Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah

ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah merencanakan perawatan yang akan dilakukan terhadap kasus tersebut. Rencana perawatan suatu kasus adalah merupakan cetak biru (blue print) bagi penanganan kasusnya. Dalam rencana perawatan tersebut tercakuplah semua prosedur yang diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan periodonsium. Rencana perawatan yang disusun bukanlah suatu rencana yang bersifat final. Perkembangan yang terjadi selama perawatan berjalan yang belum terdeteksi sebelumnya, bisa menyebabkan harus dimodifikasinya rencana perawatan yang telah disusun. Namun demikian, sudah menjadi ketentuan bahwa perawatan periodontal tidak dibenarkan untuk dimulai sebelum disusunnya rencana perawatan, kecuali perawatan emergensi. Perawatan periodontal membutuhkan suatu perencanaan jangka panjang. Manfaat perawatan periodontal bagi pasien adalah diukur dari seberapa lama gigi geliginya masih dapat berfungsi optimal, dan bukan dari seberapa banyak gigi yang diputuskan untuk dipertahankan. Perawatan periodontal adalah lebih diarahkan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan periodonsium di rongga mulut pasien, dan bukan untuk secara khusus mengketatkan kembali gigi yang telah mobiliti. Sehubungan dengan prinsip tersebut diatas, keselamatan gigi geligi tidak boleh terancam hanya karena keinginan untuk mempertahankan gigi yang prognosisnya adalah tanda tanya (questionable). Kondisi periodontal dari gigi yang dapat dipertahankan adalah lebih penting artinya dari jumlah gigi yang dipertahankan tersebut. Dalam merencanakan perawatan periodontal, titik tolaknya adalah gigi mana yang dapat dipertahankan dengan tingkat keraguan yang minimal dan rentang keamanan yang maksimal. Gigi yang berdasarkan penilaian prognosisnya lebih menjurus ke

prognosis tidak ada harapan sebenarnya tidak bermanfaat untuk dipertahankan, meskipun gigi tersebut bebas dari karies. Gigi dengan kondisi yang demikian akan menjadi sumber gangguan bagi pasien dan mengancam kesehatan periodonsium. Grossi dan Genco (1998) mengemukakan 17 macam penyakit sistemik yang berhubungan langsung dengan penyakit periodontal, termasuk leukemia, hepatitis, HIV aids dan stroke. Beberapa penelitian retrospektif membuktikan, pasien penyakit jantung, stroke, DM, umumnya kebersihan mulutnya lebih jelek dibanding pasien normal. Dari uraian di atas disimpulkan, bahwa gigi dan mulut dapat menjadi pemicu dan memperparah berbagai penyakit sistemik. Menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting bukan saja untuk mencegah penyakit oral, melainkan juga untuk memelihara kesehatan umum yang baik. Perawatan gigi adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap sehat dan dapat menjalankan fungsinya. Namun sebagian besar orang mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan. Perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting, padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Pratiwi, 2007). Kelenjar endokrin dan perubahan hormonal pada kenyataannya

menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada kesehatan rongga mulut seseorang, namun makalah ini menspesifikkan manifestasinya pada jaringan periodonsium. Jaringan periodonsium adalah jaringan penyangga gigi yang meliputi gingiva, sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar yang saling mendukung satu sama lain guna mempertahankan stabilitas susunan gigi. Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ lain (Greenstein & Wood, 2010). Hormon bertindak sebagai pembawa pesan dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu tindakan. Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin, pankreas, ovarium, dan testis. Masing-masing memiliki organ target dan efek yang berbeda. Hormon memegang peranan penting dalam proses metabolisme tubuh, meski pengaruhnya membutuhkan

waktu yang lebih panjang dibanding pengaruh yang ditimbulkan oleh sistem saraf (Campbell,2002). 1.2 Tujuan penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui hubungan penyakit sistemik dengan jaringan periodontal 2. Mengetahui perawatan periodontal terhadap penyakit sistemik

