Вы находитесь на странице: 1из 10

1.

Sejarah Ekonomi Sumber Daya Perikanan di Indonesia


Ekonomi sumber daya perikanan didasarkan pada konstitusi Indonesia yaitu pada UndangUndang Dasar 1945 agar bumi, air dan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Pada awal kemerdekaan, bahkan jauh sebelumnya, sumberdaya perikanan sudah dieksplotitasi. Kegiatan eksploitasi ini berlangsung lama tetapi tidak mampu mensejahterakan kaum nelayan yang menjadi bagian dari system perekonomian perikanan. 1.1. Zaman Kolonial Belanda Perikanan mulai menjadi sector bisnis pada saat zaman Kolonial belanda dmulai pada akhir 1800an. Pada saat itu perikanan telah berorientasi pada pasar yang ditandai dengan pertumbuhan usaha pengolahan dan pemasaran ikan. Pada awal abad ke 20 Hindia

Belanda(Indonesia) telah memiliki pelabuhan penting di dunia yang memiliki kegiatan ekspor perikanan, pelabuhan tersebut terletak di kota bagan si api-api. Pada tahun 1850, namun pada tahun 1912 pelabuhan ini telah mengalami kemunduran diakibatkan kebijakan dan monopoli yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Pulau Jawa telah menjadi pasar terpenting produk perikanan khususnya ikan kering (asin) dan terasi. Merujuk pada data van der Eng, kontribusi perikanan terhadap total PDB pada tahun 1880 dan 1890 mencapai di atas 2% atau tertinggi yang pernah dicapai perikanan dari seluruh periode antara 1880-2002. Prestasi Indonesia pada zaman tersebut di bidang perikanan tersebut tidak berlangsung lama dikarenakan system tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial belanda mengeksploitasi penduduk pribumi sehingga pelabuhan yang beraktivitas di bidang perikanan menjadi pelabuhan yang hanya mengekspor hasil dari system tanam paksa tersebut. Selain itu kebijakan monopoli garam yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial belandamembuat aktifitas produksi pengolahan ikan asin terhenti. Karena pemerintah Kolonial Belanda meningkatkan biaya sewa dari f6.000 pada tahun 1904 menjadi f32,000 di tahun 1910 menghasilkan stagnasi dan penurunan peran industri perikanan yang ditunjukkan oleh penurunan ekspor dari 25.900 ton ikan kering di tahun 1904 menjadi 20.000 ton di tahun 1910. Terjadinya pengerusakan secara ekologis seperti ekstraksi bakau dan pendangkalan perairan, menyebabkan serta menurunnya sumberdaya ikan muncul dan mendorong

perikanan bergerak lebih jauh dari pantai. Pertumbuhan industri perikanan periode 1870an sampai 1930an oleh Butcher disebut sebagai menangkap ikan lebih banyak dengan teknologi yang sama. Periode ini diikuti oleh perubahan teknologi dan perluasan daerah penangkapan sebagai akibat modernisasi perikanan dan semakin langkanya ikan di daerah pinggir (1890an-1930an) 1.2. Masa Pendudukan Jepang Sama halnya dengan akhir dari pemerintahan belanda, penurunan kegiatan ekonomi perikanan juga terjadi pada masa pendudukan jepang. Hai ini dikarenakan nelayan-nelayan ini datang dengan dukungan subsidi pemerintahan Meiji yang sedang giat menggalakan industrialisasi. Teknologi perikanan yang lebih maju membuat nelayan Jepang mendapat keuntungan yang lebih besar dari exploitasi sumberdaya ikan. 1.3. Orde Lama Pada awal kemerdekaan Indonesia banyak sekali kebijakan ekonomi dan perikanan tidak dilaksanakan karena banyak terjadi pergolakan politik. Pada tahun 1961, sektor perikanan mulai dilirik pemerintah menjadi pengerak ekonomi nasional seperti tertuang dalam Perencanaan Pembangunan Delapan Tahunan yang disusun Dewan Perantjang Nasional (Depernas, sekarang Bappenas). Target pendapatan dari ekstraksi sumberdaya perikanan menurut Pauker mencapai US$ 500 juta, namun karena ekspektasi yang sangat berlebihan, target tersebut akhirnya direvisi menjadi US$ 12,5 juta dalam sidang kabinet. Pada orde lama setelah kemerdekaan, produksi perikanan terus meningkat dari 320 ribu ton pada tahun 1940 menjadi 324 ribu ton pada tahun 1951, dan kemudian menjadi 661 ribu ton pada tahun 1965. Pertumbuhan produksi tertinggi 7,4% per tahun dicapai pada periode 1959-1965, namun produktivitas per kapal menurun dari 4 ton di tahun 1951 menjadi 2,8 ton pada tahun 1965. Produktivitas nelayan juga turun dari 1 ton menjadi 0,7 ton dalam periode yang sama. Basis perikanan pada era ini sepenuhnya di daerah pantai dan hanya sedikit industri perikanan modern yang berkembang.

