Вы находитесь на странице: 1из 39

PENANGANAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

MAKALAH

Oleh Melya Puspita XII IPA 3/07

SMAK KOLESE SANTO YUSUP MALANG Oktober, 2011

PENANGANAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

MAKALAH Untuk memenuhi tugas BBI Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh Melya Puspita XII IPA 3/07

SMAK KOLESE SANTO YUSUP MALANG Oktober, 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya karena telah memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan makalah yang berjudul Penanganan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja. Makalah ini mencakup tentang informasi tentang penanganan dan dampak perilaku seks pra nikah yang dialami remaja atau yang lebih khususnya membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pra nikah pada remaja. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang Penanganan Perilaku Seks Pra Nikah pada Remaja. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Kritik dan saran dari pembaca diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Malang, 24 Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....i DAFTAR ISI..ii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................7 1.3 Tujuan Pembahasan.......................................................................................7 BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Seksual.....9 2.2 Pengertian Remaja10 2.3 Ciri-ciri Masa Remaja..11 BAB III. PEMBAHASAN MASALAH 3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pra Nikah Remaja.13 3.2 Pengaruh Pengetahuan Seksualitas..15 3.3 Pengaruh Sumber Informasi...16 3.4 Pengaruh Pemahaman Agama.18 3.5 Pengaruh Peran Orang Tua..18 3.6 Dampak Perilaku Seks Pra Nikah20

3.7 Penanganan Perilaku Seks Pra Nikah..22 BAB IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan.........................................................................................25 4.2 Saran.27 DAFTAR PUSTAKA28 LAMPIRAN..29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah. Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akiba terjadinya perubahan sosial (Hurlock, 1998). Kita telah ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak kuper dan jomblo yang biasanya jadi anak mama. Banyak teman maka banyak pengetahuan. Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita inginkan. Mungkin mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi, dan

tentu saja ada yang bersikap terpuji. Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Masa remaja dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksi pun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut. Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka

menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila kehamilan tersebut terjadi pada usia sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponnya dengan sangat buruk dan berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita. Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena masalah kehamilan remaja tidak hanya membebani remaja sebagai individu dan bayi mereka namun juga mempengaruhi secara luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya tidak sepenuhnya dimengerti. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan. Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian

bahwa yang menunjukkan usia remaja ketika pertama kali mengadakan hubungan seksual aktif bervariasi antara usia 14 23 tahun dan usia terbanyak adalah antara 17 18 tahun (Mappiare, 1992). Perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama (Sarwono, 2003). Menurut (Green, 2003), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Hasil penelitian Seotjiningsih menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebutuhan akan layanan kesehatan reproduksi di 12 kota di Indonesia pada tahun 2002, menunjukkan bahwa pengetahuan mereka akan seksualitas sangat terbatas (6,11%). Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ternyata tidak berpengaruh terhadap remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Remaja yang tahu maupun yang tidak tahu tentang kesehatan reproduksi tidak berpengaruh terhadap sikap mereka melakukan hubungan seksual pranikah (Irawati dan Prihyugiarto, 2002).

10

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja di antaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang tua remaja, mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dengan perilaku seksual pranikah remaja. Hasil penelitian yang dilakukan Soetjiningsih (2006) menunjukkan, makin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, makin rendah perilaku seksual pranikah remaja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, tekanan teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang pacaran, dimana semakin tinggi religiusitas maka perilaku seksual semakin rendah, dan sebaliknya. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah fakor lingkungan seperti VCD, buku, dan film prono. Paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada beberapa sekolah SMA di Jawa Timur, terdapat salah satu SMA yang terpaksa mengeluarkan siswanya dari sekolah karena hamil di luar nikah, akibat perilaku seks pranikah. Oleh karena itu

11

penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja, yang meliputi pengetahuan, sumber informasi (media), religiusitas, dan keluarga. Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila Kehamilan tersebut terjadi pada usia sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponnya dengan sangat buruk dan berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita. Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena masalah kehamilan remaja tidak hanya membebani remaja sebagai individu dan bayi mereka namun juga mempengaruhi secara luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasanalasannya tidak sepenuhnya dimengerti. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan.

