Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Seperti kita ketahui, budaya masyarakat Indonesia dalam mencapai kata sepakat ditentukan melalui musyawarah dan konsensus dari masyarakat. Oleh karena itu, bentuk dari proses pemikiran dari suatu masyarakat terbuka menjadi suatu dasar kepribadian bangsa Indonesia sekaligus bagian dari konsep perumusan Pancasila sebagai dasar negara. Sistem pemikiran terbuka ini yang disebut ideologi terbuka. Ideologi terbuka sangat bertolak belakang dengan ideologi tertutup. Dalam ideologi tertutup cita-cita merupakan sekelompok orang saja, dipaksakan, bersifat totaliter, pluralisme pandangan dan kebudayaan serta hak asasi ditiadakan. Isi ideologi tertutup tidak hanya nilai-nilai dan cita-cita, tetapi juga tuntutan konkret dan operasional yang kurang mutlak. Pancasila sebagai ideologi terbuka sama halnya dengan bangsa Indonesia yang senantiasa terbuka dalam setiap dimensi kehidupan. Menurut Dr. Alfian, kekuatan ideologi bergantung pada tiga dimensi yang dikandungnya, yaitu sebagai berikut. 1. Dimensi Realita Perkembangan aspirasi dan pemikiran masyarakat Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya untuk hidup berbangsa dan bernegara secara nyata dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya. Misalnya, munculnya ideologi Pancasila pertama kali hingga kini. 1. Dimensi Fleksibilitas Pancasila memiliki keluwesan, baik untuk menjawab tantangan zaman di masa kini maupun menghadapi masa depan tanpa harus kehilangan kepribadian dan arah kehidupan. 1. Dimensi Idealisme Keterbukaan untuk menerima kemajuan zaman yang lebih baik yang sesuai dengan nilai-nilai idealisme. Pancasila tumbuh seiring dengan gerak perkembangan bangsa melalui perwujudan dan pengamalan di kehidupan sehari-hari. Dari uraian di atas ada beberapa ciri-ciri antara ideologi terbuka dan ideologi tertutup, yakni. Ideologi Terbuka Nilai dan cita-cita sudah hidup dalam masyarakat. Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat. Milik seluruh rakyat sekaligus menjiwai ke dalam kepribadian masyarakat. Isinya tidak operasional, kecuali diwujudkan dalam konstitusi. Ideologi Tertutup 1. Nilai dan cita-cita sekelompok orang yang mendasari niat dan tujuan kelompoknya. 2. Harus ada yang dikorbankan demi ideologi sekelompok orang. 3. Loyalitas ideologi yang kaku. 4. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan mutlak. 5. Ketaatan yang mutlak, bahkan kadang menggunakan kekuatan dan kekuasaan.
1. 2. 3. 4.
dan bioetanol dari tebu dikhawatirkan juga akan berpengaruh langsung terhadap harga dua bahan kebutuhan pokok, yaitu minyak goreng dan gula. Persoalan akan bertambah serius jika program BBN juga menyebabkan konversi besar-besaran tanaman pangan menjadi tanaman penghasil BBN. Hal ini jelas mengancam ketahanan pangan nasional. Apalagi hingga kini target peningkatan produksi pangan, khususnya beras, masih belum tercapai sepenuhnya. Jika ini menjadi kenyataan maka yang diperkirakan menjadi korban paling menderita adalah masyarakat miskin, khususnya yang tinggal di perkotaan. Kondisi seperti ini tentu kontradiktif dengan harapan pemerintah agar program BBN bisa mengurangi angka kemiskinan. Kegagalan pasar domestik Ancaman yang ketiga adalah kegagalan dalam menciptakan pasar domestik. Jika ancaman tersebut terwujud, maka program BBN hanya akan menjadikan bangsa Indonesia sebagai pelayan energi bagi negara-negara industri. Hal ini bisa saja terjadi jika permintaan pasar internasional tinggi sementara pada saat yang sama pasar domestik dianggap tidak menarik. Kekhawatiran ini rupanya mulai menjadi kenyataan, karena alasan tersebut sebuah perusahaan biodisel di bawah kelompok Sinar Mas saat ini lebih tertarik untuk membuka pabrik biodisel di Eropa ketimbang di dalam negeri. Bahkan saat ini sudah ada industri biodisel di Sumetara Utara yang terpaksa berhenti beroperasi karena alasan yang serupa. Sungguh disayangkan jika industri BBN dalam negeri kelak hanya mampu mengandalkan ekspor produk mentah, seperti CPO misalnya. Artinya, tidak banyak nilai tambah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Pasar domestik juga tidak akan terwujud jika industri BBN dalam negeri dan pemerintah gagal menyediakan infrastruktur penunjang yang dibutuhkan. Kendati BBN dan BBM sama-sama bahan bakar cair, sifat BBN yang hygroscopic (menyerap uap air) menuntut infrastruktur pendistribusian yang khusus, baik dalam tempat penyimpanan maupun cara penanganan, untuk menjaga kualitas produk selama proses distribusi. Kebijakan yang tepat Untuk menghindari ketiga bencana tersebut dibutuhkan kebijakan yang jelas dan tepat dari pemerintah khususnya terkait dengan penggunaan lahan untuk industri BBN. Program BBN seyogyanya diletakkan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan serta berorientasi pada kemandirian bangsa dan bukan didasari oleh keutungan ekonomi jangka pendek.