Вы находитесь на странице: 1из 46

65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbsnkan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan 2011 yang berjumlah 31 Perusahaan. Setelah dilakukan purposive sampling maka diperoleh sampel yang memenuhi karakteristik yang disyaratkan dalam penelitian ini sebanyak 20 perusahaan. Berikut ini disajikan profil singkat dari perusahaan perbankan yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
a. PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk.

PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk. berkedudukan di Jakarta Selatan, semula didirikan dengan nama PT. Inter-Pacific Financial Corporation berdasarkan Akta Nomor 12 tanggal 7 September 1973, dibuat dihadapan Bagijo, S.H., pengganti dari Eliza Pondaag, S.H., Notaris di Jakarta, dengan ruang lingkup usaha sebagai lembaga keuangan bukan bank, dan Akta tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor Y.A.5/2/12 tanggal 3 Januari 1975, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 6 tanggal 21 Januari 1975 Tambahan Nomor 47.Pa da tanggal 10 Juli 1990, PT Inter-Pacific Financial Corporation mencatatkan sahamnya pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

65

66

Namun pada tanggal 9 April 1999, PT. Bank Inter-Pacific Tbk mengajukan permohonan pembatalan pencatatan (delisting) saham di Bursa Efek Surabaya, dan pada tanggal 19 April 1999, Bursa Efek Surabaya memberikan persetujuan atas permohonan pembatalan pencatatan tersebut. Pada tanggal 14 April 2005, PT Bank Inter-Pacific Tbk telah menandatangani Akta Penggabungan Nomor 17, dibuat dihadapan Imas Fatimah, S.H., Notaris di Jakarta, dimana PT. Bank Artha Graha menggabungkan diri kedalam PT Bank Inter-Pacific Tbk. Penggabungan tersebut telah mendapat izin dari Bank Indonesia Nomor 7/32/KEP.GBI/2005 tanggal 15 Juni 2005, dan berlaku efektif pada tanggal 11 Juli 2005. Berdasarkan Akta Nomor 27 tanggal 12 Juli 2005, dibuat dihadapan Imas Fatimah, S.H., Notaris di Jakarta, dan telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 7/49/KEP.GBI/2005 tanggal 16 Agustus 2005, PT. Bank Inter-Pacific Tbk berganti nama menjadi PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk. Perubahan tersebut telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 101 tanggal 19 Desember 2006 Tambahan Nomor 13128. PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk. Berkomitmen untuk menjadi lembaga keuangan yang terkemuka dan selalu menghasilkan yang terbaik dengan memberikan layanan prima untuk mewujudkan kepedulian terhadap kemanusiaan, sosial dan budaya.
b. PT Bank Bumi Arta Tbk.

Bank Bumi Arta didirikan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1967 dengan nama Bank Bumi Arta Indonesia. Pada tanggal 18 September 1976 Menteri Keuangan

67

Republik

Indonesia

memberikan

izin

kepada

Bank

Bumi

Arta

untuk

menggabungkan usahanya dengan Bank Duta Nusantara. Penggabungan usaha bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan dan memperluas jaringan operasional bank. Delapan kantor cabang Bank Duta Nusantara di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Magelang menjadi kantor cabang Bank Bumi Arta. Kantor cabang Yogyakarta dan Magelang kemudian dipindahkan ke Medan dan Bandar Lampung hingga saat ini. Selanjutnya seiring dengan Kebijaksanaan Pemerintah melalui Paket Oktober (PAKTO) 1988 dimana perbankan diberikan peluang yang lebih besar untuk mengembangkan usahanya, dan berkat persiapan yang cukup lama dan terarah dari pengelola bank, maka pada tanggal 20 Agustus 1991 dengan persetujuan dari Bank Indonesia, Bank Bumi Arta ditingkatkan statusnya menjadi Bank Devisa. Sejak tanggal 14 September 1992 dengan izin Menteri Kehakiman Rl nama Bank Bumi Arta Indonesia diganti menjadi Bank Bumi Arta. Penggantian nama ini dilakukan untuk memudahkan pengenalan masyarakat terhadap Bank Bumi Arta. Kemudian untuk memperkuat struktur permodalan dan operasional bank serta untuk lebih profesional dan transparan pada tanggal1 Juni 2006 Bank Bumi Arta melaksanakan IPO (Initial Public Offerin) dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. c. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bukopin Tbk didirikan pada tanggal 10 Juli 1970 sebagai bank yang fokus pada segmen Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK). Selain segmen Perbankan UMKMK, yang sejak tahun 2008 telah dipilah menjadi segmen Perbankan Mikro dan segmen Perbankan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK), Bank Bukopin juga melayani segmen Perbankan Konsumer dan

68

segmen Perbankan Komersial. Hingga akhir tahun 2011, Bank Bukopin memiliki jaringan pelayanan yang terdiri dari 36 Kantor Cabang, 106 Kantor Cabang Pembantu, 92 Kantor Fungsional, 134 Kantor Kas dan 51 Payment Point di 22 propinsi Indonesia. Bank Bukopin juga memiliki 347 ATM Bukopin, selain terhubung dengan lebih dari 30.000 ATM pada jaringan nasional dan lebih dari 500.000 ATM pada jaringan Plus serta Visa Internasional di seluruh dunia. Pemegang Kartu Bukopin dapat menarik tunai hampir di seluruh ATM bank apapun di Indonesia, termasuk semua ATM pada jaringan ATM Plus, ATM Bersama dan ATM BCA Prima. Melalui struktur permodalan yang terus diperkokoh sejalan dengan

perkembangan usahanya, penanganan pengendalian risiko dan pengawasan intern yang terus ditingkatkan, pengembangan produk dan jasa perbankan yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan sumber daya manusia secara berkesinambungan, serta peningkatan mutu pelayanan sehingga memenuhi harapan nasabah, Bank Bukopin siap meraih pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.
d. PT Bank CIMB Niaga Tbk.

CIMB Niaga berdiri pada 26 September 1955 dengan nama PT Bank Niaga. Di tahun 1987, CIMB Niaga menjadi bank lokal pertama yang menawarkan layanan perbankan melalui mesin ATM di Indonesia. Pencapaian ini dikenal luas sebagai masuknya Indonesia ke dalam dunia perbankan modern. Kepemimpinan dan inovasi CIMB Niaga dalam penerapan teknologi terkini semakin dikenal di tahun 1991 dengan menjadi bank pertama yang memberikan layanan perbankan online.

69

CIMB Niaga memperoleh izin usaha sebagai bank umum, bank devisa dan bank yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip Syariah masing-masing pada 11 November 1955, 22 November 1974, dan 16 November 2004. Pada 29 November 1989, CIMB Niaga menjadi perusahaan terbuka dengan dicatatkannya saham CIMB Niaga pada Bursa Efek Indonesia (dahulu PT Bursa Efek Jakarta dan PT Bursa Efek Surabaya). Sebagai akibat krisis keuangan Asia di tahun 1998, Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) selama beberapa waktu menjadi pemegang saham mayoritas CIMB Niaga. Pada bulan November 2002, CIMB Group Holdings Berhad / CIMB Group (dahulu Commerce AssetHolding Berhad) mengakuisisi saham mayoritas CIMB Niaga dari BPPN. Di bulan Agustus 2007 seluruh kepemilikan saham dialihkan ke CIMB Group dalam rangka konsolidasi seluruh anak perusahaan CIMB Group dengan platform universal banking. Nama Bank Niaga berubah menjadi CIMB Niaga pada bulan Mei 2008. LippoBank bergabung ke dalam CIMB Niaga pada tanggal 1 November 2008 setelah diterimanya persetujuan dari BI dan surat Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia. Hal ini diikuti dengan pengenalan logo baru CIMB Niaga. Merger ini merupakan sebuah lompatan besar di sektor perbankan Asia Tenggara, dan menjadikan CIMB Niaga bank terbesar ke-5 di Indonesia dalam hal aset, kredit, dana nasabah dan jumlah jaringan cabang. CIMB Niaga kini menawarkan ragam produk dan layanan perbankan yang komprehensif dengan menggabungkan kekuatan di bidang perbankan ritel, UKM, komersial dan korporasi serta layanan pembayaran. CIMB Niaga memiliki anak perusahaan di bidang pembiayaan kendaraan bermotor, yaitu PT CIMB Niaga Auto

