Вы находитесь на странице: 1из 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan
1.5 Pengertian, Kedudukan, Tujuan dan Sasaran, Fungsi dan Manfaat MASTERPLAN
TRANSPORTASI
1.5.1 Pengertian Masterplan Transportasi
1.5.2 Kedudukan Masterplan Transportasi
1.5.3 Tujuan dan Sasaran Masterplan Transportasi
1.5.4 Fungsi dan Manfaat Masterplan Transportasi
1.6 Ruang Lingkup
1.6.1 Ruang Lingkup Materi
1.6.2 Ruang Lingkup Wilayah
1.6.3 Ruang Lingkup Waktu
1.7 Kerangka Pemikiran
1.8 Dasar Hukum
1.9 Sistematika Pembahasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Transportasi
2.2 Perencanaan Transportasi dan Tataguna Lahan
2.3 Model Perencanaan Transportasi
2.3.1 Model Bangkitan Pergerakan
2.3.2 Model Sebaran Pergerakan
2.3.3 Model Pemilihan Moda
2.3.4 Model Pemilihan Rute
2.4 Sarana Angkutan dan Prasarana Transportasi
2.4.1 Sarana Angkutan
2.4.2 Prasarana Transportasi
2.5 Manajemen dan Rekayasa Transportasi
2.5.1 Karakteristik Arus Lalu Lintas
2.5.2 Karakteristik Kendaraan
2.5.3 Kapasitas Jaringan
2.5.4 Desain dan Pengendalian Persimpangan
2.6 Transportasi Lingkungan dan Sosial
2.6.1 Jenis Dampak Terhadap Lingkungan
2.6.2 Internalisasi factor Lingkungan
2.6.3 Hubungan Timbal Balik Antara Pola Gunalahan, Pergerakan, dan Lingkungan
2.7 Kinerja Finansial Angkutan Umum
2.8 Teori Kependudukan
2.9 Standart Kebutuhan Sarana dan Prasarana Transportasi
2.10 Penataan Bangunan Kecamatan Ajibarang
2.11 RDTRK Kecamatan Ajibarang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode
3.2 Bahan atau Materi Pemilihan
3.3 Variabel Penelitian
3.4 Pemilihan Lokasi dan Sampel
3.5 Alat Penelitian
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Survey Primer
3.6.2 Survey Sekunder
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Deskriptif
A Analisis Kondisi Eksisting
B Analisis Kependudukan
C Analisis Bangkitan Tarikan
D Analisis Kelembagaan
3.7.2 Analisis Evaluatif
Analisis evaluati merupakan analisis yang bertujuan untuk memberikan penilaian secara
langsung setelah membandingkan data-data yang diperoleh dengan standart ataupun pedoman
yang ada. Analisis evaluatif dalam laporan ini meliputi, analisis potensi wilayah dan tata ruang,
analisis proyeksi penduduk, analisis sebaran pergerakanm analisis pemilihan moda, analisis
pemilihan rute, analisis kinerja jalan serta analisis pembiayaan.
A. Analisis Potensi Wilayah dan Tata Ruang
Analisis Potensi Wilayah mencakup rona fisik dan dan rona sosial ekonomi. Rona fisik
wilayah mencakup lokasi wilayah baik relative maupun absolut termasuk didalamnya luasan
wilayah , bentuk lahan, kondisi topografi, kondisi lereng, kondisi tanah, kondisi iklim ,
kondisi hidrologi, kondisi geologi, penggunaan lahan, dan kondisi fisik lainnya.
Analisis potensi suatu wilayah perlu dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan,
seperti :
- Adanya kenyataan dilapangan bahwa adanya lahan yang ada dipermukaan bumi
mempunyai potensi dan masalah yang berbeda-beda.
- Adanya kenyataan di lapangan bahwa kondisi potensi wilayah suatu daerah dibatasi
oleh potensi fisik yang secara alami.
- Adanya kebijakan otonomi daerah yang telah di gulirkan oleh pemerintah, maka perlu
bagi suatu daerah mengetahui potensi wilayahnya masing-masing.
Selain rona fisik wilayah, dalam analisis potensi wilayah juga harus melakukan
analisis tentang kondisi sosial ekonomi wilayah.
B. Analisis Kependudukan
Analisis kependudukan dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi
perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi
sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal
ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat pelayanan
dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas minimum). Selain itu
analisis kependudukan terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah
perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan kendala serta potensi
sumber daya manusia untuk keberlanjutan pengembangan, interaksi, dan integrasi dengan
daerah di luar kawasan perencanaan. Analisis kependudukan dilakukan dengan
mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan daya dukung dan daya tampung
dalam jangka waktu rencana.
1) Tujuan, sebagai subjek pembangunan dalam mengukur hunian yang layak huni,
kebutuhan pelayanan fasilitas lingkungan, dan klasifikasi lingkungan.
2) Komponen analisa:
a) Pertumbuhan dan perkembangan penduduk;
b) Analisis sosial budaya; agama, pendidikan, adat istiadat dan cara hidup.
Berikut merupakan metode perhitungan yang dapat digunakan dalam proyeksi penduduk di
suatu wilayah.
1. Model Pertumbuhan Linear
Model pertumbuhan linear menggambarkan tingkat pertumbuhan populasi yang terus
menerus meningkat dan pada akhirnya akan menjadi konstan. Model pertumbuhan ini
merupakan karakteristik dari fakta kenaikan maupun penurunan penduduk yang
sama(stabil) setiap tahunnya (ataupun bulan dan sebagainya). Apabila jumlahnya sama
dengan parameter a, tingkat populasi P1, P2, . . . ,Pn pada tahun ke 1, 2, . . . ,n berturut-
turut sama, maka dapat ditulis dengan rumus :
P
n
= Po + a.n
Dimana : Po = tingkat populasi dasar
A = pertumbuhan per satuan waktu
n = periode waktu (bulan, tahun, semester, dan lain sebagainya)

2. Model Pertumbuhan Eksponensial
Model pertumbuhan eksponensial adalah pertumbuhan penduduk yang berlangsung
secara terus menerus (continous), dimana tingkat populasi berubah (per satuan
waktu).Berbeda dengan model linear yang bersifat konstan terhadap tingkat populasi yang
ada. Hal ini menunjukkan populasi terbesar dan pertumbuhan tercepat yang secara
matematik dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
%
0
0 1
0 0 1
|
|
.
|

\
|

= =
P
P P
r P r P P

Apabila menggunakan logaritma, dapat ditulis dengan rumus :
( ) ( ) r Log n LogP LogP P r P
o n
n
n
+ + = + = 1 1
0

