Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH :
Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP NTB
2010
KATA PENGANTAR Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari Lab/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP NTB. Dalam penyusunan laporan yang berjudul Kistoma Ovarii ini penulis memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Dr. H. Doddy Ario Kumboyo, SpOG (K) selaku Dosen Pembimbing Dr. Edi P. Wibowo, SpOG selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Dr. A. Rusdhy H. Hamid, SpOG, selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ laporan kasus ini Kandungan RSU Mataram SMF Kebidanan dan Kandungan RSU Mataram Dr. Agus Thoriq, SpOG selaku supervisor Dr. Gede Made Punarbawa, SpOG selaku supervisor Rekan-rekan dokter muda 7. pustaka. Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Mataram, 06 Oktober 2010 Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini ( KPD ) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan (tanpa melihat umur kehamilan). Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar. KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
2.1.1. Definisi
jalan lahir bila ketuban pecah, peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc. Air ketuban bersal dari kencing janin (fetal urin), transudasi dari darah ibu, sekresi dari epitel amnion, asal campuran (mixed origin). Cara mengenali air ketuban adalah dengan lakmus, makroskopis, berbau amis, adanya lanugo dan verniks kaseosa, bercampur mekonium, mikroskopis.
2.1.4. Etiologi Beberapa etiologi dari ketuban pecah dini antara lain: Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x Tindakan sanggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x) Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%) Ph vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%) Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%) Flora vagina abnormal : risiko 2-3x Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
Kadar crh (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
2.1.5. Anatomi dan struktur Membran Fetal Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan amnion. Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epitelium amniotik. Epitel amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen (laminin, nidogen dan fibronectin) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya. Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini membentuk skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta disekresikan oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial (tipe I dan III) mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial. Tidak ada interposisi dari materi yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotic sehingga amnion dapat mempertahankan tensile strength selama stadium akhir kehamilan normal. Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari sel mesenkimal dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa. Lapisan intermediate (spongy layer atau zona spongiosa) terletak diantara amnion dan korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein yang memberikan sifat spongy pada gambaran histology. Lapisan ini juga mengandung nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan intermediate ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi. Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength yang lebih besar. Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas langsung menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara lapisan korionik dari membrane fetal (bebas plasenta) mengalami regresi. Dibawah lapisan sitotrofoblas (dekat janin) merupakan membrane basalis dan jaringan konektif korionik yang kaya akan serat kolagen.
Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang menunjukkan adanya titik lemah dimana membran akan pecah, observasi harus dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membran yang memicu terjadinya ketuban pecah dini. Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung materi bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan penurunan volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam menghadapi infeksi. Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa pasien dengan oligohidramnion (AFI<5) memiliki risiko tinggi menderita korioamnionitis dan sepsis pada neonatus. Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan proses biokimia meliputi rusaknya kolagen antar matriks ekstraseluler amnion dan korion dan programmed cell death pada membran janin dan lapisan uteri maternal (desidua) sebagai respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan membran (membrane stretching) dan infeksi saluran reproduksi, yang menghasilkan mediator seperti prostaglandin, sitokin dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi matriks. 2.1.6. Diagnosis Diagnosis KPD didapat dari anamneis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan USG. 1. Anamnesis Penting untuk dicatat waktu pecahnya ketuban, dan warna ketuban. Pasien juga perlu ditanya adanya pengeluaran darah atau cairan pervaginam juga adanya nyeri abdomen. 2. Pemeriksaan Hanya perlu dilakukan pemeriksaan dengan spekulum. Tidak dilakukan pemeriksaan dalam secara digital kecuali diprediksikan persalinan akan berlangsung dalam 24 jam. Nitrazin atau test fern dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi. Tes cairan vagina untuk mengetahui pematangan paru janin juga perlu dilakukan dengan tes cepat amniostat yang mendeteksi adanya phospatidilgliserol.
