Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Batasan atau Pembagian Lanjut Usia Adapun beberapa pendapat mengenai pembagian atau batasan-batasan Lanjut Usia, yakni: 1. Menurut WHO Lanjut Usia meliputi: a. Middle Age b. Elderly c. Old d. Very Old : 45-59 tahun : 60-70 tahun : 75-90 tahun : Di atas 90 tahun

2. Menurut UU No. IV. Tahun 1965 Pasal 1 Menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan Lanjut Usia setelah mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. B. Teori-teori Proses Menua Adapun teori-teori menua, yaitu: 1. Teori-teori Biologis a. Secara keturunan dan atau mutasi, setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.Contohnya, mutasi daripada sel-sel kelamin. b. Pemakaian dan merusak, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah. c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori Akumlasi dari produk sisa d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan. e. Tidak ada perlindungan terhadap: Radiasi, Penyakit dan Kekurangan Gizi. 1

f. Reaksi dari kekebalan sendiri. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus, ada jaringan tubuh tertentu tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. 2. Teori-teori Kejiwaan Sosial a. Aktivitas dan kegiatan: o Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. o Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari Lanjut Usia. b. Kepribadian berlanjut o Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada Lanjut Usia. c. Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. C. Penurunan system endokrin pada lansia A. Perubahan pada kelenjar hipofisis atau puititari 1. Penurunan sekresi hormone Hipofisis anterior a. Growth hormone Normalnya growth hormone berfungsi untuk mengendalkan pertumbuhan selutuh tubuh,dan merangsang seluruh jaringan tubuh untuk menambah ukuran sel dan memperbanyak b. mitosis. pada lansia growth hormone sudah berkurang produksinya,akibatnya secara fisik lansia tidak akan lagi mengalami pertumbuhan. TSH fungsi normal mnsekresi kalsitonin untuk metabolism kalsium , pada lansia terjadi penurunan sekresi sehingga menyebabkan metabolisme kalsium terganggu, dan lama-kelamaan menyebabkan tulang kekurangan kalsium dan terjadi osteoporosis. c. FSH, Fungsi normalnya menstimulasi produksi estrogen. Pada wanita lansia terjadi berkurangnya sekresi FSH, sehingga produksi estrogen mengalami penurunan bahkan tidak memproduksi estrogen akibatnya, penurunan elastisitas kulit mengendurnya payudara, berkurangnya ukuran vagina, cairan lubrikasi pada vagina kering, gairah seks menurun. berkurangnya produksi estrogen mengakibatkan yang terganggu. lansia laki-laki berdampak dalam pembentukan spermatogenesis

d.

LH

(Luteinnizing

hormone)

normalnya

pada

wanita

menstimulus pertumbuhan folikel ovarium,menstimulus pembentukan hormone estrogen ovarium saat lansia tidak terjadi stimuluspada folikel ovarium sehingga estrogen tidak dikeluarkan akibatnya, penurunan elastisitas kulit mengendurnya payudara, berkurangnya ukuran vagina, amenore, cairan lubrikasi pada vagina kering, gairah seks menurun. Efek pada lansia laki-laki yaitu tidak dapat menstimulus sel-sel interstitial tubulus semineferus testis sehingga tidak terjadi proses untuk memproduksi androgen akibatnya menurunkan massa otot dan tulang,. 2. Penurunan sekresi hormone Hipofisis posterior a. berlebih, produksi urine berlebih b. kontraksi pada otot uterus saat senggama. B. Perubahan Pada Kelenjar Tyroid Perubahan pada sekresi di kelenjar tiroid berakibat kretinisme, letargi, pelambatan fungsi tubuh menyeluruh. C. Kelenjar Paratiroid Kelenjar paratiroid berfungsi mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh, pada lansia terjadi hipoekskresi hormone tiroid sehingga proses osteoklast tulang hampir tidak aktif ,sebagai akibatnya menyebakan reabsorpsi tulang tertekan sehingga kadar kalsium dalam tulang berkurang dan bisa menyebabkan osteoporosis. D. Adrenal Medulla adrenal menghasilkan katekolamin yaitu Epinefrin dan norepinefrin, fungsinya untuk meningkatkan kecptn metabolisme basal( BMR), pelepasan asam-asam lemak bebas, menaikkan kadar glukosa darah. Korteks Adrenal menghasilkan kortikosteroid, yaitu glukokortikoid, mineralokortikoid (Aldosteron), Hormon seks khususnya Androgen. Glukokortikoid berpengaruh terhadap metabolisme glukosa menaikkan kadar gula darah. 3 Oksitosin berfungsi menstimulus kontraksi sel-sel otot polos uterus selama senggama, saat lansia tidak terjadi ADH (Hormon antidiuretik), pada lansia penurunan hormone ADH menyebabkan menyebabkan Diabetes Insipidus,rasa haus