1.3

Manfaat penulisan Memberikan pemahaman tentang hubungan antara penyakit sistemik pada

jaringan periodontal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

AIDS Lesi rongga mulut sering dijumpai pada penderita Acquired

Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Hal ini disebabkan karena pada penderita AIDS terjadi gangguan pada sistem imun dan cenderung menjadi infeksi oportunistik. Dokter gigi merupakan profesional pertama yang dapat mendiagnosa lesi rongga mulut yang berkaitan dengan HIV. Keahlian dokter gigi dibutuhkan untuk menangani secara tepat komplikasi rongga mulut pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Klinisi harus mampu mengenali penyakit rongga mulut berkaitan dengan HIV, menentukan perawatan yang tepat dan merujuk pasien ke dokter spesialis. Profesi dokter gigi mempunyai resiko yang tinggi untuk tertular infeksi ketika sedang melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi HIV. Karena dalam perawatan tersebut dokter gigi selalu berkontak dengan saliva dan darah. Untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada waktu perawatan, dokter gigi harus melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi pasien dan melindungi dirinya sendiri. Dokter gigi dapat menggunakan teknik pelindung yang akurat meliputi pemakaian sarung tangan, masker, kacamata pelindung, pakaian klinis, dan isolatorkaret pada pasien. Perawatan periodontal berkaitan dengan infeksi HIV biasanya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap perawatan akut dan tahap perawatan pemeliharaan. Pada tahap perawatan akut perhatian utama yang dilakukan dokter gigi adalah pengendalian rasa sakit pada pasien. Sedangkan pada tahap perawatan pemeliharaan, berkenaan langsung dengan penyingkiran agen penyebab, pencegahan terhadap destruksi jaringan lebih lanjut, dan mempercepat penyembuhan. Pada bab ini akan dibahas mengenai prinsip perawatan periodontal pada eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis.

2.1.1

Hubungan dengan penyakit periodontal

2.1.1.1 Eritema gingiva linear Prinsip terapi yang diberikan terhadap eritema gingiva linear sama dengan yang dianjurkan pada gingivitis margin. Daerah subgingival diirigasi dengan klorheksidin atau povidone iodine 10%. Pasien diinstruksikan untuk berhati-hati dalam melaksanakan prosedur oral hygiene. Evaluasi dapat dilakukan kembali dua sampai tiga minggu setelah perawatan inisial. Apabila pasien patuh terhadap prosedur perawatan di rumah tetapi lesi tetap persisten, kemungkinan adanya infeksi Candida harus dipertimbangkan.

Gambar 2.1 Eritema Linear Gingiva

Eritema gingiva linear yang tidak memberikan respon terhadap terapi konvesional disebabkan invasi Candida pada jaringan gingiva, maka pada keadaan ini pemberian antijamur juga bermanfaat untuk mengurangi inflamasi. Untuk mencegah pertumbuhan Candida yang berlebihan, biasanya digunakan antijamur

topikal seperti clostrimazole troches atau nystatin vaginal tablet, dan flukonazol sistemik bila terdapat immunosuppression yang parah. Penting diingat bahwa eritema gingiva linear dapat menjadi refraktori terhadap perawatan. Oleh karena itu, pasien harus terus dimonitor terhadap perkembangan kondisi periodontal yang lebih parah seperti gingivitis

ulseratif nekrosis, periodontitis ulseratif nekrosis atau stomatitis nekrosis. Pasien harus menjalani terapi pemeliharaan dengan interval kunjungan berkala dua hingga tigabulan dan apabila diperlukan dapat dilakukan perawatan ulang.

2.1.1.2 Gingivitis Ulseratif Nekrosis Perawatan gingivitis ulseratif nekrosis pada pasien HIV positif dilakukan perawatan lokal berupa pembersihan dan debridemen pada daerah yang terlibat dengan bulatan kapas (cotton pellet) yang direndam dengan peroksida setelah dilakukan aplikasi anastesi topikal.

