Вы находитесь на странице: 1из 10

HUBUNGAN ANTARA CANDIDIASIS DAN DIABETES MELLITUS: candida, DM

HUBUNGAN ANTARA CANDIDIASIS DAN DIABETES MELLITUS: candida, DM: Oral candidiasis merupakan infeksi jamur Candida dan utamanya disebabkan oleh spesies Candida Albicans yang sebetulnya adalah flora normal mulut namun mampu menyebabkan infeksi oportunistik pada keadaan tertentu. Bila sistem imun seseorang menurun, contohnya pada orang dengan HIV/AIDS, orang yang menerima radioterapi, penderita Diabetes Mellitus, dll, berpotensi untuk menderita candidiasis oral. Selain itu oral candidiasis juga dapat terjadi pada penderita Xerostomia, pemakai gigi tiruan, perokok berat, dan juga keadaan lain yang dapat mengubah kondisi mukosa mulut. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan sel menggunakan glukosa, akibat kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin dari sel beta pankreas. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan akibat retinopati diabetic. Neuropati, dan nephropati juga berkaitan dengan manifestasi penyakit DM. Faktor herediter biasanya memainkan peranan besar dalam menentukan pada siapa diabetes akan berkembang dan pada siapa diabetes tidak akan berkembang. Gejala diabetes dapat dilihat dari keadaan mulutnya seperti rasa kering pada mulut, sering merasa haus atau polydipsia, selain itu polyuri atau sekresi urin yang berlebih, polyphagi, mata kabur, serta mudah merasa lelah. National Diabetes Data Group of thr National Institute of Health, mengklasifikasi diabetes mellitus berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai sindrom diabetes dan gangguan tolerasi glukosa. Klasifikasi klinis diabetes meliitus, antara lain:

1. Diabetes mellitus (DM)

Tipe 1 : DM tergantung insulin tidak mengalami obesitas Tipe 2 : DM tidak tergantung insulin mengalami obesitas 2. Gangguan toleransi Glukosa 3. Diabetes kehamilan Pada pasien dengan diabets mellitus tak tergantung insulin, penyakitnya mempounyai pola familial yang sangat kuat. Diabetes tipe ini ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam hal kerja insulin. Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut ini: 1. Berkurangnya pemakainan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan naiknnya konsentrasi glukosa darah mulai dari 300 mg/dl hingga 1200 mg/dl 2. Meningkatnya mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak, sehingga menyebabkan terjadinya metabolime lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya gejala aterosklerosis 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh, sehingga sulit terjadi penyembuhan luka. Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defesiensi insulin. Pasien yang mengalami defesiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan makanan yang mengandung karbohidrat. Penderita diabetes mellitus mengalami masalah mulut kering (dry mouth) atau xerostomia dan disfungsi glandula salivarius. Hal ini dihubungkan dengan polyuria sehingga pasien sering merasa haus, selain itu terjadi perubahan membran dari glandula salvarius. Pada pasien DM tipe 1 terjadi imunosupression kronis, sedangkan pada DM tipe 2 terjadi hyperglycemia akut yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam respon imun. Pasien dengan keadaan sering mengalami xerostomia dan dengan imun yang rendah menyebabkan infeksi jamur Candida dapat berkembang dengan baik.

ABSTRAK Latar Belakang. Istilah diabetes mellitus merujuk pada kelainan yang ditandai melalui peningkatan kadar glukosa dalam darah dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Sejumlah penyakit dan kelainan mulut sering diasosiasikan dengan diabetes mellitus dan periodontitis dianggap sebagai faktor resiko yang barangkali ditemukan pada pasien diabetes melitus dengan kontrol metabolik yang buruk. Metode. Peneliti melakukan kajian pustaka untuk menentukan kondisi rongga mulut yang terpengaruh oleh diabetes mellitus. Hasil. Meskipun beberapa kelainan rongga mulut berhubungan dengan diabetes mellitus, data menunjang fakta bahwa periodontitis merupakan komplikasi diabetes. Pasien dengan diabetes mellitus jangka panjang dan tak terkontrol mempunyai resiko terserang kandidiasis rongga mulut, dan bukti menunjukkan bahwa periodontitis merupakan faktor resiko kontrol glikemik yang buruk dan menunjang komplikasi klinis diabetes yang lain. Bukti menyatakan bahwa perubahan periodontal merupakan manifestasi klinis diabetes yang muncul pertama kali. Kesimpulan. Diabetes merupakan masalah kesehatan yang penting. Bukti menunjukkan bahwa penyedia jasa kesehatan gigi dan mulut dokter gigi dan perawat gigi dapat memberikan efek positif yang signifikan terhadap kesehatan unum dan rongga mulut pasien dengan diabetes mellitus. Kata Kunci. Diabetes mellitus; kesehatan mulut; kandidiasis rongga mulut; periodontitis.