70

Finance (CNAF) dan PT KITA Finance (KITAF). Pada bulan Agustus 2011, diluncurkan pembiayaan kendaraan roda dua dengan brand Motor Laju di bawah naungan CNAF. CIMB Niaga juga memiliki bisnis pembiayaan mikro dengan brand Mikro Laju. e. PT Bank Central Asia Tbk. Industrie Semarang Knitting Factory berdiri sebagai cikal bakal Bank Central Asia (BCA). BCA mulai beroperasi pada 21 Februari 1957 dan berkantor pusat di Jakarta. BCA memperkuat jaringan layanan cabang. Tahun 1977 BCA berkembang menjadi Bank Devisa. Sejalan dengan deregulasi sektor perbankan di Indonesia, BCA mengembangkan jaringan kantor cabang secara luas. BCA mengembangkan berbagai produk dan layanan maupun penerapan teknologi informasi, seperti menerapkan online system untuk jaringan kantor cabang, dan meluncurkan Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA. BCA mengembangkan alternative jaringan layanan melalui ATM BCA (Anjungan Tunai Mandiri atau Automated Teller Machine) yang berkembang secara pesat. Pada tahun 199, BCA mulai menempatkan 50 unit ATM di berbagai tempat di Jakarta. Pengembangan jaringan dan fitur ATM dilakukan secara intensif. BCA menjalin kerja sama dengan institusi terkemuka, antara lain PT Telkom untuk pembayaran tagihan telepon melalui ATM BCA. BCA juga bekerja sama dengan Citibank agar nasabah BCA pemegang kartu kredit Citibank dapat melakukan pembayaran tagihan melalui ATM BCA. Indonesia mengalami krisis moneter. BCA mengalami rush. Pada tahun 1998 BCA menjadi Bank Taken Over (BTO) dan disertakan dalam

71

program rekapitalisasi dan restrukturisasi yang dilaksanakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Proses rekapitalisasi BCA selesai dan sebagian besar kredit yang disalurkan BCA dipertukarkan dengan Obligasi Pemerintah. Pemerintah Republik Indonesia melalui BPPN, menguasai 92,8% saham BCA. Pada tahun 2007 BCA menjadi pelopor dalam menawarkan produk kredit kepemilikan rumah dengan suku bunga tetap, yang berhasil meraih respons positif dari pasar. BCA meluncurkan kartu prabayar Flazz Card serta mulai menawarkan layanan Weekend Banking untuk terus membangun keunggulan di bidang perbankan transaksi. Pada tahun 2010 BCA mulai memasuki lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah, pembiayaan sepeda motor, asuransi dan sekuritas. BCA juga memperkuat bisnis perbankan transaksi melalui pengembangan layanan baru melalui Smartphone dan layanan e-Commerce. f. PT Bank Danamon Tbk. Sejarah Danamon dimulai pada tahun 1956 ketika didirikan sebagai Bank Kopra Indonesia. Di tahun 1976 nama tersebut kemudian diubah menjadi PT Bank Danamon Indonesia. Di tahun 1988, Danamon menjadi bank devisa dan setahun kemudian mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta. Sebagai akibat dari krisis keuangan Asia di tahun 1998, pengelolaan Danamon dialihkan di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai BTO (Bank Taken Over). Di tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN, melakukan rekapitalisasi sebesar Rp 32,2 triliun dalam bentuk obligasi pemerintah. Sebagai bagian dari program restrukturisasi, Danamon menjalani proses merger dengan 8 bank-bank BTO (Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank

72

Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim Internasional) dan PT Bank PDFCI. Tahun 2003, Asia Financial Indonesia Pte. Ltd mengakuisisi Danamon, melalui konsorsium Fullerton Financial Holdings, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Temasek Holdings, dan Deutsche Bank AG, sehingga menjadi pemegang saham pengendali. Setelah melakukan evaluasi menyeluruh di bawah manajemen yang baru, visi baru diluncurkan dan strategi baru dikembangkan dengan model bisnis spesifik untuk masing-masing segmen pasar. Sejalan dengan arahnya yang baru, pada tahun 2004 Danamon meluncurkan inisiatif Danamon Simpan Pinjam-nya, yang merupakan bisnis perbankan mikro, serta melakukan diversifikasi ke bidang kredit konsumer melalui akuisisi Adira Finance, salah satu perusahaan pembiayaan otomotif terbesar di Indonesia. Inisiatif tersebut diikuti dengan perluasan usaha Danamon Simpan Pinjam dan Adira Finance, serta akuisisi bisnis kartu American Express di Indonesia di tahun 2006. Pada tahun 2011, Danamon meluncurkan layanan baru, Solusi Emas, produk pembiayaan syariah berbasis emas, yang akan memperkokoh posisi Grup Danamon sebagai salah satu pemain terdepan dalam melayani segmen mass market di Indonesia. Per Desember 2011, Danamon merupakan bank keenam terbesar di Indonesia dalam hal jumlah aset, kelima terbesar dalam jumlah kapitalisasi pasar, dengan lebih dari 2.600 kantor cabang dan pusat pelayanan dengan jangkauan layanan dari provinsi Aceh di ujung utara pulau Sumatera hingga bagian timur dari Papua.
g. PT Bank Ekonomi Raharja Tbk.

73

PT Bank Ekonomi Raharja Tbk didirikan pada tanggal 15 Mei 1989 dengan nama awal PT Bank Mitra Raharja. Pada tahun yang sama di bulan September, namanya diubah menjadi PT Bank Ekonomi Raharja yang kemudian lebih dikenal sebagai Bank Ekonomi. Setelah memperoleh izin dari Menteri Keuangan Republik Indonesia pada tanggal 12 Februari 1990, Bank Ekonomi mulai beroperasi secara komersial sebagai bank umum pada 8 Maret 1990. Dua tahun kemudian, tepatnya 16 September 1992, status Bank Ekonomi berubah menjadi bank devisa. Bank Ekonomi adalah perusahaan publik yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Sejak 22 Mei 2009, Bank Ekonomi menjadi bagian dari grup institusi keuangan internasional, HSBC Holdings Plc., melalui anak perusahaannya, HSBC Asia Pacific Holdings (UK) Limited. Grup HSBC mengambil alih 88,89% saham Bank Ekonomi dan kemudian melalui penawaran tender, kepemilikannya meningkat menjadi 98,96%. Sebagai anggota Grup HSBC, Bank Ekonomi merupakan bagian dari salah satu organisasi jasa keuangan terkuat di dunia. Sampai dengan 31 Desember 2011, Bank Ekonomi memiliki 2.505 karyawan, yang tersebar di 46 kantor cabang utama (termasuk kantor pusat), 38 kantor cabang pembantu, dan 11 kantor kas yang tersebar di seluruh Indonesia. Bank Ekonomi memfokuskan usaha perbankannya pada segmen usaha kecil dan menengah. Untuk ini, Bank Ekonomi menyediakan 107 ATM yang bergabung dalam jaringan Prima dan ALTO. Dengan menggunakan Kartu ATM Bank Ekonomi, para nasabah dapat melakukan transaksi pada lebih dari 21.000 ATM berlogo Prima dan ALTO. h. PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. Cikal bakal PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk atau Bank Saudara adalah sebuah organisasi saudagar Passer Baroe yang diprakarsai oleh H. Basoeni, H.

74

Damiri, dan H. Bajoeri pada tahun 1906. Ketiga saudagar tersebut bersama tujuh saudagar lainnya mendirikan organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi yang bernama Himpoenan Soedara. Tujuan utama dari Himpoenan Soedara adalah untuk menyalurkan usaha jasa keuangan secara simpan-pinjam. Perubahan badan hukum dari perkumpulan menjadi perseroan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 30, tanggal 15 Juni 1974, yang dibuat di hadapan Noezar, S.H., Notaris di Bandung. Akta tersebut disetujui oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/224/3 tertanggal 30 Juni 1975 dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor 132/1975 pada 17 Juli 1975. Akta ini juga telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 69, Tambahan Nomor 448 tertanggal 29 Agustus 1975. Sejak 15 Juni 1974, Perkumpulan Himpoenan Soedara membubarkan diri, kemudian berubah menjadi PT. Bank Tabungan Himpunan Saudara 1906. Pada tahun 1992, Medco Group perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang perminyakan, gas alam, dan kontraktor menyertakan modalnya dan ikut dalam kepengurusan Perseroan. Penyertaan modal dari Medco Group juga ikut disertai dengan perubahan nama Perseroan menjadi PT Bank Himpunan Saudara 1906. Pada Juli 1993, Bank Saudara mulai beroperasi sebagai bank umum atas dasar Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-067/KM.17/1993. Tahun 2006 merupakan awal babak baru bagi Perseroan. Pada tanggal 15 Desember 2006, PT Bank Himpunan Saudara 1906 melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering, serta mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan kode SDRA. Di saat yang bersamaan Perseroan juga

75

mengubah nama panggilannya menjadi Bank Saudara dan memperkenalkan logo Bank Saudara baru. Visi Bank Saudara dalam berbisnis yaitu sebagai pelopor institusi keuangan yang menjadi bank berkinerja baik dan sehat. Dalam upaya mencapai visi tersebut, Bank Saudara memiliki 5 (lima) pilar dalam menjalankan bisnis perbankannya yang tercermin dalam misi Perseroan. Kelima pilar tersebut adalah Menjaga kepercayaan masyarakat, memberikan pelayanan secara personal, peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan, melestarikan usaha perbankan dengan nilainilai tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) yang baik, pelopor jasa keuangan yang berkembang inovatif. Terhitung 31 Desember 2011, Bank Saudara telah memiliki 1 Kantor Pusat, 14 Kantor Cabang, 65 Kantor Cabang Pembantu, 19 Kantor Kas, dan 3 Kas Mobil yang tersebar di Pulau Jawa dan Bali. Pada periode yang sama aset Bank Saudara telah mencapai Rp 5.085 miliar, dengan Dana Pihak Ketiga sebesar Rp 4.087 miliar. Pertumbuhan Laba Perseroan dalam lima tahun terakhir sebesar 74,5%. i. PT Bank QNB Kesawan Tbk. Seiring dengan berjalannya transformasi perusahaan, QNB Kesawan

memantapkan diri menjadi salah satu pelaku industry perbankan nasional yang terpercaya dan selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian. Jejak usaha QNB Kesawan dimulai pada tahun 1913, ketika itu Khoe Tjin Tek dan Owh Chooi Eng mendirikan Nv Chunghwa Shangyeh (The Chinese Trading Company Limited) di Medan. Sebagai pendiri, masing-masing bertindak sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama.

