Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

1.1 DEFINISI, Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme. Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles, dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan menurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.1,2 1.2 EPIDEMIOLOGI Sebagian besar daerah di Indonesia masih merupakan daerah endemik infeksi malaria, Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan bahkan beberapa daerah di Sumatera seperti Lampung, Bengkulu, Riau. Daerah di Jawa dan Bali pun walaupun endemitas sudah sangat rendah, masih sering dijumpai letupan kasus malaria, dan tentu saja hal ini disebabkan mudahnya transportasi untuk mobilisasi penduduk,sehingga sering menyebabkan timbulnya malaria di daerah lain. Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API (Annual Parasite Incidence), dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data
1

ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2008

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Gambar 2. Peta Stratifikasi Malaria 2009

API dari tahun 2008 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API nasional.3 Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Dari gambar diatas angka kesakitan malaria (API) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus
2

dilakukan upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014 tercapai.5 Dari tahun 2006 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun 2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), NAD dan Sumatera (Sumatera Barat, Lampung) dengan total jumlah penderita adalah 1.869 orang dan meninggal sebanyak 11 orang. KLB terbanyak di pulau Jawa yaitu sebanyak 6 kabupaten/kota . Menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat. Hal ini perlu menjadi perhatian dan dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab meningkatnya angka kematian dan dilakukan upaya pencegahannya.4

BAB II

2.1 ETIOLOGI Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat empat spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan manusia dapat dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus anopheles. Selain itu juga dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta ibu hamil kepada bayinya.5,6 P. vivax menyebabkan malaria tertiana, P.malaria merupakan penyebab malaria kuartana. P.ovale menyebabkan malaria ovale, sedangkan P.falciparum menyebabkan malaria tropika. Spesies terkhir ini paling berbahaya karena malaria yang ditimbulkan dapat menjadi berat. Hal ini disebabkan dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali dijumpai Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan gigitan nyamuk.7 Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terinfeksi malaria adalah:
1. Ras atau suku bangsa Prevalensi Hemoglobin S (HbS) pada penduduk

Afrika cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P.falciparum karena HbS menghambat perkembangbiakan P.falciparum.
2. Kurangnya enzim tertentu. Kurangnya enzim Glukosa 6 Phospat

Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi


4

P.falciparum yang berat. Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan

Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya. Siklus hidup plasmodium Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Siklus hidup tersebut terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada nyamuk Anopheles spp. betina, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo- erythrocytic schizogony). Siklus pada manusia Pada saat nyamuk Anopheles spp. betina yang infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu, sporozoit akan masuk ke dalam sel hepar dan menjadi trophozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000 30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut sebagai siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel heti selama berbulan-bulan samapi bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunutas tubuh menurun, hipnozoit ini akan kembali aktif dan menimbulkan kekambuhan (relaps). Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 30 merozoit, tergantung spesisnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi oleh skizon akan pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini dikenal sebagai silkus eritrositer.

Setelah 2 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Siklus pada nyamuk Anopheles spp. betina. Apabila nyamuk Anopheles spp betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina akan melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot kemudian akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Plasmodium P. falciparum P.vivax P.ovale P. malariae Masa inkubasi (hari) 9 14 (12) 12 17 (15) 16 18 (17) 18 40 (28)

2.2 PATOFISIOLOGI Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut : Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
7

Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang dapat membendung kapiler.

2.3 PATOGENESIS Patogenesis malaria sangat dipengaruhi oleh faktor parasit (intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi) dan faktor host (tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status gizi dan imunologi). Parasit dalam eritosit secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama (permukaan eritrosit menampilkan Ring-erythtocyte surface antigen/RESA yang menghilang setelah masuk stadium matur) dan stadium matur pada 24 jam kedua (permukaan membran eritrosit menonjol membentuk knob dengan Histidine Rich-protein8

1/HRP-1 sebagai komponen utamanya). Selanjutnya, bila eritrosit tersebut mengalami merogoni, toksin malaria (glikosilfosfatidilinositol/GPI) akan dilepaskan oleh merozoit dan merangsang pelepasan TNF- dan IL-1 dari makrofag. , Setelah itu, akan terjadi proses di bawah ini:6,7,8 Cytoadherence