Hubungan Antara Kesehatan Mulut dan Diabetes Mellitus (The Relationship Between Oral Health and Diabetes Mellitus)
Ira B. Lamster, Evanthia Lalla, Wenche S. Borgnakke and George W. Taylor J Am Dent Assoc 2008;139;19S-24S Terjemahan bebas oleh yuki ice-T Email: vika.asriningrum@gmail.com Istilah diabetes mellitus digunakan untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Kenaikan ini merupakan akibat dari defisiensi sekresi insulin atau peningkatan resistensi seluler hingga aksi insulin yang menyebabkan abnormalitas metabolik yang bermacam-macam melibatkan karbohidrat, lemak dan protein. Beberapa mekanisme patologis terkait peningkatan kadar glukosa dalam darah telah dijabarkan, termasuk aktivasi jalur sorbitol, pembentukan advanced glycation endproducts (AGEs), efek pengrusakan stress oksidatif dan perubahan merabolisme lipid. Mekanisme ini telah dihubungkan dengan komplikasi klinis klasik diabetes mellitus seperti retinopati, nefropati, penyakit makrovaskuler dan penyembuhan luka yang buruk. Pada tahun 1993, Le1 menyatakan bahwa penyakit periodontal merupakan komplikasi keenam diabetes mellitus. Pada artikel tahun 2008, Taylor and Borgnakke mengidentifikasi penyakit periodontal sebagai faktor resiko kontrol metabolik buruk pada penderita diabetes mellitus. Hubungan dua arah antara penyakit periodontal dan diabetes mellitus menjadikan kelainan ini penting bagi dokter gigi dan dental hygienists dan pasien yang ada pada praktik dental. Pada artikel kali ini, kami mengulas hubungan antara kesehatan rongga mulut dengan diabetes mellitus.

Sejumlah kelainan rongga mulut diasosiasikan dengan diabetes mellitus. Hubungan antara diabetes mellitus dengan penyakit periodontal (seperti gingivitis dan periodontitis) telah diterima sebagai perhatian khusus dan fokus artikel ini. Sebagai tambahan mengenai gingivitis dan periodontitis, Ship juga menambahkan mengenai karies, disfungsi saliva, penyakit mukosa rongga mulut, infeksi rongga mulut seperti kandidiasis, kelainan pengecapan dan neurosensorik lainnya. Karies. Insidensi karies pada pasien dengan diabetes mellitus telah banyak diteliti, tetapi tidak ada hubungan spesifik yang teridentifikasi. Hubungan antara karies dan diabetes mellitus kompleks. Anak-anak dengan diabetes mellitus tipe 1 sering diberikan diet yang membatasi asupan makanan kaya-karbohidrat dan kariogenik sedangkan anak-anak dan dewasa dengan diabetes mellitus tipe 2 yang sering dikaitkan dengan obesitas dan asupan makanan tinggi kalori dan kaya-karbohidrat dapat diperkirakan mempunyai paparan yang lebih tinggi terhadap makanan kariogenik. Lebih jauh lagi, penurunan aliran saliva telah dilaporkan pada penderita diabetes dengan neuropati dan penurunan laju aliran saliva merupakan faktor resiko karies. Pustaka tidak memberikan pola yang konsisten terkait hubungan antara karies gigi dengan diabetes. Disfungsi saliva. Mulut kering atau xerostomia, telah dilaporkan terjadi pada penderita diabetes mellitus. Disfungsi saliva, bagaimanapun, dapat sulit didiagnosis. Aliran saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi termasuk penggunaan obat-obatan yang diresepkan, penuaan, dan ditentukan oleh derajat neuropati dan sensasi subjektif kekeringan rongga mulut bersamaan dengan rasa haus. Variabel-variabel ini relevan pada penderita diabetes mellitus. Dengan demikian meskipun tidak ada hubungan definitif antara diabetes mellitus dengan penurunan lajua aliran saliva, komplikasi ini telah dilaporkan pada penderita diabetes mellitus. Penyakit mukosa rongga mulut dan infeksi lainnya. Beberapa tipe lesi mukosa rongga mulut, termasuk lichen planus dan recurrent apthous stomatitis, telah dilaporkan terjadi pada penderita diabetes mellitus. Tidak semua penelitian menunjukkan hubungan ini dan penemuan ini merupakan temuan umum pada pasien-pasien yang tidak memiliki diabetes mellitus. Di lain pihak, kandidiasis rongga mulut merupakan temuan konsisten pada penderita diabetes. Kandidiasis merupakan manifestasi keadaan imunokompromi, dan penurunan laju aliran saliva merupakan faktor resiko lain kandidiasis rongga mulut. Gangguan pengecapan dan neurosensorik lainnya. Gangguan pengecapan telah banyak dilaporkan pada penderita diabetes mellitus, tetapi tidak semua peneliti menemukan kelainan ini. Meskipun penderita diabetes mellitus yang menerima hemodialisis telah dilaporkan mempunyai gangguan pengecapan, kelainan ini merupakan gejala yang kompleks dan dapat dihubungkan dengan aliran saliva dan perubahan asupan makanan yang berhubungan dengan manajemen penyakit. Kelainan neurosensorik lain pada rongga mulut termasuk sindroma mulut terbakar