76

Pada tahun 1958 Nv Chunghwa Shangyeh resmi melakukan kegiatan sebagai Bank Umum. Tahun 1962 Bentuk usaha berganti menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Chunghwa Shangyeh. PT Bank Chunghwa Shangyeh berganti nama menjadi PT Bank Kesawan. Kantor Pusat Bank Kesawan direlokasi atau dipindahkan ke Jakarta. Tahun 1995 Bank Kesawan memperoleh persetujuan menjadi pedagang valuta asing. Pada tahun 1996 Mendapatkan izin menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank Persepsi, yaitu Bank yang dapat menerima setoran pajak. Setelah itu Bank Kesawan berhasil masuk dalam kategori A berdasarkan penilaian Bank Indonesia. Pergantian pemegang saham pada PT Darmex Corporation yang merupakan pemegang saham mayoritas Bank Kesawan terjadi pada tahun 2000. Bank Kesawan melaksanakan penawaran umum perdana (initial public offering/ IPO) dengan melepas 78.800.000 lembar saham. Pada tahun 2009 Bank Kesawan melaksanakan rights issue pertama dan tahun 2011 Bank Kesawan melaksanakan rights issue kedua dan nama berubah menjadi QNB Kesawan. j. PT Bank Mayapada Tbk. PT Bank Mayapada Tbk terbentu pada tanggal 10 Januari 1990. Dalam memajukan usahanya, PT Bank Mayapada mempunyai visi yaitu menjadi salah satu bank swasta terkemuka di Indonesia dalam nilai asset, profitabilitas, dan tingkat kesehatan. Sedangka misi PT Bank Mayapada Tbk adalah mempertahankan operasional bank yang sehat dan memberikan nilai tambah maksimum kepada nasabah, karyawan, pemegang saham, dan pemerintah. Bank Mayapada telah melaksanaka dan menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik dan benar berlandaskan sikap kehati-hatian serta manajemen yag sehat.

77

Prinsip good corporate governance (GCG) telah ditanamkan dalam budaya serta perilaku bisnis bank Mayapada, hal ini tercermin pada kewajaran dalam bertransaksi usaha, keterbukaan serta perilaku manajemen dalam menjalaka bisnis perbankan. k. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Mega Tbk, sebagai sebuah bank besar di Indonesia, telah menjalani sejarah panjang dalam proses perkembangan bisnisnya. Perkembangan ini tercermin salah satunya dari perubahan nama, logo, dan kebijakan Perusahaan dari waktu ke waktu, sebagai berikut: a. Tahun 1969 Didirikan pertama kali dengan nama PT Bank Karman, berlokasi di Surabaya.
b. Tahun 1992 PT Bank Karman berganti nama menjadi PT Mega Bank, dan

memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta.


c. Tahun 1996 PARA Group (PT Para Global Investindo dan PT Para Rekan

Investama) mengambil alih PT Mega Bank. d. Tahun 1997 Logo PT Mega Bank mengalami perubahan.
e. Tahun 2000 Nama PT Mega Bank diganti menjadi PT Bank Mega. Pada

tahun yang sama. PT Bank Mega melakukan penawaran saham perdana. Seiring langkah strategis ini, PT Bank Mega mengganti namanya sekali lagi, menjadi PT Bank Mega Tbk. Seiring dengan perubahan namanya menjadi PT Bank Mega Tbk, dan untuk mewujudkan aspirasinya untuk menjadi bank yang dapat bersaing dan sejajar dengan bank-bank terkemuka di kawasan Asia Pasifik, maka asas profesionalisme, keterbukaan, dan kehati-hatian, ditunjang dengan struktur permodalan yang kuat

78

serta produk dan fasilitas perbankan mutakhir, tetap dipegang teguh oleh PT Bank Mega Tbk. Semua ini diupayakan demi tercapainya semboyan Bank Mega, yaitu Mega Tujuan Anda. Selain itu salah satu tonggak komitmen penting bagi segenap elemen Bank Mega adalah ditetapkannya Visi 1.000 untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang signifikan. Karena itulah, internalisasi paradigma transformasi kepada seluruh organisasi dalam Perusahaan menjadi hal mutlak yang harus dijalankan. Paradigma inilah yang menjadi fondasi bagi Bank Mega untuk meraih cita-cita luhurnya dan senantiasa berperan aktif dalam mendorong proses pembangunan nasional. Selain melakukan perubahan mendasar di beberapa bidang, Bank Mega juga akan melanjutkan dan meningkatkan sinerginya bersama sister companies di bawah naungan CT Corporation, milik pengusaha nasional Chairul Tanjung. l. PT Bank Negara Indonesia Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) didirikan pada tahun 1946 oleh Pemerintah Republik Indonesia dan awalnya sempat berfungsi sebagai bank sentral di Indonesia, sebelum akhirnya beroperasi sebagai sebuah bank komersial sejak tahun 1955. Pada tahun 1996, BNI melakukan Penawaran Umum Saham Perdana untuk 25% sahamnya, dan menjadi bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertama yang mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia). Serangkaian aksi korporasi kemudian menyusul, termasuk proses rekapitalisasi oleh Pemerintah, divestasi saham Pemerintah, dan penawaran umum saham terbatas. Pada akhir tahun 2011, Pemerintah Republik Indonesia memegang 60% saham

79

BNI, sementara 40% saham selebihnya dimiliki oleh pemegang saham publik baik individu maupun institusi, domestik dan asing. Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. Kapabilitas BNI untuk menyediakan layanan jasa keuangan secara menyeluruh didukung oleh perusahaan anak di bidang perbankan syariah (Bank BNI Syariah), pembiayaan (BNI Multi Finance), pasar modal (BNI Securities), dan asuransi (BNI Life Insurance). Dengan total aset senilai Rp 299,1 triliun dan lebih dari 23.639 karyawan pada akhir tahun 2011, BNI mengoperasikan jaringan pelayanan yang luas mencakup 1.364 outlet domestik dan 5 cabang luar negeri di New York, London, Tokyo, Hong Kong dan Singapura, 6.227 unit ATM milik sendiri, serta fasilitas Internet banking dan SMS banking yang memberikan kemudahan akses bagi nasabah. m. PT Bank OCBC NISP Tbk. Bank OCBC NISP (sebelumnya dikenal dengan nama Bank NISP) merupakan bank tertua keempat di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 4 April 1941 di Bandung dengan nama NV Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank. Bank OCBC NISP berkembang menjadi Bank yang solid dan handal, terutama melayani segmen Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Bank OCBC NISP resmi menjadi bank komersial pada tahun 1967, bank devisa pada tahun 1990, dan menjadi perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1994. Pada akhir tahun 1990-an, Bank OCBC NISP berhasil melewati krisis keuangan Asia dan jatuhnya sektor perbankan di Indonesia tanpa melalui dukungan pemerintah. Saat itu, Bank OCBC NISP menjadi salah satu bank pertama yang segera melanjutkan penyaluran kreditnya setelah krisis. Karena adanya inisiatif ini,

80

Bank mampu mencatat pertumbuhan yang tinggi. Reputasi Bank OCBC NISP yang baik di industrinya dan pertumbuhannya yang menjanjikan, telah menarik perhatian International Finance Corporation (IFC), bagian dari Grup Bank Dunia, yang kemudian menjadi pemegang saham pada tahun 2001 - 2010 serta OCBC BankSingapura yang kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Bank OCBC NISP melalui serangkaian akuisisi dan penawaran tender sejak tahun 2004. OCBC BankSingapura saat ini memiliki saham di Bank OCBC NISP sebesar 85,1%. Dengan dukungan dari OCBC Bank-Singapura, Bank OCBC NISP telah menetapkan program yang agresif untuk memperkuat infrastruktur, termasuk sumber daya manusia, teknologi informasi dan jaringan kantor. Program ini yang kemudian memicu kepindahan kantor pusat ke OCBC NISP Tower di pusat Jakarta, yang memungkinkan akses lang ung ke pusat bisnis di Indonesia. Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Bank OCBC NISP menggunakan nama baru OCBC NISP sejak akhir tahun 2008, diikuti dengan transformasi besar di seluruh organisasi. Transformasi ini telah dilaksanakan dengan semangat menjadi Your Partner for Life bagi seluruh stakeholder. Di tahun 2011, Bank OCBC NISP genap berusia 70 tahun sekaligus memasuki tonggak sejarah penting, dimana Bank OCBC Indonesia resmi bergabung dengan Bank OCBC NISP. Penggabungan ini merupakan komitmen penuh dari Bank OCBC Singapura sebagai pemegang saham mayoritas, untuk memusatkan dukungannya hanya pada satu bank di Indonesia, yaitu Bank OCBC NISP. Pada akhir Desember 2011, Bank OCBC NISP memiliki 5.888 karyawan yang memiliki motivasi tinggi untuk melayani nasabah di 412 kantor yang meliputi 88 kota di Indonesia.