2.1.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2007) dibagi menjadi aktif dan konservatif. Penatalaksanaan aktif dilakukan pada KPD dengan kehamilan lebih dari 37 minggu. induksi dengan oksitosin. Bila gagal dilakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri : bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam. 2.1.8. Komplikasi KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Komplikasi KPD pada aterm adalah infeksi intrauterin selain itu adanya distosia (partus kering), dan tali pusat menumbung. Komplikasi Respiratory distress syndrome Kompresi tali pusat Chorioamnionitis Abruptio placentae Antepartum fetal death Insiden (%) 35 32 sampai 36 13 sampai 60 4 sampai 12 1 sampai 2
VT : 1 cm, eff 10%, ketuban tidak jelas, presentasi kepala, denominator tidak jelas, H I, tidak teraba tali pusat dan bagian kecil janin. Diberikan injeksi ampicillin pada pukul 09.15 wita kemudian dirujuk ke RSUP NTB. HPHT TP ANC Riwayat KB Rencana KB : 02. 01. 2010 : 09. 10. 2010 : > 4 kali, di polindes Gunung Sari :: suntik
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-) Riwayat penyakit keluarga : Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien Riwayat Obstetri : 1. ini III. Pemeriksaan Fisik STATUS GENERALIS Keadaan Umum : baik Kesadaran : E4V5M6 Tek. Darah : 120/70 mmHg FN : 80 x/menit FP : 20x/menit Suhu : 36,5C Mata : An -/-, Ikterus -/Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-) Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-) Abdomen : luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat +/+ STATUS OBSTETRI a. Leopold I b. Leopold II c. Leopold III d. Leopold IV - TFU : 31 cm - TBJ : 2945 gr - His : - DJJ : + / 11-12-12 - Inspeksi : keluar cairan pervaginam - Pemeriksaan dalam: VT 1 cm, eff 10 %, ket (-), teraba kepala , H I, tidak teraba bagian kecil janin/tali pusat. - Evaluasi panggul : Spina ischiadica tidak menonjol Arcus pubis > 90 Os coccygeus mobile : bokong : punggung fetal disebelah kanan : kepala : 4/5
IV. Pemeriksaan Penunjang Hb :11,5 g/dL Leu : 7600/L Plt : 129000/L HBsAg : (-) V. Diagnosis G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD
VI. Rencana Tindakan VII. BAYI - Lahir tgl / jam : 05 Oktober 2010 / 21.45 WITA - Jenis Kelamin - Apgar Score - Berat - Anus : Perempuan : Spt.B :: 2700 gr :+ - Macam Persalinan Obsevasi ibu dan janin Observasi tanda-tanda vital KIE ibu dan keluarga Injeksi Ampicillin 1 gram/IV CTG
- Kel.kongenital : PLACENTA Spontan Lengkap : ya Air Ketuban : jernih Lahir tgl / jam : 05 Oktober 2010/ 21.50 WITA
IBU POST PARTUM - Keadaan umum mmHg FN FP Suhu Kontraksi Uterus : 82x/menit : 20x/menit : 36,7C : baik Tek. Darah : Baik : 110/70
bawah pusat -
: 2 jari di
CATATAN PERKEMBANGAN Waktu Subjektif 12/10/2010 Tidak ada keluhan 12.15 Objektif Keadaan Umum : baik Kesadaran : E4V5M6 Tek. Darah : 120/70 mmHg FN : 80 x/menit FP : 20x/menit Suhu : 36,5C Tek. Darah : 120/80 mmHg FN : 84x/menit FP : 19x/menit Suhu : 36,7C His : DJJ : 11-12-11 CTG reaktif Start oksitosin drip (8 tpm) 18.00 Nyeri perut His : 3x/10-40 DJJ :12-12-12 Assesment Planing G1P0A0H0 39 40 Obsevasi minggu/T/H/IU ibu dan presentasi kepala janin dengan KPD Observasi tanda-tanda vital Injeksi Ampicillin G1P0A0H0 391 gram/IV 40 minggu/T/H/IU CTG presentasi kepala dengan KPD Lapor supervisor : Drip oksitosin jika CTG reaktif
16.00
G1P0A0H0 3940 minggu/T/H/IU inpartu kala 1 fase aktif+riwayat keluar air G1P0A0H0 3940 minggu/T/H/IU inpartu kala I fase aktif