(burning mouth syndrome) dan disfagia, dilaporkan terjadi pada penderita diabetes. Prevalensi data tidak tersedia. Retinopati dan neuropati perifer yang mempengaruhi tangan penderita dapat membatasi kemampuan pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya. Gingivitis dan periodontitis. Berlawanan dengan manifestasi oral diabetes mellitus lainnya, penyakit periodontal merupakan komplikasi diabetes mellitus yang dikenali dan terdokumentasi dengan baik. Bukti yang menunjang hubungan keduanya berdasar pada data epidemologis dan studi model hewan coba yang mempantu mejelaskan patofisiologi penyakit periodontal sebagai komplikasi diabetes mellitus. Data menunjukkan bahwa penyakit periodontal dapat meningkatkan resiko kontrol metabolik yang buruk. PATOGENESIS PERIODONTITIS SEBAGAI KOMPLIKASI DIABETES Ketika diketahui bahwa pernyakit periodontal lebih prevalen dan lebih parah pada penderita diabetes dibandingkan pada populasi sehat, peneliti berbondong-bondong mencari tahu mekanisme biologi spesifik untuk menjelaskan hubungan keduanya. Diabetes dipercaya menimbulkan periodontitis melalui respon inflamasi berlebihan mikroflora jaringan periodontal. Mikroflora subgingiva pasien periodontitis yang mempunyai diabetes mellitus secara umum ekuivalen dengan pasien periodontitis yang tida terdiagnosis mempunyai diabetes. Pembentukan AGEs terjadi ketika glukosa yang tersedia berkontak dengan protein stuktural dan protein lain. Proses ini tidak berlangsung secara enzimatik dan ketika AGEs terbentuk, ia terikat dengan reseprot seluler spesifik yang dikenal sebagai reseptor AGE (RAGE). RAGE ditemukan dalam sel-sel endotelial dan monosit yang mempunyai peran penting dalam periodontitis. Pengikatan antara AGE dengan RAGE menyebabkan rangkaian kejadian pro-inflamasi yang mungkin bersifat self-sustaining karena ikatan AGE-RAGE pada permukaan sel-sel endotelial menginduksi ekspresi vascular cell adhesion molecule-1 yang menarik monosit pada sisi luminal sel-sel endotelial, sehingga terus menerus memicu respon inflamasi. Graves dkk menjelaskan patogenesis penyakit periodontal pada pasien diabetes mellitus dan menyimpulkan bahwa sebagai tambahan respon inflamasi, peningkatan apoptosis (sekuen terprogram yang megatur kematian sel) mungkin berkontribusi terhadap periodontitis sebagai komplikasi diabetes mellitus. Jika apoptosis meningkat, efek yang terjadi, termasuk penundaan penyembuhan luka dapat mengganggu. Oleh karena itu, inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan mengurangi peraikan jaringan yang rusak mungkin berkontribusi pada pengrusakan jaringan periodontal seperti yang terlihat pada penderita diabetes mellitus. Taylor dan Taylor dan Borgnakke menyimpulkan penelitian klinisnya bahwa periodontitis merupakan komplikasi diabetes mellitus. Taylor mengidentifikasi 48 penelitian dalam bahasa inggris antara tahun 1960 hingga 2000 yang mengulas mengenai penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus dan hasil penelitian dari 44 studi yang ada mendukung diabetes sebagai faktor resiko periodontitis. Terdapat empat puluh satu penelitian cross-sectional (37 penelitian menunjukkan hubungan) dan