Dimana: r = faktor proporsional tingkat pertumbuhan
a. Model Eksponensial yang Dimodifikasi
Model pertumbuhan eksponensial yang dimodifikasi ini adalah sisa pertumbuhan
populasi, dengan perbedaan antara tingkat populasi akhirnya dengan tingkat populasi
eksisting yang sedikit konstan dengan dibandingkan dengan periode waktu yang
sebelumnya. Dengan rumus sebagi berikut
Rumus :
P
a
-P
n
= v (Pa- P
n-1
)
P
n
= P
a
v
n
(P
a
P
0
)
Dimana :
Pa = batas ambang
v = konstanta lebih kecil dari 1
Sehingga akan diperoleh jumlah penduduk diperoleh dari batas ambang penduduk pecahan
yang menurun secara ekponensial dari pertumbuhan secara keseluruhan.
b. Model Eksponensial Ganda
Model eksponensial ganda bergantung pada asumsi angka pertumbuhan populasi
yang proporsional dengan tingkat populasi tetapi pada akhirnya faktor proporsional
tersebut akan menjadi konstan dengan adanya kenaikan eksponensial dalam kurun waktu
tertentu sehingga secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut.
t
b
a t
a P P =

Dan jika diubah dalam bentuk logaritma, maka rumusnya sebagai berikut :
Logb t
a
Log Log
P
P
Log Log
t
a
+
|
.
|

\
|
=
|
|
.
|

\
|

1

Sifat umum model eksponensial ganda dalam menterjemahkan parameter a dan b
|
.
|

\
|
=
|
|
.
|

\
|
=
a
Log Log
P
P
Log Log t
a
1
0
0

a
a
P
P
a
a P
P
0
0
1
=
|
.
|

\
|
=
|
|
.
|

\
|

Dimana :
= a rasio antara penduduk tahun dasar dengan penduduk tahun ambang
= b tingkat berubahnya unit ukuran baru jumlah penduduk
|
|
.
|

\
|

t
a
P
P
Log Log
terhadap waktu t
Karena adanya asumsi pertumbuhan penduduk yang menghendaki :
1
0
< =
t
P
P
a
maka 1 < b
Keterangan :
t b
b b
a a a
t t
1
= =

Loga t b LogP LOgP a P P
a t
t
b
a t
+ = =
1
1

Bentuk umum seperti kurva S
Pertumbuhan penduduk akan menurun apabila jumlah dan kepadatan penduduk
mendekati maksimum (ambang batas)
Maka jika :
1 < b , maka
a
b akan tak terhingga besarnya dan
a
P akan tak terhingga pula.
1 > b , maka
a
b
akan = 0 dan
0
0
a P P
a
=
sehingga terlihat adanya batas
ambang (Log-nya negatif dan garisnya melandai kebawah)
c. Model Eksponensial Logistik
Asumsi dasar model eksponensial logistik adalah tingkat pertumbuhan relative
terhadap jumlahnya akan konstan atau tetap.
n
P = banyaknya penduduk pada tahun ke-n
b
0
P = banyaknya penduduk pada tahun ke-0 atau tahun dasar
n = jangka waktu (bulan, kwartal, tahun, dan sebagainya)
Jika diasumsikan bahwa tingkat pertambahan tersebut adalah fungsi dari jumlah
penduduk yang menurun secara linear atau t b a
p

Maka diperoleh model logistik :
a
b
e
a
b
P
P
at
t
+
|
.
|

\
|

=

0
1
1

Batas ambang =
b
a

Apabila
=0 b
maka kita kembali ke model eksponensial. Secara praktis,
parameter
a
dan
b
dapat ditentukan dengan memplot rasio :
n
n n
P
P P
Log
+1

Jika diplot-kan, plot akan linear dengan intercept dan slope
a



d. Regresi Linear
Secara matematik dapat ditulus dengan rumus :
P
n
= Po + a.n
Kelemahan yang terdapat pada regresi ini ialah menggunakan hubungan yang terjadi
masa lampau yang kemudian dipergunakan untuk memprediksikan masa depan serta laju
perkembangan dianggap tetap dimana untuk jangka pendek hal ini dapat benar, tetapi
untuk penggunaan perkiraan jangka panjang model ini kurang akurat.
e. Regresi Eksponensial
Model pertumbuhan penduduk yang palin optimal adalah regresi eksponensial
dengan asumsi bahwa perkembangan penduduk dianggap akan berganda dengan
sendirinya.

( )
0
1 P r P
n
n
+ =

Namun, kekurangan dari model regresi eksponensial ini ialah hasil rata-rata
persentase peningkatan jumlah penduduk berdasarkan data masa lampau dan regresi ini
juga tidak memperhitungkan adanya kenyataan empiris, yaitu setelah kurun waktu
tertentu (jangka panjang) pertumbuhan penduduk mengalami penurunan.



C. Analisis Sebaran Pergerakan
Metode sebaran pergerakan atau pendistribusian perjalanan ada dua yaitu metode analogi
dan metode sintesis. Di antara kedua metode tersebut, yang cocok digunakan dalam
perencanaan jaringan transportasi jalan perkotaan adalah metoda sintesis yang berupa metoda
Gravity. Metoda ini dapat melakukan pendekatan yang baik antara hasil
perhitungan/pemodelan dengan hasil yang sebenarnya.
Model gravity merupakan bagian dari metode sintesi. Metode sintetis dikembangkan
untuk membantu memperkirakan pola pergerakan masa depan ketika perubahan-perubahan
penting dalam bidang transportasi terjadi. Metode ini merupakan pengembangan dari metode
analogi. Metode sintesis didasarkan dari asumsi sebelum pererakan pada masa mendatang
diramalkan terlebih dahulu harus dipahami alasan terjadinya pergerakan pada masa sekarang
serta asumsi berikutnya adalah alasan itu kemudian dimodelkan dengan menggunakan
analogi hukum alam yang sering terjadi.
Model yang sering disebut sebagai model sintetis dilakukan guna mencari hubungan
antara pelaku perjalanan, dengan pembangkit, penarik dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perjalanan. Dimulai dari asumsi tentang alasan terjadinya pergerakan pada masa sekarang
dan bagaimana hal tersebut dipengaruhi faktor-faktor luar seperti jumlah pergerakan dan
jarak pergerakan. Jika arus barang dan orang yang bergerak pada suatu tata guna lahan
hendak dipelajari, harus dilakukan pemodelan hubungan antara arus dan penyebabnya.
Arus pergerakan dapat dipelajari dengan membuat model yang mengaitkan besar dan
arah arus dengan peubah bebas sebagai ukuran struktur tata guna lahan (Tamin, 2000).
Prinsip yang dapat mendasari metode ini adalah pergerakan dari zona asal ke zona tujuan
berbanding lurus dengan besarnya bangkitan lalulintas di zona asal dan juga tarikan lalulintas
di zona tujuan serta berbanding terbalik dengan jarak antara kedua zona tersebut. Metode
sintetis yang sering digunakan adalah model gravity. Konsep dasar metode ini berasal dari
Hukum Gravitasi Newton. Gaya diasumsikan sebagai pergerakan antar dua daerah. Model
gravitasi (GR) merupakan metode sintesis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan sering
digunakan karena sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Massa
diasumsikan dengan populasi atau bangkitan dan tarikan pergerakan.
Model gravitasi berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan
beberapa parameter zona asal. Model gravitasi merupakan model yang menggunakan metode
alamiah sehingga biaya yang dikeluarkan untuk model ini relatif murah dibandingkan dengan
model yang lain. Model gravitasi diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang
dikembangkan dari anologi hukum gravitasi dengan asumsi distribusi perjalanan antar zona
asal i dan zona tujuan d berbanding terbalik kuadratis terhadap biaya perjalanan (C
id
) atau
diekspesikan dengan fungsi hambatan f (C
id
) antara kedua zona tersebut.


