Og^4C 4g~-.- W-EONL4`-47 -O) 1g~ 7 W-OOOE> ) +)UEE^- W-O=O^ gE=O^4C +.- 7 W -O)4 1g~ W-+O=e- W-+O=e ;7O4C +.- 4g~-.- W-ONL4`-47 7Lg` 4g~-.-4 W-O>q =Ug^- eE_4OE1 _ +.-4 E) 4pOUEu> OO)lE= ^ Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadilah: 11)
UPAYA membangun atau mencerahkan peradaban ummat Islam, tidak saja lumrah tapi juga merupakan keniscayaan. Namun bagunan peradaban bukanlah struktur fisik. Peradaban dibangun oleh pandangan hidup suatu masyarakat, yang tercermin dalam cara pandang mereka terhadap segala sesuatu. Cara pandang ini berakar pada ilmu pengetahuan, khususnya tentang manusia dan alam semesta. Oleh sebab itu pandangan hidup juga menentukan sikap seseorang terhadap dirinya (anfus) dan terhadap alam semesta (afaq). Pandangan hidup juga membentuk kekuatan moral yang menjadi motor bagi aksi. Jadi, ilmu adalah akar peradaban dan peradaban adalah buah dari ilmu pengetahuan. Maka dari itu, membangun peradaban sejatinya adalah membentuk manusia-manusia yang berilmu pengetahuan alias manusia beradab. Karena itu, asumsi dasar bahwa makhluk beradab harus lebih diutamakan ketimbang hanya sebagai makhluk sosial, karena ia lebih terbuka. Sebab secara fisik, manusia bukan hanya lahir dimuka bumi, tapi lahir ditengah agama, kepercayaan, nilai, dan kultur (budaya) yang menguasai masyarakat tertentu. Jika demikian halnya, maka kita harus menerima bahwa ilmu yang dihasilkan oleh manusia merupakan produk dari suatu agama atau kebudayaan. Disnilah, nantinya akan ditemukan fakta yang tak terbantahkan bahwa ilmu itu tidak bebas nilai (not value-free) seperti yang disebarkan peradaban Barat selama ini, tapi sarat nilai (value full). Umat Islam pada masa sekarang mengalami kemunduran dalam segala bidang. Baik dalam bidang agama, maupun di bidang iptek. Di bidang agama misalnya, terjadi upaya besar- besaran untuk menyatukan/menyeragamkan keberagamaan dan mengesampingkan aspek- aspek budaya, yang tentunya berbeda disetiap tempat. Sehingga memunculkan konflik (klaim kebenaran) ditubuh umat Islam itu sendiri, yang berujung kepada keterpurakan umat Islam dalam masalah khilafiyah dan tidak sempat memikirkan untuk mengembalikan peradaban Islam kemasa keemasannya. Disisi lain kemunduran tersebut disebabkan oleh kurangnya umat Islam memahami dan mempelajari akan agamanya sehingga tidak bisa menerima adanya perbedaan dalam tatacara mengamalkan agama Islam (beribadah). Dibidang iptek, adanya sikap masa bodoh dari sebagian kalangan umat Islam bahwa belajar/menciptakan sesuatu di bidang iptek adalah haram dan kafir serta membedakan antara ilmu agama dan dunia, yang seakan-akan ilmu dunia itu tidak ada yang bermanfaat. Sikap masa bodoh ini menambah serentetan keterpurukan umat Islam. Umat Islam mempunyai peluang untuk membangun peradaban yang cemerlang, dengan beberapa cara: Pertama, Menghidupkan kembali nilai-nilai universal. Pemahaman nilai--nilai universal seakan sudah memudar dikalangan muslim. Sehingga, menumbuhkan, mengembangkan, menghidupkan kembali nilai--nilai universal merupakan suatu keniscayaan. Kedua, Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis nilai-nilai Islam. Menguasai ilmu pengetahuan tersebut bisa melalui sistem pendidikan yang telah diatur oleh Departemen Agama maupun oleh Departemen Pendidikan dimulai dari TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi (S1, S2 dan S3). Disamping itu pengetahuan terhadap ilmu-ilmu agama selain melewati jenjang pendidikan bisa melalui wirid-wirid pengajian yang diadakan di masjid-masjid. Nabi Muhammad SWA telah berkata barang siapa yang menginginkan dunia harus dengan ilmu, dan barangsiap yang menginginkan akhirat harus dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah ia menguasai ilmunya (AL-Hadits). Dari petikan hadis di atas jelas bahwa umat Islam tidak akan bisa mencapai suatu kejayaan peradaban kecuali mengausai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentunya berbasis nilai-nilai Islam yang bersumberkan pada Al-Quran dan As-Sunnah. Ketiga, Menguasai peran media untuk berdakwah dan pendidikan keislaman untuk mencerahkan peradaban. Menurut Akbar S. Ahmed, media mempunyai kekuatan-kekuatan luar biasa. Media mempunyai kekuatan pembentuk image yang sangat efektif, sebagai penghancur maupun pemersatu sistem sosial. Media bisa menghibur, mengajar, mendidik sekaligus bisa menyesatkan kita. Citra buruk Islam dan muslim di Barat pada masa sekarang, muncul karena kegagalan masyarakat muslim dalam memahami persoalan tersebut. Karena itu respon muslim terhadap penggambaran Barat mestinya tidak dengan kekarasan, teror dan sejenisnya tetapi lewat analisis intelekual dan dengan kekuatan yang seimbang. Artinya, Islam mestinya menjadi pencipta dan menguasai media, bukan sekedar pengkonsumsi berita. Keempat, Membuat peradaban pengganti (badil as-saqafi). Dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh yang menunjukkan, bahwa timbul-tenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi dalam pertemuan antar budaya, yaitu sejauh mana satu di antara pihak yang saling bertemu kurang atau tidak lagi memilki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang tersimpan (laten) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestarikan dan daya yang cendrung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap mayarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; suatu daya mempertahankannya agar lestari dan daya lainnya menarik untuk maju; satu daya yang cendrung konservatif dan satunya lagi dengan kecendrungan progresif. Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antar budaya sangat berpengaruh atas perimbangan antar kedua daya tersebut. Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing-masing pihak yang saling bertemu. Tangguh atau rapuhnya ketahanan budaya biasanya disebabkan oleh menurunnya kesadaran masyarakat yang bersangkutan terhadap kebudayaan sebagai pengukuh jati dirinya. Makin rendah derajat ketahanan masyarakat pendukungnya, maikn kuat pula budaya asing menerpanya berpengaruh dominan terhadap masyarakat. Dengan demikian peradaban pengganti (badil as-saqafi) yang bercirikan Islam sudah semestinya dibangun untuk mengganti peradaban barat agar umat Islam bisa menggapai kembali masa keemasannya. Dunia Islam kaya dengan kebudayaan yang khas, memadukan nilai-nilai moral dan spiritual Islam yang universal dengan pandangan dunia ilmu pengetahuan. Islam rahmatan lil alamin dengan bercirikan ajarannya pada fakta dunyawiyah dan ukhrawiyah dengan sistem terpadu. Hal ini sangat sesuai dengan spirit al-Quran jangan kamu abaikan duniamu berati selain kita dituntut untuk beribah kepada Allah kita juga dituntut untuk memakmurkan dunia sebagai konsekuensi dari peran kita sebagai khlaifatullah di muka bumi. ***