Gambar 2.2 Gingivitis Ulceratif Nekrosis

Pasien harus berkunjung setiap hari pada minggu pertama dan setiap kali kunjungan dapat dilakukan debridemen pada daerah yang terlibat serta diintruksikan prosedur kontrol plak secara bertahap. Prosedur kontrol plak sebaiknya diajarkan secara cermat dan dimulai secepat mungkin untuk daerah yang sensitif. Setelah terjadi penyembuhan inisial, dapat dilakukan prosedur penskeleran dan penyerutan akar pada pasien. Pasien harus menghentikan penggunaan tembakau dan alkohol. Antimikroba diberikan sebagai obat kumur seperti klorheksidin glukonat 0.12%. Antibiotika sistemik seperti metronidazol atau amoksisilin dapat diresepkan untuk pasien dengan kerusakan jaringan peridonsium tingkat sedang sampai dengan parah, yang disertai gejala limfadenopati lokalisir maupun sistemik atau keduanya. Penggunaan antijamur sebagai propilaksis dapat dipertimbangkan jika ada pemberian antibiotika. Jaringan periodonsium dievalusi kembali setelah satu bulan masa penyembuhan gejala akut untuk memeriksa hasil akhir perawatan dan menentukan terapi lanjutan yang diperlukan.

2.1.1.3 Periodontitis Ulseratif Nekrosis Perawatan periodontitis ulseratif nekrosis mencakup debridemen lokal, penskeleran dan penyerutan akar, irigasi dengan menggunakan antimikroba yang efektif seperti klorheksidin glukonat atau povidon iodin (Betadine) serta pengendalian oral hygiene, termasuk pemakaian antimikroba untuk obat kumur atau irigasi dirumah. Irigasi povidin iodin disarankan dilakukan selama proses debridemen karena memiliki efek anastesi dan antiseptik.

Gambar 2.3 Necrotizing Ulcerative Periodontitis

Pada dasarnya klorheksidin sebagai obat kumur sangat dianjurkan sebagai terapi yang efektif untuk mengurangi gejala akut darieritema gingiva linear dan periodontitis ulseratif nekrosis serta mencegah lesi kambuh kembali. Pada periodontitis ulserasi nekrosis yang parah, terapi antibiotik sangat diperlukan tetapi harus diberikan secara hati-hati kepada pasien HIV untuk mencegah terjadi infeksi oportunistik yang berpotensi serius, seperti kandidiasis lokal atau candidal septicemia. Pemberian antibiotika seperti metronidazol 250 mg dikombinasikan dengan amoksisilin klafulanat potassium 250 mg tiga kali sehari selama lima hingga tujuh hari, dapat menjadi perawatan yang efektif untuk periodontitis ulseratif nekrosis. Antibiotika klindamisin,amoksisilin, sistemik dan seperti amoksisilin metronidazol, klafulanat tetrasiklin, dapat

potassium,

dikombinasikan dengan debridemen pada jaringan nekrosis. Penggunaan antibiotika sistemik dapatmeningkatkan resiko perkembangan Candida pada pasien, sehingga perlu diberikan bersama-sama dengan penggunaan antijamur.

2.2

Infeksi Endocarditis Infeksi endokarditis merupakan infeksi yang meliputi katup atau

endothelial dari jantung, hal ini terjadi jika bakteri masuk kedalam pembuluh darah dan menyerang jaringan di jantung yang abnormal, dan orang yang mempunyai defek pada jantung lebih mungkin terjadi infeksi endokarditis (Shafer,1974 ; Taubert,1998). Terdapat 1000 kasus terkait dental prosedur dengan timbulnya infeksi endokarditis, hal tersebut terjadi pada pencabutan gigi dan pro scaling. Secara epidemiologi dari tahun 1930 sampai 1996 infeksi endokarditis terjadi antara 0,7 s.d. 6,8 dibanding 100000 orang setahun, 50 % dari semua kasus infeksi endokarditis tidak terkait dengan dental prosedur, dan sekitar 8 % terkait dengan penyakit periodontal tanpa prosedur dentis, resiko akibat prosedur dentis sekitar 1/3000 5000 kejadian . Kejadian bakterimia awal menyebabkan terjadinya penebalan katup jantung yang rentan terhadap kolonisasi dari bakteri, dan bakterimia yang berkelnjutan berakibat pada kerusakn katup yang dapat bersifat fulminan (Shafer,1974 ; Taubert,1998). Gejala endokarditis terjadi dalam beberapa minggu transmisi. Kadangkadang menyebabkan endokarditis merah, bintik-bintik lembut di bawah kulit jarijari. Ini dikenal sebagai node Osler itu. Dalam kebanyakan kasus, endokarditis berkembang perlahan-lahan. Gejala cenderung muncul secara bertahap, biasanya selama beberapa minggu atau bulan. Bintik serupa dapat muncul di bagian putih mata Anda atau di dalam mulut Anda. Orang dengan kondisi ini mungkin perlu minum antibiotik pencegahan sebelum prosedur medis atau gigi tertentu untuk mencegah endokarditis. Pria dua kali lebih mungkin akan terpengaruh oleh endokarditis dibanding perempuan. Endokarditis dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi lebih umum pada orang berusia 50 tahun ke atas. Tingkat keparahan gejala akan tergantung pada bagaimana berbahaya bakteri atau jamur yang menyebabkan infeksi.

