Вы находитесь на странице: 1из 8

PENILAIAN RISIKO DAN UPAYA TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI BRSU TABANAN BALI Oleh I G P Esa Prakarsa Nayaka1 dan

Mulyono2 esanayaka@gmail.com Hospital is a vital object in health serving. It is one of many places that is risky to hit by fire. Although the risk is low, but it can bring a broad impact. The objective of this research was to study the hospital risk and prevention in tiding up the fire accident. This was an observational research using cross sectional approach. Sample was taken using purposive sampling method. Interview was conducted to 28 employees in occupational safety and health hospital Tabanan general hospital. The variables of this research were : risk assessment, fire prevention policy, a good team work woth stakeholders, fire emergency procedure, employees knowledge about the fire emergency procedure, and fire emergency facilities. Datas were collected by instrument questionnaire and observation sheet. The risk assessment was assessed by Fines Risk Score. The result showed that Nutrition Installation and Laundry were the units with the highest risk of fire. The hospital management had made a policy about occupational health and safety commitment, which were training in holding the fire and providing fire extinguisher. The written deal with depart. of fire, police officer, depart.of workers, and people around hospital were not exist in hospital. Employees knowledge about the fire emergency procedure was good, with the number up to 18 employees. There were 30 fire extinguisher in good condition. The hospital did not has any hydrant and sprinkler. The entry way for the fireman cars was covered by the patients parking cars. It can be concluded that a place with the highest risk to be hit by fire in hospital is the Nutrition Installation. There has been a policy in fire prevention in hospital. But it does not completed with the good teamwork with stakeholders. The fire emergency procedure is not working as the government rules, which is Keputusan Dirjen Perumahan dan Pemukiman No.58/KPTS/DM/2002. The employees knowledge rate about fire emergency is good. fire extinguisher and fireman cars entry has not also proper yet to the government rules. A continuous socialization in preventing and tiding up the fire accident is needed in hospital. It is also needed to fix the unproper fire extinguisher and unproper parking car.

Keywords

: risk rate, fire, emergency response, hospital

1 2

Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR Staf Pengajar Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM UNAIR

2 PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Bab XII tentang Kesehatan Kerja Pasal 164 dinyatakan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit. Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Bahaya adalah kondisi biologis, kimia dan fisik yang berpotensi menyebabkan gangguan terhadap manusia, harta benda dan lingkungan. Bahaya dapat berupa peralatan kerja atau bahan baku produk. Jika suatu bahaya terjadi di luar prediksi manusia dan tidak mampu ditanggulangi, maka bahaya tersebut dinamakan suatu risiko. Setiap tempat kerja tentu saja menginginkan semua asetnya aman dan dapat berfungsi baik, oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan kondisi bencana dan keadaan darurat perlu mendapatkan perhatian sungguhsungguh. Memang disadari keadaan aman sepenuhnya tidak mungkin tercapai sepenuhnya, karena selalu terdapat kemungkinan adanya faktor yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Oleh karena itu pada semua tempat kerja tidaklah cukup apabila manajemen beserta jajarannya hanya melakukan perencanaan untuk keadaan operasi normal, melainkan harus membuat perencanaan dan persiapan dalam keadaan darurat. Kegawatdaruratan dapat terjadi di rumah sakit. Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan kematian atau luka serius bagi pekerja, pengunjung ataupun masyarakat atau dapat menutup kegiatan usaha, mengganggu operasi, menyebabkan kerusakan fisik lingkungan ataupun mengancam finansial dan citra rumah sakit (Pedoman Penyelenggaraan K3 di RSIA Hermina Podomoro, 2006). Kebakaran di tempat kerja dapat membawa konsekuensi yang berdampak merugikan banyak pihak baik bagi pengusaha, tenaga kerja, masyarakat dan lingkungan. Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut adalah kerugian material, stagnasi kegiatan usaha, kerusakan lingkungan, menimbulkan ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia, hilang lapangan kerja dan kerugian lain yang tidak langsung, apalagi jika terjadi pada objek vital maka dapat berdampak lebih luas lagi. Salah satu tempat kerja yang mempunyai risiko kebakaran adalah rumah sakit. Meskipun rumah sakit mempunyai risiko tingkat kebakaran rendah, namun bila terjadi kebakaran akan membawa dampak yang sangat