20.00
Nyeri perut
His : 3-4x/10-50 DJJ :11-12-12 VT 8 cm, eff 75 %, ket (-), teraba kepala , H III, tidak teraba bagian kecil janin/tali pusat. Doran teknus perjol vulka
Observasi kesra ibu dan janin Drip oksitosin (24 tpm) Evaluasi 2 jam lagi Observasi kesra ibu dan janin Drip oksitosin (24 tpm) Evaluasi 2 jam lagi
21.50
21.55
Pimpin persalinan
22. 05 00.00 Tidak ada keluhan Ibu: Keadaan Umum : baik Kesadaran : E4V5M6 Tek. Darah : 120/70 mmHg FN : 82 x/menit FP : 20x/menit Suhu : 36,5C His : baik TFU : 2 jari dibawah pusat Perdarahan : Bayi: HR : 148x/mnt RR : 44x/mnt Suhu : 36,6 C Ibu: Keadaan Umum : baik Kesadaran : E4V5M6 Tek. Darah : 120/80 mmHg FN : 84 x/menit FP : 18x/menit Suhu : 36,6C His : baik TFU : 2 jari dibawah pusat Perdarahan : Bayi: HR : 148x/mnt RR : 44x/mnt Suhu : 36,6 C 2 jam post partum
Bayi lahir , AS 7-9, 2700 g, anus +, kongenital anomali (-), Plasenta lahir lengkap Observasi kesra ibu dan bayi
06.10.10 07.00
BAB IV PEMBAHASAN
Laporan kasus ini merupakan resume dari hasil observasi dan pengelolaan obstetri pada pasien nyonya 28 tahun dengan kehamilan 39-40 minggu. Pasien merupakan rujukan dari PKM Gunung Sari, datang dengan keluhan keluar air pada pukul 04.00 WITA (05.10.2010), merembes, warna cairan yang keluar keruh dan berbau amis, darah bercampur lendir tidak ada. Selain itu pasien merasakan perutnya mules yang hilang timbul setelah beberapa saat keluar air dari jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan bahwa pada inspeksi terlihat cairan yang merembes sedikit-sedikit keluar dari introitus vagina, pada pemeriksaan dalam perabaan ketuban janin (-). Data subyektif dan obyektif ini mendukung ke arah telah pecahnya ketuban. Walaupun demikian, akan lebih valid jika dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat langsung cairan yang merembes keluar dari OUE. Saat datang ke UGD, pasien tidak dalam kondisi inpartu, dimana dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan tanda-tanda persalinan, yaitu perut mules hilang timbul, his belum ada, dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan serviks 1 cm dengan penipisan 10%. Hal ini sangat bertentangan dengan diagnosa dari PKM yang menyatakan bahwa pasien dalam kondisi inpartu (G1P0A0H0 40 minggu/T/H/IU presentasi kepala inpartu kala 1 dengan riwayat keluar air). Kita ketahui bahwa tanda-tanda inpartu adalah keluarnya darah bercampur lendir, terdapat his yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40 detik), dan adanya dilatasi servik minimal 2 cm. Dilakukan pengelolaan protap KPD aterm. Pada kasus ini terlebih dahulu ditunggu 12 jam setelah keluar air dengan harapan akan terjadi tanda-tanda inpartu. Tetapi pada kasus ini setelah 12 jam keluar air, tidak ada tanda-tanda inpartu sehingga dilakukan induksi persalinan dengan pemberian oksitosin drip (1 ampule), dengan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan pelvic score (> 5) dan hasil CTG reaktif. Dua jam setelah pemberian oksitosin drip (24 tpm) didapatkan his adekuat dan bayi lahir tiga jam setelah his adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Preterm Birth. In williams obstetrics 21th ed. In PDB Kumboyo, D.A., dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan Ginekologi. RSU Mataram Martaadisoebrata,D., dkk. 2005. Obstetri Patologi ed.2. jakarta : EGC University of virginia. 2008. High Risk Pregnancy. Available from: http://www.w3.org Wiknjosastro, H., dkk. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP