Вы находитесь на странице: 1из 24

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat, taufik, serta hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada: Yth. Ibu Zaliah, S.Sos,.M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah mengajarkan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta membantu dalam kesulitan yang kami hadapi dalam pembuatan makalah ini. Orang tua kami yang tak henti-hentinya memberikan support baik secara materi maupun dukungan, serta semangat dan doa nya kepada kami. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu berpartisipasi serta memberikan dukungan kepada kami. Dan untuk seluruhnya yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada kami yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

Semoga makalah ini dapat berguna dan dapat membantu serta memberikan manfaat bagi kita semua dalam proses balajar khususnya pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dan akhirnya tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dalam penyempurnaan makalah ini.

Palembang, 26 Mei 2012

Tim Penulis

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAB I


1.1 Latar

ii

Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . .

1.3 Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . .. . . . .
1.4 Metode

Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAB II 4

Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 21

2.1 Definisi Ketahanan Pangan . . . . .

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

2.2 Perspektif Pembangunan Ketahanan

Pangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.3 Pemantapan Ketahanan Pangan

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
2.4 Opsi Pencapaian Ketahanan Pangan

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.5 Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16 BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . .19
3.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . .19 Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, namun demikian dalam beberapa hal definisi atau konsep ketahanan pangan sangat bervariasi pada banyak pihak yang berkepentingan. Persoalan ketahanan pangan yang terpenting adalah : bagaimana Negara atau pihak pihak yang berkepentingan :1.) memperspektifkan

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

pembangunan ketahanan pangan, 2.) upaya pemantapan ketahanan pangan, 3.) opsi dan strategi pencapaian ketahanan pangan Pada tahun 1987, World Commision on Environment and Development (WCED) menyerukan perhatian pada masalah besar dan tantangan yang dihadapi pertanian dunia, jika kebutuhan pangan saat ini dan mendatang harus terpenuhi, dan perlunya suatu pendekatan baru untuk pengembangan pertanian, dan pada beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia terhadap ketahanan pangan dirasakan semakin meningkat, oleh karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dunia. Pangan diproduksi secara luas sehingga dunia surplus pangan, tetapi mengapa banyak orang yang masih kelaparan (Barichello, Rick, 2000). Tulisan ini dimaksudkan untuk mereview ketahanan pangan khususnya di Indonesia, oleh karena masih banyaknya permasalahan ketahanan pangan dan pengertian yang terkait dengan ketahanan pangan tersebut. Berdasarkan data Neraca Bahan Makanan (NBM) tahun 1999, Indonesia telah mencapai ketersediaan energi sebesar 3.194 kkal dan protein sebesar 83.35 gram (Sukandar, Dadang., Dodik Briawan, Yayat Heryatno, Mewa Ariani dan Meilla Dwi Andestina, 2001). Angka ketersediaan energi dan protein tersebut berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998 telah melebihi kebutuhan energi dan protein yang diperlukan yaitu sebesar 2.550 kkal dan 50 gram protein (Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000). Walaupun ketersediaan pangan Indonesia pada tingkat nasional telah melampaui kebutuhan pangan, tidak berarti bahwa kecukupan pangan pada tingkat rumah tangga atau individu telah terpenuhi. Kondisi tersebut apabila tetap dibiarkan tanpa adanya intervensi dari pemerintah maka akan berakibat kehilangan satu generasi atau lost generation. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa antara 49 sampai 53 persen rumah tangga di berbagai daerah mengalami defisit energi dimana konsumsi kurang dari 70% kebutuhan energi. Dari penelitian Latief, dkk., (2000) ditemukan bahwa pada tahun 1998 sejumlah 51.1% rumah tangga mengalami defisit konsumsi.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja definisi dari ketahanan pangan 2. Bagaimana perspektif pembangunan ketahanan pangan 3. Bagaimana cara pemantapan ketahanan pangan nasional 4. Apa saja opsi pencapaian ketahanan pengan

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

5. Bagaimana strategi pencapaian ketahanan pangan

1.3 TUJUAN PENULISAN 1. Dapat mengetahui berbagai definisi dari ketahanan pangan 2. Dapat mengetahui perspektif pembangunan ketahanan pangan 3. Dapat mengetahui cara pemantapan ketahanan pangan nasional 4. Dapat memahami opsi pencapaian ketahanan pangan 5. Dapat memahami strategi pencapaian ketahanan pangan

1.4 METODE PENULISAN Makalah ini disusun dari berbagai sumber dan referensi , antara lain dikutip dari artikel, blog, buku mengenai ketahanan pangan, dan berbagai situs internet yang membahas tentang ketahanan pangan.

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Ketahanan Pangan Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) muncul dan dibangkitkan karena kejadian krisis pangan dan kelaparan. Istilah ketahanan pangan dalam kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara negara berkembang dari krisis produksi dan suplay makanan pokok. Fokus ketahanan pangan pada masa itu menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan yang nampak pada definisi ketahanan pangan oleh PBB sebagai berikut: food security is availability to avoid acute food shortages in the event of wide spread coop vailure or other disaster (Syarief, Hidayat, Hardinsyah dan Sumali, 1999). Selanjutnya definisi tersebut disempurnakan pada Internasional Conference of Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB sebagai berikut: tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Di Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah kebijakan dan program ketahanan pangan diadop sejak tahun 1992 (Repelita VI) yang definisi formalnya dicantumkan dalam undang-undang pangan tahun 1996. Dalam pasal 1 undang-undang pangan tahun 1996, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, merata dan terjangkau. Definisi ini menunjukkan bahwa target akhir dari ketahanan pangan adalah pada tingkat rumah tangga. Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain :
1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan,

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta 21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan

2. manusia, serta aman untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Universitas Sumatera Utara
3. Internasional

Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat. persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.

4. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan

5. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang

pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.
6. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: setiap orang

dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).
7. FIVIMS

(Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems, 2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. mendefenisikan ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

8. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996)

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005). Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi : 1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu 2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses 3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial 4. Berorientasi pada pemenuhan gizi 5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut: a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama. c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air. d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Sub Sistem Ketahanan Pangan utama yaitu status gizi akses, dan secara utuh.

Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.

Secara rinci penjelasan mengenai sub sistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Sub sistem ketersediaan (food availability) : yaitu ketersediaan

pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

Akses pangan (food access) : yaitu kemampuan semua rumah tangga

dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk

kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita. (Riely et.al , 1999).

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

Stabiltas (stability) merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan

yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana, maupun konflik sosial. (Maxwell and Frankenberger 1992).

Status gizi (Nutritional status ) adalah outcome ketahanan pangan yang

merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi ini diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi. Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu: (i) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan merata, (iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada (iv) status gizi masyarakat . Dengan demikian, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin. Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan pangan meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan pada aspek makro yaitu

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak terabaikan, maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi. Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan. United Nation Development Programme (UNDP) sebagai lembaga PBB yang berkompeten memantau pelaksanaan MDGs telah menetapkan dua ukuran kelaparan, yaitu jumlah konsumsi energi (kalori) rata-rata anggota rumah tangga di bawah kebutuhan hidup sehat dan proporsi anak balita yang menderita gizi kurang. Ukuran tersebut menunjukkan bahwa MDGs lebih menekankan dampak daripada masukan.

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

Oleh karena itu, analisis situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat konsumsi, persediaan dan produksi pangan; bukan sebaliknya. Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik. Sebaliknya, produksi dan persediaan pangan yang melebihi kebutuhannya, tidak menjamin masyarakat terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. 2.2 Perspektif Pembangunan Ketahanan Pangan Dalam undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 disebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pe-ngembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena:

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

1. Akses terhadap pangan dengan gizi seimbang bagi segenap rakyat Indonesia merupakan hak yang paling azasi bagi manusia. 2. Keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi. 3. Ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan (Anonymous, 2001). Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan me-rupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut. 1. Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu. 2. Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk. 3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi. Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu, yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu instabilitas apabila pasokan pangan tersebut terganggu. Sebaliknya agar masyarakat menyukai pangan 21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

alternatif perlu peningkatan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahan pangan agar dapat bersaing dengan produk-produk yang telah ada. Dalam kaitan ini peranan teknologi pengolahan pangan sangat penting. Pembangunan ketahanan pangan memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem tersebut (Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya, 2002).