3 luas. Hal ini dikarenakan rumah sakit merupakan merupakan objek vital dalam pelayanan kesehatan. Berikut adalah beberapa kasus kebakaran yang melanda berbagai rumah sakit di Indonesia diantaranya : 1. Terbakarnya Rumah Sakit Otorita Batam (ANTARA News, 26 Februari 2010). Api diduga berasal dari gudang mesin dan dilaporkan tidak ada korban jiwa. 2. Kebakaran ruang pusat data RSU Pamekasan Madura (DetikSurabaya, 11 Januari 2010). Seluruh data pasien dan karyawan serta data data penting lainnya terbakar. 3. Ledakan genset di RSUD AW. Sjahranie Samarinda (ANTARA News, 10 Januari 2010). Tidak ada korban jiwa tetapi listrik sempat padam selama 3 jam dan mengganggu operasional rumah sakit. 4. Terbakarnya gedung administrasi RSUD Tangerang Banten (Detiknews, 16 Desember 2009). Tidak ada korban jiwa. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Mempelajari potensi risiko dan upaya tanggap darurat terhadap bahaya kebakaran di BRSU Tabanan. Tujuan Khusus 1. Melakukan penilaian risiko di tiap unit kerja di BRSU Tabanan. 2. Mempelajari kebijakan BRSU Tabanan mengenai pencegahan dan penanggulangan kebakaran. 3. Mempelajari kerjasama BRSU Tabanan dengan pihak PMK, Kepolisian, Depnaker, dan masyarakat. 4. Mempelajari prosedur tanggap darurat kebakaran di BRSU Tabanan. 5. Mempelajari pengetahuan karyawan terhadap prosedur tanggap darurat kebakaran di BRSU Tabanan. 6. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap fasilitas tanggap darurat kebakaran di BRSU Tabanan berupa APAR, hidran, sprinkler, dan jalur masuk mobil PMK. METODE PENELITIAN Berdasarkan ruang lingkup permasalahan dan tujuan, ditinjau dari segi tempatnya, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Sedangkan ditinjau dari segi waktu, maka penelitian dilakukan secara cross sectional karena pengamatan dilakukan serentak pada suatu saat atau periode tertentu. Berdasarkan jenisnya, desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah anggota K3RS di BRSU Tabanan sejumlah 28 orang. Berdasarkan kerangka konseptual dan desain penelitian, kriteria sampel yang diteliti adalah : 1. Karyawan BRSU Tabanan yang bekerja pada saat penelitian 2. Anggota K3RS BRSU Tabanan 3. Bersedia diwawancarai Besar sampel pada penelitian ini sejumlah 28 orang. Atau sejumlah total populasi. Berasal dari anggota K3RS BRSU Tabanan dan perwakilan dari tiap unit kerja. Sampel diambil menggunakan teknik Sampling Jenuh. Teknik ini dilakukan karena jumlah populasi sedikit yaitu kurang dari 30 orang (Ibnu Fajar, 2009) HASIL DAN PEMBAHASAN K3RS di BRSU Tabanan merupakan suatu pokja (kelompok kerja) yang terdiri dari seorang ketua dan dua orang wakil ketua yang