81

n. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. berkedudukan di Bandung dan berkantor pusat di Jalan Ir. H. Juanda No. 95, Bandung - 40132, Indonesia, didirikan berdasarkan Akta Pendirian No. 47, tanggal 18 Januari 1972, yang dibuat dihadapan Komar Andasasmita, SH, Notaris di Bandung. Bank BNP semula didirikan dengan nama PT. Bank Pasar Karya Parahyangan yang berorientasi bisnis pada usaha retail, kemudian pada bulan Juli 1989 ditingkatkan statusnya menjadi Bank Umum Nasional sekaligus berganti nama menjadi PT. Bank Nusantara Parahyangan dan pada Agustus 1994, Bank BNP mendapat ijin operasional sebagai Bank Devisa. Berdasarkan keputusan RUPSLB tanggal 15 September 2000, Bank BNP mengubah status perusahaan menjadi perusahaan publik (terbuka) dan menawarkan 50.000.000 saham biasa kepada masyarakat dengan harga nominal Rp. 500,- per lembar sahamnya, disertai dengan penerbitan waran sejumlah 20.000.000 lembar yang dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta tanggal 10 Januari 2001, sehingga jumlah saham beredar saat itu menjadi sebanyak 150.000.000 saham dan sebagai akibat adanya exercise waran sebanyak 8.275.000 lembar pada tahun 2004, maka jumlah saham beredar bertambah menjadi 158.275.000 saham. Pada tanggal 17 Desember 2007, kepemilikan mayoritas saham Bank BNP telah beralih kepada ACOM CO., LTD. Japan (ACOM) dan The Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Ltd. (BTMU) melalui akuisisi saham sebanyak 75,41%, dimana ACOM menguasai 55,41% dan BTMU menguasai 20% dari seluruh saham yang telah dikeluarkan, sehingga dengan demikian keduanya menjadi Pemegang Saham Pengendali Bank BNP. Pada bulan Januari Maret 2008 telah dilakukan penawaran tender/ tender offer atas kepemilikan saham Bank BNP oleh ACOM CO.,LTD.

82

berkaitan dengan kegiatan akuisisi, sehingga jumlah kepemilikan saham ACOM CO., LTD. berubah menjadi 55,68%. Pada bulan Oktober 2010 Perseroan melakukan penambahan Modal Disetor melalui Penawaran Umum Terbatas II (PUT 2) sebanyak 99.963.158 lembar saham baru dengan harga penawaran sebesar Rp. 1.000,- per saham, sehingga jumlah saham yang telah dikeluarkan Perseroan seluruhnya berjumlah 416.513.158 lembar dengan nominal Rp. 208.256.579.000,-. Bank BNP hingga akhir tahun 2011 memiliki karyawan berjumlah 1.298 orang dan telah memiliki jumlah jaringan kantor sebanyak 60 buah yang terdiri dari 1 Kantor Pusat, 11 Kantor Cabang, 35 Kantor Cabang Pembantu, 6 Kantor Kas dan 7 Service Point yang tersebar di wilayah Jawa Bali, seperti Bandung, Cimahi, Sukabumi, Bogor, Jakarta, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek, Pamanukan, Kadipaten, Cirebon, Jatibarang, Tasikmalaya, Garut, Semarang, Surabaya, Lamongan dan Bali.

o. PT Bank of India Indonesia Tbk. Bank of India Indonesia adalah sebuah bank devisa yang cukup berkembang di Jakarta. Berdiri sejak 44tahun lalu di Surabaya, yang bermula dengan nama Bank Pasar Swadesi. Pada tahun 1984 kepemilikan Bank diambil alih oleh keluarga Chugani. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun 1989 Bank Swadesi secara resmi beroperasi menjadi Bank Umum dengan nama PT Bank Swadesi dan tahun 1990, Bank Swadesi melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT Bank Perkreditan Rakyat Panti Daya Ekonomi yang berkedudukan di Surakarta. Pada tahun 1994, Bank Swadesi mendapatkanpeningkatan status dart Bank Indonesia yang secara resmi menjadi Bank Devisa. Dalam upaya pengembangan

83

usaha Berta sekaligus mendekatkan dirt pada sentra bisnis national, maka tahun 1995 Kantor Pusat Bank Swadesi dipindahkan dart Surabaya ke Jakarta. Sebagai antisipasi terhadap perkembanganperbankan khususnya dalam aspek permodalan, pada tahun 2002 Bank Swadesi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan tercatat sebagai lembagaperbankan ke-22 yang "go-public". Selanjutnya, Bank Swadesi telah menjalin aliansi strategis dengan Bank of India berupa pengambilalihan saham sebanyak 235.600.000 lembar saham atau 76%dari keseluruhan saham Bank Swadesi di tahun 2007 dan sebagai salah satu komitmen dan Bank of India untuk meningkatkan struktur permodalan, maka pada tanggal 26 Juni 2008 telah diadakan RUPS Luar Biasa yang menyetujui penawaran Terbatas I dalam Rangka memesan efek terlebih dahulu sebanyak 558 juta saham biasa atas nama dengan total nilai nominal Rp. 139,5 milyar. Pada akhir bulan november 2011 Bank Swadesi telah disetujui oleh pihak berwenang engganti nama dan logo menjadi Bank of India Indonesia. Sampai tahun 2011 ini, Bank of India Indonesia memiliki jaringan kerja operasional terdin dan 8 KantorCabang, 5 Kantor Cabang pembantu dan 5 Kantor Kas. p. PT Bank Panin Tbk. PaninBank merupakan salah satu bank komersial utama di Indonesia. Didirikan pada tahun 1971 di Jakarta, PaninBank merupakan hasil merger dari 3 (tiga) bank: Bank Kemakmuran, Bank Industri Djaja Indonesia dan Bank Industri & Dagang Indonesia. Setahun kemudian, pada April 1972, Panin Bank mendapatkan persetujuan menjadi bank devisa. Pada tahun 1982, PaninBank mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia), sehingga merupakan bank pertama yang go public di Indonesia. Dengan struktur

84

permodalannya yang kuat dan rasio kecukupan modal yang tinggi, PaninBank termasuk dalam bank kategori A yang tidak harus direkapitalisasi oleh Pemerintah pasca kriris ekonomi pada tahun 1998. Saat ini, pemegang saham Panin Bank adalah PT Panin Financial (45, 46%), Votraint No. 1103 Pty Ltd (38, 82%), dan publik domestik maupun internasional (15, 72%). PaninBank saat ini memiliki 4 entitas anak, yakni PT Clipan Finance Indonesia Tbk, PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk, PT Bank Panin Syariah, dan PT Verena Multi Finance Tbk. Pada akhir tahun 2011, PaninBank memiliki jaringan usaha lebih dari 440 kantor di berbagai kota besar di Indonesia, lebih dari 700 ATM Panin, tergabung dengan jaringan 30.000 ATM Bersama, 5.000 ATM ALTO, 1, 5 juta ATM Cirrus diseluruh dunia. PaninBank juga menyediakan layanan Internet Banking, Mobile Banking, dan juga Phone Banking dan Call Centre serta Debit Card yang bekerja sama dengan MasterCard, dan Maestro yang dapat diakses secara internasional. Melalui layanan produk yang inovatif, jaringan distribusi nasional dan pengetahuan pasar yang mendalam, PaninBank siap untuk terus memperluas pangsa pasar dan berperan serta dalam meningkatkan fungsi intermediasi keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
q. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI, Bank, atau Perseroan) merupakan bank komersial tertua di Indonesia, berdiri sejak 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah. Sebagai bank tertua, BRI tetap konsisten dalam memberikan pelayanan kepada segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan komitmen ini terus berlanjut pada saat BRI menjadi perusahaan publik pada