2.2.1 Terapi Pengobatan dini dapat membantu untuk menghindari komplikasi. Selama terapi periodontal, antibiotik dosis tinggi diberikan melalui rute intravena untuk memaksimalkan difusi molekul antibiotik ke dalam vegetasi dari darah mengisi bilik jantung. Hal ini diperlukan karena tidak katup jantung maupun vegetasi patuh terhadap mereka yang dipasok oleh pembuluh darah. Antibiotik dilanjutkan untuk waktu yang lama, biasanya dua sampai enam minggu. Endokarditis jamur memerlukan spesifik anti-jamur perawatan, seperti amfoterisin B. Organisme yang paling umum bertanggung jawab atas sebagian dari endokarditis infektif streptokokus viridans, yang sangat sensitif terhadap penisilin (Anonim,2011).

2.3

Khemoterapi Khemoterapi sebagai suatu perawatan kanker dengan menggunakan obat-

obatan tidak terlepas dari efek samping. Obat anti kanker dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehat, seperti sumsum tulang, epitel saluran pencernaan, sel kulit dan folikel rambut, sistem reproduksi dan sistem syaraf. Manifestasi di rongga mulut merupakan suatu komplikasi dari berbagai efek samping yang terjadi, karena komplikasi oral dapat terjadi secara langsung sebagai efek dari obat anti kanker dan dapat juga tejadi sebagai akibat dari kerusakan jaringan tubuh yang lain. Oleh karena itu kornplikasi oral tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalkan dengan tindakan pra perawatan oral. Keparahan komplikasi oral yang terjadi tergantung pada dosis dan jangka waktu pemberian obat serta kondisi rongga mulut pasien ketika akan menjalani khemoterapi (Lynch et al., 1994). 2.3.1 Terapi dan Perawatan Terapi dengan mengurangi dosis obat apabila sakitnya menjadi parah dan nutrisi serta cairan tidak cukup. Pemberian anastesi lokal untuk mengurangi rasa gejala, sedangkan tindakan kebersihan ronggga mulut, termasuk bahan-bahan antimikrobial seperi khlorhexidin penting untuk mencegah infeksi sekunder, nekosis jarigan lunak dan nekrosis tulang. Konsultasi dan komunikasi terbuka

10

antara dokter umum dan dokter gigi dapat membantu mengurangi komplikasi dan meningkatkan kenyamanan mulut (Langlais & Miller, 2000). 2.4 Leukemia Penyakit leukemia merupakan neoplasia ganas dari prekursor sel darah putih yang disebabkan oeh difusi penempatan ulang dari sumsum tulang dengan proliferasi sel leukemia, jumlah yang abnormal, dan bentuk sel darah putih yang belum dewasa di dalam sirkulasi darah, dan infiltrasi secara luas pada hati, limpa, nodus limfe dan bagian tubuh lain. Menurut turunan sel darah putih, leukemia diklasifikasikan sebagai limfositik atau mielositik, sebuah sub kelompok dari leukemia mielositik adalah leukemia monositik. Berdasarkan evolusi, leukemia dapat bersifat akut (dimana dapat berakibat fatal secara cepat), sub akut, atau kronik. Pada leukemia akut selsel blast primitif dilepaskan kedalam sirkulasi perifer, pada leukemia kronik selsel abnormal cenderung untuk lebih matang dengan karakteristik morfologi serta fungsi yang normal saat dilepaskan dalam sirkulasi. 2.4.1 Jaringan Periodontal pada pasien Leukemia Manifestasi periodontal dari leukemia terdiri infiltrasi leukemia, perdarahan, ulser di mulut dan infeksi. Ekspresi dari tanda-tanda tersebut adalah biasa pada akut dan bentuk subakut dari leukemia dari pada bentuk kronik. Manifestasi oral dan periodontal leukemia terdiri dari infiltrasi leukemia, perdarahan, ulserasi oral, dan infeksi. Ekspresi dari tanda-tanda ini lebih sering terjadi dalam bentuk akut dan subakut leukemia dibandingkan dalam bentuk kronis. Sel-sel leukemia dapat menyusup pada gingiva dan kurang sering tulang alveolar. Infiltrasi gingiva sering mengakibatkan pembesaran gingiva leukemia. Sebuah studi dari 1.076 pasien dewasa dengan leukemia menunjukkan bahwa 3,6% dari pasien dengan gigi memiliki lesi proliferatif leukemia gingiva, dengan insiden tertinggi pada pasien dengan leukemia akut monocytic (66,7%), diikuti oleh akut leukemia myelocytic-monocytic ( 18,7%) dan akut leukemia myelocytic (3,7%). Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa leukemia monocytic adalah
penyakit yang sangat jarang. Pembesaran gingiva leukemia tidak ditemukan pada