Keterangan:
T
id
= Pergerakan antar zona
O
i
= Pergerakan yang berasal dari zona ke-i
D
d
= Pergerakan yang menuju ke zona ke-d
A
i
,B
d
= Konstanta faktor penyeimbang
f(C
id
) = Fungsi hambatan yang dianggap sebagai ukuran aksesibilitas
Fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model gravitasi (GR) adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi pangkat


2. Fungsi Eksponensial-negatif


3. Fungsi Tanner


Fungsi pangkat digunakan untuk pergerakan antar kota, sedangkan fungsi eksponensial
digunakan untuk pergerakan dalam kota

dimana :
Qi-j = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona tujuan j
Pi = Jumlah produksi perjalanan
Wij = Waktu tempuh perjalanan antara zona i ke zona j
c = Faktor empiris
Aj = Jumlah atraksi perjalanan
As = Total jumlah atraksi perjalanan
Wix = Jumlah waktu tempuh
Sedangkan jarak pada transportasi diasumsikan sebagai aksesibilitas (jarak, waktu dan
biaya). Pergerakan antara zona asal i dan zona tujuan d berbanding lurus dengan O
i
dan D
d
dan berbanding terbalik kuadratis terhadap jarak antara dua zona tersebut. Dalam bentuk
matematis dinyatakan sebagai berikut:
T
id
O
i
. D
d
. f(C
id
)
dimana:
O
i
= bangkitan pergerakan zona i
D
d
= tarikan pergerakan zona d
f(C
id
) = fungsi aksesibilitas (jarak, waktu dan biaya)
Dari persamaan di atas, jika salah satu nilai O
i
dan salah satu nilai D
d
menjadi dua kali,
pergerakan antara kedua zona meningkat menjadi empat kali. Sebenarnya pergerakan
diperkirakan meningkat hanya dua kali. Untuk itu diperlukan persamaan yang membatasi T
id
.
Persamaan pembatas tersebut adalah:
d T
id
= O
i

dan i T
id
= D
d

dimana:
O
i
= total pergerakan yang berasal dari setiap zona i
D
d
= total pergerakan yang menuju ke zona d
Pada hukum Newton, jarak adalah suatu penghambat dalam gaya tarik/tolak. Dalam
transportasi, penghambat yang umum tidak hanya berupa jarak, tetapi aksesibilitas.
Aksesibilitas ini adalah kombinasi dari jarak, waktu dan biaya. Bentuk umum jarak, waktu,
dan biaya disebut fungsi hambatan. Persamaan A
i
dan B
d
didapatkan secara berulang-ulang.
Parameter fungsi hambatan dalam model Gravity tidak selalu diketahui.
Jika hal ini terjadi, perlu dilakukan kalibrasi. Metode untuk kalibrasi ini ada beberapa
macam. Dalam hal ini, digunakan metode penaksiran kuadrat terkecil. Metode ini
mengkalibrasi parameter fungsi hambatan yang tidak diketahui dengan meminimumkan
kuadrat dari selisih antara hasil pemodelan dengan data pengamatan
Untuk analisa distribusi perjalanan metode Gravitasi dapat dilihat di tabel 1 dengan
jumlah perjalanan hasil perhitungan adalah 30 perjalanan / hari dan jumlah perjalanan hasil
perhitungan survey adalah 28 perjalanan / hari. Bila pada analisa distribusi perjalanan
penduduk kota Batu tidak memenuhi, maka dilakukan kalibrasi terhadap analisa tersebut
dengan menggunakan kalibrasi metode gravitasi.
Terdapat empat jenis model gravitasi (GR) yaitu tanpa-batasan (UCGR), dengan-
batasan-bangkitan (PCGR), dengan-batasan-tarikan (ACGR), dan dengan-batasan-bangkitan-
tarikan (PACGR). Model PCGR dan ACGR sering disebut model dengan-satu-batasan
(SCGR), sedangkan model PACGR disebut model dengan-dua-batasan (DCGR).
1. Model UCGR
Model ini sedikitnya mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus
sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini
bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang
sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap
bangkitan pergerakan. Model tersebut dapat dituliskan sebagai

= 1 untuk seluruh i

= 1 untuk seluruh d
Untuk model UCGR, jumlah bangkitan dan tarikan yang dihasilkan tidak harus sama dengan
perkiraan hasil bangkitan pergerakan. Akan tetapi, persyaratan yang diperlukan adalah total
pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat dari
hasil bangkitan pergerakan (T).
2. Model PCGR
Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sama dengan
total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan
yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan.
Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Model persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut

untuk seluruh i

= 1 untuk seluruh d
Total pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat
dari hasil bangkitan pergerakan (T). Total pergerakan yang berasal dari setiap zona asal
harus selalu sama dengan total pergerakan (yang dibangkitkan) yang diperkirakan oleh tahap
bangkitan pergerakan.
3. Model ACGR
Dalam model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan
yang didapat dengan permodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang
diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelaan tidak harus
sama. Model persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut

untuk seluruh i

= 1 untuk seluruh d
4. Model DCGR
Dalam model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang
dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut

untuk seluruh i

untuk seluruh d
Kedua faktor penyeimbang ( A
i
dan B
d
) menjamin bahwa total baris dan kolom dari
matriks hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari matriks hasil
bangkitan pergerakan. Proses pengulangan nilai A
i
dan B
d
dilakukan secara bergantisn.
Hasil akhir akan selalu sama, dari manapun pengulangan dimulai dari baris atau kolom.
D. Analisis Pemilihan Moda
Salah satu cara pemilihan moda adalah dengan model state preference. Menurut Henster
(1994 dalam Alwinda, 2004), stated preference berasal dari ilmu psikologi matematika.
Stated preference merupakan pengembangan dari revealed preference. Perbedaan paling
mendasarnya adalah jawaban pada data revealed preference yang berdasarkan data aktual
yang terjadi, sedangkan jawaban pada data stated preference berdasarkan asumsi yang
diskenariokan akan terjadi (Anggraini, 2009 dalam Alwinda, 2004). Teknik stated preference
secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi atau dalam kajian pasar angkutan untuk
mengukur atau memperkirakan pemilihan moda perjalanan yang belum ada atau melihat
bagaimana reaksi mereka terhadap sesuatu yang baru (Hypothetical Situation). Karena dalam
perancangan fasilitas publik seseorang tidak dapat langsung membangun dan melihat
perubahan perilaku pengguna.
Mannering (1990 dalam Agustin dkk, 2006) menyatakan faktor utama yang berpengaruh
terhadap penentuan keputusan pelaku perjalanan adalah kondisi sosial, ekonomi dan pola
aktifitas pelaku perjalanan. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh pelaku perjalanan sangat
menentukan kuantitas, distribusi moda dan rute serta waktu dari sarana transportasi. Salah
satu metode untuk mendapatkan data tentang keputusan pelaku perjalanan adalah teknik
stated preference.
Stated preference merupakan probabilitas setiap individu memilih suatu pilihan merupakan
fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu
alternative, digunakan konsep utilitas yakni sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap
individu. Alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan
dari tiap individu. Utilitas biasanya didefinsikan sebagai kombinasi linier dari bebrapa
variabel.
Uj = 0+ 1X1+ 2X2+..
Keterangan :
Uj : utilitas pilihan j
X1. Xn : atribut setiap pilihan
0. n : parameter model
Pengaruh yang menggambarkan kontribusi yang dihasilkan oleh suatu alternatif dinyatakan
pengaruh dari karakteristik pilihan atau individu yang tidak dipertimbangkan dalam fungsi
utilitasnya misalnya unsur kenyamanan dan keamanan yag sulit diukur secara kuantitatif.
Pada saat memperkirakan akan diambil suatu alternatif, nilai utiitas harus sangat berbeda dengan
alternative pilihan lain yang dinyatakan dalam bentuk probabilitas yang bernilai 0 dan 1. Untuk
itu, digunakan bentuk transformasi matematis yakni fungsi logit. Jika fungsi tersebut diterapkan
pasa 2 alternatif moda, maka disebut fungsi Logit Binomial seperti.
1=11+2
Keterangan :
P1 : Probabilitas Pemilihan Moda 1
U1 : Utilitas alternative pengguanaan moda 1
U2 : Utilitas alternative pengguanaan moda 2
Metode Stated Preferences merupakan survei yang dilakukan untuk memperkirakan
preferensi pilihan dari potensi pengguna sarana dan prasarana angkutan. Survei ini nantinya
juga akan menghasilkan informasi yang meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan dan besar efeknya terhadap pemilihan tersebut.
Keunggulan dari metode stated preferences adalah :
a. Peneliti dapat mengontrol pilihan yang ditawarkan pada responden, data yang diperoleh
cukup akurat untuk membentuk model yang baik
b. Jika kebijakan sama sekali baru, teknik ini dapat mempresentasikan untuk evaluasi dan
peramalan
c. Responden dihadapkan pada sejumlah situasi, sehingga dihasilkan data yang cukup
lengkap per individu
Contoh Pilihan dalam Metode State Preference
Situasi Perjalanan A Situasi Perjalanan B Mana yang lebih
disukai
Biaya Waktu
Perjalanan
Biaya Waktu
Perjalan
Lebih Suka
A
Lebih
Suka B
Rp 10.000,- 30 menit Rp 10.000 15 menit

Skema Tahapan Stated Preference
Karakteristik dari metode ini adalah :
a. Metode ini meliputi penyajian pada individu (responden) pilihan hipotesis.
b. Pilihan mewakili paket dari item-item yang brebda (atribut) yang biasanya diwakili oleh
produk tertentu atau pelayanan.
c. Pilihan dibuat berdasarkan disain eksperimental, yang memastika bahwa variasi atribut secara
statistik bebas terhadap yang lainnya (independent).
d. Responden menyatakan preferensinya dengan cara :
1) Merangking berdasarkan tingkat kepentingannya
Jika menerapkan teknik ini, perlu diperhatikan jumlah pilihan hal ini bertujuan agar
responden tidak bosan.
2) Merating berdasarkan skala yang menunjukan preferensi.
Responden dapat memberikan skor pada masing-masing pilihan. Rentang skor 1-5. Skor
yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi
3) Pilihan sederhana
Responden hanya memilih alternative yang mereka sukai.
Tahap-Tahap Stated Preference Methode
a. Petakan pendekatan valuasi dengan menentukan
1) Tujuan Pengukuran
2) Populasi yang akan disampel
3) Konstruksi Teoritis
4) Metode valuasi yang cocok
5) Moda respon
6) Ukuran nilai
7) Model statistik
b. Susun survey instrument barang dan rencana sampling
1) Item (barang atau atribut) yang akan dinilai
2) Besaran moneter yang akan digunakan dalam pertanyaan survey
3) Variabel-variabel independen
4) Moda administrasi
5) Detail lain-lain untuk survey
6) Sampel
7) Detail lain-lain untuk sampel
c. Data-data yang akan digunakan
1) jenis kelamin,
2) jenis kendaraan yang digunakan selama menempuh perjalanan,
3) usia,
4) pendidikan terakhir,
5) pekerjaan,
6) maksud / tujuan perjalanan,
7) penghasilan perbulan,
8) frekuensi melakukan perjalanan dan
9) alasan utama dalam memilih jenis moda.
10) untuk mengetahui informasi tentang perjalanan yang dilakukan dengan menggunakan
moda angkutan umum. Atribut yang digunakan adalah waktu perjalanan dan biaya
perjalanan.
d. Pelaksanaan survey
e. Pembersihan dan analisis data
Stated Preference Analisys
Fungsi utilitas adalah sebagai alat ukur daya tarik setiap pilihan yang diberikan pada
responden. Fungsi ini menggambarkan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang
termasuk dalam stated preference. Umumnnya fungsi utilitas berbentuk linier seperti pada
persamaan
Ui =ao+a1x1+...+anxn
Keterangan :
Ui : utilitas pilihan i
ao. a1 : parameter model
x0 x1 : nilai atribut
Tujuan analisis adalah untuk menentukan nilai ao sampai an atau yang disebut sebagai
komponen utilitas. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengestimasi komponen utilitas
adalah:
a. Analisa Logit
Dalam penggunaannya, diperlukan teknik statistik yang lebih canggih dalam menganalisis data.
Pada awalnya metode ini dimaksudkan untuk menganalisa data pilihan diskrit, tetapi bentuk lain
pengukuran preferensi seperti rangking atau rating dapat menggunakannya melalui pendekatan
transformasi yang tepat. Estimasi didasarkan pada prinsip statistic Maximum Likelihood.
b. Pendekatan Regresi
Regresi berganda dapat diterapkan tanpa menggunakan model yang rumit seperti model logit.
Sejumlah asumsi penyederhanaan digunakan untuk menentukan peringkat atau rangking data
yang dianalisis. Tersedia pula perangkat lunak seperti SPSS atau Microsoft Excel yang dapat
membantu menganalisis data melalui pendekatan ini.
c. Monotonic Analysis of Variance (MONANOVA)
Metode ini cocok untuk menganalisis data yang di rangking. Pendekatannya menggunakan
algoritma computer untuk memperkirakan struktur preferensi responden dari pilihan yag
dirangking. Analisis ini memiliki kelemahan yakni kurangnya kesesuaian statistik yang dapat
diandalkan.
Probit Model
Model ini menyatakan kemungkinan para pelaku pergerakan memilih suatu moda 1, bukannya
moda 2. Dalam model probit terdapat persamaan yang digunakan yaitu