1.4. Zaman Orde Baru

Kemajuan kegiatan ekonomi perikanan pada zaman orde dimulai pada saat produksi perikanan meningkat dari 721 ribu ton pada tahun 1966 menjadi 1,923 ribu ton pada 1986. Produksi ikan meningkat menjadi 3.724 ribu ton tahun 1998. Setelah mengalami pertumbuhan negatif dalam periode peralihan (1966-1967), laju pertumbuhan produksi perikanan meningkat dari 3,5% (1968-1973) menjadi 5,3% per tahun (19741978). Periode berikutnya pertumbuhan produksi perikanan cenderung menurun (Tabel 2). Produktivitas perikanan dalam era ini walaupun tumbuh dengan laju yang berfluktuasi (khususnya kapal), secara nomimal meningkat dari rata-rata 4,3 ton/kapal periode 1974-1978 menjadi 8,4 ton per kapal periode 1994-1998. Motorisasi perikanan merupakan salah satu penyebab peningkatan produksi sektor ini. Tahun 1966 motorisasi hanya meliputi 1.4% dari total armada perikanan sebanyak 239.900 unit, menjadi 5,8% pada tahun 1975, dan mencapai 16% dari total armada pada tahun 1980. Pada tahun 1998 armada perikanan bermotor telah mencapai 45,8% dari total sebanyak 412.702 unit, namun data tahun ini menunjukkan hanya 21% berupa kapal motor (inboard motor), dan bagian terbesar adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor. Dengan demikian, basis perikanan masih dominan di wilayah pantai. Pada saat orde baru sector ekomi perikanan dipegang oleh nelayan skala besar yang menggunakan trawl dan purse seine. Pada saat tersebut terjadi kesenjangan ekonomi yang terjadi diantera nelayan kecil dan nelayan skala besar. Nelayan kecil yang mempunyai produktivitas rendah (1,4-6,7 ton/unit alat) semakin tersingkirkan oleh nelayan skala besar (trawl dan purse seine) dengan produktivitas masing-masing mencapai 70,4 ton/unit dan 38 ton/unit. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melarang penggunaan trawl secara bertahap melalui Keppres 39/1980 yang diikuti Inpress 11/1982 dan SK Menteri Pertanian No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia terhitung mulai 1 Januari 1983. 1.5. Reformasi Pada zaman reformasi perikanan dijadikan salah satu motor penggerak ekonomi nasianal. Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN tahun 2000-2005, Pendapatan Negara Bukan Pajak PNBP) perikanan meningkat sangat pesat dari Rp 52 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp 450 miliar pada tahun 2003. Dibanding tahun sebelumnya, PNBP 2004 turun

menjadi Rp 282,8 miliar (di bawah target Rp 450 miliar) dan diperkirakan target PNBP sebesar Rp 700 miliar pada tahun 2005 juga tidak tercapai karena belum optimalnya perjanjian bilateral dengan Cina, Filipina dan, Thailand.

2. Eksternalitas dalam Perikanan


Eksternalitas merupakan dampak negative atau positif satu pihak/pelaku ekonomi dari produksi dan konsumsi terhadap pihak lain dan memberikan kompensasi. Dalam ekonomi perikanan eksternalitas cenderung dianggap sebagai dampak negative. Jenis eksternalitas tersebut adalah: a. Eksternalitas Ruang(Space Interception) Eksternalitas ruang yang dimaksud dalam sector perikanan adalah eksternalitas yang secara umum terjadi akibat perebutan suatu area untuk melakukan kegiatan perikanan dan fishing ground khususnya oleh nelayan pada perikanan tangkap. Contohnya dalam interaksi antara sesama nelayan sebagai produsen ikan, mereka akan saling berebut jika mendapatkan informasi tentang fishing ground yang terdapat banyak ikan. Akibat

perebutan tersebut penangkapan yang harusnya maksimal menjadi terbagi akibat menangkap di daerah yang sama. Akhirnya keuntungan yang didapat lebih sedikit daripada yang diharapkan. Kejadian ini disebut crowding effect, yang menyebabkan

nelayan yang tidak bisa lagi melakukan kegiatan penangkapan akan mencari tempat lain yang lebih jauh dengan biaya yang tinggi.

