Вы находитесь на странице: 1из 9

MALFORMASI ANOREKTAL Cathrina Desiere Moniaga, Indah Triayu Irianti ,Karlina Budiman,Nur Sepdyanti, Sudarman,Try Enos O, Ayu Indira,

Farid Nur Mantu. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasannuddin Makassar
ABSTRAK Malformasi anorektal atau disebut dengan atresia ani merupakan penyakit anomali kongenital yang terjadi oleh karena tidak berkembangannya organ pada bagian saluran intestinal dan urogenital. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita yaitu pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediat. Sekitar 40-70 % dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Pendekatan bedah dilakukan untuk memperbaiki cacat pada penyakit ini dikenal dengan prosedur pembedahan PSARP (Postero Sagital anorectolplasty). Berdasarkan penemuan kasus di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar bulan November 2012, dilaporkan seorang anak perempuan usia 1 tahun 4 bulan 5 hari dengan keluhan buang air besar tidak terkontrol yang dialami sejak 5 bulan yang lalu dengan riwayat post operasi colostomy tidak diketahui, riwayat PSARP pada tanggal 25/06/2012 serta riwayat tutup colostomy pada tanggal 25/08/2012 di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo. Dan saat ini pasien didiagnosis dengan post PSARP et causa Malformasi Anorektal, Inkontinensia Alvi. Kata kunci : Malformasi anorektal, Inkontinensia Alvi, colostomy, PSARP ABSTRACT Anorectal malformations or called atresia ani is a disease congenital anomaly that occurs because no organ development occurs in the intestinal and urogenital tract. Anorectal malformation occurs every 1 in 5,000 births and is more common in men than women, men are two times more likely to lie high anorectal malformations or intermediates. Approximately 40-70% of patients experienced one or more additional defects of other organ systems. Performed surgical approaches to repair defects in the disease, known as PSARP (Sagital anorectolplasty) surgical procedures. Based on the findings in the case of hospitals Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar in November 2012, reportedly a girl aged 1 year 4 months 5 days with defecation uncontrolled

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

in nature since 5 months ago with a history of post colostomy surgery a few days after birth and history PSARP 2 months ago and now diagnosed with post PSARP et causa Malformasi Anorektal, Incontinence Alvi.

PENDAHULUAN Malformasi anorektal adalah keadaan dimana tidak terbentuknya anus atau anus tidak terbentuk dengan sempurna. Kelainan kongenital ini terdiri dari kelainan bawaan anus dan kelainan bawaan rektum. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan ini umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter dan otot dasar panggul. Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistel antara saluran kemih dan saluran genital. Pada kelainan rektum yang tinggi, sfingter interna tidak ada, tetapi sfingter eksterna hipoplastik.Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata dengan fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck. Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal. Yang ketiga yang tersering adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang berspektrum luas di mana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu saluran. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat satu lubang saja pada perineum, dan terletak di mana uretra biasanya ada. Pada keadaan ini, genital eksternanya hipoplastik. Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada

malformasi anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan malformasi anorektal menggunakan prosedur abdominoperineal pull through, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan terjadinya prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasty (PSARP), yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel. LAPORAN KASUS Seorang anak perempuan berusia 1 tahun 4 bulan 5 hari masuk Rumah Sakit pada tanggal 21 november 2012 dengan keluhan buang air besar tidak terkontrol, dialami sejak 5 bulan yang lalu (post operasi PSARP), buang air besar tidak disertai lendir dan darah. Awalnya pasien terlahir tidak mempunyai lubang anus. Riwayat operasi colostomy tidak diketahui. Pasien sebelumnya berobat di Rumah Sakit Bhayangkara 7 bulan yang lalu dan didiagnosa atresia ani letak tinggi. Lalu di rujuk ke Rumah Sakir Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan tujuan tindakan PSARP pada tanggal 25/06/2012. Riwayat operasi tutup colostomy pada tanggal 25/08/2012.
Riwayat perut kembung yaitu 4 hari setelah operasi PSARP. Riwayat demam ada. Riwayat muntah disangkal. Riwayat infeksi saluran kemih ada dialami bersamaan dengan adanya keluhan kencing kemerahan dialami sejak 2 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan pasien dengan keadaan tidak sakit, gizi baik, dan sadar dengan tekanan darah 90/60 mmHg, pernapasan 40 kali per menit, nadi 136 kali per menit dan suhu 36,8 C. Bentuk kepala normocephal, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya positif. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan inspeksi pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris, palpasi vokal fremitus dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris, perkusi sonor dan auskultasi bunyi napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung didapatkan iktus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, perkusi batas jantung normal, serta auskultasi BJ I-II murni, regular, bunyi tambahan tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan inspeksi perut tampak datar, ikut gerak napas, tampak skar pada regio hipokondrium sinistra berukuran 15 x 2 cm, Pada region suprapubik didapatkan skar berukuran 20 x 1 cm. Tidak ada nyeri tekan. Pada perkusi didapatkan timpani. Pada pemeriksaan genital tampak penonjolan berwarna kemerahan pada daerah permukaan rektum. Pada pemeriksaan rectal touche didapatkan spincter longgar, mukosa licin, ampulla kosong, handscoen didapatkan