85

tahun 2003 hingga sekarang. Pemerintah Republik Indonesia merupakan pemilik mayoritas saham BRI, yaitu sebesar 56,75% dan sisanya sebesar 43,25% dimiliki oleh pemegang saham publik. Dengan dukungan pengalaman dan kemampuan yang matang di dalam memberikan layanan perbankan, terutama pada segmen UMKM, BRI selama 7 tahun berturut-turut mampu mempertahankan prestasinya sebagai bank dengan laba terbesar dan berhasil menduduki peringkat kedua dalam hal aset di antara industri perbankan Indonesia. Keberhasilan ini tidak terlepas dari upaya dan kerja keras segenap insan BRI, yang secara terus menerus berinovasi dan mengembangkan produk dan jasa perbankan yang diberikan bagi semua segmen bisnis. Dengan reputasinya sebagai microbanking yang telah mengakar ditengah masyarakat Indonesia, Bank BRI senantiasa mengembangkan layanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari upaya BRI dalam menyelaraskan bisnisnya dengan perkembangan demografi masyarakat yang merambah ke wilayah perkotaan, yang ditandai dengan munculnya kota-kota sentra ekonomi baru di seluruh wilayah Indonesia. r. PT Bank Tabungan Negara Tbk. Sebagai Bank yang berfokus pada pembiayaan perumahan, Bank BTN berkeinginan untuk membantu masyarakat Indonesia dalam mewujudkan impian mereka untuk memiliki rumah idaman. Keinginan ini ditunjukkan dengan konsistensi selama lebih dari enam dekade, dalam menyediakan beragam produk dan layanan di bidang perumahan, terutama melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), baik KPR Bersubsidi untuk segmen menengah ke bawah maupun KPR Non Subsidi untuk segmen menengah ke atas. Bercita-cita menjadi the world class

86

company dengan tujuan memberikan hasil terbaik kepada para pemangku kepentingan, Bank BTN senantiasa konsisten dalam menekankan fokusnya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan. Saat ini, fokus bisnis Bank BTN

dikonsentrasikan pada tiga sektor, yakni KPR & Perbankan Konsumer, Perumahan & Perbankan Komersial, serta Perbankan Syariah. Setiap bidang menjalankan bisnis lewat pembiayaan, pendanaan, serta jasa yang terkait dengan ruang lingkupnya. s. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. Awalnya, Bank didirikan di Bandung, Jawa Barat, untuk pensiunan militer yang diberi nama Bank Pegawai Pensiunan Militer (Bapemil). Pada tahun 1960, Bank meningkatkan izin dari bank tabungan ke bank komersial dan pada tahun 1986, merubah nama menjadi Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) sampai sekarang. TPG Nusantara S.a.r.l., anak perusahaan dari perusahaan investasi global dari Amerika Serikat, TPG Capital, melakukan akuisisi saham BTPN (71,6%) melalui pembelian saham di Bursa Efek Indonesia. BTPN menjadi bank publik dengan nilai asset sebesar Rp 13,7 triliun. BTPN meluncurkan Bisnis UMK dengan nama btpn | mitra usaha rakyat melalui pembukaan 539 kantor cabang dengan pertumbuhan kredit mencapai Rp 2,3 triliun. BTPN menerbitkan obligasi Rupiah jangka panjangnya yang pertama, dengan peringkat A+ (national scale rating) dengan outlook positif dari Fitch Ratings dan memperoleh fasilitas pinjaman jangka panjang dalam Rupiah dari International Finance Corporation, anak perusahaan World Bank. Nilai aset BTPN tumbuh menjadi Rp 34,5 triliun dibandingkan Rp 13,7 triliun dua tahun sebelumnya. BTPN menjadi bank ke- 10 terbesar dalam hal kapitalisasi pasar di antara bank-bank publik di Indonesia, serta menduduki peringkat ke-5 dalam hal

87

jumlah cabang dan peringkat ke-6 dalam hal jumlah karyawan. BTPN berhasil melaksanakan penerbitan obligasi jangka panjang sebanyak dua kali dengan total nilai Rp 2,4 triliun dan menyelesaikan rights issue sebesar Rp 1,3 triliun di bulan Desember. Pada tahun 2011 BTPN meluncurkan Daya sebagai program sosialnya, yang menjadi bagian integral dari aktivitas bisnisnya, serta telah menyelesaikan uji coba Bisnis Perbankan Komunitas Syariah (Tunas Usaha Rakyat atau TUR) yang akan diluncurkan di tahun 2012. Bisnis Pendanaan memperkenalkan brand Sinaya, yang terhubung dengan inisiatif Daya. Bank telah memperluas jaringan layanan ATMnya dengan jaringan ATM Prima selain jaringan ATM Bersama yang sudah ada. Kini, total jaringan yang terhubung mencapai lebih dari 57.331 ATM di seluruh Indonesia.

t. PT Bank Windu Kentjana International Tbk.

PT Bank Windu Kentjana International Tbk (Bank Windu) merupakan Bank Devisa yang sahamnya telah dicatatkan di Bursa Efek Indonesia, dengan perubahan anggaran dasar perseroan terakhir berdasarkan akte No.168 tanggal 28 Juni 2011 yang telah memperoleh pengesahan melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.AHU-.AH.01.10-26005 Tahun 2011 tertanggal 10 Agustus 2011. Hingga Desember 2011, Bank Windu telah memiliki jaringan 73 (tujuh puluh tiga) kantor yang tersebar di seluruh kota Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, Bogor, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Sukabumi, Yogyakarta, Palembang, Pekanbaru, Pontianak, Batam, Lampung, Tanjung Pinang Kepulauan Riau dan Denpasar.

88

Sebagai lembaga yang bergerak pada sektor jasa keuangan, Bank Windu berkomitmen untuk melayani para nasabah, baik dalam rangka penghimpunan dana maupun penyaluran dana, serta melayani berbagai jasa perbankan, terutama mendukung sektor usaha kecil menengah. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Windu selalu menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian (prudential banking) dan senantiasa berupayamenerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Latar belakang Bank Windu merupakan bank hasil penggabungan (merger) antara PT Bank Multicor Tbk dan PT Bank Windu Kentjana. Dalam penggabungan tersebut, pihak yang menggabungkan diri adalah PT Bank Windu Kentjana sedangkan pihak yang menerima penggabungan adalah PT Bank Multicor Tbk, dengan demikian dalam proses penggabungan tersebut PT Bank Multicor Tbk bertindak sebagai surviving bank. Latar belakang dari penggabungan usaha ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing bank yang ada sehingga dapat menciptakan sinergi yang baru, baik dalam penggunaan modal, jaringan usaha yang lebih luas maupun sumber daya manusia. Penggabungan tersebut secara legal dituangkan dalam Akta Merger No.171 tanggal 28 November 2007 dan disetujui Gubernur Bank Indonesia

No.9/67/KEP/GBI/2007 tanggal 18 Desember 2007. Seluruh Anggaran Dasar Bank diubah sesuai Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan nama Bank diubah menjadi PT Bank Windu Kentjana International, Tbk, sebagaimana tertuang dalam Akta No.172 tanggal 28 November 2007, mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.AHU- 982.AH.01.02 tanggal 8 Januari 2008, dengan demikian tanggal 8 Januari 2008 merupakan tanggal efektif legal

89

merger, yang sekaligus digunakan sebagai hari kelahiran PT Bank Windu Kentjana International Tbk. 2. Deskripsi Variabel Penelitian a. Jumlah Kredit yang Diberikan Dalam penelitian ini untuk variabel jumlah kredit yang diberikan menggunakan indikator NPL (Non Perfoming Loan). NPL setiap perusahaan perbankan berbedabeda menurut tingkat keberhasilan kinerja yang dilakukan perusahaan tersebut. Untuk lebih jelas tentang NPL perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 NPL Bank Umum Tahun 2009-2011 (dalam %) NO PERUSAHAAN PERBANKAN 1 Bank Artha Graha Internasional Tbk 2 Bank Bumi Arta Tbk 3 Bank Bukopin Tbk 4 Bank CIMB Niaga Tbk 5 Bank Central Asia Tbk 6 Bank Danamon Indonesia Tbk 7 Bank Ekonomi Raharja Tbk 8 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 9 Bank Kesawan Tbk 10 Bank Mayapada Internasional Tbk 11 Bank Mega Tbk 12 Bank Negara Indonesia Tbk 13 Bank NISP Tbk 14 Bank Nusantara Parahyangan Tbk 15 Bank of India Indonesia Tbk 16 Bank Pan Indonesia Tbk 17 Bank Rakyat Indonesia Tbk 18 Bank Tabungan Negara Tbk 19 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 20 Bank Windu Kentjana International Tbk RATA-RATA Sumber: www.idx.com 2009 2.83 2.15 2.81 3.06 0.70 4.50 1.11 1.29 5.33 0.96 1.70 4.70 3.12 1.81 1.82 3.16 3.52 3.36 0.50 2.11 2.53 2010 2011 RATA-RATA 2.00 1.85 2.23 2.25 1.07 1.82 3.22 2.88 2.97 2.59 2.64 2.76 0.60 0.50 0.60 3.00 2.50 3.33 0.35 0.74 0.73 1.78 1.65 1.57 1.91 0.82 2.69 3.27 2.51 2.25 0.90 0.98 1.19 4.30 3.60 4.20 1.99 1.26 2.12 0.63 0.88 1.11 3.55 2.98 2.78 4.37 3.56 3.70 2.79 2.32 2.88 3.26 2.75 3.12 1.10 0.70 0.77 2.08 2.18 2.12 2.30 1.92