pasien edentulous atau pada pasien dengan leukemia kronis. Pembesaran gingiva

11

leukemia terdiri dari infiltrasi dasar gingiva oleh sel leukemia sehingga menambah ketebalan gingiva dan menciptakan sulkus gingiva dimana plak bakteri terakumulasi, memulai lesi inflamasi sekunder yang memberikan kontribusi untuk pembesaran gingiva. Secara klinis, gingiva awalnya muncul merah kebiruan dan sianosis, dengan pembulatan dan ketegangan dari margin gingiva, maka peningkatan ukuran, paling sering pada papilla interdental dan sebagian menutupi mahkota gigi. Infeksi (bakteri) gingiva pada pasien leukemia dapat hasil dari infeksi bakteri eksogen atau infeksi bakteri yang ada (misalnya penyakit, gingiva atau periodontal). Akut gingivitis dan lesi ulseratif nekrosis menyerupai radang gusi lebih sering dan parah dalam kasus-kasus leukemia akut terminal.

2.4.2 Perawatan dan Terapi Manajemen yang diberikan merupakan Causatif dan Suportif, dikarenakan untuk menghilangkan secara permanen manifestasi oral yaitu dengan

memperbaiki keadaan umum terlebih dahulu. Pencabutan atau ekstraksi gigi tidak dianjurkan atau dihindari karena ditakutkan terjadi resiko infeksi berat, perdarahan, dan anemia. Bila terpaksa dilakukan ekstraksi, dapat dibantu dengan transfusi darah dan pemberian antibiotik. Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan dokter gigi terhadap penderita leukemia (Anonim,2011): a. DHE (Dental Health Education) Memberitahukan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan mulutnya agar tidak menjadi fokal infeksi yang berhubungan dengan penyakit yang diderita. Seperti pemilihan sikat gigi dan cara menyikat gigi yang benar, waktu dan frekuensi menyikat gigi yang tepat, serta penggunaan sikat lidah b. Pemberian obat kumur Penggunaan obat kumur dengan kandungan chlorhexidine 0,2%, dapat mengendalikan infeksi pada pembengkakan gingiva c. Terapi antibiotik spesifik Terapi ini diperlukan untuk ulserasi yang terjadi pada mukosa.

12

2.5

Hiperthyroid Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar thyroid yang terlalu aktif

memproduksi sejumlah hormon thyroid secara berlebihan yang beredar di dalam darah.

2.5.1

Pengaruh Hormon tiroid terhadap jaringan periodontal Kelenjar tiroid yang terlalu aktif kadang-kadang dikaitkan dengan

penyakit gusi lanjut. Mereka dengan hipertiroidisme memiliki pertumbuhan gigi dan erupsi lebih cepat daripada orang normal. Hypertyriod menyebabkan seseorang lebih mudah untuk terserang penyakit periodontal, tulang mulut dan wajah lebih porus. Mudah terjadi penurunan akibat karies Penyakit periodontal Terjadi pembesaran jaringan glandula thyroid (struma ovarii- di bagian lateral posterior lidah) Percepatan erupsi gigi Gejala mulut serasa terbakar