7 penelitian prosspective (semuanya menunjukkan hubungan). Dalam ulasan selanjutnya, Taylor dan Borgnakke menemukan 17 artikel cross-sectional yang dipublikasikan dalam bahasa inggris antara tahun 2000 hingga 2007. Tiga belas artikel menunjukkan kesimpulan bahwa periodontitis lebih prevalen dan lebih parah pada penderita diabetes mellitus dibandingkan pada pasien yang tidak menderita diabetes mellitus. Dengan demikian, hasil dari 57 penelitian (dari 65 penelitian) mendukung hubungan ini. Tsai dkk menganalisa database the Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) untuk menguji hubungan antara kontrol glikemik (diuji melalui rata-rata glukosa plasma puasa dan hemoglobin terglikosilasi [HbA1c]) terhadap adanya periodontitis parah. Analisis ini melibatkan subjek 4.343 orang dewasa berusia antara 45 90 tahun. Status diabetik ditentukan dengan dasar kadar kontrol glikemik pada hari pemeriksaan (ditentukan melalui rata-rata glukosa plasma puasa) dan selama dua-tiga bulan sebelumnya (ditentukan melalui rata-rata HA1c). Rasio odds periodontitis pada subjek penderita diabetes mellitus tak terkontrol berbanding subjek non diabetes adalah 2,9 melalui penggunaan multivariabel modelling untuk mengontrol faktor resiko lain periodontitis. Lebih jauh lagi, subjek penderita diabetes mellitus dengan kontrol glikemik yang lebih baik mempunyai rasio odds 1,56. Penelitian ini penting karena populasi representatif secara nasional dan pertimbangan adanya variabel komplikasi yang multipel. Aspek lain hubungan antara diabetes mellitus dan periodontitis dijabarkan pada penelitian serial dimana peneliti memeriksa manifestasi oral diabetes pada anak-anak dan remaja. Lalla dkk memeriksa 350 anak-anak dan remaja penderita diabetes mellitus dan 350 anak-anak dan remaja non diabetes mellitus (semua berusia antara 6-18 tahun). Kriteria subjek mencakup tiga definisi penyakit periodontal, meliputi kehilangan perlekatan (attachment loss), perdarahan gingiva ataupun kedunya. Melalui analisis regresi multipel, peneliti menemukan prevalensi penyakit periodontal dan inflamasi jaringan pada anak dengan diabetes mellitus yang lebih besar dibandingkan pada anak yang tidak menderita diabetes mellitus, tanpa melihat definisi yang digunakan. Rasio odds rata-rata untuk ketiga definisi penyakit periodontal adalah 2,96. Database yang sama juga digunakan untuk menentukan efek variabel terkait-diabetes pada kondisi periodontal. Melalui penggunaan model fully adjusted, peneliti menemukan bahwa HbA1c rata-rata selama dua tahun sebelum pemeriksaan berhubungan dengan kerusakan jaringan periodontal (rasio odds 1,31 dengan tingkat kepercayaan 95 persen, 1,03 1,66; P lebih kecil dari 0,03). Hubungan ini tidak melihat durasi diabetes mellitus ataupun persentase body mass index terkait usia. Hasil penelitian ini penting karena menunjukkan bahwa penyakit periodontal sebagai komplikasi awal diabetes mellitus (anak-anak dan remaja dengan diabetes mellitus tidak memiliki bukti lain komplikasi klinis diabetes mellitus) dan menunjukkan hubungan antara kontrol metabolik jangka panjang yang buruj dan manifestasi periodontal diabetes mellitus. Hubungan yang mirip juga terlihat antara HbA1c dan komplikasi klinis lainnya pada evaluasi longitudinal pasien dengan diabetes.