4 berasal dari jajaran direksi. Kemudian ada seorang sekretaris. Lalu ada 4 seksi yaitu seksi kesehatan kerja, seksi kesehatan lingkungan, seksi penanggulangan bencana dan seksi pendidikan dan latihan. Anggota K3RS berasal dari perwakilan tiap unit kerja di BRSU Tabanan. K3RS di BRSU Tabanan merupakan suatu bagian yang baru terbentuk sejak tahun 2008. Risiko didefinisikan sebagai kecenderungan akan terjadinya suatu kejadian, yang berkaitan erat dengan suatu alternatif perspektif, yaitu menaruh perhatian apa yang akan terjadi pada waktu ke depan dan kemungkinan apa penyebab kejadian tersebut. Kali ini peneliti menggunakan penilaian risiko dengan metode Fines Risk Score untuk mendapatkan gambaran risiko kebakaran di BRSU Tabanan Hasil penilaian risiko yang dilakukan pada unit kerja yang ada adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Hasil Penilaian Risiko di BRSU Tabanan bulan 2010 N Unit Skor C Skor E Skor P o kerja (conseque (exposu (probabil nce) re) ity) 1 2 3 4 5 Instalasi gizi Farmasi Laundry Radiologi Ruang manajeme n Laboratori um IRD IPSRS Ruang perawatan 25 1 15 5 1 10 10 10 10 6 10 0.5 10 6 3 Mei Tot al Sko r 250 0 5 150 0 300 18

6 7 8 9

5 5 5 5

6 3 10 2

10 1 10 1

300 15 500 10

Berdasarkan hasil penelitian tingkat risiko kebakaran, risiko tinggi berada di instalasi gizi dan laundry. Sedangkan yang terendah berada di bagian farmasi. Dari penilaian risiko yang dilakukan didapatkanlah bahwa

instalasi gizi merupakan unit kerja dengan risiko kebakaran terbesar. Faktor penyebabnya adalah penggunaan gas untuk memasak makanan pasien. Penggunaannya selama hampir 10 jam membuat risiko untuk munculnya kebakaran juga semakin tinggi. Para pekerja harus selalu berhati-hati dalam melakukan tugasnya di unit ini. Bagian laundry merupakan unit kerja kedua dengan risiko terjadi kebakaran. Di unit ini melakukan pencucian hingga pengeringan alas tidur yang dipergunakan rumah sakit. Risiko kebakaran muncul dari proses pengeringan cucian menggunakan mesin. Suasana ruangan yang panas menunjukkan bahwa terjadi proses penggunaan panas yang berlebihan di ruangan ini. Proses merapikan menggunakan setrika juga merupakan faktor bahaya yang bisa menimbulkan api jika tidak dipergunakan secara baik. Menurut US Department of Health and Human Services tahun 1990 disebutkan bahwa hazard di rumah sakit tertinggi terdapat di unit central supply. Lalu disusul bagian food service, house keeping dan laundry. Untuk itu diperlukan pencegahan kebakaran yang terorganisir agar menekan risko timbulnya api. Pencegahan kebakaran adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kebakaran. Supriadi (2007), menyatakan bahwa terdapat beberapa upaya pencegahan kebakaran, diantaranya : 1. Penerapan 5 R (Ringkas, Resik, Rapi, Rawat dan Rajin). 2. Pemasangan dan pemeliharaan APAR. 3. Pelatihan pemadaman kebakaran kepada semua karyawan. 4. Inspeksi/Patrol yang dilakukan oleh petugas yang berwenang.