Hipertiroidisme dapat mengakibatkan terjadinya bone loss. Pada usia muda, proses pembentukan tulang masih tinggi sehingga masih cukup untuk mengimbangi efek resorpsi tulang. Jika penyakit ini diobati lebih awal, maka perubahan masa tulang yang terjadi akan lebih kecil. Pada penderita hipertiroidisme akan terjadi pelepasan kalsium dari tulang, sehingga akan terjadi peningkatan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia). Keadaan ini

menyebabkan penurunan hormon paratiroid (PTH). Kadar PTH yang rendah ini dapat mengganggu konversi vitamin D dalam tubuh (vitamin D dipengaruhu PTH yang cukup). Berkurangnya absorbsi vitamin D dalam usus dapat menyebabkan peningkatan ekskresi kalsium melalui urin. Sehingga hali ini dapat menyebabkan terjadinya pengeroposan tulang. 2.5.2 Perawatan dan terapi Pengendalian Penyakit thyroid didefinisikan oleh panjang perawatan, tindak lanjut medis, hormon thyroid dan tanpa gejala. Berikut ini adalah

13

rekomendasi untuk perawatan gigi bagi para pasien yang memiliki penyakit thyroid dikenal dan pada obat. Kesehatan mulut dibutuhkan dengan manifestasi oral terhadap tirotoksitisis, suspensi karies, penyakit periodontal, ekstraglandula jaringan tiroid, maxilla atau mandibula osteoporosis, erupsi, dan rasa terbakar pada mulut. Di pasien dengan usia 70 tahun, hipertiroid meperlihatkan anoreksia, atrial fibrilasi dan gagal jantung. Untuk pasien muda, manifetasi awal hipertiroid adalah pnyakit graves, dan wanita dengan toksis nodula. Perkembangan koneksijaringan seperti Sjogrens sindrom dan lupus sistemik eritematous tetapi juga seharusnya evaluasi pasien dengan riwayat penyakit Graves. Berhati-hati dengan riwayat penyakit dan kondisi fisik terakhir dapat diindikasikan untuk kesehtan mulut dengan keseimbangan hormon tiroid. Pasien hipertiroid untuk penyakit cardiovaskular dari efek homon ionotropic dan kronotropik. Hal ini penting untuk dokter gigi dengn pasien yg memiliki riwayat penyakit cardias.

2.6

Hemofilia Hemofilia adalah adalah kelainan perdarahan yang disebabkan adanya

kekurangan salah satu faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada lakilaki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia. hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu (Riri dkk, 2008): a) Hemofilia A

b) Hemofilia B

2.5.1

Terapi dan Perawatan Periodontal pada Hemofilia Pasien hemofilia dapat mengalami perdarahan pada gusi walaupun trauma

yang minimal, perdarahan ini umumnya sukar untuk dihentikan. Pengobatan penderita hemofilia berupa Recombinant Factor VIII yang diberikan kepada pasien hemofili berupa suntikan maupun tranfusi. Pemberian transfusi rutin

14

berupa kriopresipitat-AHF untuk penderita hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia meninggal dunia pada usia kanak-kanak atau balita (Riri dkk,2008). Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi, minimal setengah tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah misalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Carranza FA. 2006. Clinical Periodontology. 10th Saunders Company, pp 292-296.

ed

. Philadelphia:VB

2. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral pathology, chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974. 3. Taubert KA, Dajani AS. Preventing bacterial endocarditis: american heart association guidelines. American Familiy Physician 1998;57(3). 4. Anonim. 2011. Informasi Lengkap Endokarditis Dengan Pengobatan dan Pencegahan. Avaiable from : http://id.hicow.com. Accesed January 30, 2012 5. Lynch JC, Hoover JE, Strick PL. 1994. Input to the primate frontal eye field from the substantia nigra, superior colliculus, and dentate nucleus demonstrated by transneuronal transport. Exp Brain Res 100:181186. 6. Robert P. Langlais, Craig S. Miller. 2000. Color Atlas of Common Oral Disease. 7. Anonim. 2011. Leukemia. Avaiable from :

http://asnuldentist.blogspot.com/. Accesed January 31, 2012 8. Riri J, Mohan S, Erdaliza, Dini A, Febry F, Laila A, Marissa L. 2008. Gigi dan Mulut (tutorial). Riau: Faculty of Medicine University of Riau

16

Вам также может понравиться