the other propagation losses amount to 2
dB. Calculate the earth-station [EIRP] required for saturation, assuming clear sky conditions.
Assume [RFL] is negligible.
Jawab :
Pada 14 GHz
[A
0
] = -(21,45 + 20 log 14) = -44,37 dB
Rugi-rugi pada propagasi adalah sebesar = 207 + 2 = 209 dB
[EIRP
S
]
V
= -120 - 44,37 + 209 = 44,63 dB.
5.5.2 Input Back-Off
[ ] [ ] [ ] BO EIRP EIRP
i U S U
Carrier to Noise Density diberikan oleh
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] RFL BO
0
0
1
]
1
+ +
1
]
1
k
T
G
A
N
C
U
i S
U
Contoh :
An uplink at 14 GHz requires a saturation flux density of -91.4 dBW/m2 and an input back-
off of 11 dB. The satellite G/T is -6.7 dBK-1 and receiver feeder losses amount to 0.6 dB.
Calculate the carrier-to-noise density ratio.
Jawab :
[ ]
[ ]
[ ]
dBHz 74.5 as receiver satellite at the ratio density noise - to - carrier the gives total The
74.5 Total
0.6 - loss feeder Receiver
228.6 -
6.7 - / saturation Satellite
11.0 - off - back Input
44.4 - GHz 14 at
91.4 - density flux Saturation
Decilogs Quantity
0
k
T G
A
5.5.3 The Earth Station HPA
High Power Amplifier dari stasiun bumi mensupplai power, ditambah dengan transmit
feeder losses yang dinotasikan dengan TFL, atau [TFL] dalam dB. Disini termasuk
waveguide, filter, dan rugi-rugi coupler antara output HPA dan antena pancar. Output power
HPA diberikan oleh:
[ ] [ ] [ ] [ ] TFL EIRP
HPA
+
T
G P
Saturasi output power HPA diberikan oleh:
[ ] [ ] [ ] BO
HPA HPA HPA,sat
+ P P
5.6 Downlink
Downlink memiliki pengertian dimana disatu sisi satelit memancarkan signal dan di
sisi lain stasiun bumi menerima sinyal yang dipancarkan tersebut. Persamaan pada uplink
bisa diaplikasikan untuk downlink, tetapi subscript D akan digunakan untuk menyatakan
downlink. Persamaan menjadi
[ ] [ ] [ ] dBHz LOSSES EIRP
D
D
D
D
0
k
T
G
N
C
1
]
1
+
1
]
1
Nilai-nilai yang digunakan pada persamaan di atas adalah EIRP satelit, RFL stasiun
bumi dan penerima G/T stasiun bumi. Free-space dan rugi-rugi lain dihitung untuk frekuensi
downlink. Hasil carrier to noise density ratio dari persamaan di atas adalah yang muncul pada
Detektor penerima stasiun bumi. Selanjutnya dengan mengasumsikan signal bandwidth B
sama dengan noise bandwidth BN:
[ ] [ ] [ ] [ ] LOSSES EIRP
D
D
D
D
B k
T
G
N
C
1
]
1
+
1
]
1
Contoh :
A satellite TV signal occupies the full transponder bandwidth of 36 MHz, and it must provide
a C/N ratio at the destination earth station of 22 dB. Given that the total transmission losses
are 200 dB and the destination earth station G/T ratio is 31 dB/K, calculate the satellite EIRP
required.
Jawab :
[ ] [ ] [ ] [ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
kW. 6.3 ly equivalent or dBW 38 is EIRP required The
38 EIRP
75.6
228.6 -
200 LOSSES
31 - / -
22 /
Decilogs Quality
obtain we dB, 200 to equal y numericall are losses that and
dB -228.6 that mind in keeping and form, in tabular up this setting
LOSSES EIRP
D
D D
D
B
k
T G
N C
k
B k
T
G
N
C
+
+
+ + +
1
]
1
1
]
1
5.6.1Output Back-off
Jika EIRP satelit untuk kondisi saturasi dilambangkan sebagai [EIRPS]D, maka
[EIRP]D=[EIRPS]D-[BO]o dan persamaan menjadi:
[ ] [ ] [ ] [ ] LOSSES BO EIRP
D
D
D S
D
0
k
T
G
N
C
o
1
]
1
+
1
]
1
Gambar Hubungan antara Input dan Output Back-off untuk Satellit TWTA
[BO]=[BO]
o
+ 5 dB
Contoh :
The specified parameters for a downlink are satellite saturation value of EIRP, 25 dBW;
output back-off, 6 dB; free-space loss, 196 dB; allowance for other downlink losses, 1.5 dB;
and earth station G/T, 41 dB/K. Calculate the carrier to noise density ratio at the earth station.