90

Sejalan dengan ekspektasi akan terus berlanjutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sekalipun di tengah ketidakpastian akibat krisis global, perusahaan perbankan terus mendorong pertumbuhan penyaluran kredit, dan pada saat bersamaan akan lebih intensif mengupayakan penurunan tingkat kredit bermasalah (NPL). Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara, perekonomian Indonesia di tahun 2011, tumbuh 6,5% lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan tahun 2010 yang tercatat sebesar 6,1%. Salah satu yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah penyaluran kredit kepada masyarakat sebagai mitra dalam memajukan kegiatan usaha. Ditinjau dari kualitas pinjaman, terjadi perbaikan kualitas pinjaman yang tercermin dari membaiknya rasio Non Performing Loan (NPL), yaitu dari 2,53% pada tahun 2009 membaik menjadi 2,30% pada tahun 2010 serta terus mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 1,92%. Dengan terus membaiknya rasio NPL tentunya akan mendorong nilai laba perusahaan perbankan di indonesia. Oleh karena itu, kinerja bank harus ditingkatkan dari tahun ke tahun agar tingkat kredit bermasalah dapat ditekan sekecil mungkin salah satunya dengan memperhatikan prinsip 5C, 7P dan 3R serta menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengambil setiap keputusan.
b. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR adalah rasio untuk mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. LDR membandingkan antara total kredit yang diberikan dengan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun. Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, deposito tidak termasuk giro dan deposito antar bank. Oleh karena itu

91

nilai LDR setiap bank berbeda meskipun cara perhitungannya sama. Hal itu disebabkan oleh kemampuan kinerja perusahaan perbankan dalam memberikan kredit dan menghimpun dana. Pada tabel dibawah ini disajikan nilai LDR dari perusahaan perbankan yang digunakan sebagai sampel penelitian. Tabel 4.2 LDR Bank Umum Tahun 2009-2011 (dalam %) NO PERUSAHAAN PERBANKAN 1 Bank Artha Graha Internasional Tbk 2 Bank Bumi Arta Tbk 3 Bank Bukopin Tbk 4 Bank Central Asia Tbk 5 Bank CIMB Niaga Tbk 6 Bank Danamon Indonesia Tbk 7 Bank Ekonomi Raharja Tbk 8 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 9 Bank Kesawan Tbk 10 Bank Mayapada Internasional Tbk 11 Bank Mega Tbk 12 Bank Negara Indonesia Tbk 13 Bank NISP Tbk 14 Bank Nusantara Parahyangan Tbk 15 Bank of India Indonesia Tbk 16 Bank Pan Indonesia Tbk 17 Bank Rakyat Indonesia Tbk 18 Bank Tabungan Negara Tbk 19 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 20 Bank Windu Kentjana International Tbk RATA-RATA Sumber: www.idx.com 2009 84.04 50.58 75.99 50.30 95.11 88.80 45.54 94.94 66.97 83.77 56.82 64.10 73.26 73.64 82.20 73.31 80.88 101.29 85.00 65.58 74.61 2010 76.13 54.18 71.85 55.20 88.04 93.80 62.44 100.20 71.65 78.38 56.03 70.02 80.00 80.41 87.36 74.22 75.17 108.42 91.00 81.29 77.79 2011 RATA-RATA 82.21 80.79 67.53 57.43 85.01 77.62 61.70 55.73 94.41 92.52 98.30 93.63 70.06 59.35 81.70 92.28 75.48 71.37 82.10 63.75 70.04 87.04 84.92 85.71 80.36 76.20 102.57 85.00 79.30 80.67 81.42 58.87 68.05 80.10 79.66 85.09 75.96 77.42 104.09 87.00 75.39

Kompetisi di sektor pendanaan mengalami peningkatan ketika industri perbankan bersaing untuk mendanai pesatnya pertumbuhan kredit. Hal ini dapat dilihat dari Loan Deposit Ratio (LDR) industri perbankan, yang meningkat menjadi dari 74,61% pada tahun 2009, sebesar 77,79% di tahun 2010 dan terus meningkat menjadi 80,67 di tahun 2011. Peningkatan rasio LDR yang dialami industri

92

perbankan akan meningkatkan persaingan di sektor pendanaan dan sektor kredit, sehingga akan mendorong terjadinya penurunan marjin bunga bersih di masa mendatang. Seiring dengan meningkatnya rasio LDR, perusahaan perbankan harus lebih bijak dalam mengambil keputusan. Peningkatan LDR berarti penyaluran dana ke pinjaman semakin besar sehingga laba akan meningkat. Peningkatan laba tersebut mengakibatkan kinerja bank yang diukur dengan ROA semakin tinggi. Standar LDR yang baik adalah 85% sampai dengan 110%. Oleh karena itu pihak manajemen harus dapat mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk kredit.
c. Capital Adequency Ratio (CAR)

CAR

merupakan rasio untuk melihat permodalan dalam perusahaan yaitu

membandingkan antara modal dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Perhitungan Modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko dilakukan berdasarkan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku. Dibawah ini nilai CAR dari perusahaan perbankan yang digunakan sebagai sampel penelitian. Tabel 4.3 CAR Bank Umum Tahun 2009-2011 (dalam %) NO PERUSAHAAN PERBANKAN 1 Bank Artha Graha Internasional Tbk 2 Bank Bumi Arta Tbk 3 Bank Bukopin Tbk 4 Bank CIMB Niaga Tbk 5 Bank Central Asia Tbk 6 Bank Danamon Indonesia Tbk 7 Bank Ekonomi Raharja Tbk 8 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 9 Bank Kesawan Tbk 10 Bank Mayapada Internasional Tbk 2009 13.77 28.08 14.36 13.88 15.30 20.70 21.75 14.10 12.56 17.05 2010 13.65 24.64 13.02 13.47 13.50 16.00 19.05 23.00 9.92 20.40 2011 RATA-RATA 12.65 13.36 19.96 24.23 14.33 13.90 13.16 13.50 12.70 13.83 17.50 18.07 16.37 19.06 17.36 18.15 46.49 22.99 14.68 17.38

93

11 Bank Mega Tbk 12 Bank Negara Indonesia Tbk 13 Bank NISP Tbk 14 Bank Nusantara Parahyangan Tbk 15 Bank of India Indonesia Tbk 16 Bank Pan Indonesia Tbk 17 Bank Rakyat Indonesia Tbk 18 Bank Tabungan Negara Tbk 19 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 20 Bank Windu Kentjana International Tbk RATA-RATA Sumber: www.idx.com

18.84 13.80 20.45 12.56 32.90 21.53 13.20 21.54 18.50 17.88 18.14

14.78 18.60 17.63 12.76 26.91 16.65 13.76 16.74 23.40 17.90 17.29

11.70 17.60 13.75 13.45 23.29 17.45 14.96 15.03 20.50 12.66 17.28

15.11 16.67 17.28 12.92 27.70 18.54 13.97 17.77 20.80 16.15

Rasio kecukupan modal (KPMM) terjaga pada 17,28% pada tahun 2011, dibandingkan dengan 17,29% pada 2010, pada tahun 2009 sebesar 18,14% dan masih jauh di atas tingkat minimum sebesar 8% yang ditetapkan oleh BI karena seiring dengan banyaknya bank yang menambah modal atau menerbitkan obligasi subordinasi untuk menjaga CAR agar di atas nilai minimum yang ditetapkan BI. Tingkat kekuatan permodalan perbankan Indonesia juga masih terjaga, sebagaimana terukur dari rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu berada pada level 16,05% pada 31 Desember 2011 Penurunan CAR setiap bank berbeda tergantung liabilitas, tingkat resiko dan masalah yang dihadapi oleh masing-masing bank. Namun secara umum penurunan CAR dikarenakan peningkatan penyaluran pinjaman yang diberikan oleh bank dan juga diakibatkan adanya perubahan bobot perhitungan risiko operasional yang semula 10% di tahun 2010 menjadi 15% di tahun 2011 sesuai dengan Surat Edaran BI No. 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009. Sekalipun rasio CAR lebih rendah dari tahun sebelumnya, struktur permodalan bank yang digunakan sebagai sampel tersebut tetap memiliki kapabilitas untuk mengimbangi risiko pasar, risiko kredit dan risiko operasional dimana rasio tersebut jauh lebih tinggi dari rasio kecukupan minimum BI sebesar 8%.