distribusi untuk harga atau waktu x
Gk = nilai kemanfaatan moda 1 bagi pelaku pergerakan dari kelompok penduduk k
Kemungkinan, P2 = 1 P1 = 1 -
Rumusan nilai kemanfaatan pada umumnya berbentuk persamaan linier kenisbian dua macam
moda angkutan (derajat layanan, biaya, waktu perjalanan dan kenyamanan) dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut: =+ (12)+
1 = Ciri atau sifat moda 1
2 = Ciri atau sifat moda 2
= Ciri Pribadi Pelaku Perjalanan dari grup k
Koefisien a,bs dan ct dihitung menggunakan hasil pengamatan empiris dengan menggunakan
teknik taksiran maksimum. Selain menggunakan perhitungan dengan persamaan di atas
berdasarkan data yang telah didapatkan dari hasil survei maka lebih mudah menggunakan
SPSS untuk analisis probit sehingga dapat ditemukan hasil yang akurat.

E. Analisis Pemilihan Rute
Pada sistem transportasi dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan dapat terjadi pada
beberapa tingkat. Yang paling sederhana adalah keseimbangan pada sistem jaringan jalan.
Setiap pelaku perjalanan mencoba mencari mencari rute terbaik untuk meminimumkan biaya
perjalanan dan waktu. Hasilnya, mereka mencoba mencari beberapa rute alternatif yang
akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang stabil (kondisi keseimbangan) setelah beberapa
kali mencoba-coba. Proses pengalokasiaan pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute
yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap pelaku
perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya
karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang tersedia. Kondisi ini dikenal dengan
kondisi keseimbangan jaringan jalan (Tamin, Ofyar, 2000). Pada tahap pembebanan rute,
beberapa prinsip digunakan untuk membebankan MAT pada jaringan jalan yang akhirnya
menghasilkan informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan. Informasi utama yang
dibutuhkan oleh model pembebanan rute adalah:
1. MAT yang menyatakan kebutuhan akan pergerakan
2. Ciri jaringan yang berupa ruas serta perilakunya, termasuk kurva kecepatan arus
3. Prinsip atau pola pemilihan rute yang sesuai atau relevan dengan permasalahan
Tujuan pada tahapan pemilihan rute ini adalah mengalokasikan setiap pergerakan anatar
zona kepada berbagai rute yang paling sering digunakan oleh seseorang yang bergerak dari zona
asal ke zona tujuan. Sehingga keluaran pada tahapan ini adalah informasi arus lalulintas pada
setiap ruas jalan termasuk biaya perjalanannya antar zona.
Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan
yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju ke zona
tujuan akan memilih rute yang persis sama, khuusnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan
oleh adanya:
1. Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena
adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai
kondisi lalulintas pada saat itu; dan
2. Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan
kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk
memilih rute tersebut.
Jadi, tujuan penggunaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin arus yang
didapat pada saat survei dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan jalan tersebut.
Sehingga analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu:
1. Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;
2. Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemakai
jalan memilih rute tertentu;
3. Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai rute yang tebaik;
4. Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalulintas di jalan tersebut.
kriteria
Efek stokastik dipertimbangkan ?
Tidak Ya
Efek batasn
kapasitas
dipertimbangkan ?
Tidak All or nothing stokastik murni
keseimbangan
pengguna stokastik
Ya
Keseimbangan
wardrop
Sumber: Ortuzar dan Willumsen, 1994
A. All or Nothing Method
Metode ini mengasumsikan bahwa proporsi pengendara dalam memilih rute yang
diinginkan hanya tergantung pada asumsi pribadi, ciri fisik setiap ruas jalan yang akan
dilaluinya, dan tidak bergantung pada tingkat kemacetan. Model ini merupakan model pemilihan
rute yang paling sederhana, yang mengasumsikan bahwa semua pengendara berusaha
meminimumkan biaya perjalanannya yang tergantung pada karakteristik jaringan jalan dan
asumsi pengendara. Jika semua pengendara memperkirakan biaya ini dengan cara yang sama,
pastilah mereka memilih rute yang sama. Biaya ini dianggap tidak tetap dan tidak dipengaruhi
oleh efek kemacetan.
Metode ini menganggap bahwa semua perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d akan
mengikuti rute tercepat. Dalam kasus tertentu, asumsi ini dianggap cukup realistid, misalnya
untuk daerah pinggiran kota yang jaringan jalannnya tidak begitu rapat dan yang tingkat
kemacetannya tidak begitu berarti. Tetapi, asumsi ini menjadi tidak realistis jika digunakan untuk
daerah perkotaan yang sering macet. Meskipun demikian, metode all-or-nothing masih
merupakan model yang paling sederhana dan efisien sehingga sangat sering digunakan. Dengan
mengetahui rute terbaik antar zona yang setiap pergerakannya dibebankan ke jaringan jalan
melalui rute terbaik, maka total arus untuk setiap ruas jalan bisa dihitung.
Menentukan rute terpendek dengan cara manual tidaklah mudah, apalagi untuk jaringan yang
luas dengan kepadatan moda yang tinggi. Hal ini merupakan tantangan bagi para peneliti untuk
memecahkannnya. Algoritma dari pembebanan tersebut adalah prosedur pembebanan dari MAT
pada rute terbaik yang menghasilkan arus VA,B pada rua antara simpul A dan B.
1. Algoritma
Semua algoritma dimulai dengan tahapan inisialisasi. Pada tahap ini semua VA,B = 0 dan
kemudian digunakan salah satu pendekatan, yaitu pendekatan pasangan demi pasangan atau
pendekatan sekaligus.
1. Pendekatan pasangan-demi-pasangan
Pendekatan ini adalah pendekatan paling sederhana yang belum tentu paling efisien. Kita
mulai dari zona asal dan menggunakan tujuan secara berurutan. Pertama, tetapkan semua
VA,B = 0, kemudaian untuk setiap pasangan (i,d):
a) set B menjadi zona tujuan d
b) jika (A,B) merupakan ruas sebelu dari B, tambahkan VA,B sebesar Tid atau buat
VA,B = VA,B + Tid
c) set B menjadi A
d) jika A = i, stop (lakukan proses selanjutnya untuk pasangan (i,d) berikutnya, atau jika
tidak, kembali ke tahap 2.
2. Pendekatan sekaligus
Metode ini sering dikenal sebagai metode Cascade karena proses pembebanan arus
dilakukan dari simpul ke setiap arus yang sesuai dengan rute terbaiknya darisuatu zona
asal i. Tetapkan VA sebagai arus kumulatif pada simpul A, lalu
a) set semua VA = 0, kecuali untuk simpul tujuan d dengan Vd = Tid
b) set B sama dengan simpul terjauh dari i
c) tingkatkan nilai VA sebesar VB dengan arah A adalah simpul sebelum dari B (atau
dengan kata lain, set VA = VA + VB
d) tingkatkan nilai VA,B sebesar VB (atau dengan kata lain, set VA,B = VA,B + VB)
e) set B sama dengan simpul yang paling jauh berikutnya jika B = i, simpul asal telah
tercapai mulai lagi dengan proses simpul asal berikutnya jika tidak teruskanlah ke
tahap
Dalam hal ini, VB menunjukkan total pergerakan dari i yang melalui simpul B dan
simpul selanjutnya dari i. Dengan memilih simpul dalam bentuk tersusun sesuai dengan
jarak, setiap simpul diproses sekali saja. Algoritma ini membutuhkan pohon untuk disimpan
dalam bentuk urutan simpul sebelum berdasarkan jarak dari simpul asal, sebagai contoh:
Diketahui suatu daerah X memiliki pergerakan bangkitan tarikan yang dapat dilihat di MAT
sebagai berikut:
Matriks Asal Tujuan (Trip)
Zona 1 2 3 4
1 - 500 750 400
2 300 - 1.000 500
3 700 1.750 - 1.000
4 1.250 350 2.00 -

