Вы находитесь на странице: 1из 11

MASALAH keracunan makanan tampaknya sudah langganan di Indonesia.

Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup tinggi. Dan, dari seluruh kasus keracunan makanan yang ada, semua bersumber pada pengolahan makanan tidak higienis. Ironisnya makanan tidak higienis ini banyak dijual di kantin sekolah. Masalah keamanan pangan, menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sampurno, menjadi isu strategis saat ini. "Industri rumah tangga di bidang pangan (IRTP) berjumlah lebih dari 500 ribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, pada saat yang sama IRTP juga mempunyai potensi kerawanan keamanan pangan terutama dalam kebersihan sarana, pemilihan bahan, proses pengolahan, dan monitoring mutu produk di peredaran," jelasnya. Demikian juga makanan jajanan (street food) dan jajanan anak sekolah, kata Sampurno, perlu mendapat perhatian serius dan konsisten dari semua pihak. "Terutama adanya fenomena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Perlu dilakukan pembinaan yang lebih intensif kepada IRTP dan pembuat makanan jajanan terhadap pemasok bahan kimia." Menurutnya, sumber terbesar keracunan makanan yang terjadi di Indonesia berada pada usaha jasa boga atau katering untuk karyawan maupun jajanan anak sekolah. "Pembinaan dan pengawasan usaha jasa boga dan jajanan anak sekolah ini ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Meski demikian, lanjutnya, Badan POM tetap melakukan proaktif menjalin kerja sama dengan mitra terkait. "Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Badan POM sebagian besar kasus keracunan makanan akibat makanan telah terkontaminasi mikroba patogen Staphyllococcus areus." Hal ini mengindikasikan adanya masalah kebersihan dan proses memasak makanan yang tidak higienis. Sedangkan dari uji sampling jajanan sekolah dari Banda Aceh sampai Jayapura ditemukan makanan mengandung formalin dan boraks pada bakso dan mi untuk pengenyal dan pengawet serta Rhodamin B pada sirup es mambo atau pewarna merah pada es. Penyuluhan Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Tuti Lukman Sutrisno mengemukakan belum semua sekolah mendapat penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat. "Sebab, saya pernah menanyakan kepada penjaga kantin sekolah, mereka belum pernah didatangi petugas kesehatan untuk mendapatkan penyuluhan tentang makanan yang aman untuk anak-anak." Bahkan, kata Tuti, beberapa kantin sekolah yang menyediakan jajanan anak sekolah sama sekali tidak layak dan tidak aman untuk dikonsumsi anak-anak. "Pihak sekolah pun harus ikut bertanggung jawab dalam pengadaan jajanan anak sekolah. Karena sekolah yang mengizinkan penjual itu berjualan di sekitar sekolah."