5 5. Audit oleh perusahaan asuransi kebakaran. 6. Kiken yochi (pelatihan memprediksi bahaya), diberikan pada karyawan untuk memprediksi bahaya. 7. Safety Talk yang diberikan seminggu sekali pada karyawan oleh unit yang berwenang. 8. Investigasi pada penyebab dasar dari suatu kejadian kebakaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang direksi didapatkan data bahwa rumah sakit sangat berkomitmen terhadap aspek K3 terutama kebakaran. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pelatihan pemadaman menggunakan APAR dengan frekuensi setahun sekali. Pelatihan ini juga menggunakan berbagai skenario. Untuk penyediaan alat pemadam kebakaran memang hanya terdapat APAR saja dan pihak rumah sakit memang merasa perlu untuk menambah alat jenis lain seperti hidran. APAR yang disediakan sejumlah 30 tabung berjenis multipurpose. Ditempatkan dimasingmasing unit kerja. Prosedur tetap tentang kebakaran juga sudah dibuat yaitu prosedur kebakaran di unit kerja/ ruang perawatan dan prosedur pencegahan kebakaran. Untuk bantuan dari luar jika terjadi kebakaran, pihak rumah sakit bekerja sama dengan pihak PMK setempat. Tetapi tidak ada MOU secara tertulis. Kerjasama dengan pihak Kepolisian, Depnaker, maupun masyarakat setempat juga belum ada perjanjian tertulis yang jelas. Di BRSU Tabanan terdapat prosedur penanganan kebakaran yaitu Prosedur kebakaran di unit kerja/ ruang perawatan dengan nomor dokumen 07.05.03 PT-021. Prosedur ini diterbitkan tanggal 1 Agustus 2008. Prosedur ini berisi antara lain : 1. Padamkan api dengan alat yang tersedia 2. Beritahukan kepada orang sekitarnya untuk membantu memadamkan api 3. Koordinasikan pemadaman api bersama 4. Matikan sekring listrik 5. Hubungi pos satpam (1), operator (0) dan petugas IPSRS 6. Evakuasi pasien dan orang-orang lainnya serta barang dan dokumen penting 7. Hubungi Tim K-3 RS dan IRD untuk membantu evakuasi 8. Laporkan kepada atasan untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut Dari jawaban respoden pada kuisioner diketahui bahwa belum pernah terjadi kebakaran di BRSU Tabanan. Sehingga prosedur ini belum pernah dipakai pada situasi nyata. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan rumah sakit tentang kebakaran dan prosedur penanganannya maka disebarlah kuisioner sejumlah 28 buah. Kuisioner ini ditujukan pada anggota K3RS dan perwakilan dari tiap unit kerja yaitu kepala unit kerja. Dari kuisioner didapatkan hasil bahwa semua responden sepakat yang bertanggung jawab dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah semua karyawan rumah sakit. Dan untuk tindakan awal yang dilakukan jika terjadi kebakaran sebanyak 72% responden memilih untuk berusaha menyelamatkan diri. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah.

6 Frekuensi pelatihan juga mempengaruhi bagaimana tingkat pengetahuan responden. Pada tabel dibawah diperlihatkan tabulasi silang antara frekuensi pelatihan terhadap tingkat pengetahuan terhadap prosedur tanggap darurat di BRSU Tabanan.

Tindakan Awal Jika Terjadi Kebakaran


Berusaha menyelamatkan diri

7% 7%

7%

7%

Lapor kepala bagian Berusaha memadamkan api bersama karyawan lain Membimbing pengunjung keluar Melapor ke operator

72%

Gambar 1 Tindakan awal jika terjadi kebakaran

Tabel 2 Tabulasi silang pengetahuan responden dengan frekuensi pelatihan tanggap darurat kebakaran di BRSU Tabanan pada bulan Mei 2010 Tingkat Frekuensi pelatihan pengetahuan Rutin Baik 6 % 66,67 Tidak rutin 11 % 100 Sekali 1 % 12,5

Berdasarkan gambar di atas didapatkan hasil bahwa sebesar 72% responden memilih berusaha menyelamatkan diri jika terjadi kebakaran. Sedangkan 28% responden membagi rata pilihannya pada keempat opsi lainnya. Yaitu melapor kepada kepala bagian sebanyak 7%, berusaha memadamkan api bersama karyawan lain sebanyak 7%, membimbing pengunjung keluar sebanyak 7%, dan melapor ke operator juga sebanyak 7%. Untuk hasil akhir pengukuran tingkat pengetahuan responden didapatkan bahwa 64% responden berpengetahuan baik. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Tingkat pengetahuan reponden 7% 29% 64%
Baik Cukup kurang