94

d. Profitabilitas Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio untuk mengetahui dan mengukur tingkat laba suatu perusahaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini ROA dijadikan sebagai indikator variabel profitabilitas. Berikut besar nilai ROA masingmasing bank yang digunakan sampel penelitian. Tabel 4.4 ROA Bank Umum Tahun 2009-2011 (dalam %) NO PERUSAHAAN PERBANKAN 2009 0.44 2.00 1.46 2.10 3.40 1.50 2.21 2.41 0.30 0.90 1.77 1.70 1.91 1.02 3.53 1.78 3.73 1.47 3.40 1.00 1.90 2010 2011 0.76 1.47 1.62 2.75 3.50 2.80 1.78 2.78 0.17 1.22 2.45 2.50 1.29 1.50 2.93 1.76 4.64 2.05 4.00 1.11 2.15 0.72 1.92 1.87 2.85 3.50 2.60 1.49 3.00 0.46 2.07 2.29 2.90 1.91 1.53 3.66 2.02 4.93 2.03 4.40 0.96 2.36 RATARATA 0.64 1.80 1.65 2.57 3.47 2.30 1.83 2.73 0.31 1.40 2.17 2.37 1.70 1.35 3.37 1.85 4.43 1.85 3.93 1.02

1 Bank Artha Graha Internasional Tbk 2 Bank Bumi Arta Tbk 3 Bank Bukopin Tbk 4 Bank CIMB Niaga Tbk 5 Bank Central Asia Tbk 6 Bank Danamon Indonesia Tbk 7 Bank Ekonomi Raharja Tbk 8 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 9 Bank Kesawan Tbk 10 Bank Mayapada Internasional Tbk 11 Bank Mega Tbk 12 Bank Negara Indonesia Tbk 13 Bank NISP Tbk 14 Bank Nusantara Parahyangan Tbk 15 Bank of India Indonesia Tbk 16 Bank Pan Indonesia Tbk 17 Bank Rakyat Indonesia Tbk 18 Bank Tabungan Negara Tbk 19 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 20 Bank Windu Kentjana International Tbk RATA-RATA Sumber: www.idx.com

Di tahun 2011, Rasio Laba terhadap Aset meningkat menjadi 2,36% yang sebelumnya dari tahun 2009 sebesar 1,90% dan tahun 2010 sebesar 2,15%, hal ini

95

didorong oleh peningkatan laba sebelum pajak yang signifkan. Peningkatan rasio laba terhadap aset menunjukkan bahwa perusahaan perbankan mampu

meningkatkan profitabilitas asetnya dalam menghasilkan laba. Semakin besar ROA yang diperoleh, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset. ROA yang baik menurut BI adalah berkisar antara 1,5%. 3. Analisis Data
a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menunjukkan jumlah data (N) yang digunakan dalam penelitian ini serta dapat menunjukkan nilai. penelitian ini dilakukan pengujian terhadap temuan-temuan empiris mengenai pengaruh rasio keuangan yang diproksi kedalam rasio capital adequacy ratio (CAR), non performing loan (NPL), loan to deposit ratio (LDR), sebagai variabel independen terhadap return on assets (ROA) sebagai variabel dependen.

Tabel 4.5 Descriptive Statistics


N ROA NPL LDR CAR Valid N (listwise) 60 60 60 60 60 Minimum .17 .35 45.54 9.92 Maximum 4.93 5.33 108.42 46.49 Mean 2.1370 2.2475 77.6883 17.5687 Std. Deviation 1.08710 1.19665 13.84141 5.84888

Sumber: Output SPSS 16 Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.1 tersebut nampak bahwa dari 20 bank umum, variabel ROA mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 2,1370%,

96

besarnya ROA sesuai dengan aturan BI yaitu ROA yang baik harus diatas 1,5%. Rata-rata NPL sebesar 2,2475%, besarnya NPL sesuai dengan aturan BI yaitu NPL yang baik harus dibawah 5%. Rata-rata LDR sebesar 77,6883%, besarnya LDR menunjukkan nilai yang kurang bagus karena tidak sesuai dengan aturan BI yaitu LDR yang baik besarnya antara 80% sampai dengan 110%. Rata-rata CAR sebesar 17,5687%, besarnya CAR sesuai dengan aturan BI yaitu CAR minimal 8%. b. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal. Cara mendeteksi normalitas dilakukan dengan cara yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram dan grafik Normal P-Plot yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Gambar 4.1 Grafik Histogram Data Bank Umum

97

Sumber: Output SPSS 16 Dengan melihat tampilan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang menengah dan berbentuk simetris tidak menceng kekiri maupun kekanan, sehingga persebarannya normal.

Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot

98

Sumber: Output SPSS 16 Berdasarkan tampilan grafik Normal P-Plot diatas, dapat disimpulkan bahwa pola grafik normal terlihat dari titik-titik yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Berdasarkan grafik histogram dan grafik normal plot, menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai dalam penelitian ini karena memenuhi asumsi normalitas. Uji statistik yang dapat dilakukan dalam uji normalitas adalah Uji Kolmogorov Smirnov. Secara multivarians pengujian normalitas data dilakukan terhadap nilai residualnya. Data yang berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi diatas 0,05 (Ghozali, 2006). Hasil pengujian normalitas pada pengujian terhadap 60 data terlihat dalam tabel 4.2 berikut : Tabel 4.6

99

Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ROA N Normal Parameters
a

NPL 60 60 2.2475

LDR 60 77.6883

CAR 60 17.5687 5.84888 .163 .144 -.163 1.259 .084

Mean Std. Deviation

2.1370 1.08710 .114 .114 -.061 .880 .421

1.19665 1.38414E1 .096 .096 -.056 .742 .641 .066 .051 -.066 .514 .954

Most Extreme Differences

Absolute Positive Negative

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.

Sumber: Output SPSS 16 Berdasarkan pada tabel 4.2 di atas, data terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Kolmogorov Smirnov untuk ROA, NPL, LDR, CAR masing-masing sebesar 0,880; 0,742; 0,514, dan 1,259. Selain itu nilai signifikan (2-tailed) untuk semua variable lebih besar dari dari 0,05. Hal ini berarti data residualnya terdistribusi secara normal, karena nilai signifikansinya lebih dari 0,05. 2) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan kepengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi linear berganda adalah dengan melihat grafik scatterplot

100

antara nilai prediksi variabel terikat yaitu SRESID dengan residual error yaitu ZPRED. Jika tidak ada pola tertentu dan titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Grafik scatterplot ditunjukkan pada grafik berikut : Gambar 4.3 Grafik scatterplot

Sumber: Output SPSS 16 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa data tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Data tersebar baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi yang digunakan.
3) Uji Multikolinieritas

Uji ini bertujuan untuk meguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

101

korelasi antar variabel independen. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0.10 atau VIF > 10. Berdasarkan hasil penelitian pada output SPSS, maka besarnya VIF dan tolerance dari masing-masing variabel independen dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 (Const ant) NPL LDR CAR .994 .999 .994 1.006 1.001 1.006 Tolerance VIF

Sumber: Output SPSS 16 Berdasarkan Tabel 4.3 nilai Tolerance dan VIF terlihat bahwa tidak ada nilai Tolerance di bawah 0.10 dan nilai VIF tidak ada di atas 10 hal ini berarti ketiga variabel independen tersebut tidak terdapat hubungan korelasi antar variable bebas dan berdasarka table di atas dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi yang digunakan. 4) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan

102

periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi dinamakan ada problem autokorelasi. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi, sebagai berikut: a) Bila nilai Durbin Watson (DW) dibawah -2, berarti ada autokorelasi b) Bila nilai DW diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, c) Bila nilai DW di atas +2, berarti autokorelasi negatif. Table 4.8 Hasil Uji Autokorelasi Durbin-Watson
Model Summaryb Adjusted R Model 1 R .235a R Square .055 Square .005 Std. Error of the Estimate 1.08455 Durbin-Watson 2.184

a. Predictors: (Constant), CAR, LDR, NPL b. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 16 Dari tabbel 4.4 tersebut, mengenai uji Durbin-Watson, menunjukkan bahwa nilai durbin Watson sebesar 2,184 atau 2. Karena nilai DW masih diantara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi. Diperlukan uji lain untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi yaitu dengan Run Test. Run Test adalah bagian dari statistik non-parametrik yang dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi, maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak sistematis. (Imam Ghozali, 2005). Tabel 4.9

103

Run Test ROA


Runs Test
Unstandardized Residual Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median -.07751 30 30 60 35 1.042 .298

Sumber: Output SPSS 16 Berdasarkan tabel run test, diketahui probabilitas sebesar 0.298

menunjukkan signifikan pada 0.05 yang berarti data residual random (acak). Dari hasil tersebut dapat dusimpulkan bahwa data ROA tidak mengalami autokorelasi. c. Uji Hipotesis
1) Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independennya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Table 4.10 Hasil Perhitungan Koefisiean Determinasi
Model Summaryb

104

Adjusted R Model 1 R .235a R Square .055 Square .005

Std. Error of the Estimate 1.08455

a. Predictors: (Constant), CAR, LDR, NPL b. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 16 Berdasarkan tabel 4.6 di atas tampak bahwa dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,055 atau 5,5 %. Hal ini juga berarti 5,5 % variasi perubahan laba yang bisa dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel bebas yaitu perubahan NPL, LDR dan CAR, sedangkan sisanya sebesar 94,5 % dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar ketiga variabel bebas tersebut.
2) Uji F Statistik