Seperti diketahui, Rhodamin B biasa digunakan untuk pewarna tekstil dan masuk ke dalam golongan pewarna yang dilarang digunakan untuk makanan. Demikian juga produk jajanan mengandung mikroba salmonela yang menyebabkan tifus. Menurut Sampurno, penanganan makanan jajanan anak sekolah ini harus melibatkan pihak sekolah untuk melakukan pembinaan kepada para penjaja makanan yang ada di sekitar sekolah maupun kantin. Sampurno meminta pihak sekolah harus mewaspadai donasi dan promosi makanan yang dilakukan di sekolah-sekolah. "Makanan yang didonasikan ke sekolah bila tidak diatur dan dilakukan pengawasan dengan baik dapat menimbulkan masalah dan risiko pada anak-anak sekolah." Sehubungan dengan hal itu Badan POM telah menyampaikan pedoman pemberian pangan untuk konsumsi anak sekolah kepada gubernur di seluruh Indonesia. Sedangkan industri makanan di dalam negeri dengan teknologi modern juga tumbuh pesat dengan dukungan basis sumber daya nasional. "Untuk bersaing di pasar ekspor, aspek mutu dan keamanan produk harus dijaga konsisten untuk selalu memenuhi standar internasional terkini." Anggota DPR dari Komisi IX Achmad Affandy menilai bahwa pemantauan terhadap makanan yang ditambah dengan zat kimia tidak tuntas. "Dulu pernah ada pemeriksaan terhadap bahan pembuat tahu Kediri. Hasil pemeriksaan POM mengandung formalin. Pengusaha tahu Kediri jera dan tidak lagi menambahkan formalin. Akan tetapi, setelah beberapa bulan kemudian dilakukan lagi dengan alasan usahanya bisa rugi." Menurut Sampurno, perbuatan pengusaha itu jelas merugikan masyarakat apalagi menambahkan zat kimia terlarang pada makanan yang cukup khas di kotanya. Sampurno menjelaskan program pengawasan keamanan pangan Badan POM pada tahun mendatang difokuskan untuk menyelesaikan dan menyusun berbagai standar bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). "Terutama menyangkut bahan tambahan pangan pengemulsi, pemantap, pengatur keasaman, pengental, antioksidan, pemutih, pematang tepung dan sebagainya." Demikian pula berbagai peraturan pangan yang saat ini sudah dalam proses, lanjutnya, perlu diselesaikan segera. Misalnya, peraturan persyaratan penggunaan pengawet dalam produk pangan, persyaratan penggunaan pewarna, persyaratan penggunaan bahan baku, persyaratan penggunaan cemaran logam, dan batas maksimum aflatoksin dalam produk pangan. Sering kali anak-anak tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya yang menggugah selera, dan harganya terjangkau. Makanan ringan, sirup, bakso, mi ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah. Bahkan tak terbendung lagi berapa uang jajan dihabiskan untuk membeli makanan yang kurang memenuhi standar gizi ini. Bahan tambahan

Menurut Ketua Patpi (Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia) Cabang DKI Jaya DR Ir RD Esti Widjajanti, makanan semakin enak biasanya ditambah dengan bahan tambahan makanan (BTM). "Produsen makanan rumah tangga akan berusaha menampilkan makanan semenarik mungkin baik dari penampakan, aroma, dan tekstur. Akan tetapi, acap kali faktor gizi, higienis dan keamanan pangan justru diabaikan." Faktanya produksi pangan olahan untuk tujuan komersial penggunaan bahan tambahan kimia sebagai bahan pengawet tidak mungkin dihindari, terutama industri makanan rumah tangga. Tujuan penggunaan bahan pengawet ini adalah untuk menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, khamir). "Akhir tujuannya dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, warna, menstabilkan, memperbaiki tekstur, sebagai zat pengental/penstabil, antilengket, mencegah perubahan warna, memperkaya vitamin, mineral, dan sebagainya." Menurutnya, pemberian bahan tambahan tersebut tidak merusak nilai gizi makanan itu, asalkan tidak kedaluwarsa. Biasanya kalau masa kedaluwarsanya sudah ditentukan, maka empat bulan menjelang kedaluwarsa makanan itu mengalami perubahan. Penggunaan zat pengawet sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis zat pengawet ada dua, yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik, misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis pengawet yang diizinkan dalam buah-buahan olahan demi menjaga kesehatan konsumen. Menurut Esti, pewarna, pengawet, atau penguat rasa alamiah sangat sulit dilakukan di Indonesia karena harganya cukup mahal. "Apalagi dijual untuk konsumsi anak sekolah, industri rumah tangga lebih menyukai bahan kimia. Kalau zat pewarna jelas warnanya lebih ngejreng dibandingkan dengan pewarna dari Angkak. Warnanya kurang menarik dan mahal harganya." Demikian juga dengan pemanis buatan, seperti aspartam jauh lebih disukai produsen karena hanya satu tetes saja, kata Esti, sudah cukup manis dibandingkan gula asli dari tebu. Sedangkan penguat rasa MSG, lanjutnya, kalau di luar negeri dipakai penguat rasa dari tumbuhan. Harganya memang mahal dibandingkan MSG hasil fermentasi, seperti yang dipakai di Indonesia. "Tentu saja masyarakat harus hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman yang masih rendah keamanannya. Jangankan jajanan sekolah, pembuatan tempe saja sekarang ini masih kurang higienis, khususnya sanitasinya. Bagaimana tempe kita bisa diekspor," kata Esti yang juga Kepala Bidang Teknologi Pangan dan Nutrisi BPPT ini. Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan, rencana Badan POM ke depan, menurut Sampurno, akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan di Indonesia (National Center Food Safety Alert and Respons). Pada 2005 nanti Badan POM akan menerapkan

sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan dan system food star pada industri rumah tangga pangan. "Rencana ke depan Badan POM akan melaksanakan sistem standardisasi produk pangan dan bahan berbahaya, membangun networking dengan berbagai instansi berkaitan dengan mutu dan keamanan jajanan anak sekolah." Dan tak kalah penting, lanjut Sampurno, Badan POM perlu meningkatkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan pengamanan bahan kimia.

Mewaspadai keracunan pangan


CANDRA

Sistim Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) adalah program nasional yang terdiri dari semua stakeholders k keamanan pangan, mulai dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. SKPT merupakan sistim yang mengko pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara pangan.Bersama-sama kita meningkat Indonesia adalah semboyan untuk sistim keamanan pangan terpadu (SKPT) nasional di Indonesia. Semboyan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. Keamanan makanan menjadi faktor yang sangat penting dalam pemilihan makanan, karena betapapun nikmat bilamana tidak aman bagi kesehatan tentu tidak layak dikonsumsi oleh konsumen. Menurut survei Badan POM persen, anak sekolah jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin maupun penjaja makanan di sekitar sekolah. Su tahun 2008 itu juga menunjukan bahwa pangan jajanan di sekolah memegang peran penting dalam memberik bagi anak-anak usia sekolah. Makanan minuman umumnya tersusun dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan berbagai berada dalam makanan secara alami maupun yang sengaja ditambahkan. Ternyata pangan jajanan di sekolah te pemenuhan kebutuhan energi sebesar 31,1 % dan protein sebesar 27,4% akan tetapi, dilemanya tingkat k disekolah cukup memprihatinkan. Dari hasil pengawasan jajanan anak sekolah yang dilakukan rutin oleh Badan POM selama 2006 2010 m serkitar 40-44 persen jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan yang disebabkan oleh berbahaya. Misalnya formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow, penggunaan pemanis minuman maupun kue-kue. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah rendahnya tingkat pengetahuan produsen ataupun penjaja maka pangan jajanan, praktek hygiene yang masih rendah, atau produsen tidak peduli dengan aspek keamanan keuntungan yang besar, merupakan faktor utama penyebab masalah keamanan pangan. Kondisi seperti ini dapa akibat pangan pada anak-anak baik secara akut maupun kronis. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor juga telah ditemukan Salmonella Paratyphi A dalam 25 % - 50 % sampai mi lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Bakter E-Coli juga ditemukan minuman seperti es sirup dan minuman sejenis. Jajanan bisa tercemar bakteri antara lain karena proses pengol tempat penyajian yang terkontaminasi serangga dan debu serta perilaku penjaja yang kurang memperhatikan keb makanan menggunakan tangan langsung tanpa alat bantu/pelapis, melayani pembeli sambil

Makanan yang tercemar bakteri E Coli bisa menyebabkan diare. Secara spesifik, jajanan makanan sekolah ba tidak layak konsumsi. Karena selama ini para penjual makanan jajanan sekolah, menjual dagangannya di area te atas selokan kotor tanpa penutup atau dipinggir jalan yang banyak debu beterbangan. Kondisi ini dapat memicu terhadap jajanan sekolah sehingga menjadi tidak sehat dan berbahaya. Makanan jajanan yang dijual oleh ped FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lim tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau

Meningkatnya makanan jajanan dibanyak negara termasuk di Indonesia adalah akibat peningkatan populasi pend sosio ekonomi. peningkatan angka pengangguran, urbanisasi, dan turisme. Makanan jajanan kaki lima menjadi murah, mudah, menarik dan bervariasi. Dari sudut pandang ekonomi, makanan jajanan kaki lima ini dapat me utama. Karenanya jajanan kaki lima selama ini menjadi alternatif untuk mendapatkan makanan secara cepat, kar jalan raya atau tempat orang melintas. Sehingga menjadi bagian penting dalam sistim suplai makanan. Namun a tersebut?
Bahaya pangan yang tidak aman

Pada umumnya yang sering menjadi masalah yang berhubungan dengan pangan ad kantin atau warung dan kebiasaan makan fast food. Laporan Food Watch memaparkan hasil monitoring jajanan anak tidak memenuhi syarat (TMS) karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas. Penyala

yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam pangan, serta cemaran mikroba yang mencerminkan kualitas mik anak

Bahan kimia berbahaya yang dilarang namun sering digunakan untuk pangan adalah 1).Formalin (bahan pe pengawet kayu dan penghilang bau), digunakan untuk mie dan tahu. 2).Boraks (bahan pengawet kayu, antisept baku pada industri kaca), digunakan untuk bakso, mie,kerupuk,lontong dan lupis. 3) Zat perwarna rhodamin (bahan pewarna tektil), digunakan untuk aneka kue dan minuman warna-warni. Bahan-bahan tersebut dapat manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker da manusia. Pengaruh jangka pendek menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti

Sebenarnya pemanis buatan itu tidak memiliki nilai gizi kalori, dan jika dikonsumsi dalam jumlah menyebabkan hipoglikemia yang berakibat turunnya daya belajar, juga bisa menimbulkan kanker prostat. Adapun c makanan mengandung bahan berbahaya dan pewarna yang dilarang jika bahan-bahan makanan mie, tahu, bakso, kenyal, mengkilat, dan tidak dihinggapi lalat, maka patut dicurigai bahwa bahan tersebut mengandung bo makanan atau minuman warna-warni yang warnanya sangat cerah dan ngejreng/cas, serta tidak mudah hilang jika maka itu merupakan awal tanda-tanda makanan atau minuman tersebut mengandung pewarna tekstil rhoda

Untuk mengurangi paparan terhadap anak sekolah dari makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman, perlu keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid serta pedagang. Sekolah dan pemerintah p UKS (Upaya Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang keamanan pangan yang sudah pernah dilakuk Kementrian Kesehatan dapat ditingkatkan penggunaannya sebagai alat bantu penyuluhan keamanan p

Bahkan pada tanggal 31 Januari 2011 yang lalu, Wapres RI Boediono telah mencanangkan gerakan jajanan Resiko kesehatan yang ditimbulkan akibat jajanan yang tidak aman tidak bermutu berdampak jangka panjan generasi bangsa yang lebih baik. Karena itu sangat penting untuk menjadikan gerakan jajanan anak sekolah bermutu.

Gerakan pengawasan pangan jajanan anak sekolah perlu melibatkan berbagai pihak. Di sini diperlukan ke partsipasi aktif dari berbagai pihak dalam meningkatkan keamanan pangan. Gerakan ini jangan sebatas gerta diupayakan secara terus menerus dan terpadu agar hasil yang dicapai dapat maksimal. Untuk itu masing-m memiliki peran aktif yang

Anak sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa anak-anak saat ini. Untuk itu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan se berkesinambungan. Pertumbuhan dan perkembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutr kuantitas yang baik serta

Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu da sempurna. Yang sering menimbulkan masalah adalah pemberian makanan yang tidak benar dan menyim mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan Sistim
Food Borne diseases

dianggap

atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di ba bukan termasuk penyakit yang serius sehingga sering kali