Adnya glokukortikoid akan berumpan balik negatif thd pelepasan ACTH. Pada lansia terjadi penurunan sekresi kelenjar hormone adrenal yang bisa mengakibatkan terjadi osteoporosis E. Pankreas Endokrin Hormon dihasilkan oleh pulau Langerhans pankreas. Penyusunnya adl sel beta yg memproduksi insulin, sel alfa menyekresikan Glukagon, dan sel delta menyekresikan Somatostatin. Insulin berfungsi menurunkan kadar gula darah dengan memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel jar hati, otot, dan jaringan lain. Defisiensi insulin menyebabkan Diabetes Mellitus. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas. D. Penurunan dari Sistem-sistem yang Terjadi pada Lansia Sistem Endokrin pada lansia mengalami beberapa perubahan dikarenakan proses menua, perubahan itu diantaranya: a. Produksi hampir dari semua hormone menurun. b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah. c. Pituitari: Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH. d. Menurunnya aktifitas tiroid: Menurunnya BMR (Basal Metabolik Rate), menurunnya daya pertukaran zat. e. Menurunnya produksi aldosteron Progesteron, Estrogen, Testosteron E. Penyakit Diabetes Mellitus 1. Pengertian menurunnya sekresi hormone kelamin:

a. Diabetes melitus adalah suatu gangguan kronik metabolisme karbohidrat dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai insulin dan kebutuhan akan insulin. (Luckman and Sorensens, Medical Surgical Nursing Approach, 2000). b. Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembang menjadi komplikasi terhadap makrovaskular, mikrovaskular, dan neurologis sebagai hasil dari kurangnya produksi insulin. (Barbara, 2002). c. Diabetes melitus adalah bukan merupakan penyakit tunggal tetapi gabungan dari penyakit keturunan dan heterogen. Dimanifestasikan dengan ketidaknormalan hasil homeostasis glukosa (glukosa dalam darah meningkat) yang disebut hiperglikemia. (Lewis, 2000). d. Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi yang berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A. Price, 1995). 2. Anatomi Fisiologi Pankreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin yang terletak di abdomen bagian tengah, di bawah dan di belakang lambung di depan vertebra lumbal pertama. Panjangnya + 15 cm, lebar 5 cm dari duodenum sampai limpa, berat 60-90 gram terdiri dari 3 bagian : kepala pankreas terletak di sebelah kanan abdomen di dalam lengkungan duodenum, badan pankreas merupakan bagian utama pankreas yang terletak di belakang lambung, di depan vertebra lumbalis pertama; bagian yang runcing merupakan ekor pankreas yang terletak di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.

Kelenjar Suprarenal Saluran Empedu

Pankreas Kandung Empedu

Orifisium saluran empedu dan pankreas

Duodenum

Struktur

pankreas,

merupakan

kumpulan

kelenjar

yang

masing-masing

mempunyai saluran, saluran tersebut bersatu menjadi duktus pankreatikus, duktus pankreatikus menjadi duktus koledukus yang diteruskan ke duodenum di bawah pilorus. Pankreas mempunyai dua fungsi yaitu : a. Fungsi eksokrin Mensekresi enzim-enzim pencernaan yang mencakup enzim amilase yang membantu pencernaan karbohidrat, tripsin yang membantu pencernaan protein dan lipase yang membantu pencernaan lemak. b. Fungsi endokrin 1. Sel beta : memproduksi hormon insulin yang berfungsi menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel 6