12

1.2

Rumusan Masalah

Makalah dengan judul penanganan perilaku seks pranikah pada remaja akan membahas permasalahan sebagai berikut: Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja? Bagaimana pengetahuan tentang seksualitas mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja? Bagaimana dampak dari perilaku seks pranikah pada remaja? Bagaimana penanganan perilaku seks pranikah?

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan masalah penanganan perilaku seks pranikah pada remaja adalah Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja Mengetahui pengetahuan tentang seksualitas mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja Mengetahui dampak dari perilaku seks pranikah pada remaja

13

Mengetahui penanganan perilaku seks pranikah

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Pengertian Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2003), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Menurut Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

15

2.3 Pengertian Remaja

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga (Sarwono, 2003). Pada 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang bersifat lebih konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Pada kriteria biologis, remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Kriteria psikologis sendiri menyatakan bahwa remaja adalah suatu masa dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Sedangkan di kriteria sosial ekonomi, remaja adalah masa dimana terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Rumini, 2004).

16

2.4

Ciri-ciri masa remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2001) menyatakan ciriciri tertentu tersebut yaitu: Masa remaja sebagai periode yang penting. Masa remaja sebagai periode peralihan. Masa remaja sebagai periode perubahan. Masa remaja sebagai periode bermasalah. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 1221 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhir (Green, 2000).

17

BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Remaja

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2003-2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja, yaitu faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), serta faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu). Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan dan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seks

18

pranikah remaja. Berikut ini adalah faktor internal dan eksternal yang merupakan faktor-faktor perilaku seks pranikah: Faktor Internal Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri remaja. Perubahan-perubahan hormonal meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. Faktor Eksternal Merupakan faktor yang berasal dari luar diri remaja. Berikut ini macammacam faktor eksternal pada remaja: Penundaan usia perkawinan, baik secara hokum maupun norma sosial yang

menuntut persyaratan yang makin untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, dan persiapan mental). Norma agama yang berlaku melarang perilaku seksual yang dapat mendorong

remaja melakukan senggama, seperti berpegangan tangan, berciuman, sendirian di tempat sepi. Adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yaitu

dengan adanya teknologi yang canggih seperti VCD, internet, majalah, televisi, dan video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta meniru dengan apa yang dilihat dan didengarkannya, khususnya karena remaja pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya. Lingkungan sekitar dimana remaja tumbuh juga sangat mempengaruhi perilaku

seks pranikah.

19

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruh perkembangan jiwa anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubunga antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan media pornografi. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan.

20

3.2 Pengaruh Pengetahuan Seksualitas

Semakin tinggi pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin rendah perilaku seksual pranikahnya, sebaliknya semakin rendah pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin tinggi perilaku seksual pranikahnya. Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pengalaman, pekerjaan, pendapatan, budaya, dan pergaulan. Pengetahuan yang tidak tepat, pengharapan yang tidak realistis, harga diri yang rendah, takut tidak berhasil atau pesimis, menunjukan bahwa remaja memiliki kepribadian yang belum matang dan emosi yang labil, sehingga mudah terpengaruh melakukan hal-hal negatif, seperti melakukan hubungan seks pranikah. Pengetahuan seksualitas yang baik dapat menjadikan remaja memiliki tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. Manfaat pengetahuan seksualitas itu sendiri adalah mengerti tentang perbedaan kesehatan reproduksi antara pria dan wanita dalam

keluarga, pekerjaan dan seluruh kehidupan yang selalu berubah dan berbeda dalam tiap masyarakat dan kebudayaan,

21

mengerti tentang peranan kesehatan reproduksi dalam kehidupan manusia, dan

keluarga, mengembangkan pengertian tentang diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks, membantu untuk mengembangkan kepribadian sehingga remaja mampu untuk

mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Pengetahuan kesehatan reproduksi yang diterima oleh remaja dari sumber yang benar dapat menjadikan faktor untuk memberikan dasar yang kuat bagi remaja dalam menyikapi segala perilaku seksual yang semakin menuju kematangan. Pengetahuan kesehatan reproduksi dapat menjadikan remaja memiliki sikap dan tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab.