Cukup

33,33

62,5

Kurang

25

Total

100

11

100

100

Pengetahuan terhadap APAR juga mempengaruhi bagaimana tingkat pengetahuan responden. Responden diberi pertanyaan seputar APAR tentang bentuk dan jenis APAR. Sebanyak 25 orang responden tahu apa itu APAR. Sedangkan 3 orang lainnya tidak tahu APAR itu seperti apa.
Tabel 3 Tabulasi silang tingkat pengetahuan responden dengan pengetahuan APAR pada bulan Mei 2010 Tingkat Tahu APAR pengetahuan Ya 18 % 72 Tidak 0 % 0

Baik

Cukup

28

33,33

Gambar 2 Tingkat pengetahuan responden tentang prosedur tanggap darurat kebakaran pada bulan Mei 2010

Kurang

66,67

Gambar diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (64%) responden berpengetahuan baik. 29% berpengetahuan cukup dan 7% sisanya masih berpengetahuan kurang.

Total

25

100

100

7 APAR merupakan suatu alat pemadam yang mudah digunakan satu orang untuk pemadaman awal kebakaran. Di BRSU Tabanan terdapat 30 tabung pemadam yang tersebar di berbagai ruangan. Semua APAR yang diperiksa dengan bantuan checklist tidak sesuai dengan kriteria dalam Permenakertrans No. 04/MEN/1980. Berikut ini merupakan ketidaksesuaian pada APAR di BRSU Tabanan :
Penempatan APAR di BRSU Tabanan 7%

Terlihat jelas Tidak jelas

93%

Gambar 3 Pengamatan visual APAR di BRSU Tabanan pada bulan Mei 2010

Pada pengamatan visual yang dilakukan terhadap APAR, ditemukan bahwa 93% APAR terlihat jelas. Sedangkan 7% tidak jelas karena terhalang tumpukan benda atau terletak tersembunyi.
Tinggi pemasangan APAR sesuai UU 3%

04/MEN/1980. Hanya 3% yang memenuhi syarat Permenakertrans No. 04/MEN/1980. Hidran adalah suatu sistem pemadam kebakaran menggunakan air bertekanan. Di BRSU Tabanan belum dipasang hidran. Padahal dalam prosedur pencegahan kebakaran No 07.05.03 PT 020 disebutkan adanya penyediaan alat pemadam kebakaran seperti APAR, hidran, dll. Tetapi kenyataannya tidak ditemukannya hidran. Di BRSU Tabanan tidak ditemukan adanya sprinkler. Sprinkler merupakan sistem pemadaman kebakaran otomatis dengan pemancaran air pada jarak tertentu. Sprinkler sangat efektif untuk mencegah bertambah besarnya api pada kebakaran. Pintu gerbang rumah sakit berukuran sekitar 4 meter. Tidak ada perkerasan untuk menyangga beban peralatan pemadaman kebakaran. Tanda/ petunjuk khusus untuk isyarat PMK juga tidak ada. Mobil PMK bisa terhalang dengan banyaknya kendaraan yang parkir memenuhi area jalan. Terlihat disini dari hasil observasi bahwa jalur masuk untuk mobil PMK di BRSU Tabanan belum memenuhi syarat. KESIMPULAN DAN SARAN

Sesuai Tidak sesuai

97%

Gambar 4 Distribusi APAR menurut tinggi pemasangannya di BRSU Tabanan pada bulan Mei 2010

Dari hasil observasi disapatkan hasil bahwa 97% APAR dipasang dengan ketinggian yang tidak sesuai dengan Permenakertrans No.