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

feses (-), darah (+) lendir (-). Untuk pemeriksaan ekstremitas atas maupun bawah tidak ada kelainan.

HASIL PEMERIKSAAN Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap (27/11/2012) didapatkan leukosit 11,91, sel darah merah 3,80, hemoglobin 9,3, hematokrit 29,7, platelet 396, CT 900, BT 500, kimia darah (27/11/2012) didapatkan GDS 89, protein total 5,6 Ureum 7, Albumin 4,2 Creatinin 0,4 Bilirubin total 0,3 Bilirubin Direct 0,1 Na 140 Kalium 3,4 Klorida 106 SGOT 30 SGPT 19. Laboratorium pada tanggal 24 november 2012 diperoleh hasil urinalisa protein +/25, darah +++++/250, leukosit 500/+++, sedimen leukosit penuh, sedimen eritrosit 20-30, sedimen epitel sel 2-5, kesan suspek ISK. Pada pemeriksaan darah rutin (24/11/2012) didapatkan Hb 7,5. Pemeriksaan USG (24/11/2012) didapatkan hidronefrosis bilateral.

FOTO KLINIS (26/11/2012)

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

PEMBAHASAN Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa buang air besar tidak terkontrol dialami sejak 5 bulan yang lalu (post operasi PSARP) tidak disertai lendir dan darah. Awalnya pasien terlahir tidak mempunyai lubang anus. Riwayat operasi colostomy tidak diketahui. Pasien sebelumnya berobat di Rumah Sakit Bhayangkara 7 bulan yang lalu dan didiagnosa atresia ani letak tinggi. Lalu di rujuk ke Rumah Sakir Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan tujuan tindakan PSARP (25/06/2012). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pembedahan atresia ani memiliki angka kesembuhan yang rendah jika pada saat pembedahan berlangung terjadi cedera pada sfingter anal eksterna atau cedera pada inervasinya, keadaan ini dapat mengakibatkan inkontinensia alvi sementara atau permanen. Juga, pada kelainan atresia ani letak tinggi dijelaskan bahwa masalah terjadi pada pengontrolan fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi sehingga buang air besar tidak terkontrol dengan baik. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 90/60 mmHg yang berarti tekanan darah anak dalam batas normal. Terdapat riwayat perut kembung setelah operasi PSARP dimana keadaan ini sesuai dengan kepustakaan yaitu terjadi gangguan passase usus setelah operasi, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada reabsorbsi usus serta meningkatnya sekresi usus, hal ini mengakibatkan penimbunan cairan dan udara dalam lumen usus sehingga terjadi dilatasi usus. Adanya riwayat demam setelah operasi PSARP, yang bersifat tidak terus-

menerus, deman turun setelah diberikan obat penurun panas, keadaan ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa demam merupakan respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme yang berproliferasi di dalam tubuh dan menyebabkan demam. Demam menurun dengan meminum obat penurun panas, hal ini merupakan respon tubuh terhadap adanya infeksi bakteri pasca operasi, dimana bakteri ini memasuki aliran darah dan merangsang terjadinya pelepasan sitokin, dimana sitokin ini merangsang hipotalamus