Matriks Waktu Tempuh (menit)
Zona 1 2 3 4
1 - 11 7
2 10 - 7
3 5 - 6
4 8 10 -

1) Melakukan minimum path tree untuk tiap-tiap waktu tempuh perjalanan

2) Pembebanan perjalanan

3) Penjumlahan beban untuk tiap path three

2. Trip Frequency
Trip frequency atau frekuensi perjalanan adalah ukuran jumlah putaran ulang perjalanan
dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang
menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini
dengan panjang jarak waktu. Trip frequency ini akan berkaitan erat dengan proporsi
pengguna moda yaitu dengan mengetahui seberapa banyak penumpang yang menggunakan
suatu moda transportasi yang turun dan naik pada suatu halte atau pemberhentian. Frekuensi
adalah faktor penting mempengaruhi permintaan perjalanan. Jelas bahwa frekuensi semakin
tinggi, maka arus lalu lintas lebih banyak. Mengingat kontribusi mengemudi mobil ke
masalah transportasi seperti kemacetan, polusi, kejadian, perencana kota dan manajer
berusaha mengurangi permintaan perjalanan mengemudi mobil. Perlu mempertimbangkan
langkah-langkah untuk mengendalikan permintaan perjalanan mengemudi dan mendorong
perjalanan berjalan atau bersepeda. Untuk jarak yang sama, perasaan penumpang yang
mengambil berbagai moda transportasi akan berbeda. Persepsi dapat dipengaruhi oleh jalan
kondisi, kondisi parkir dan lain-lain.
Suatu moda transportasi umum yang berangkat dari zona asal ke zona tujuan, dengan
kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tiap halte akan mengikuti deret ukur,
artinya semakin mendekati zona tujuan akhir, jumlah penumpang yang naik dan turun akan
berkurang. Formula dalam perhitungan Trip Frequency salah satunya diturunkan dari model
pemilihan moda berupa metode maximal entropy dari Alan Wilson:

Dimana:
1 = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda 1
() = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda m
1 = Kendala perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda 1 (m1)
2 = Kendala perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda 2 (m2)
= Parameter yang dikalibrasi dengan model gravity
Perhitungan Trip Frequency selain menggunakan rumus kuantitatif seperti yang
dijabarkan Alan Wilson, juga dapat menggunakan perhitungan kualitatif yaitu dengan
penggunaan peta zonasi yang dapat dilakukan dengan tahap berikut:
a. Menyiapkan peta zonasi perencanaan transportasi;
b. Menentukan wilayah yang akan dilalui jalur moda transportasi;
c. Menyiapkan peta guna lahan wilayah perencanaan;
d. Menyiapkan matriks asal tujuan (dalam jarak);
e. Menyiapkan matriks proporsi penumpang (dalam presentase);
f. Menghitung kepadatan penduduk per zona;
g. Melakukan perhitungan proporsi jumlah penduduk yang beraktivitas tiap zona (dalam
persen) dengan pedoman MAT dan perhitungan kepadatan penduduk tiap zona;
h. Menyiapkan Matriks Asal Tujuan (estimasi jumlah penduduk yang beraktivitas);
i. Membuat Matriks Asal Tujuan (estimasi jumlah penduduk yang beraktivitas);
j. Membuat Matriks Asal Tujuan Proporsi Penumpang pengguna suatu moda
transportasi;
k. Melakukan perhitungan alur estimasi jumlah penumpang yang naik dan turun
menggunakan suatu moda transportasi;
l. Membuat peta alur estimasi naik-turun penumpang moda transportasi pada tiap halte.
Dalam sistem transportasi untuk menganalisa kinerja suatu jaringan transportasi sering
digunakan model pembebanan jaringan (trip assignment model). Dengan model pembebanan
jaringan prilaku pemilihan rute setiap pergerakan dari tempat asal sampai tujuan dan jumlah
volume pergerakan dapat diketahui. Didalam pemodelan jaringan pembebanan transportasi
akan menghasilkan suatu model transportasi yang (pada umumnya) berbentuk matematis.
Model ini merupakan refleksi pendekatan terhadap kejadian yang terjadi di jaringan
transportasi yang ditinjau. Model frekuensi perjalanan ini termasuk langkah-langkah yang
menangkap aksesibilitas dari semua peluang yang relevan perjalanan dari rumah zona luar.
Untuk setiap tinggal, kita menghitung tiga puncak/bekerja dan tiga aksesibilitas off-
peak/non-work langkah-langkah untuk tujuan di:
a) Daerah rumah mereka,
b) Di luar wilayah mereka, dalam 100 mil dari rumah, dan
c) Lebih dari 100 mil dari rumah. Spesifikasi model akhir mengandalkan tentang
langkah-langkah aksesibilitas buatan untuk tujuan di wilayah rumah dan di logsums
dihitung dari pilihan model tujuan untuk aksesibilitas sisa tindakan. Ukuran
aksesibilitas sintesis yang diperlukan dalam wilayah rumah karena model kawasan
perkotaan bukan tujuan model pilihan (mereka gravitasi model) dan karenanya tidak
mampu menghasilkan logsums untuk pilihan tujuan di kawasan ini.
Dalam perkembangan model frekuensi perjalanan, langkah-langkah aksesibilitas yang
diperkirakan untuk semua perjalanan ke perkiraan pilihan ukuran logsum tujuan. Dalam
model terakhir, langkah-langkah aksesibilitas dipertahankan untuk perjalanan intraregional
karena model intra dipelihara oleh MPO tidak termasuk pilihan tujuan model yang
diperlukan untuk menghasilkan tindakan logsum. Aksesibilitas langkah-langkah untuk
perjalanan antardaerah diganti dengan langkah-langkah logsum dari pilihan tujuan model
dalam model akhir. Ada empat langkah aksesibilitas dihitung, sebagai berikut: Dalam
perkembangan model frekuensi perjalanan, langkah-langkah aksesibilitas yang diperkirakan
untuk semua perjalanan ke perkiraan pilihan ukuran logsum tujuan. Dalam model terakhir,
langkah-langkah aksesibilitas dipertahankan untuk perjalanan intraregional karena model
intra dipelihara oleh MPO tidak termasuk pilihan tujuan model, yang diperlukan untuk
menghasilkan tindakan logsum. Aksesibilitas langkah-langkah untuk perjalanan antardaerah
diganti dengan langkah-langkah logsum dari pilihan tujuan model dalam model akhir, seperti
yang dijelaskan di bawah ini. Ada empat langkah aksesibilitas dihitung, sebagai berikut:
a) Auto peak work trip accesibility
b) Auto off-peak non-work trip accessibility
c) Non-Auto peak work trip accessibility
d) Non-Auto off-peak non-work trip accessibility
F. Analisis Ruas Jalan
1. Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus
dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas harus dikonversikan
dalam satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan faktor ekivalensi mobil
penumpang. Untuk jalan perkotaan faktor ekivalensi mobil penumpang dapat dilihat
dalam Tabel 3.6 dan 3.7.