Persaingan ini berakibat terhadap interaksi ekonomi dari produsen kepada konsumen, jika nelayan mendapatkan ikan sedikit atau mencari ikan dengan fishing ground yang jauh maka mereka akan menaikkan harga untuk menutupi biaya operasionalnya. Secara sederhana akibat eksternalitas ruang dari interaksi produsen dan konsumen adalah tentang harga. Sebaliknya interaksi konsumen kepada produsen adalah konsumen akan melakukan penawaran harga yang rendah dari harga yang ditetapkan konsumen, dalam hal ini nelayan jika tidak menjualnya dengan harga yang sesuai hasil tangkapannya dapat membusuk, karena produk perikanan tidak tahan lama. Interaksi ekonomi antara sesame konsumen adalah mereka saling berlomba mencari produsen dengan harga yang murah. b. Eksternalitas Waktu(Time Interception) Eksternalitas ini timbul dalam bentuk intersepsi waktu. Karena sumberdaya perikanan tidak ada yang memiliki, nelayan cenderung menangkap ikan sebanyak-banyaknya dan ini dilakukan sebelum di dahului oleh nelayan yang lain. Eksternalitas ini juga berdampak pada daur hidup ikan. Contohnya adalah nelayan akan mengambil ikan yang

belum siap tangkap/panen karena takut di dahului oleh nelayan lain, ini akan berdampak pada hasil produsen yang lain. Sama halnya dengan eksternalitas ruang, nelayan yang

terlambat harus mencari ke area yang lebih jauh. Dikarenakan hasil tangkapan yang banyak dan tidak selektif maka konsumen akan lebih diuntungkan karena harganya akan lebih murah sebaliknya pada produsen keuntungan akan lebih sedikit karena hasil tangkapan kurang layak. Interaksi sesame konsumen tidak terlalu berdampak dengan ekstenalitas ini. c. Mobility Interception Intersepsi mobilitas sering juga disebut dengan gear interception yaitu dampak negative dari penggunaan alat. Intesepsi ini mengakibatkan persaingan antara nelayan menjadi tidak seimbang dalam penangkapan. Contohnya jika nelayan yang memiliki kapal dan perlengkapan modern akan lebih cepat dan mudah menangkap ikan dengan perlengkapan kapal yang canggih seperti dengan sonar dan GPS. Sedangkan nelayan yang hanya memiliki perahu tempel akan tersingkir karena nelayan ini hanya memakai kapal seadanya dan alat tradisional sedangkan nelayan besar memiliki alat tangkap modern seperti purse seine dan trawl dengan kecepatan yang tinggi. Oleh sebab itu banyak nelayan yang menggunakan bom. Ini akan berdampak kepada ekosistem ikan sehingga baik produsen dan konsumen akan mendapat akibat negative secara tidak langsung karena akan menghancurkan habitat ikan. d. Information Externalities Eksternalitas ini merupakan dampak dari informasi keberadaan ikan. Tidak hanya dalam perikanan tangkap tapi juga dalam bidang yang lain informasi merupakan seseatu yang paling bermanfaat bagi pelaku perikanan. Secara umum adalah informasi tentang permintaan pasar akan ikan. Dalam perikanan tangkap, informasi tentang keberadaan ikan jika diketahui pihak lain akan dapat mengurangi jumlah tangkapan. Contohnya bagi nelayan yang tau lokasi ikan akan menyembunyikan informasi tersebut, kalau diketahui oleh nelayan lain maka akan banyak nelayan lain yang ikut pada lokasi tersebut, ini bisa menyebabkan terjadinya eksternalitas ruang. Jika itu terjadi maka hasil tangkapan secara tidak langsung akan terbagi dan dapat juga terjadi gear externality dimana nelayan yang mempunyai alat yang lebih baik akan menang dalam persaingan ini. e. Eksternalitas Antarspesies Eksternalitas ini timbul akibat dari predasi, dimana ikan menjadi bahan makanan ikan lain yang lebih tinggi level trofiknya. Jika terjadi lonjakan predator maka ikan yang