jaringan hati, otot dan jaringan lain tempat glukosa disimpan sebagai glikogen atau dibakar untuk menghasilkan energi. 2. Sel alfa : memproduksi hormon glukagon (yang berlawanan dengan efek insulin) terutama adalah menaikkan kadar glukosa darah melalui konversi glikogen menjadi glukosa dalam hati. Glukagon disekresikan oleh pankreas sebagai respon terhadap penurunan kadar glukosa darah. 3. Sel delta : memproduksi hormon somatostatin yang menimbulkan efek hipoglikemik dengan menghambat pelepasan glukagon. 3. Klasifikasi a. DM tipe I (IDDM/Insulin Dependent Diabetes Melitus) Yaitu diabetes yang tergantung insulin dimana sel pankreas yang memproduksi insulin yang dalam keadaan normal dihancurkan oleh suatu proses autoimun, sehingga glukosa yang seharusnya ditangkap oleh sel untuk dimetabolisme tidak dapat masuk karena tidak ada insulin. Penyebabnya juga mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan (virus). DM tipe I ini biasa terjadi pada usia muda kurang dari 30 tahun. Karena pada tipe ini terjadi kerusakan sel beta pankreas maka klien akan memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup, karena bila tidak akan sangat beresiko terjadinya ketoasidosis. b. DM tipe II (NIDDM/Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Jumlah sekresi insulin mencukupi tetapi jumlah yang disekresi tidak seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan, hal ini menyebabkan produksi insulin menurun. Biasanya ditemukan pada klien usia lebih dari 30 tahun, kadang dengan obesitas. Pada diabetes tipe ini umumnya tidak terjadi ketoasidosis. Walaupun tidak tergantung pada tambahan insulin dari luar, namun klien mungkin memerlukan untuk mempertahankan kadar gula darah yang adekuat. Pada kasus ini biasanya terjadi resistensi terhadap kerja insulin

normal, karena interaksi insulin dengan reseptor insulin pada sel kurang efektif, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. 4. Etiologi a. Diabetes melitus tipe I 1. Faktor genetik: kecenderungan genetik ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) yang spesifik (DR3 atau DR40. 2. Autoimun: merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada sel beta. Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. 3. Virus (rubela, mumps) b. Diabetes melitus tipe II 1. Obesitas 2. Kurang aktivitas 3. Keturunan 4. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65 tahun). 5. Patofisiologi Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas, insulin diproduksi terus menerus sesuai tingkat kadar glukosa dalam darah. Pada penderita diabetes melitus produksi insulin terganggu atau tidak diproduksi sama sekali. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia sesudah makan. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar (> 180 mg/dl), akibatnya terjadi glukosuria. Ketika glukosa berlebihan diekskresi ke dalam urine dan elektrolit yang berlebihan menyebabkan diuresis osmotik. Hal ini akan mengakibatkan pasien mengalami poliuria dan polidipsi. Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien akan mengalami peningkatan selera makan

(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Pada penderita diabetes melitus proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain) terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu, terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton dan pemecahan protein mengakibatkan peningkatan ureum. Ureum dan keton bersifat asam yang mengganggu keseimbangan asam basa, bila dalam jumlah yang banyak menimbulkan ketoasidosis dengan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. 6. Faktor resiko DM 1. DM tipe II a. Orang dengan obesitas b. Usia > 45 tahun ( resiko DM meningkat semakin bertambahnya usia) c. Ras Africa Amerika, Hispanic atau Mareika latin. d. Faktor keturunan keluarga dengan DM. e. Tekanan darah 140/90 mmHg. f. Kadar HDL yang rendah (untuk laki-laki kadar HDL 40 dan wanita lebih dari 50) dan kadar trigleserida yang tinggi (diatas 250mg/dl) g. Diabetes yang dialami saat kehamilan atau bayi baru lahir dengan BB lebih. h. Gaya hidup yang berubah dan kurang berolaraga 3x seminggu. 7. Tanda dan Gejala a. Tanda dan gejala awal: 1. Poliuria 2. Polidipsi 3. Polifagia 4. Berkurangnya berat badan 5. Badan lemas dan lelah b. Tanda dan gejala lanjutan 1. Luka sulit sembuh 9

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Gangren Penglihatan kabur Gatal pada kulit Kesemutan/baal pada ekstremitas Mual dan muntah Membran mukosa mulut kering Turgor kulit tidak elastis Pernafasan bau aseton

10. Pernafasan kusmaul 11. Sakit pada abdomen 12. Diare/konstipasi 13. Kulit kering dan merah 14. Ketidakmampuan berkonsentrasi 15. Tremor 16. Takikardi 17. Palpitasi 18. Kejang 19. Koma 8. Test Diagnostik a. Tes glukosa darah 1. GDS : mengetahui kadar gula darah sewaktu, normal 70-110 mg/dl.
2.