Tabel 3.4. Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe Jalan : Jalan
Tak Terbagi
Arus lalu lintas
total 2 arah
(kend/jam)
EMP
HV
MC
Lebar jalur lalu lintas CW (m)
< 6 > 6
Dua lajur tak
terbagi (2/2 UD)
< 1800 1,3 0,5 0,4
> 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak
terbagi (4/2 UD)
< 3700 1,3 0,4
> 3700 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1996
Tabel 3.5. Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan : Jalan Satu Arah dan
Jalan Terbagi
Arus lalu lintas per
lajur (kend/jam)
EMP
HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) dan
empat lajur terbagi (4/2 D)
< 1050 1,3 0,4
> 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) dan
enam lajur terbagi (6/2 D)
< 1100 1,3 0,4
> 1100 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1996
Perhitungan volume lalu lintas :
Q = QLV + (QHV x empHV) + (QMC x empMC) = smp/jam
Dimana :
Q : volume lalu lintas (smp/jam)
QLV : volume LV (kend/jam)
QHV : volume HV (kend/jam)
empHV : ekivalen mobil penumpang HV
QMC : volume MC (kend/jam)
empMC : ekivalen mobil penumpang MC
2) Kecepatan arus bebas
Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus 0, yaitu
kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa
dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan.
FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS
Dimana :
FV : kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk kondisi sesungguhnya
(km/jam)
FV0 : kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan ringan pada jalan
yang diamati, untuk kondisi ideal (ditetapkan)
FVW : penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)
FFVSF : faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu
FFVCS : faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota
3) Kapasitas
Kapasitas adalah arus maksimum melalui satu titik yang dapat dipertahankan per
satuan waktu pada kondisi tertentu. Persamaan dasar untuk menemukan kapasitas
adalah sebagai berikut :
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
Dimana :
C : kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
Co : kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi (ideal) tertentu (smp/jam)
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCSF : faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb
FCCS : faktor penyesuaian ukuran kota

4) Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan merupakan rasio antara arus dengan kapasitas, yang
diformulasikan sebagai berikut :
DS = Q / C
Derajat kejenuhan dihitungan dengan menggunakan satuan smp/jam.
5) Kecepatan
Kinerja utama segmen jalan menggunakan parameter kecepatan tempuh sebagai
ukuran utama, karena mudah dimengerti dan mudah untuk diukur, serta dapat
menjadi masukan penting untuk analisis biaya pemakai jalan dan analisis
ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari
kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan :
V = L / TT
Dimana :
V : kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L : panjang segmen(km)
T : waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

6) Keselamatan
Tingkat kecelakaan lalu lintas pada ruas/segmen jalan dapat dikurangi dengan
melakukan intervensi geometrik jalan. Dari hasil statistik di Indonesia dapat
ditunjukkan sebagai berikut :
- pelebaran lajur dapat mengurangi kecelakaan sebesar 2-15% per meter
pelebaran (angka yang tinggi menunjukkan pada jalan yang sempit)
- pelebaran dan perbaikan permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu
lintas walaupun dengan derajat yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelebaran jalan
- median mengurangi kecelakaan sebesar 30%
- median penghalang (digunakan jika tidak ada tempat cukup untuk membuat
median yang normal) mengurangi kecelakaan fatal atau luka berat sebesar 10-
30% tetapi menaikkan kecelakaan kerugian material.
G. Analisis Kinerja Jalan
Analisis kinerja jalan diwakili oleh tingkat pelayanan (LOS): suatu ukuran kualitatif yang
mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas berkendaraan. LOS berhubungan dengan
suatu ukuran pendekatan kuantitatif, seperti kerapatan atau persen tundaan. Konsep tingkat
pelayanan telah dikembangkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak
secara langsung berlaku di Indonesia. Dalam manual ini kecepatan, derajat kejenuhan dan derajat
iringan digunakan sebagai indikator perilaku lalu-lintas dijalan. Indikator Tingkat Pelayanan
(ITP) pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat
pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif diatas. Secara umum dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
Indeks Tingkat
Pelayanan
Kondisi
A
Konkondisi arus lalulintas bebas antara satu kendaraan dengan
kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh
keinginan pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang telah
ditentukan
B
Kondisi arus lalulintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh
kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan di
sekitarnya
C
Kondisi arus lalulintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi
mulai dibatasi dna hambatan dari kendaraan lain semakin besar
D
Kondisi arus lalulintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi
menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul, dan kebebasan
bergerak relatif kecil
E
Volume lalulintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan
kira-kira lebih rendah dari 40 km/jam. Pergerakan lalulintas kadang
terhambat
F
Pada tingkat pelayanan ini arus lalulintas berada dalam eadaan dipaksakan,
kecepatan relatif rendah, arus lalulintas sering terhenti sehingga
menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.

H. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan dilakukan dimana biaya pembangunan (cost) dibandingkan dengan
manfaat langsung suatu proyek (benefit) yang dihasilkan dari penghematan biaya penggunaa
jalan (road user cost). Komponen utama biaya pengguna jalan antara lain terdiri dari biaya
operasi kendaraan (BOK), nilai waktu perjalanan dan biaya kecelakaan.
a. Biaya Operasional Kendaraan (BOK)
Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan suatu nilai yang menyatakan besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. BOK terdiri atas beberapa
komponen, yaitu :
1. Biaya Tidak Tetap (Running Cost)
Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang tergantung pada penggunaan
sistem yang bersangkutan. Biaya tersebut adalah fungsi dari keluaran sistem yang
digunakan dan dapat diukur. Contoh biaya variabel adalah gaji pengemudi, pemakaian
bahan bakar dan pemelihara rutin kendaraan:
Bv = Bb + O + Bn + Wt + Br
Dimana :
Bv : Biaya Variabel per tahun
Bb : Biaya Bahan Bakar per tahun
O : Biaya oli per tahun
Bn : Biaya Ban per tahun
Wt : Biaya Perawatan per tahun
Br : Biaya Retribusi, paguyuban dan juru panggil per tahun
a. Biaya Bahan bakar
Biaya bahan bakar yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar solar atau
bensin. Besarnya biaya ini tergantung dari jumlah pemakaian bahan bakar per kilometer,
jumlah pemakaian bahan bakar tersebut berbeda-beda untuk masing-masing jenis
kendaraan dan masing-masing jurusan, antar daerah datar dan yang melintas daerah
perbukitan jelas berbeda. Pemakaian bahan bakar umumnya dinyatakan dalam
kilometer/liter. Peningkatan dalam kilometer/liter menyatakan penurunan biaya.
b. Biaya Oli / Pelumas
Biaya minyak pelumas adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian oli atau minyak
pelumas, misalnya oli mesin, gemuk, oli garden, oli persneling dan oli rem. Besarnya biaya
ini juga berbeda-beda untuk masing-masing kendaraan.

c. Biaya Pemakaian Ban
Biaya pemakaian ban adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian ban (luar dan
dalam). Besarnya biaya ini tergantung pada banyak faktor, seperti teknik pengemudi, iklim,
kualitas ban, kondisi kendaraan, load factor, kondisi permukaan jalan, kecepatan kendaraan.
Umur jangka waktu penggunaan ban dihitung berdasarkan jarak tempuh kendaraan dalam
kilometer.
d. Biaya Pemeliharaan ( Servis kecil / besar, General Overhaul)
Yang dimaksud biaya perawatan dan perbaikan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
merawat dan memperbaiki kendaraan dari kerusakan yang terjadi, baik kerusakan yang
tergolong ringan atau kerusakan berat. Termasuk kerusakan ringan yaitu kerusakan yang
perbaikannya paling lama membutuhkan waktu satu hari serta biaya perbaikan termasuk
suku cadangnya relatif murah (lampu mati, rem macet, ganti accu, ganti ban, ganti knalpot,
servis berkala). Termasuk golongan kerusakan berat yaitu kerusakan yang perbaikannya
membutuhkan waktu lebih dari satu hari serta biaya perbaikan termasuk harga suku
cadangnya relatif mahal (turun mesin, karena pecah metal atau pecah blok mesin, ganti
piston, patah as dan lain-lain). Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemeliharaan adalah
umur dan kondisi kendaraan , faktor muat, kondisi/jenis permukaan jalan dan kecepatan
kendaraan.
e. Retribusi
Biaya retribusi adalah biaya yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda),
setiap kali kendaraan angkutan umum memasuki terminal. Selain biaya retribusi pada setiap
masuk terminal, ada juga biaya parkir kendaraan, calo/makelarpenumpang yang selalu siap di
beberapa tempat sepanjang lintasan yang dilalui. Tempat yang sering ada calo atau makelar
biasanya adalah lokasi yang banyak penumpang menunggu kendaraan angkutan umum.
2. Biaya Tetap
Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan
perubahan volume penjualan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan,
semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.Asuransi
- Bunga Modal
- Depresiasi ( Penyusutan Kendaraaan )
- Nilai Waktu
2. Nilai Waktu Perjalanan
3. Biaya Kecelakaan
3.7.3 Analisis Development
A Analisis SWOT
B Analisis Kebijakan
3.8 Kerangka Analisis
3.9 Jadwal Pelaksanaan
3.10 Desain Survey
BAB IV Gambaran umum dan Tinjauan Kebijakan
4.1 Sejarah Kabupaten Banyumas
4.2 Karaktersitik Kabupaten Banyumas
4.2.1 Karakteristik Fisik Kabupaten Banyumas
4.2.2 Karakteristik Ekonomi Kabupaten Banyumas
4.2.3 Penggunaan Lahan Kabupaten Banyumas
4.2.4 Karakteristik Sistem Transportasi Kabupaten Banyumas
4.2.4.1 Sarana Transportasi Kabupaten Banyumas
4.2.4.2Prasarana Transportasi Kabupaten Banyumas
4.2 Karakteristik Kecamatan Ajibarang
4.2.1 Karakteristik Fisik Kecamatan Ajibarang
4.2.2 Karakteristik Kependudukan Kecamatan Ajibarang
4.2.3 Karakteristik Ekonomi Kecamatan Ajibarang
4.2.4 Penggunaan Lahan Kecamatan Ajibarang
4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
4.4 Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ajibarang
Pada dasarnya konsep jaringan pergerakan di Kawasan Perkotaan Ajibarang bertujuan
untuk memperkuat fungsi Kawasan Perkotaan Ajibarang sebagai pusat berbagai kegiatan baik
skala kabupaten maupun skala lokal. Konsep sistem pergerakan yang diutamakan bagi Kawasan
Perkotaan Ajibarang adalah berkaitan dengan pengembangan dan pembangunan serta
peningkatan kualitas jaringan jalan. Konsep sistem jaringan jalan pada Kawasan Perkotaan
Ajibarang bertujuan untuk memberikan akses yang lebih baik untuk menjangkau berbagai
wilayah di Perkotaan Ajibarang serta mengurangi gangguan sirkulasi pada jalan utama. Hal
tersebut diwujudkan dengan cara:
1. Meningkatkan kualitas perkerasan jalan yang ada, terutama jalan lingkungan untuk
menghubungan berbagai desa dalam Kawasan Perkotaan Ajibarang.
2. Membuat jalan lingkar di sebelah barat Perkotaan Ajibarang untuk mengurangi arus masuk
ke dalam perkotaan. Terdapat dua rekomendasi pembangunan jalan, rekomendasi pertama
yaitu pembangunan jalan di sebelah timur sungai dan di sebelah barat sungai. Rekomendasi
pertama yaitu di sebelah timur sungai adalah upaya untuk tidak memperluas wilayah
perkotaan, sedangkan jika tidak memungkinkan dapat dilakukan rekomendasi kedua yaitu
pembangunan jalan lingkar di sebelah barat sungai.
3. Mengatur sirkulasi lalu lintas pada ruas jalan yang padat lalu lintas.
4. Merencanakan jalan baru untuk daerah-daerah yang masih kurang mendapat pelayanan
srana maupun prasarana.
5. Membagi pusat-pusat pelayanan sehingga intensitas kegiatan tidak terpusat pada sepanjang
jalan utama saja

BAB V KERANGKA KERJA
5.1 Sruktur Organisasi
5.2 Jadwal Kegiatan Survei
5.3 Jadwal Kegiatan Penyusunan Masterplan Transportasi


SUKO
RATIH
VELAN
MAYA
MAX
HAMDAH
SONY
ECE
SEPTI
INDRI
bersama

Вам также может понравиться