menjadi bahan makanan predator tersebut akan merosot, dan ketika ikan tersebut populasinya menurun maka predator juga menurun. Jika dilihat dari segi interaksi ekonomi, eksternalitas ini berdampak pada jumlah spesies tertentu, jika nelayan menangkap ikan ikan yang jumlahnya terbatas maka nelayan lain tidak berkemungkinan mendapat ikan tersebut sehingga harga ikan tersebut akan naik. f. Eksternalitas Stok Eksternalitas Stok merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perikanan. Dalam interaksi ekonomi antara nelayan dan nelayan lain, stok ikan akan berkurang jika datangnya armada penangkapan baru. g. Eksternalitas teknologi Eksternalitas ini merupakan dampak negative dari pemakaian suatu alat/teknologi yang dapat mengubah dinamika populasi sehingga menimbulkan efek negative bagi alat lain. Contohnya adalah pengunaan pukat harimau yang menangkap ikan secara tidak selektif karena ukuran mesh sizenya yang kecil, ini akan berdampak pada pengguna purse seine karena jika ikan dewasa telah habis tidak ada ikan yang akan ditangkap kemudian hari karen pukat harimau telah menangkap ikan yang berukuran juvenile. Dari berbagai eksternalitas diatas maka efisiensi alokasi sumberdaya dan distribusi konsumsi dalam ekonomi pasar dengan kompetisi bebas dan sempurna bisa terganggu, jika aktivitas dan tindakan individu pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen mempunyai dampak (externality) baik terhadap mereka sendiri maupun terhadap pihak lain. Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi, seperti ini: a. Eksternalitas dari kegiatan produsen terhadap produsen lain. Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contohnya jika terjadi eksternalitas ruang, informasi dan teknologi, jika terjadi persaingan antara nelayan yang menangkap pada suatu area bersama-sama maka ini akan menurunkan pendapatannya. Dan pada eksternalitas alat, produsen yang memiliki alat yang modern akan mengalahkan produsen yang masih tradisional sehingga produksinya terganggu. Pada perairan umum seperti di danau dan waduk interaksi eksternalitas ini bias terjadi ketika pengusaha KJA memberi pakan yang

berlebihan terhadap ikannya, sehingga pakan tersebut mengendap di dasar perairan, ketika terjadi stratifikasi/upwelling residu pakan yang mengendap tersebut akan meracuni ikan. Selain itu perncemaran yang diakibatkan oleh produsen di sector lain misalnya industry pulp yang mencemari lingkungan perairan dapat menyebabkan lethal ataupun sublethal pada ikan yang terdapat pada area tersebut sehingga terjadi penurunan angka tangkapan ikan nelayan. b. Eksternalitas dari kegiatan produsen terhadap konsumen. Suatu produsen dikatakan mempunyai eksternal efek terhadap konsumen, jika aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Dampak atau efek samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena pertambangan, bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Dalam hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan/produsen) yang menghasilkan limbah (waste products) ke udara atau ke aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen lain yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, kepuasan konsumen terhadap usaha pemancingan akan berkurang karena banyak polutan yang mencemari perairan yang mengaliri area tersebut sehungga menyebabkan kematian pada ikan di kolam pemancingan. c. Eksternalitas dari suatu konsumen terhadap konsumen lain. Dampak konsumen terhadap yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas konsumen yang lain. Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi tidak hanya oleh efek samping dari kegiatan produksi tetapi juga oleh konsumsi oleh individu yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, jika konsumen usaha perikanan yang akan melakukan transaksi dengan produsen pembibitan ikan, secara tidak langsung membuang sampah, seperti puntung rokok ke kolam pembibitan. Sampah tersebut jikan berakumulasi akan mengebabkan pencemaran di kolam tersebut sehingga berkemungkinan menyebabkan gangguan pertmbuhan sehingga konsumen lain yang akan

membeli bibit tersebut menerima dampak atas perbuatan konsumen yang membuang sampah tadi. d. Eksternalitas dari suatu konsumen terhadap produsen. Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Contohnya adalah ketika konsumen membuang limbah domestic mereka ke perairan akan menyebabkan polusi, seperti konsumen yang membuang sampahnya ke danau atau waduk akan menyebabkan polusi sehingga ikan yang sudah terkontaminasi pertumbuhannya berkemungkinan terhambat dan ini merugikan produsen.

DAFTAR PUSTAKA
http://books.google.co.id/books?id=46vKFj3pFZ0C&pg=PA24&lpg=PA24&dq=eksternalitas+dalam+ perikanan&source=bl&ots=jESkxu8A7O&sig=KDoEq6RDDaFqIkk6xeuCRT4Tu78&hl=id&sa=X&ei=DJx xULLSH4unrAfLsoC4CQ&ved=0CB4Q6AEwAQ#v=onepage&q&f=false

http://books.google.co.id/books?id=oct7YB1DNC4C&pg=PA21&lpg=PA21&dq=eksternalitas+dalam +perikanan&source=bl&ots=FFLN0iKFag&sig=8WgJtSBIO2L3dJaDEqqP62EzzY&hl=id&sa=X&ei=DJxxULLSH4unrAfLsoC4CQ&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=ek sternalitas%20dalam%20perikanan&f=false

http://ml.scribd.com/doc/39631230/ESP-Eksternalitas-perikanan http://lucianaindah.blogspot.com/2011/09/sejarah-perikanan-indonesia.html

http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/09/27/sejarah-perikanan-indonesia/ http://esl.fem.ipb.ac.id/tentang-kami/sejarah/

Вам также может понравиться