KESIMPULAN 1. Risiko bekerja paling tinggi berada di ruang instalasi gizi. 2. Sudah ada kebijakan mengenai upaya pencegahan dan penanggulan kebakaran di BRSU Tabanan, namun penerapannya belum maksimal. 3. Belum ada kerjasama dengan pihak PMK, Kepolisian, Depnaker, dan masyarakat setempat. 4. Sudah disusun prosedur tanggap darurat kebakaran di BRSU Tabanan namun belum sesuai secara perundang-

8 undangan karena belum mencantumkan 6 poin. 5. Sebesar 7,14 % responden mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap prosedur tanggap darurat BRSU Tabanan. 6. Penempatan dan tanda pemasangan APAR dan jalur masuk mobil PMK belum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hidran dan sprinkler belum ditemukan di BRSU Tabanan. SARAN 1. Perlu diadakan sosialiasi secara terus menerus mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di rumah sakit. 2. APAR yang dipasang sebaiknya mengikuti Permenakertrans RI. No. 04/Men/1980. Agar pemakaiannya saat terjadi kebakaran dapat maksimal. 3. Perlu adanya penambahan alat pemadam api seperti hidran dan sprinkler. Hidran berfungsi untuk mengatasi api yang sudah membesar. Sedangkan springkler dapat bekerja otomatis yang berguna untuk menjaga ruangan-ruangan penting dari kobaran api. 4. Penertiban mobil yang parkir di area rumah sakit, agar memudahkan akses mobil PMK jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran. DAFTAR PUSTAKA
Antara News. 2010. Terbakarnya Rumah Sakit Otorita Batam. http://www.antaranews.com/berita/1267129934/sebu ah-rumah-sakit-terbakar-pasien-dievakuasi. (sitasi 6 April 2010) Antara News. 2010. Ledakan Genset di RSUD AW. Sjahranie Samarinda. http://www.antaranews.com/berita/1263141551/gensetrumah-sakit-aw-sjahranie-samarinda-meleda. (sitasi 6 April 2010) Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia. 1998. Pencegahan dan Penangulangan Bahaya Kebakaran. PT. Petrokimia. Gresik. Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia. 2002. Prosedur Pengendalian Keadaan Darurat. PT. Petrokimia. Gresik. Basuki, Achmad. 2007. Mencermati Standar Pengamanan Gedung Untuk Antisipasi Bahaya Kebakaran. Jurusan Teknik Sipil UNS. Solo. Detik.com. 2010. Kebakaran Ruang Pusat Data RSU Pamekasan Madura. http://surabaya.detik.com/read/2010/01/11/115615/1275 717/475/ruang-pusat-data-rsu-pamekasan-terbakar. (sitasi 6 April 2010) Detik.com. 2009. Terbakarnya Gedung Administrasi RSUD Tangerang Banten. http://www.detiknews.com/read/2009/12/16/164912/1261 369/10/akibat-las-rsud-tangerang-dilalap-api. (sitasi 6 April 2010) Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2009. Pedoman Penulisan Dan Tata Cara Ujian Skripsi. FKM UNAIR. Surabaya Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000 Tanggal 1 Maret 2010 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.432/Menkes/SK/IV/2007 Tanggal 10 April 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit. Lestari, Fatma., Panindrus, Yodan Amaral, 2006. Audit Sarana Prasarana Pencegahan Penanggulangan Dan Tanggap Darurat Kebakaran Di Gedung Fakultas X Universitas Indonesia Tahun 2006. MAKARA, TEKNOLOGI, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 55-60 Mukti, Hari. 2006. Pedoman Penyelanggaraan K3 DI Rumah Sakit. RSIA Hermina Podomoro. Ramdan, Iwan Muhammad. 2006. Dasar dasar keselamatan dan kesehatan kerja. CV. Bintang Timur. Samarinda Suardi, Rudi. 2007. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta Shahab, Syukri. 2004. Sumber Daya Manusia dalam Penilaian Risiko di Perusahaan. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol. XXXVII No.2 April Juni 2004. Jakarta Pusat Soedharto, G. 1984. Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Grafindo Utama. Jakarta. Sumamur P.K. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji Masagung. Jakarta.

Вам также может понравиться