Pembangunan subsistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan kesinambungan ketersediaan pangan, yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub-sistem distribusi pangan ber-tujuan menjamin aksesibilitas pangan dan stabilitas harga pangan. Pembangunan sub-sistem konsumsi bertujuan menjamin setiap rumah tangga mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, bergizi dan aman. Keberhasilan pembangunan masing-masing sub-sistem tersebut perlu didukung oleh faktor ekonomi, teknologi dan sosial budaya.yang pada akhirnya akan berdampak pada status gizi. 2.3 Pemantapan Ketahanan Pangan Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu strategis bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan mempunyai dimensi sangat luas dan terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik. Dengan demikian diperlukan penyelarasan peningkatan produksi di satu pihak (kepentingan makro) dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani di lain pihak (kepentingan mikro) dengan prinsip pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat petani sebagai upaya pemberdayaan. Oleh karena itu, jika secara konsisten ingin mensimultankan pencapaian tujuan peningkatan produksi dan tujuan kesejahteraan khususnya untuk petani yang sebagian besar berusahatani pangan, maka kebijakan swasembada (self sufficiency) untuk komoditi beras yang strategis haruslah disesuaikan dan diarahkan kepada self sufficiency ratio sebagai guide lines yaitu suatu indeks yang menunjukkan perbandingan supplai pangan yang harus dihasilkan secara domestik terhadap jumlah keseluruhan permintaan pangan dalam negeri. Dengan demikian terjadi keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen dengan tingkat harga produk yang layak (at reasonable prices), sehingga memungkinkan usahatani itu memperoleh nilai tambah, melakukan reinvestasi dan berkembang mandiri secara berkelanjutan. Sikap seperti ini menjadi penting mengingat pemerintah akhir-akhir ini kewalahan dalam mengamankan kebijakan harga dasar gabah/beras sehingga cenderung sangat merugikan petani produksi. Dengan perkataan lain biarlah petani yang melakukan keputusan-keputusan usahataninya sesuai signal 21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

pasar dimana kepentingan petani produsen dan konsumen dalam konteks stabilitas dapat diakomodir melalui pendekatan usahatani terpadu (mixed and integrated farming system) yang mencerminkan the right crops in the right place principles. Upaya tersebut perlu pula diikuti dengan kampanye pola makan (dietary pattern) untuk mengurangi tekanan terhadap permintaan beras (Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000). Pemantapan ketahanan pangan tidak terlepas dari penanganan kerawanan pangan karena kerawanan pangan merupakan penyebab penting instabilitas ketahanann pangan. Kerawanan pangan dapat disebabkan karena kendala yang bersifat kronis seperti terbatasnya sumber daya dan kemampuan, maupun yang bersifat sementara seperti tertimpa musibah atau bencana alam. Untuk mengatasi hal ini pemerintah dan masyarakat perlu membangun suatu sistem kewaspadaan, yang mampu mendeteksi secara dini adanya gejala kerawanan pangan di sekitarnya serta dapat meresponnya dengan cepat dan efektif. Penanganan yang cepat dan

tepat sangat diperlukan untuk menghindarklan masyarakat tersebut dari kerawanan yang lebih parah, dengan segala dampak yang mengikutinya. Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimiliki pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi d luar wilayah atau luar negeri. Dalam kaitan inilah, aspek pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat menjadi sangat penting. Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai perwujudan dan pengembangan kapasitas masyarakat yang berlandaskan pada pemberdayaan sumberdaya manusia agar dapat memenuhi hak dan kewajibannya sesuai status dan peranannya dalam pembangunan ketahanan pangan. Namun demikian, setiap wilayah atau daerah mempunyai keunggulan maupun keterbatasan dalam memproduksi bahan pangan secara efisien. Ada daerah yang surplus dan ada daerah yang minus dalam memproduksi pangan tertentu. Dengan banyaknya jenis pangan esensial nabati maupun hewani

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

sebagai sumber zat gizi makro dan mikro, tidak satupun daerah mampu memenuhi seluruh jenis pangan yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. Oleh karena itu interaksi antar wilayah mutlak diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan pangan, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan daerah. Demikian pula interaksi antar tataran daerah dengan tataran nasional, dalam suatu jejaring yang aktif dan dinamis sangat diperlukan dalam rangka ketahanan pangan nasional. Pada dasarnya pemantapan ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis di bidang pangan, utamanya bagi golongan rawan pangan sementara maupun rawan pangan kronis yang masih mempunyai potensi pengembangan aktivitas ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak pelaku, usaha kecil seperti petani, pengolah dan pedagang yang berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif sumberdaya lokal. Agar terwujud ketahanan yang kokoh, mulai dari tingkat rumah tangga sampai tingkat nasional, sistem dan usaha agribisnis yang dibangun adalah yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralisasi.