Pada proses ini terjadi perlekatan antara eritrosit stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Pada kondisi normal, permukaan sel darah merah memiliki permukaan bermuatan negatif yang kurang berinteraksi dengan permukaan sel endotel. P. falciparum akan memacu pembentukan tonjolan pada permukaan eritrosit yang mengandung PfEMP-1, yaitu molekul adhesif yang merekat di permukaan knob eritrosit sebagai protein transmembran.
,

Kemudian molekul PfEMP-1 akan melekat dengan

molekul-molekul adhesif di permukaan endotel vaskuler, seperti CD36, trombospondin, Intercelullar Adhesion Molecule 1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule 1 (VCAM-1), Endothelial Leukocyte Adhesion Molecule 1 (ELAM-1), dan glycosaminogycan chondroitin sulfate A. PfEMP-1 merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di permukaan knob. Sekuestrasi

Cytoadherence menyebabkan eritrosit matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi, tetapi tinggal dalam jaringan mikrovaskuler organ (sekuestrasi). , Hanya malaria falsiparum saja yang mengalami sekuestrasi, karena pada jenis lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer . Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hati, ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.

Rosetting

Rosetting ditandai dengan eritrosit matur berkelompok, diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan cytoadherence juga dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan
9

obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya cytoadherence. Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akaan mengalami proses sekuesterisasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat proses ini terjadilah obstruksi dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh terbentuknya rosette yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator- mediator antara lain sitokin (TNF, interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu. Manifestasi Klinis Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.4,5 Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). 2. Keluhan-keluhan prodromal

10

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. 3. Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan: Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.8,9

2.4 DIAGNOSIS

11

Diagnosis malaria ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Diagnosis pasti harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik. Kasus malaria yang didiagnosis hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau malaria klinis. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit Lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Iaboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.

Anamnesis 1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal 2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria 3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria 4. Riwayat sakit malaria 5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir 6. Riwayat mendapat transfusi darah Pemeriksaan fisik 1. Malaria tanpa komplikasi:

Demam (pengukuran dengan termometer 37,5C) Konjungtiva atau telapak tangan pucat Pembesaran limpa (splenomegali) Pembesaran hati (hepatomegali)

2. Malaria dengan komplikasi dapat ditemukan keadaan dibawah ini:


12

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri) Kejang-kejang Demam dengan temperatur 40 C Sklera ikterik Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang)

Tanda- tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom)

Penderita tersangka malaria berat harus segera dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis secara mikroskopik dan penanganan lebih lanjut. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah; Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit
2. Kimia darah lain (glukosa darah, serum bilirubin, SGOT, SGPT, alkali

fosfatase, albumin, globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah) 3. Foto thoraks 4. Pemeriksaan urine Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis di puskesmas/ lapangan/ rumah sakit untuk menentukan : 1. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif) 2. Spesies dan stadium plasmodium 3. Kepadatan parasit a. Semikuantitatif
13

(-)

= SD negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/

lapang pandang besar) (+) (++) (+++) (++++) = SD positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB) = SD positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB) = SD positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB) = SD positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)

b.

Kuantitatif

14

Kepadatan parasit dihitung pada sediaan tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit atau dihitung melalui sediaan tipis per 100 eritrosit. Bila didapatkan 1500 parasit per 200 leukosit sedangkan jumlah leukosit 8000/uL maka hitung parasit = 8000/200 x 1500 parasit = 60000 parasit/uL. Bila didapatkan 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Bila jumlah eritrosit 450000, maka hitung parasit = 450000/1000 x 50 = 225000 parasit/uL Pemeriksaan sediaan darah untuk penderita tersangka malaria berat perlu ditanyakan hal- hal berikut: Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut- turut. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut- turut tidak ditemukan parasit malaria maka diagnosis malaria dapat disingkirkan.6,7,8 II. Tes Diagnostik Cepat Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini digunakan sebagai alternatif pemeriksaan mikroskopik malaria. Tes tersebut juga digunakan untuk skrining cepat tersangka penderita malaria berat di klinik gawat darurat. Tes diagnostik cepat yang tersedia saat ini mendeteksi antigen di bawah ini:
1. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan

gametosit muda P. falciparum


2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang

diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual (gametosit) dari 4 spesies. Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu

Single yang mampu mendiagnosis infeksi P. falciparum Combo yang mampu mendeteksi infeksi P. falciparum dan non falciparum a. Kelebihan:
15

Mudah, sederhana dan cepat dalam pengerjaan Sensitifitas dan spesifitasnya cukup tinggi (80-95%) b. Kelemahan:

Harga relatif mahal Tidak dapat menghitung kepadatan parasit Tidak dapat mengetahui stadium parasit Dapat terjadi positif semu atau negatif semu Hanya dapat mendeteksi P. Falciparum Tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan

Manifestasi klinis malaria berat Definisi malaria berat adalah ditemukanny P. Falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini: Malaria serebral (malaria otak) mlaria dengan koma yang dalam. Penilaian derajat penurunan kesadaran harus dilakukan berdasarkan GCS. Nilai GCS kurang dari 9 atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Anemia berat (Hb< 5gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10000?uL, jika anemia hipokromik atau mikrositik dengan mengesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/ hemoglobinopati lainnya. Gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgbb pada anak- anak setelah dilakukan rehidrasi atau dengan kreatinin darah >3 mg%) Edema paru atau ARDS Hipoglikemi : gula darah < 40mg%
16

Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin

Perdarahan spontan dari gusi, hidung pencernaan dan atau disertai kelainan laboratorik adany gangguan koagulasi intravaskuler

Kejang berulang > 2x per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia Asidemia(pH: 7,25) atau asidosis (plasma bicarbonat <15 mmol/L) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada seorang dengan G6PD)

Diagnosis banding malaria Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat. Malaria ringan (tanpa komplikasi) harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut: a. Demam tifoid Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif eosinofilia, uji widal positif bermakna, biakan empedu positif. b. Demam dengue Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji turniket positif, penurunan jumlah trobosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah. Tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif. c. Leptospirosis ringan/ anikterik (di daerah endemis leptospirosis) d. Infeksi virus akut Malaria berat (dengan komplikasi) harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut:

17

a. Radang otak (meningitis/ensefalitis): penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. b. Tifoid ensefalopati: gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran. c. Hepatitis: prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata/ kulit kuning, biasanya SGOT dan SGPT meningkat. d. Sepsis: demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis dengan toksik granula didukung hasil biakan mikrobiologi.
e. Dengue shock syndrome: demam tinggi terus menerus selama 2-7

hari disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (dari hidung, gusi, petekia, purpura, hematom, dapat terjadi hematemesis dan melena) penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue.

2.5. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kasus malaria meliputi: Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksinpirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksinpirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat.
18

Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.10 Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina.10 Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutus rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat malaria. 1. Pemberian obat anti malaria: Oral untuk malaria ringan Parenteral untuk penderita malaria berat atau yang tidak dapat minum obat.

2. Pengobatan pendukung (supportif): Pada malaria ringan, misal: pengobatan simtomatik terhadap demam. Pada malaria berat: termasuk perawatan umum, pemberian cairan, dan pengobatan simtomatik seperti pemberian obat anti kejang. 3. Pengobatan terhadap komplikasi organ pada malaria berat: Pengobatan yang ditujukan pada penanganan gangguan fungsi organ akibat komplikasi malaria berat misalnya tindakan dialisis, pemasangan ventilator. I. Pengobatan malaria tanpa komplikasi

1 . Malaria Falciparum
19

1.1 Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin Setiap kemasan artesunat + amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amdiakuin basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per oral selama 3 hari dosis tunggal harian sebagai berikut: Amodiakuin 10 mg/kgbb, Artesunat 4 mg/kgbb, Primakuin 0,25 mg/kgbb Primakuin tidak boleh diberikan kepada: Ibu hamil Bayi < 1 tahun Penderita G6PD

Pengobatan lini pertama malaria P. falciparum menurut kelompok

Efektif: sampai dengan hari ke 28, ditemukan keadaan klinis sembuh, (sejak hari ke 4) dan tidak ditemukan parasit stad aseksual sejak hari ke 7. Tidak efektif: gejala klinik memburuk dan parasit aseksual positip, atau gejala klinik tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi), diberikan obat lini 2. 1.2 Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

