Вы находитесь на странице: 1из 2

Memburu Opini WTP

July 30th, 2011 | 1 Comment

Artikel ini ditulis oleh Nasrullah, SE., Akt. Auditor Pertama pada Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam artikel ini, Nasrullah melakukan eksplanasi terkait opini disclaimer dari BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Untuk mengantisipasi terus bergulirnya reformasi, pemerintah pusat telah mengeluarkan paket kebijakan bagi perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perubahan peran dari lembaga pemerintah daerah adalah bagi pelayanan publik (public services) secara efektif dan efisien melalui otonomi daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka akan terjadi beberapa perubahan yang mendasar di dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah, termasuk pelaksanaan manajemen keuangannya. Perubahan tersebut antara lain pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian pengelolaan keuangan dan anggaran daerah. Perubahan yang dilakukan merupakan jawaban atas tuntutan reformasi bagi terciptanya pemerintahan yang bersih dalam melaksanakan tugastugas kepemerintahan sehingga perwujudan masyarakat madani (civil society) yang memiliki nilai-nilai good governance yang mencerminkan demokrasi, keterbukaan, kejujuran, keadilan yang berorientasikan kepentingan rakyat dan bertanggungjawab kepada rakyat (Koswara, 2000: 37). Menurut Mardiasmo (2000: 3) perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan dan anggaran daerah sebagai upaya pemberdayaan pemerintah daerah, sebagai berikut: 1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumbuh pada kepentingan publik (/public oriented/). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi alokasi anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dan DPRD dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah; 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya; Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti: DPRD, Kepala Daerah, Sekretaris Daerah dan perangkat daerah lainnya; Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, /value for money/, transparansi dan akuntabilitas; Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, Kepala Daerah dan pegawai negeri sipil daerah, baik rasio maupun dasar pertimbangannya; Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi tahunan; Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional; Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik; Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah; Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi, sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian serta mempermudah mendapatkan informasi. Salah satu tuntutan dari perubahan tersebut adalah laporan keuangan yang akuntabel, dalam hal ini adalah laporan keuangan yang mampu menyediakan informasi yang menyangkut kinerja serta perubahan posisi keuangan pemerintah daerah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi, pembangunan, politik, sosial budaya. kepadanya. Yang menjadi tolok ukur dari sebuah laporan keuangan pemerintah daerah yang akuntabel adalah laporan keuangan yang WTP. WTP merupakan singkatan dari Wajar Tanpa Pengecualian, sebuah istilah yang selalu didengung-dengungkan dan menjadi harapan jajaran Pemerintah Daerah, baik itu tingkat SKPD maupun SKPKD/BUD. WTP menjadi incaran setiap organisasi, mulai dari tingkat Desa, Kecamatan/Kelurahan, Kota/Kabupaten, Provinsi dan Nasional. Sebenarnya, WTP adalah sebuah opini yang merupakan salah satu pernyataan profesional auditor Badan Pemeriksa Keuangan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah. serta menunjukkan apa yang dilakukan manajemen(stewardship)/pemerintah, atau pertanggungjawaban manajemen/pemerintah atas sumberdaya/anggaran yang dipercayakan

Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah akan menghasilkan pernyataan profesional dari auditor berupa sebuah opini yang terdiri dari disclaimer (tidak memberikan pendapat), Tidak wajar, Wajar tanpa pengecualian (WTP), dan Wajar dengan pengecualian (WDP). Selain WTP, saat ini Laporan Keuangan di beberapa Pemerintah Daerah masih mendapat opini WDP, bahkan masih ada yang mendapatkan opini yang lebih buruk yaitu disclaimer. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah merupakan amanah dari Undang-Undang, harus di audit oleh BPK. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan yang telah diperbaharui melalui Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Auditor BPK dalam memberikan opini terhadap kewajaran informasi yang disajikan dalam sebuah Laporan Keuangan, yaitu: Kesesuaian dengan Standar Akuntansi, Efektifitas sistem terhadap pengendalian intern, Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan Pengungkapan yang memadai. Mendapatkan opini WTP dari BPK bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa hambatan yang seringkali dihadapi oleh Pengelola Keuangan yang merupakan masalah umum dalam pengelolaan Laporan Keuangan Pemerintah dalam mencapai opini tersebut. Hambatan-hambatan yang seringkali muncul adalah (a) Kebijakan yang merusak sistem, (b) Rendahnya transparansi, (c) Tingkat efektifitas dan efisiensi yang rendah, (d) Rendahnya profesionalisme, (e) Rendahnya sistem pengendalian intern, serta (f) Laporan keuangan yang kurang berkualitas. Untuk meminimalisi resiko salah saji terhadap informasi keuangan yang disajikan dalam Laporan Keuangan, peran optimal Inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam tatanan pemerintahan sangatlah penting, terutama dalam melakukan langkah-langkah antisipasi yang proaktif. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 telah menuntut agar Inspektorat dapat berperan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas kehematan, efisiensi, efektifitas terlaksananya tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah, memberi peringatan dini dan meningkatkan manajemen resiko, serta meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah. Dalam rangka pencapaian pelaksanaan peran yang optimal, maka diharapkan Inspektorat dapat mengembangkan paradigma baru. Setidaknya, proses pengawasan yang dilakukan Inspektorat, lebih bersifat pendampingan bagi Pemerintah Daerah, berperan sebagai mitra, konsultan dan fasilitator. Terkait dengan peran Inspektorat secara khusus dalam pencapaian opini WTP, dibutuhkan langkah proaktif Inspektorat untuk melakukan Reviu Laporan Keuangan secara rutin, Melakukan perbaikan dan optimalisasi terhadap penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Melakukan opname serta inventarisasi terhadap aset Pemerintah Daerah secara berkala.

Вам также может понравиться