Gula darah puasa : normalnya <110 mmhg Gula darah yang diperiksa dua kali yaitu sebelum makan dan dua jam setelah makan dengan tujuan menegakkan diagnosa dan ditunjukkan kepada klien yang sama sekali belum diketahui adanya penyakit DM.

3. NPP (Nuchter post prandial), normalnya < 140 mg/dl.

4. KH (Kurva Harian) Gula darah diperiksa sebanyak tiga kali yakni sebelum makan, jam 11.00 dan jam 16.00 yang dilakukan secara periodik yang bertujuan untuk mengevaluasi terapi diabetikum. 5. HbA1C, normalnya 4-6%. Nilai lebih dari 8% menunjukkan diabetes yang tidak terkontrol. b. Pemeriksaan urin 10

Untuk mengetahui kadar glukosa dan keton dalam urin. c. AGD Untuk mengetahui adanya asidosis metabolik. d. Serum elektrolit : natrium mungkin normal, meningkat atau menurun; kalium normal atau meningkat selanjutnya akan menurun; fosfor: lebih sering menurun. e. Glucose Toleransi Test ( GTT ) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 5 kali yang mana sebelumnya pasien diberi glukosa baik oral maupun parenteral. Dan ini ditujukan pada pasien yang pada pengkajian didapatkan adanya Diabetes mellitus.

9. Penatalaksanaan Medik Tujuan terapeutik pada diabetes melitus adalah untuk mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes: a. Diet Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk memberikan semua unsur makanan esensial (vitamin, mineral), mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman/praktis dan menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat. Komposisi diet karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%, tinggi serat, hindari alkohol. b. Aktivitas dan latihan Latihan dilakukan 3-4 kali seminggu selama 30-60 menit. Fungsi latihan : 1. Menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. 2. Meningkatkan penggunaan glukosa oleh otot yang aktif. 3. Menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. 4. Mencegah komplikasi. 11

Syarat latihan : 1. Dilakukan setelah pemasukan karbohidrat 1-2 jam. 2. Disesuaikan dengan kadar gula darah, tidak dilakukan bila kadar gula darah > 250 mg/dl. Pedoman untuk latihan : 1. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin. 2. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki yang lainnya. 3. Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan. 4. Hindari latihan saat pengendalian metabolik buruk. c. Terapi farmakologik 1. Insulin untuk DM tipe I. 2. Obat anti diabetik oral untuk DM tipe II. Fungsinya : 1. Mengatur transpor glukosa dalam sel. 2. Membantu menurunkan kadar glukosa darah mendekati nilai normal. d. Pemantauan/monitoring Melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara teratur dan menjaga kadar HbAlC < 7% yang merupakan indikator kontrol hiperglikemia. e. Penyuluhan Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan, merubah perilaku dan memperbaiki kualitas hidup, serta menghindari komplikasi: 1. Patofisiologi sederhana yaitu definisi penyakit, batas-batas kadar glukosa yang normal, efek terapi insulin dan latihan, efek makanan dan stres yang mencakup keadaan sakit dan infeksi dan dasar pendekatan terapi. 2. Cara-cara terapi yaitu pemberian insulin, dasar-dasar diet (kelompok makanan dan jadwal), pemantauan kadar gula darah dan keton urine. 3. Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. 4. Informasi yang pragmatis yaitu dimana membeli dan menyimpan insulin, alat-alat untuk memantau kadar gula darah, kapan dan bagaimana cara menghubungi dokter. 5. Perawatan yaitu : kaki, mata, higiene umum dan kebersihan kulit. 12

6. Pengendalian faktor resiko yaitu mengendalikan tekanan darah dan kadar lemak. 10. Komplikasi a. Komplikasi jangka pendek 1. Diabetik ketoasidosis (DKA) Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah insulin. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, protein. Gambaran klinis yang penting dalam diabetik ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit, asidosis. Penanganannya dengan periksa gula darah setiap jam, elektrolit, AGD, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu setiap jam, keadaan hidrasi, balance cairan, pemberian oksigen bila PO2 < 80 mmHg. 2. Hipoglikemi (kadar gula darah < 70 mg/dl) Keadaan ini akibat pemberian insulin atau preparat oral antidiabetik yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa diduga sebelumnya. Hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun. Tanda-tanda hipoglikemia ringan: tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Hipoglikemia sedang : penurunan glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik, tanda-tanda: ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, mati rasa di daerah bibir serta lidah, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Sedangkan hipoglikemia berat; fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien menunjukkan gejala perilaku yang disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran. Penanganan hipoglikemia: stadium awal: pemberian gula murni + 30 gram (2 sendok makan) atau sirop, permen dan makanan yang mengandung hidrat arang. Stadium lanjut (koma): berikan larutan glukosa 40% sebanyak flacon, melalui intravena setiap 10-20 menit hingga sadar disertai pemberian infus dextrose 10% 6 jam/kolf (20-21 tetes/menit).