20

*) Dosis diberikan kg/bb **) 2x50 mg Doksisiklin ***) 2x100 mg Doksisiklin

*) Dosis diberikan kg/bb **) 4x250 mg Tetrasiklin

Kina tablet Kina diberikan per- oral, 3x sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari Doksisiklin dan Tetrasiklin

21

Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kgbb/ hari,doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, digunakan tetrasiklin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/kali 1.3 Catatan Jika fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum tersedia obat kombinasi artesunat + amodiakuin, Penderita dengan infeksi Plasrnodium falciparum diobati dengan sulfadoksinpirimetamin (SP) untuk membunuh parasit stadium aseksual. Obat ini diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kgbb. Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel III.3.1.

2.1 Malaria vivax dan ovale Lini pertama = Klorokuin + Primakuin Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale. Kloroquin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgbb, dosis primakuin adalah 0.25 mg/kgbb perhari yang diberikan selama 14 hari dan diberikan bersama klorokuin.

22

Efektif: sampai hari ke 28 klinis sembuh (sejak hari ke 4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke 7 Tidak efektif: dalam 28 hari setelah pemberian obat - Klinis memburuk, dan parasit aseksual positip, - Klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten), atau timbul kembali sebelum hari ke 4 (kemungkinan resisten), - atau klinik membaik tetapi parasit timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru) 2.2 Pengobatan malaria vivax dan ovale resisten kloroquin Lini kedua = Kina + Primakuin

23

Dosis Kina adalah 30 mg/kgbb/hari yang dibagi 3 dosis, primakuin 0,25 mg/kgbb/hari 2.3 Pengobatan malaria malariae Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita

2.4 Pengobatan malaria klinis Fasilitas pelayanan kesehatan tanpa sarana diagnostik malaria. Penderita dengan gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin. Pemberian klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb. Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertarna dengan dosis 0,75 mg/kgbb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel III.3.4.

Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi: 1. Tindakan umum
24

2. Pengobatan simptomatik 3. Pemberian obat anti malaria 4. Penanganan komplikasi Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral Artesunat Intravena atau intramuskular Artemeter Intramuskular

Pemberian obat anti malaria berat Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat. Kemasan dan cara pemberian artesunat Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi). Kemasan dan cara pemberian artemeter Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka
25

pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi). Obat alternatif malaria berat: Kina dihidroklorida parenteral Kemasan dan cara pemberian kina parenteral Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampul berisi 500 mg /2 ml. Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil: Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau NaCI 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutny selama 4 jam ke-dua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCI selama 4 jam Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9% Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama). Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan pelindung diri seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil. Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
26

mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.3,4 Prognosis Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan10. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

27

BAB III KESIMPULAN

Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria juga melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Pada malaria berat berkaitan dengan mekanisme transport membrane sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, sitoadherensi, resetting, dan lain-lain. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala prodromal, trias malaria (menggigilpanas-berkeringat), anemia dan splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Pengobatan untuk malaria falsiparum, lini pertama: artesunat+ amodiakuin+ primakuin, lini kedua: kina+dosksisiklin/tetrasiklin+primakuin. Pengobatan malaria vivak dan ovale, lini pertama: klorokuin+primakuin, jika resistensi klorokuin: kina+primakuin, jika relaps: naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan klorokuin.
28

DAFTAR PUSTAKA

1.

Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60 2. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto

PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52. 3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di

Indonesia.Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68 4. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesa Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN

(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta:EGC, 2000;hal.118-126. 5. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia,

Jakarta, 2006;Hal:1-12,15-23,67-68. 6. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria. Keputusan Menteri Kesehatan.

No:041/MENKES/SK/I2007. 2007 7. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta:EGC, 2000;hal.1-15.


29

8.

Mansyor A dkk.Malaria. Dalam: Kapita SelektaKedokteran, Edisi ke-3, Jilid I,

Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal.409-416.


9. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 194-204.

10. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W 9editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000, Hal.171-97.

30

Вам также может понравиться