PENGARUH PERIODONTITIS PADA DIABETES MELLITUS Peneliti yang meneliti pengaruh periodontitis pada diabetes telah mengetahui bagaimana merawat periodontitis yang mempengaruhi kontrol glikemik. Taylor dan Borgnakke mengulas pengaruh periodontitis pada kontrol glikemik diabetes mellitus, seperti halnya hubungan periodontitis dan komplikasi klinis lainnya diabetes mellitus. Efek periodontitis pada diabetes mellitus dipercaya merupakan hasil respon inflamasi alami jaringan periodontal. Sejumlah sitokin proinflamasi diproduksi pada jaringan periodontal terinflamasi, termasuk tumor necrosis factor-alfa (TNF-alfa), interleukin 6 dan interleukin 1, berkebalikan dengan insulin. Mediator ini mendapatkan jalan masuh ke dalam sirkulasi darah melalui mikrosirkulasi jaringan periodontal dan dapat mempengaruhi jaringan dan organ pada tempat yang jauh. Pada kajian pustaka, Taylor dan Borgnakke menemukan bahwa tujuh uji coba terkontrol acak, peneliti menguji mengenai efek terapi periodontal terhadap kontrol glikemik, dan hasil positif ditunjukkan olehi empat uji coba yang mengindikasikan penurunan HbA1c. Pada empat dari tujuh penelitian tersebut, antibiotika dipergunakan secata sistemik (tiga penelitian) dan satu diberikan lokal (satu penelitian), dan hasil dari tiga penelitian (dua sistemik dan satu lokal) mengindikasikan efek yang menguntungkan. Taylor dan Borgnakke juga memeriksa 13 perawatan periodontal yang terkontrol tidak acak dan menemukan bahwa delapan studi mengindikasikan efek menguntungkan efek perawatan terhadap kontrol glikemik. Sejumlah penelitian observasional memberikan bukti lebih jauh untuk mendukung konsep bahwa periodontitis dapat berefek kurang baik pada penatalaksanaan glikemik. Taylor dkk melaporkan bahwa ketika mereka membandingkan pasien dengan atau tanpa periodontitis yang mempunyai kontrol glikemik menengah dan baik, pasien dengan periodontitis mempunyai kecenderungan kontrol glikemik yang buruk dua tahun kemudian. Hasil dua penelitian longitudinal pada Gila River Indian Community di Arizona mendukung hubungan antara kesehatan periodontal yang buruk dengan resiko komplikasi klinis diabetes mellitus. Saremi dkk mempelajai 628 orang dewasa berusia 35 tahun ke atas yang mempunyai diabetes meliitus dengan median 11 tahun. Melalui model fully adjusted, peneliti menemukan bahwa resiko kematian karena penyakit jantung dan ginjal pada pasien dengan periodontitis berat 3,2 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi tanpa, ataupun mengalami periodontitis ringan dan sedang. Shultis dkk meneliti mengenai periodontitis sebagai faktor resiko komplikasi ginjal penderita diabetes mellitus, termasuk nefropati dan penyakit dinjal tahap akhir. Mereka menggunakan definisi penyakit periodontal yang sama digunakan oleh Saremi dkk dan menemukan penemuan yang mirip. Melalui penggunaan model fully adjusted, mereka menemukan bukti nefropati 2,0 2,6 kali lebih tinggi pada sunjek dengan periodontitis sedang dan berat atau pada pasien edentulous dibandingkan pada subjek tanpa atau mempunyai periodontitis ringan. Insidensi penyakit ginjal tahap akhir bahkan lebih tinggi pada pasien dengan periodontitis sedang dan berat dan pada edentulous, dengan tingkat bahaya berkisar antara 2,3