1. Berdaya saing, dicirikan dengan tingkat efisiensi, mutu, harga dan biaya produksi serta kemampuan untuk menerobos pasar, meningkatkan pangsa pasar dan memberikan pelayanan profesional. 2. Berkerakyatan, dicirikan dengan berkembangnya usaha produktif yang melibatkan masyarakat secara luas dengan peluang berusaha, kesempatan kerja dan menikmarti nilai tambah (pendapatan). 3. Berkelanjutan, dicirikan dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya pangan yang semakin besar dari waktu ke waktu yang semakin mensejahterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup. 4. Desentralistis, diartikan bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh masyarakat pelaku sesuatu dengan kondisi wilayahnya atas dasar keunggulan komparatif dan aspirasi masyarakat setempat (Anonymous, 2001). 2.4 Opsi Pencapaian Ketahanan Pangan Ada dua pilihan luas untuk mencapai ketahanan pangan pada tingkat nasional yaitu swasembada pangan atau kecukupan pangan. Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

ketergantungan pada perdagangan pangan. Di lain pihak, konsep kecukupan pangan adalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, akibat masuknya variabel perdagangan internasional. Dalam konsep kecukupan pangan, menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat produksi domestik ditambah dengan kemampuan untuk mengimpor pangan agar dapat memenuhi kebutuhan (kecukupan) pangan penduduk. Keuntungan resiko dari menggantungkan pada perdagangan internasional untuk menjamin ketahanan pangan saat ini tampaknya masih menjadi topik hangat perdebatan diantara beberapa strategi alternatif. Yang menjadi pertanyaan bersama ialah, bagaimana posisi dimasa yang akan datang dan konsep apa yang akan dianut? Di dalam konstelasi perdagangan bebas jelas kedua pilihan tersebut di atas harus dapat dirumuskan secara hati-hati dan komprehensif dengan mempertimbangkan seluruh determinan faktor produksi, pengadaan dan konsumsi pangan. Ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memupuk ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Secara umum pemerintah berupaya menjaga stabilitas pangan (khususnya beras) yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin harga dasar (floor price) dan harga langit-langit (ceiling price) yang ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi pasar dan terhadap tingkat harga pedagang besar yang jauh lebih stabil lagi dari harga beras di pasaran internasional. 2.5 Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan Pada masa yang akan datang upaya-upaya memantapkan swasembada beras dan pencapaian swasembada lainnya tampaknya perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan, diversifikasi konsumsi pangan serta terjaminnya keamanan pangan. Dengan

mengadaptasi pendapat dari beberapa dari pakar, dapat dirumuskan beberapa strategi umum untuk mencapai ketahanan pangan rumah tangga. Pertama adalah sangat perlu untuk mengadopsi strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable development). Kedua adalah merupakan keperluan yang mendesak untuk mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan pangan serta pembangunan perdesaan dengan fokus kepentingan golongan miskin. Dan ini berarti pertanian (pangan) harus menjadi mainstream dalam ekonomi nasional. Ketiga, sudah saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan dan sumberdaya pertanian dalam arti luas secara lebih bijaksana, termasuk menciptakan dan meningkatkan kesempatan kerja, transfer pendapatan, menstabilkan pasokan pangan,

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

perbaikan perencanaan dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat. Swasembada Pangan versus Ketahanan Pangan Pada level nasional pengertian ketahanan pangan telah menjadi perdebatan selama tahun 1970 sampai tahun 1980an. Ketahanan pangan nasional tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu negara bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang industri, kemudian membeli komoditas pangan di pasar internasional. Sebaliknya, negara yang melakukan swasembada produksi pangan pada level nasional, namun dijumpai masyarakatnya yang rawan pangan karena ada hambatan akses dan distribusi pangan Stevens et al. (2000). Lassa (2006) dengan mengadopsi Stevens et al. (2000), telah memberikan ilustrasi yang sangat baik mengenai negara-negara yang melakukan swasembada pangan dengan kondisi ketahanan pangannya. Negara-negara kategori A (USA, Canada, Australia, Brunei) memiliki kapasitas pangan yang paling kuat karena memiliki kondisi pangan ideal di mana mereka mampu berswasembada pangan tetapi sekaligus juga memiliki ketahanan pangan yang kuat. Sedangkan Negara C seperti Singapura, Norwegia dan Jepang, mereka sama sekali tidak swasembada pangan tetapi memiliki fondasi ketahanan pangan yang jauh lebih kuat dari Negara-negara kategori B seperti Indonesia, Filipina dan Myanmar. Keterbatasan konsep swasembada pangan ini terjadi di Afrika pada pertengahan tahun 1980 dimana fokus peningkatan produksi untuk mencapai swasembada justru menimbulkan adanya krisis pangan pada masyarakat. Sehingga jelas bahwa ketersediaan pangan pada level nasional tidak secara otomatis menjamin ketahanan pangan pada level individu dan rumah tangga. (Borton and Shoham, 1991). Stevens et al . (2000, dalam Lassa, 2006) memberikan ilustrasi yang membedakan secara tegas antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan Bostwana, sebagai misal, sebagai Negara dengan pendapatan perkapita sedang tapi mengalami defisit pangan yang kronis karena minimnya lahan pertanian. Strategi ketahanan pangan nasionalnya adalah swasembada tetapi akhirnya lebih berorientasi pada selfreliance. yang mana secara formal mengesahkan kontribusi yang hakiki dari pangan import terhadap ketahanan pangan nasional. Thompson dan Cowan (2000 dalam Lassa, 2006) mencatat perubahan kebijakan dan pendefinisian formal ketahanan pangan dalam kaitannya dengan