13

Bila belum teratasi dapat diberikan antagonis insulin seperti adrenalin, kortison atau glukagon 1 mg intravena. 3. Sindrome Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK) Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolalitas, hiperglikemi dengan disertai perubahan tingkat kesadaran. keadaan ini paling banyak terjadi pada individu yang berusia 50-70 tahun karena peningkatan usia yang khas pada penderita SHHNK, maka pemantauan ketat terhadap status volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal jantung kongestif dan disritmia jantung. b. Komplikasi jangka panjang 1. Mikrovaskular a. Nefropati Bila kadar glukosa darah meningkat maka mekanisme filtrasi ginjal mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein ke dalam urine, akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ke ginjal meningkat yang akhirnya kegagalan ginjal dapat terjadi. b. Neuropati 2. Neuropati perifer Sering mengenal bagian distal serabut saraf, khususnya saraf ekstremitas bawah. 3. Neuropati otonom Organ-organ yang terkena neuropati otonom, kardiovaskuler (takikardia, hipotensi ortostatik dan infark) dan gastrointestinal (pengosongan lambung ke duodenum menjadi terhambat sehingga terjadi mual, muntah, makan sedikit sudah kenyang. 4. Retinopati, menyerang pembuluh-pembuluh darah retina sehingga mengalami kebutaan.

14

1. Penatalaksanaan Medik a. Aktivitas dan latihan yang berfungsi Menurunkan kadar gula dalam darah akibat metabolisme yang meningkat. Menurunkan B dan mempertahankan BB dalam keadaan normal. Mempermudah transportasi glukosa untuk masuk ke dalam sel. Jangan berolah raga bila kadar gula darah rendah. Jangan menggunakan sepatu yang sempit Ditujukan untuk pengaturan jumlah kalori dan karbohidrat yang dimakan

Yang perlu diperhatikan saat melakukan aktivitas latihan y aitu: b. Diit setiap hari, jumlah kalori yang dianjurkan tergantung pada kebutuhan tubuh untuk mempertahankan, mengurangi atau mencegah obesitas atau menambah glukosa. Mengurangi makanan berlemak. Menghindari makanan yang digoreng, sebaiknya memilih makanan yang dibakar, di panggang dan di steam. Membatasi asupan lemak kurang dari 30% dari total kalori. Mengurangi asupan gula dengan diganti dengan makanan yang mengadung dextrose, sukrosa dan pemanis jagung, madu. Menghindari makanan yang sangat manis seperti kue, roti dan permen. Mengurangi asupan garam. Makan makanan tinggi serat dapat mengontrol gula darah dan mengurangi Menghindari mengkomsumsi alkohol. Menjaga BB yang wajar/stabil Insulin: pemberian dosis insulin bervariasi sesuai dengan tinggi rendahnya

hiper insulindalam darah. c. Obat gula darah, kebutuhan insulin biasanya meningkat pada klien yang mengalami penyakit serius, mendapat injeksi. Obat antidiabetik oral: tablet diabetikum (obat golongan sulfonilerea, biquonid) tidak dapat dipakai pada klien dengan IDDM.

15

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Alih bahasa: dr. H.Y. Kuncara, Edisi 8. Jakarta: EGC. Black, Joice M.S.N (1997). Medical Surgical Nursing Clinical Management For Continuity of Care. Fifth Edition, WB. Saunders Company. Carpenito Lynda Juall,(1999),Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,Alih bahasa : Monika Ester,SKp Edisi 2,Jakarta,EGC Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Halloway,Nancy Meyer (1998).Medical Surgical Care Plans,Pennsylvania.Springhouse Corporation. Setiadi, (2007).Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu

16

Вам также может понравиться