hingga 4,9. Penelitian ini belum menentukan apakan terapi periodontal akan mengurangi insidensi penyakit ginjal pada subjek dengan diabetes mellitus. Sejumlah pertanyaan terkait bermunculan mengenai data yang menunjang hubungan diua arah antara diabetes mellitus dan periodontitis. Periodontitis merupakan komplikasi klinis diabetes mellitus. Lebih jauh lagi, sekitar 30 persen individu dengan diabetes mellitus memiliki diabetes mellitus tidak terdiagnosis. Oleh karena itu, praktik dental merupakan tempat pelayanan kesehatan yang dapat membantu mengidentifikasi diabetese mellitus tak terdiagnosis, yang dapat mengarah pada penatalaksanaan yang lebih baik pasien dengan diabetes mellitus. Untuk menguji pokok mendiagnosis diabetes mellitus dalam tataran praktik dental, Borrel dkk menggunakan database NHANES III untuk mengembangkan model prediktif untuk mengidentifikasi diabetes mellitus tak terdiagnosis. Mereka menggunakan informasi selfreported dan pemeriksaan periodontal dalam analisisnya. Data self-reported meliputi riwayat keluarga terkait diabetes mellitus dan riwayat hipertensi dan hiperkolesterolemia. Kemungkinan diabetes mellitus tak terdiagnosis dikalkulasi pada individu berusia 45, 50, 55 dan 60 tahun. Data dilaporkan secara terpisah terkategori jenis kelamin dan ras (Afrika-Amerika, Meksiko-Amerika dan kulit putih) subjek berusia 45 tahun dengan riwayat keluarga mempunyai diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia dan yang mempunyai periodontitis mempunyai probabilitas berkisar antara 53 (laki-laki Meksiko-Amerika) hingga 27 persen (perempuan kulit putih). Dengan bertambahnya usia, semua probabilitas meningkat. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa praktik dental dapat digunakan sebagai lokasi identifikasi penderita diabetes mellitus tak terdiagnosis dapat terdiagnosis. MANAJEMEN DIABETES DALAM PRAKTIK DENTAL Keinginan dokter gigi terlibat dalam aktivitas perawatan kesehatan primer dalam praktik dental, termasuk penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus telah digaungkan. Peneliti telah melaporkan mengenai sikap, orientasi dan tata cara dokter gigi umum dan periodontis berkenaan dengan keadaan ini. Dalam salah satu penelitian, peneliti melaporkan mengenai sikap dan perilaku dokter gigi terkait dengan keterlibatan aktif penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus dan strategi berhenti merokok. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar dokter gigi melaporkan adanya kurang percaya diri terhadap kemampuan untuk menyaring pasien diabetes melitus, memandang penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus sebagai peran sampingan dari peranan profesional kesehatan dan berpikir bahwa kolega dan pasien tidak mengharapkan dan mengira dokter gigi untuk melakukan hal sedemikian rupa. Ketika tipe kegiatan dokter gigi umum diselidiki, klinisi melaporkan aktivitas penyelidikan dan konsultasi lebih daripada aktivitas manajemen aktif. Pada penelitian selanjutnya, peneliti membandingkan sikap dan perilaku dokter gigi umum dan periodontis terkait pasien dengan diabetes mellitus atau pasien perokok. Periodontis dipilih

sebagai kelompok pembanding karena diabetes dan merokok merupakan dua hal faktor resiko yang paling penting terhadap periodontitis. Meski periodontis cenderung mengidentifikasi resiko dan manajemen perilaku pasien yang menderita diabetes mellitus dan merokok lebih sering daripada yang dilakukan oleh dokter gigi umum, keduanya cenderung terlibat pada aktivitas yang dapat diklasifikan sebagai penyelidikan dan diskusi, alih-alih mengelola secara aktif faktorfaktor resiko yang ada. Peneliti menemukan bahwa manajemen proaktif terhadap penderita diabetes mellitus tidak dilaksanakan secara rutin. KESIMPULAN Diabetes mellitus adalah penyakit yang harus diwaspadai oleh praktisi dental dan dental hygienists. Berdasar pada data yang tersedia, kami menyimpulkan bahwa klinisi dan dental hygienists mempunyai peranan positif terhadap pasien dengan diabetes mellitus. Sekitar 8 persen populasi Amerika Serikat diperkirakan menderita diabetes mellitus, dengan prevalensi yang meningkat seiring dengan pertambahan usia, dan populasi terus bertambah tua, peranan yang lebih besar dari tim penatalaksanaan medis terhadap menajemen psien dengan diabetes mellitus sangat penting dan dipperlukan. Meski beberapa aspek dari komponen baru praktik dental ini patut terus diperkuat, namun aspek ini merupakan kesempatan bagi klinisi dental untuk sebaiknya dikembangkan. Disclosures. None of the authors reported any disclosures. 1.Le H. Periodontal disease: the sixth complication of diabetes mellitus. iabetes Care 1993;16(1):329-334. 2.Taylor GW, Borgnakke WS. Periodontal disease: associations with iabetes, glycemic control and complications. Oral Dis 2008;14(3): 91-203. 3.Ship JA. Diabetes and oral health: an overview. JADA 2003; 134(suppl):4S-10S. 4.Moore PA, Guggenheimer J, Etzel KR, Weyant RJ, Orchard T. Type 1 diabetes mellitus, xerostomia, and salivary flow rates. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2001;92(3):281-291. 5.Taylor GW, Manz MC, Borgnakke WS. Diabetes, periodontal diseases, dental caries, and tooth loss: a review of the literature. Compend Contin Educ Dent 2004;25(3):179-192. 6.Guggenheimer J, Moore PA, Rossie K, et al. Insulin-dependent diabetes mellitus and oral soft tissue pathologies, II: prevalence and characteristics of Candida and Candidal lesions. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000;89(5):570-576. 7.Matsuo S, Nakamoto M, Nishihara G, et al. Impaired taste acuity in patients with diabetes mellitus on maintenance hemodialysis. Nephron Clin Pract 2003;94(2):c46-c50. 8.Lalla E, Lamster IB, Feit M, et al. Blockade of RAGE suppresses periodontitis-associated bone loss in diabetic mice. J Clin Invest 2000;105(8):1117-1124. 9.Pontes Andersen CC, Flyvbjerg A, Buschard K, Holmstrup P. Relationship between periodontitis and diabetes: lessons from rodent studies. J Periodontol 2007;78(7):1264-1275. 10.Ebersole JL, Holt SC, Hansard R, Novak MJ. Microbiologic and immunologic characteristics