Jawab :
(1.60) Eq. from calculated as
dBHz, in station earth at the ratio density noise carrier to the gives total The
91.1 Total
228.6 [k] -
41.0 [G/T] station Earth
6.0 - off - back Output
1.5 - losses Other
196.0 - loss space - Free
25.0 [EIRP] saturation Satellite
Decilogs Quantity
values. tabulated the to attached (1.60) Eq. in signs minus with the
form in tabular out set best is work the ns calculatio budget uplink with the As
5.6.2 Satellite TWTA Output
Output power TWTA diberikan oleh
[ ] [ ] [ ] [ ] TFL EIRP
TWTA D D T D
G P +
Bila [P
TWTA
] diketahui, saturasi output power diberikan oleh
[ ] [ ] [ ]
o S
P P BO
TWTA TWTA
+
Contoh :
A satellite is operated at an EIRP of 56 dBW with an output back-off of 6 dB. The transmitter
feeder losses amount to 2 dB, and the antenna gain is 50 dB. Calculate the power output of
the TWTA, assuming it may be required to provide the full saturated EIRP.
Jawab :
[ ] [ ] [ ] [ ]
[ ] W) 25 (or dBW 14 6 8
dBW 8
2 50 - 56
TFL EIRP
TWTA
TWTA
+
+
+
S
D D T D
P
G P
5.6.3 Downlink Rain-Fade Margin
Effective noise temperature dari hujan diberikan oleh
1
1
RAIN
,
_
A
T T
a
Dimana
Ta : apparent absorber temperature
A : rain attenuation
Total sky-noise temperature adalah temperature clear-sky ditambah temperature hujan.
Hujan selanjutnya menurunkan [C/No] yang diterima dalam 2 cara:
1. Dengan meredam gelombang carrier
2. Meningkatkan temperature sky-noise
Downlink C/N power ratio berhubungan dengan nilai clear-sky oleh :
) 1 (
CS S, CS RAIN 1
1
]
1
,
_
,
_
T
T
A A
C
N
C
N
a
Dimana :
CS: subscript kondisi clear-sky dan TS,
CS: system noise temperature dalam kondisi clear-sky
Contoh :
Under clear-sky conditions the downlink [C/N] is 20 dB, the effective noise temperature of
the receiving system being 400 K. If rain attenuation exceeds 1.9 dB for 0.1% of the time,
calculate the value below which [C/N] falls for 0.1% of the time. Assume Ta = 280 K.
Jawab :
1.9 dB attenuation is equivalent to a 1.55:1 power loss. The equivalent noise temperature of
the rain is therefore
TRAIN = 280(1 - 1/1.55) = 99.2 K
The new system noise temperature is 400 + 99.2 = 499.2 K. The decibel increase in noise
power is therefore [499.2] [400] = 0.96 dB. At the same time, the carrier is reduced by 1.9
dB and therefore the [C/N] with 1.9 dB rain attenuation drops to 20 1.9 0.96 = 17.14 dB.
This is the value below which [C/N] drops for 0.1% of the time.
5.7 Combined Uplink and Downlink C/N Ratio
Kombinasi noise spectral density to carrier ratio (N/C) diberikan oleh
0 0 0
D U
C
N
C
N
C
N
,
_
+
,
_
Contoh ;
For a satellite circuit the individual link carrier to noise spectral density ratios are: uplink 100
dBHz; downlink 87 dBHz. Calculate the combined C/N0 ratio.
Jawab :
dBHz 79 . 86 10 log2.095 10
Therefore
10 095 . 2 10 10
9 -
0
9 7 . 8 10 0
1
]
1
+
N
C
C
N
5.8 Intermodulation Noise
Intermodulation terjadi dimana sejumlah carrier melewati rangkaian dengan
karkteristik yg non linier. Dalam sistem komunikasi satelit, biasanya terjadi pada TWTA
pada satelit.Amplitudo dan fasa yang non linier dapat menyebabkan intermodulasi.
Selanjutnya dapat ditulis
IM
0 0 0 0
,
_
+
,
_
+
,
_
C
N
C
N
C
N
C
N
D U
IM
,
_
,
_
,
_
C
N
C
N
C
N
C
N
D U
Contoh :
For a satellite circuit the carrier to noise ratios are: UL 23 dB, DL 20 dB, intermodulation 24
dB. Calculate the overall CNR in decibels.
Jawab :
dB 17.2 log0.0019 10
Therefore
0019 . 0 10 10 10
2 3 . 2 4 . 2
1
]
1
+ +
N
C
C
N
DAFTAR PUSTAKA