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

untuk meningkatkan sekresi prostaglandin yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Terdapat riwayat infeksi saluran kemih dialami bersamaan dengan adanya keluhan kencing kemerahan. dialami sejak 2 bulan yang lalu. Sesuai dengan

kepustakaan yang menyatakan bahwa infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana terjadinya infeksi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, yaitu infeksi pada urethra hingga pada parenkim ginjal, adanya infeksi dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter,

melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut, mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri, robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa dan masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Pada Pemeriksaan USG didapatkan hidronefrosis bilateral. Hidronefrosis bilateral adalah dilatasi kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal. Hidronefrosis dapat terjadi oleh karena kelainan struktural dari sambungan antara ginjal, ureter, dan kandung kemih yang menyebabkan hidronefrosis. Hidronefrosis dapat terjadi selama perkembangan janin. Kelainan struktural lainnya bisa disebabkan oleh luka,

operasi, atau terapi radiasi. Selain kelainan struktural pada perkembangan janin, keadaan lainnya bisa terjadi jika bakteri pada kandung kemih naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films or fluid), hal ini diperberat oleh adanya refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Jika infeksi hanya terjadi pada vesica urinaria dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, iritasi ini dapat menyebabkan mukosa vesika urinaria meradang dan perdarahan (hematuria)

KESIMPULAN Malformasi anorektal atau dikenal dengan atresia ani merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital dan merupakan kerusakan berspektrum luas pada perkembangan bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital. Ketika

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran urogenital juga dapat terlibat. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. 40 hingga 70 % dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Malformasi anorektal adalah keadaan dimana tidak terbentuk anus atau anus tidak terbentuk dengan sempurna. Kelainan congenital ini terdiri daripada kelainan bawaan anus dan kelainan bawaan rektum. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan ini umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter dan otot dasar panggul. Tindakan operasi sangat dibutuhkan dalam usaha untuk memperbaiki kelainan bawaan ini. Pada malformasi anorektal dengan lesi letak rendah tidak dibutuhkan tindakan operasi kolostomi, hanya tindakan anoplasti. Pada malformasi anorektal letak tinggi dibutuhkan tindakan operasi kolostomi dimana tindakan ini dilakukan pada saat periode neonatus. Kemudian, prosedur ini dilanjut dengan operasi definitive dan penutupan kolostomi. Tindakan operasi kolostomi masih menjadi pilihan pertama dalam menangani kasus kelainan bawaan lesi letak tinggi dan malformasi yang kompleks. Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistel antara saluran kemih dan saluran genital. Pada kelainan rektum yang tinggi, sfingter interna tidak ada, tetapi sfingter eksterna hipoplastik. Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata dengan fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidajat R., Jong W. D., Bab 35 Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteraan ECG, Edisi ke 2, Jakarta, 2004. Hal : 664 670. 2. Raffensperger J. G., Chapter 72 Anorectal Anomalies, Swensons Pediatric Surgery, McGraw Hill Educations, Volume 1, 5th Edition, Connecticut, 2006. Pg : 587 605. 3. Adkins J. C., Symposium on Pediatric Surgery : Imperforate Anus, The Surgical Clinics of North America. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Volume 56, No. 2, 1990. Pg : 379 393. 4. Oldham K. T., Colombani P. M., Chapter 89 Rectum and Anus, Principles and Practice of Pediatric Surgery, Volume 2, 6th Edition, Lippincot Williams and Wilkins, , Philadelphia. 2005. Pg : 1414 1417. 5. Grosfeld J. L., ONeill J. A., Chapter 101 Anorectal Malformations, Pediatric Surgery, Volume 2, 6th Edition, Mosby Elsevier, Philadelphia, 2006. Pg : 1566 1588. 6. Arensman R. M., Bambini D. A., Anorectal Malformations in Pediatric Surgery, Landes Bioscience, USA. Pg : 366 371. 7. Levitt M. A., Pena A., Anorectal Malformations. htpp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC197061/ 8. Levit M. A., Pena A., Imperforate Anus : Surgical Perspective : eMedicine Pediatrics : Surgery. http://emedicine.medscape.com/article/933524overview,diagnosis,treatment 9. Caty M. G., Levitt M. A., Chapter 17 Complications of Surgery for Anorectal Malformations in Complications in Pediatric Surgery, 1st Edition, New York. 2009Pg : 299 304. 10. ASC : Colostomy Guide. http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI_2_6X_Colostomy.asp 11. Clark J., Colostomy Guide, United Ostomy Associations (UOA), 2004. Pg : 4 16.

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

Malformasi Anorektal, Laporan Kasus, November 2012

Вам также может понравиться