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya yakni NPL, LDR, CAR terhadap ROA seperti ditunjukkan pada tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji F


ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 3.856 65.870 69.726 df 3 56 59 Mean Square 1.285 1.176 F 1.093 Sig. .360a

a. Predictors: (Constant), CAR, LDR, NPL b. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 16

105

Berdasarkan hasil uji F pada table 4.7 didapat nilai F hitung sebesar 1,093 dengan nilai signifikan 0,360. Karena nilai signifikan lebih kecil dari 0,05, maka NPL, LDR, dan CAR secara bersama-sama tidak mempengaruhi ROA secara signifikan. 3) Uji t Statistik Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan apakah variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel dependennya. Berdasar output SPSS secara parsial pengaruh dari kelima variabel independen yaitu Non Performing Loan (NPL), Loan Deposit Ratio (LDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return on Assets (ROA) ditunjukkan pada tabel 4.8 sebagai berikut : Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Uji t
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) NPL LDR CAR a. Dependent Variable: ROA B 1.165 -.122 .015 .007 Std. Error .970 .118 .010 .024 -.134 .185 .036 Coefficients Beta t 1.201 -1.032 1.424 .276 Sig. .235 .306 .160 .783

Sumber: Output SPSS 16 Dari tabel di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diinterpretasikan sebagai berikut : a)
Hasil Uji Pengaruh NPL (X1) terhadap ROA (Y)

106

Dari tabel 4.9 hasil pengujian parsial (uji t) antara NPL terhadap profitabilitas (ROA) menunjukkan nilai t hitung sebesar -1,032 dan dengan nilai signifikansi sebesar 0,306 yang berada diatas 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh variabel NPL secara parsial terhadap ROA. Berdasarkan persamaan regresi juga terlihat bahwa koefisien untuk variabel ini bernilai negatif (-0,122), sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel NPL terhadap ROA adalah negatif. Kondisi ini mengandung arti bahwa semakin tinggi nilai NPL perusahaan maka mengakibatkan semakin rendah ROA perusahaan tersebut. b)
Hasil Uji Pengaruh LDR (X2) terhadap ROA (Y)

Dari tabel 4.9 hasil pengujian parsial (uji t) antara LDR terhadap profitabilitas (ROA) menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,424 dengan nilai signifikan sebesar 0,160. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka hipotesis ditolak berarti tidak ada pengaruh secara parsial antara variabel LDR dengan variabel ROA. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan LDR terhadap ROA. Berdasarkan persamaan regresi juga terlihat bahwa koefisien untuk variabel ini bernilai positif (0,015), sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel LDR terhadap ROA adalah positif. Kondisi ini mengandung arti bahwa semakin tinggi nilai LDR perusahaan maka mengakibatkan semakin tinggi pula nilai ROA perusahaan tersebut. c) Hasil Uji Pengaruh CAR (X3) terhadap ROA (Y) Dari tabel 4.9 hasil pengujian parsial (uji t) antara CAR terhadap profitabilitas (ROA) menunjukkan t hitung sebesar sebesar 0,276 dengan nilai

107

signifikan sebesar 0,783 yang berada diatas 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh CAR secara parsial terhadap profitabilitas (ROA). Sedangkan berdasarkan persamaan regresi terlihat bahwa koefisien untuk variabel ini bernilai positif (0,007), sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel CAR terhadap ROA adalah positif. Kondisi ini mengandung arti bahwa semakin tinggi nilai CAR perusahaan maka mengakibatkan semakin tinggi ROA perusahaan tersebut.
d. Uji Regresi Linear Berganda

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel variabel bebas (independent) yaitu NPL, LDR, CAR terhadap variabel terikat (dependent) yaitu ROA (Y). Besarnya pengaruh variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama dapat dihitung melalui suatu persamaan regresi berganda. Berdasarkan perhitungan melalui komputer dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil regresi sebagaimana tabel 4.8. Berdasarkan tabel 4.8 dapat dirumuskan persamaan regresi linear berganda seperti di bawah ini: ROA = 1,165 - 0,122 NPL + 0,015 LDR + 0,007 CAR + e Dari persamaan regresi di atas maka dapat kita interpretasikan beberapa hal antara lain sebagai berikut :
1) Nilai konstanta persamaan di atas adalah sebesar 1,165 yang dapat diartikan

bahwa ROA akan bernilai 1,165 satuan jika variabel seperti NPL, LDR, CAR adalah tidak ada atau sama dengan 0.

108

2) Variabel NPL memiliki nilai koefisien regresi yang negatif yaitu sebesar

-0,122. Nilai koefisien yang negatif ini menunjukkan bahwa pengaruh NPL terhadap jumlah ROA adalah negatif. Hal ini menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai NPL sebanyak satu satuan maka akan menurunkan nilai ROA sebesar 0,122 dengan asumsi variabel independen yang lain dianggap konstan.
3) Variabel LDR memiliki nilai koefisien regresi yang positif yaitu sebesar

0,015. Nilai koefisien yang positif menunjukkan bahwa CAR terhadap jumlah ROA berpengaruh positif. Hal ini menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai CAR sebanyak satu satuan maka akan menyebabkan kenaikan nilai ROA sebesar 0,015 dengan asumsi variabel independen yang lain dianggap konstan.
4) Variabel CAR memiliki nilai koefisien regresi yang positif yaitu sebesar

0,007. Nilai koefisien yang positif menunjukkan bahwa CAR terhadap jumlah ROA berpengaruh positif. Hal ini menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai CAR sebanyak satu satuan maka akan menyebabkan kenaikan nilai ROA sebesar 0,007 dengan asumsi variabel independen yang lain dianggap konstan. B. PEMBAHASAN
1. Berdasarkan hasil uji F diketahui bahwa profitabilitas bank tidak dapat

dipengaruhi signifikan secara bersama-sama oleh variabel-variabel NPL, LDR, dan CAR dengan nilai 1,093 dengan nilai signfikansi 0,360. Dari nilai R square, didapatkan bahwa 5,5% variabel profitabilitas dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel. Hasil temuan ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad buyung Nusantara (2009) yang menyatakan NPL, CAR,

109

LDR, dan BOPO secara bersama-sama berpengaruh signifkan terhadap profitabilitas bank
2. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel NPL berpengaruh negatif sebesar

-0,122 dan tidak signifikan terhadap ROA dengan nilai signifikasi 0,306 yang berada diatas 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian kredit bank tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap besar kecilnya profitabilitas bank tetapi mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap profitabilitas (ROA). Jika pengembalian kredit berjalan dengan lancar yang tersisa dari NPL rendah maka laba atau profit yang direncanakan akan terpenuhi dan laba akan meningkat. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan H1 ditolak. Hasil temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani Prastiyaningtyas (2010) yang menyatakan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap ROA.
3. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel LDR berpengaruh positif

terhadap ROA sebesar 0,015 dan tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA) bank dengan nilai signifikasi 0,160 yang berada diatas 0,05. Sehingga hipotesis bahwa rasio LDR berpengaruh signifikan terhadap ROA bank tidak dapat diterima. Artinya dalam penelitian ini semakin tinggi LDR suatu bank tidak menjadi tolak ukur keberhasilan manajemen bank untuk memperoleh keuntungan tinggi. LDR yang tinggi tidak berpengaruh terhadap ROA, hal ini dapat dikarenakan besarnya pemberian kredit tidak didukung dengan kualitas kredit. Kualitas kredit yang buruk akan meningkatkan risiko terutama bila pemberian kredit dilakukan dengan tidak menggunakan prinsip kehati-hatian dan ekspansi dalam pemberian kredit yang kurang terkendali sehingga bank

110

akan menanggung risiko yang lebih besar pula. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan H2 ditolak. Hasil temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ponttie Prasnanugraha P (2007) yang menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROA.
4. Hasil uji regresi menunjukkan adanya pengaruh positif dan tidak signifikan

CAR terhadap ROA dengan nilai 0,007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka profitabilitas yang diperoleh bank akan semakin besar. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka semakin tinggi kemampuan profitabilitas bank dalam menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya sehingga kinerja bank juga akan meningkat. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan H3 ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ponttie Prasnanugraha P (2007) yang menunjukkan hasil tidak adanya pengaruh signifikan CAR terhadap ROA.

Вам также может понравиться

  • Abs Trak
    Abs Trak
    Документ2 страницы
    Abs Trak
    Ghaluh D. Utama
    Оценок пока нет
  • Pedoman Rasio Keuangan BI
    Pedoman Rasio Keuangan BI
    Документ3 страницы
    Pedoman Rasio Keuangan BI
    julita08
    100% (1)
  • Bab V
    Bab V
    Документ4 страницы
    Bab V
    Ghaluh D. Utama
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ2 страницы
    Daftar Pustaka
    Ghaluh D. Utama
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ40 страниц
    Bab Ii
    Ghaluh D. Utama
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ9 страниц
    Bab I
    Ghaluh D. Utama
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ12 страниц
    Bab Iii
    Ghaluh D. Utama
    Оценок пока нет