3.3 Pengaruh Sumber Informasi

Sumber-sumber yang ada seperti internet, TV, HP, VCD, video porno, teman, radio, poster, koran, buku bacaan, majalah, dan brosur yang dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja. Remaja memperoleh informasi tersebut lebih banyak dari handphone dan internet. Biasanya mereka menonton bersama teman-temannya di sekolah dan di luar rumah. Sumber informasi yang diperoleh remaja lebih banyak diperoleh dari luar seperti internet, teman dan media dari pada orang tuanya.Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah kesehatan reproduksi sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber

22

informasi lain seperti teman atau media massa. Remaja sering kali disuguhi majalah, film, acara televisi, lagu, iklan, dan produk-produk yang berdaya khayal dan mengandung pesan ke arah seksual yang merupakan pelengkap konsep realita masyarakat yang dikenal dengan pornografi, merangsang gairah seksual, mendorong orang gila seks, meruntuhkan nilai-nilai moral. Hasil studi Pustaka Komunikasi FISIP UI (2005), menunjukkan bahwa ketersediaan dan kemudahan menjangkau produk media pornografi merupakan faktor stimulan utama bagi remaja untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai kesehatan reproduksi dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua. Teman-teman yang tidak baik berpengaruh terhadap munculnya perilaku seks menyimpang. Sehingga informasi yang baik dan akurat diperlukan oleh remaja untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang.

3.4 Pengaruh Pemahaman Agama

Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang pacaran, di mana semakin tinggi religiusitas maka perilaku seksual semakin rendah, dan sebaliknya. Pemahaman tingkat agama

23

mempunyai pengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja, orang yang agamanya baik maka akan memiliki rasa takut untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dan dilarang dalam agamanya. Dalam agama dijelaskan bahwa janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. MUI menyatakan bahwa menerapkan hukum zina sebagai solusi untuk memberantas seks. Seseorang yang memiliki pemahaman tingkat agama yang tinggi berpengaruh terhadap perilaku remaja untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.

3.5 Pengaruh Peran Orang Tua

Orang tua adalah tokoh penting dalam perkembangan identitas remaja. Orang tua dapat membangun hubungan dan merupakan sistem dukungan ketika remaja menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks. Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian remaja dan sebaliknya, orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan remaja akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa remaja.

24

Dalam hal komunikasi orang tua dengan remaja, remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Remaja lebih senang menyimpan dan memilih jalannya sendiri tanpa berani mengungkapkan kepada orang tua. Hal ini disebabkan karena ketertutupan orang tua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orang tua karena anak merasa takut untuk bertanya. Komunikasi antara orang tua dengan remaja dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak memiliki hubungan yang baik dalam arti bias saling memahami, saling mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain, sedangkan komunikasi yang kurang berkualitas mengindikasikan kurangnya perhatian, pengertian, kepercayaan dan kasih sayang di antara keduanya. Komunikasi yang menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini antara orang tua dengan remaja adalah komunikasi yang timbal balik, ada keterbukaan, spontan dan ada feedback dari kedua pihak antara orang tua dan remaja. Orang tua dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kecil, kecilnya peranan orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan reproduksi serta masih menganggap tabu membicarakan tentang kesehatan reproduksi. Apabila orang tua merasa memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, remaja lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topic yang berhubungan dengan masalah seks pranikah.

25

Ketidaktahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi, atau tidak mengerti konsep pendidikan seks, remaja dapat mencari informasi di luar rumah yang justru sering mengarahkan mereka pada solusi yang menjerumuskan. Keluarga yang mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, remaja dapat dengan mudah meniru perilaku-perilaku yang menyimpang. Peran orang tua sangat diperlukan dalam memberikan informasi dan bimbingan tentang seksualitas kepada anak remajanya.