globalisasi perdangan yang terjadi di beberapa Negara. Contohnya, Malaysia mendefinisikan ulang ketahahanan pangannya sebagai swasembada 60% pangan nasional. Sisanya, 40% didapatkan dari import pangan. Malaysia kini

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

memiliki tingkat ketahanan pangan yang kokoh. Ini memberikan ilustrasi yang jelas bahwa ketahanan pangan dan swasembada adalah dua hal yang berbeda. Amartya Sen berhasil menggugat kesalahan paradigma kaum Maltusian yang kerap berargumentasi bahwa ketidak-ketahanan pangan dan kelaparan adalah soal produksi dan ketersediaan semata. Sedangkan dengan mengangkat berbagai kasus di India dan Afrika, Sen mampu menunjukan bahwa ketidaktahanan pangan dan kelaparan justru kerap terjadi karena ketiadaan akses atas pangan bahkan ketika produksi pangan berlimpah, ibarat tikus mati di lumbung padi. Kasus gizi buruk di Nusa Tenggara Barat adalah salah satu bukti (Lassa, 2006). Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti dan akademisi menyadari bahwa kerawanan pangan terjadi dimana situasi pangan tersedia tetapi tidak mampu diakses rumah tangga karena keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki (pendapatan, kesempatan kerja, sumberdaya ekonomi lainnya). Hal ini konsisten dengan pendapat Sen (1981) bahwa produksi pangan bukan determinan tunggal ketahanan pangan, melainkan hanyalah salah satu faktor penentu. Sampai saat ini di Indonesia, banyak kalangan praktis dan birokrat kurang memahami pengertian swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Akibat dari keadaan tersebut konsep ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan peningkatan produksi ataupun penyediaan pangan yang cukup. Swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif.

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam kebijakan dan program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996. Ketahanan wewujudkan berkelanjutan. pangan merupakan basis utama nasional dalam yang

ketahanan

ekonomi,

ketahanan

Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi

utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan. Tujuan dari ketahanan pangan juga harus diorientasikan untuk pencapaian pemenuhan hak atas pangan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan ketahanan pangan nasional. Berjalannya sistem ketahanan pangan tersebut sangat tergantung pada dari adanya kebijakan dan kinerja sektor ekonomi, sosial dan politik. Kebijakan pemerintah dalam aspek ekonomi, sosial maupun politik sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan pemerintah.

3.2 1.

Saran Diharapkan agar pemerintah di Indonesia dapat

menjalankan dan memperbaiki sistem ketahanan pangan dengan kebijakan dalam aspek ekonomi, sosial maupun politik.

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

2. dan

Diharapkan pemerintahan dapat menginteraksikan mensinergikan ketahanan pangan dengan subsistem

ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2001. Program Kerja Pengembangan Kewaspadaan Pangan. Pusat Kewaspadaan Pangan 2001-2004. Pusat Kewaspadaan Pangan. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Barichello, Rick, 2000. Evaluating Government Policy for Food Security: Indonesia. University of British Columbia. Berlin Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya, 2002. Modul Ketahanan Pangan 03. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Institut Pertanian Bogor dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan.

http://www.Ketahanan-Pangan-(I)-blog.idur.html http://www.theceli.com/dokumen/ produk/1996/uu7-1996.htm

Pertanyaan : 1. Fitri Indah Dwi Utami Apa saja upaya pemerintah yang telah dilakukan dalam stabilitas pangan kemudian perdagangan internasional yang terjadi pada masa sekarang seperti apa ?

2. Jaka Oktasanova Bisakah anda menjelaskan bagaimana kebijakan pemerintah dalam hal mengenai ketahanan pangan di indonesia serta bagaimana opsi penumbuhan dan aspek pencapaian yang berkelanjutan ?

21

S TATE POLITECHNIC OF SRIWIJAYA Chemical Engineering Department Kewarganegaraan (Ketahanan Pangan)

3. Fitri Cantate Simangungsong Dalam konsep ketahanan pangan aspek apa saja yang harus dilakukan pemerintah untuk mencukupi ketersediaan pangan bagi rakyat nya ? Jawab :

21

Вам также может понравиться