of periodontal disease in Hispanic Americans with type 2 diabetes. J Periodontol 2008;79(4):637-646. 11.Lalla E, Kaplan S, Chang SM, et al. Periodontal infection profiles in type 1 diabetes. J Clin Periodontol 2006;33(12):855-862. 12.Graves DT, Liu R, Alikhani M, Al-Mashat H, Trackman PC. Diabetes-enhanced inflammation and apoptosis: impact on periodontal pathology. J Dent Res 2006;85(1):15-21. 13.Taylor GW. Bidirectional interrelationships between diabetes and periodontal diseases: an epidemiologic perspective. Ann Periodontol 2001;6(1):99-112. 14.Tsai C, Hayes C, Taylor GW. Glycemic control of type 2 diabetes and severe periodontal disease in the US adult population. Community Dent Oral Epidemiol 2002;30(3):182-192. 15.Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Diabetes mellitus promotes periodontal destruction in children. J Clin Periodontol 2007;34(4):294-298. 16.Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Diabetes-related parameters and periodontal conditions in children. J Periodontal Res 2007;42(4): 345-349. 17.Molyneaux LM, Constantino MI, McGill M, Zilkens R, Yue DK. Better glycaemic control and risk reduction of diabetic complications in Type 2 diabetes: comparison with the DCCT. Diabetes Res Clin Pract 1998;42(2):77-83. 18.Writing Team for the Diabetes Control and Complication Trial/Epidemiology of Diabetes Interventions and Complications Research Group. Effect of intensive therapy on the microvascular complications of type 1 diabetes mellitus. JAMA 2002;287(19):2563-2569. 19.Tilg H, Moschen AR. Inflammatory mechanisms in the regulation of insulin resistance. Mol Med 2008;14(3-4):222-231. 20.Taylor GW, Burt BA, Becker MP, et al. Severe periodontitis and risk for poor glycemic control in patients with non-insulin-dependent diabetes mellitus. J Periodontol 1996;67(10 suppl):1085-1093. 21.Saremi A, Nelson RG, Tulloch-Reid M, et al. Periodontal disease and mortality in type 2 diabetes. Diabetes Care 2005;28(1):27-32. 22.Shultis WA, Weil EJ, Looker HC, et al. Effect of periodontitis on overt nephropathy and endstage renal disease in type 2 diabetes. Diabetes Care 2007;30(2):306-311. 23.Lalla E. Periodontal infections and diabetes mellitus: when will the puzzle be complete? J Clin Periodontol 2007;34(11):913-916. 24.Borrell LN, Kunzel C, Lamster I, Lalla E. Diabetes in the dental office: using NHANES III to estimate the probability of undiagnosed disease. J Periodontal Res 2007;42(6):559-565. 25.Kunzel C, Lalla E, Albert DA, Yin H, Lamster IB. On the primary care frontlines: the role of the general practitioner in smoking-cessation activities and diabetes management. JADA 2005;136(8):1144-1153. 26.Kunzel C, Lalla E, Lamster IB. Management of the patient who smokes and the diabetic patient in the dental office. J Periodontol 2006;77(3):331-340. 27.National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. National Diabetes Statistics, 2007. http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/statistics. Accessed Aug. 4, 2008

Вам также может понравиться