3.6 Dampak Perilaku Seks Pranikah

Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut : Dampak psikologis Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa. Dampak Fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. Dampak sosial

26

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Dampak fisik Dampak fisik lainnya sendiri adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS (Penyakit Menular Seksual) dan HIV/AIDS.

3.7 Penanganan Perilaku Seks Pranikah

Masalah perilaku seks pra nikah perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah seks pra nikah yang terjadi pada remaja, yaitu:

3.6.1

Peran Orangtua:

Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak balita

27

Membekali anak dengan dasar moral dan agama Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua anak Menjalin kerjasama yang baik dengan guru Menjai tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal menjaga lingkungan yang sehat Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak

3.6.2

Peran Guru:

Bersahabat dengan siswa Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial Peran Pemerintah dan masyarakat: Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas

28

Memberikan keteladanan Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan

3.6.4

Peran Media Massa

Sajikan tayangan atau berita tanpa ada unsur pornografi

29

BAB IV

KESIMPULAN

Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Masa remaja dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah perilaku seks pra nikah. Perilaku seks pranikah ini ternyata dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri remaja. Perubahan-perubahan hormonal meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri remaja. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja

menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang

30

ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. Remaja sangat

membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai kesehatan reproduksi dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua. Teman-teman yang tidak baik berpengaruh terhadap munculnya perilaku seks menyimpang. Sehingga informasi yang baik dan akurat diperlukan oleh remaja untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang. Orang tua dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kecil, kecilnya peranan orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan reproduksi. Dampak dari perilaku seks pranikah ini pun dikelompokkan menjadi empat, yaitu dampak psikologis, fisiologis, sosial, dan fisik. Dampak-dampak ini adalah dampak negatif. Sedangkan dampak positifnya hanya mendapat kepuasan sesaat, tetapi akan memperoleh dampak yang buruk. Oleh karena itu, perilaku seks pranikah sangat dilarang oleh norma-norma yang berlaku juga agama. Penanganan perilaku seks pranikah ini harus ditangani oleh semua pihak yang bersangkutan, antara lain adalah orang tua, guru, sekolah, pemerintah, dan media massa.

31

4.2 Saran

Sekolah Sekolah sebaiknya berpartisipasi dalam pencegahan meningkatnya perilaku seks pranikah siswa-siswanya. Salah satu contohnya adalah dengan memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada siswa-siswi melalui bimbingan konseling yang lebih mendalam.

Bagi Siswa Siswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang seks pranikah, pemahaman tingkat agama, dengan mencari informasi yang baik dan akurat serta dapat memilih teman yang baik agar tidak terpengaruh terhadap perilaku seks pranikah.

Bagi Keluarga Orang tua dapat memberikan pengetahuan tentang seks pranikah pada remaja sejak usia dini bahkan sejak balita, pemahaman agama yang baik serta memberikan informasi yang baik dan bertanggung jawab agar remaja tidak salah dalam mendapatkan informasi yang dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah.

32

33

DAFTAR PUSTAKA

Green L.W.,Kreuter M.W. 2000. Health Promotion Planning An educational adn Environmental Approach. Maylield Publishing Company. Gunarsa Y.S.D. 2001. Psikologi Remaja. Jakarta : Gunung Mulia. Hurlock, E.B. 1998. Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo & Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga. Irawati dan Prihyugiarto, I. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pria Nikah Pada Remaja Di Indonesia. Jakarta: BKKBN. Mappiare, A. 1992. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Rumini S. dan Sundari S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Sarwono, W.S. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada. Soetjiningsih. 2006. Remaja dan Perilaku Seksual Pranikah. Jakarta: PT. Gradita Utama. Suryoputro, A. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku SeksuaL,Jakarta: Erlangga. Syafrudin. 2008. Remaja Dan Hubungan Seksual Pranikah. Jakarta: PT. Gradita Utama.

34

LAMPIRAN

35

36

37

38

39

Вам также может понравиться