Sebagaimana Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 922/Menkes/SK Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerinta Yang menjadi urusan dan kewenangan dinas kesehatan adalah a)Pengawasan dan pengendalian dalam rangka p Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat pencemaran makanan. b)Pelaksanaan pemeriksaan sarana produksi dan minuman hasil industri rumah tangga. c)Pelatihan pengambilan contoh makanan minuman hasil industri rumah t registrasi makanan minuman hasil industri rumah tangga. e)Penerbitan sertifikat laik sehat bagi produsen ma d)Pengawasan dan pengendalian dalam rangka penggunaan bahan tambahan yang dilarang termasuk cemaran makanan minuman produksi rumah tangga. Dalam skala provinsi akan dilaksanakan dinas kesehatan provinsi dan skala kabupaten/kota akan dilak kabupaten/kota. Dinas kesehatan provinsi adalah sebagai leading sektor pelopor terdepan memimpin dan melakuk pengawasan dan pengendalian keseluruh kabupaten/kota.
Peran dinas kesehatan

Berita yang memprihatinkan dari Sumatera Utara adalah akhir-akhir ini sering terjadi kejadian keracunan pang yang relatif beruntun. Dimulai kasus di Akademi kesehatan di Padang Sidempuan, Kasus Tempat Pelatihan H Sekolah Kesehatan - Medan, Kasus di proyek pembangunan rumah sakit Jalan Dr Mansyur-Medan, Kasus di sampai dengan kasus keracunan anak sekolah - Medan Johor, SD Al Washliyah Jalan Bromo Medan dan SD Kecamatan Percut Sei Tuan-Deli Serang. Sehingga apakah kasus-kasus ini akan berlanjut terus? Untuk itu mari koordinasi lintas program dan lintas sektor yang bertekad mencegah keracunan pangan di Sum

Penulis adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

Awas! Ancaman Jajanan Anak Sekolah Masih Hantui Orang Tua


ILUSTRASI: Pengawasan Badan POM dalam lima tahun terakhir menunjukkan, masih banyak jajanan anak sekolah yang tidak sehat. Hasil pemantauan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilakukan secara rutin selama kurun waktu 2006-2010 menunjukkan, jajanan anak yang tidak memenuhi syarat berkisar 40-44 persen

Pengawasan Badan POM dalam lima tahun terakhir menunjukkan, masih banyak jajanan anak sekolah yang tidak sehat. Hasil pemantauan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilakukan secara rutin selama kurun waktu 2006-2010 menunjukkan, jajanan anak yang tidak memenuhi syarat berkisar 40-44 persen. Fakta ini sungguh memprihatikan. Berdasarkan survei Badan POM pada 2008, pangan jajanan memegang peranan penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Menurut hasil survei itu, pangan jajanan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 31 persen dan protein sebesar 27,4 persen. Fakta lain juga menyebutkan, sekitar 78 persen anak sekolah jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin maupun dari penjaja sekitar sekolah. "PJAS tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan karena penggunaan bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B, dan methanyl yellow," ungkap BPOM dalam siaran persnya, Senin (31/1/2011) kemarin. Menyikapi temuan ini, Badan POM telah mencanangkan "Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi" pada hari ini. Pencanangan yang dilakukan Wakil Presiden Boediono tersebut juga bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Ke-10 Badan POM. BPOM juga telah menyusun Rencana Aksi Nasional Gerakan Menuju Pangan Jalanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi. Rencana tersebut antara lain meliputi promosi keamanan pangan melalui komunikasi, penyebaran informasi, dan edukasi bagi komunitas sekolah termasuk guru, murid, orangtua murid, pengelola kantin sekolah, dan penjaja PJAS. Langkah lainnya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengolahan dan penyajian PJAS yang benar, peningkatan pengawasan keamanan pangan yang dilaksanakan secara mandiri oleh komunitas sekolah, dan pemberdayaan masyarakat termasuk penerapan sanksi sosial (social enforcement). Sementara itu, Tim Gabungan antarkementerian akan mengawasi mutu jajanan anak sekolah karena masih ditemukan 40-44 persen jajanan yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan. "Selama ini belum ada koordinasi yang baik antarinstansi sehingga pengawasan belum bisa efektif. Jadi kami akan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan untuk pengawasan," ujar Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Kustantinah ketika ditemui pada acara ulang tahun Badan POM di Jakarta, Senin. Selama 2009-2010 kantin sehat baru ada di 453 sekolah (0,25 persen) dari 178.240 sekolah SD di seluruh Indonesia padahal hasil survei Badan POM menunjukkan sebanyak 78 persen anak sekolah jajan di lingkungan sekolah baik di kantin maupun penjaja makanan di sekitar sekolah. Survei yang dilakukan pada 2008 itu juga menunjukkan bahwa pangan jajanan di sekolah memegang peran penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Pangan jajanan di sekolah ditemukan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 31,1 persen dan protein sebesar 27,4 persen. Padahal hasil pengawasan jajanan anak sekolah yang dilakukan rutin Badan POM selama 2006-2010 menunjukkan masih ada sekitar 40-44 persen jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan yang disebabkan oleh penggunaan bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow. "Jadi kami akan menyatukan lintas sektor dalam satu program agar pengawasan bisa efektif. Misalnya pengujian akan dilakukan di Badan POM, pembinaan promosi kesehatan dari Kementerian Kesehatan, atau sosialisasi lewat ibu-ibu PKK dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Kemudian bagaimana menjaga jajanan sekolah tetap sehat dari Kementerian Pendidikan," papar Kustantinah. (fn/km/ant) www.suaramedia.com

BAHAYA MAKANAN JAJANAN DI SEKITAR KITA


Bukan kali pertama kalau diberitakan jajanan anak sekolah (dan orang dewasa) tidak menyehatkan. Bahaya makanan jajanan sekolah dan makanan umum lainnya bisa muncul untuk jangka pendek, bisa juga pada jangka panjang. Jangka pendek, terjadi keracunan makanan sebab tercemar mikroorganisme, parasit, atau bahan racun kimiawi (pestisida). Muntah dan diare sehabis mengonsumsi jajanan paling sering ditemukan. Bahaya jangka panjang jajanan yang tidak menyehatkan apabila bahan tambahan dalam makananminuman bersifat pemantik kanker, selain kemungkinan gangguan kesehatan lainnya. Kita menyaksikan hampir semua kalangan di Indonesia, baik anak sekolah, orang kantoran di kota besar, apalagi yang di pedesaan, rata-rata sudah tercemar oleh beragam bahan kimiawi berbahaya dalam makanan, kudapan, atau penganan jajanan mereka. Mengandung Zat Warna Tekstil Sebagai contoh adalah saus tomat. Tidak sedikit saus tomat yang beredar terbuat dari ubi, cuka, dan zat warna tekstil (rhodomin-B). Zat warna tekstil inilah yang diperkirakan berpotensi menimbulkan keluhan tersebut. Tidak hanya sekadar pusing belaka yang ditakutkan, melainkan juga bahaya jangka panjangnya. Zat warna tekstil jenis itu bersifat pemantik munculnya kanker bila dikonsumsi rutin untuk waktu yang sama. Kita menyaksikan yang ada di meja makan warung nasi, penjual bakmi bakso, dan kantin sekolah, kemungkinan besar jenis saus tomat semacam itu. Kalau tidak, kenapa harganya bisa rendah sekali? Kecurigaan harus muncul bila ada saus tomat semurah itu. Bukan cuma dalam saut tomat, zat warna tekstil rhodomin-B juga konon pernah ditemukan dalam lipstik dan pemerah pipi, selain bahan pewarna panganan dan jajanan, termasuk mungkin dalam sirup murah. Dalam sebuah reportase sebuah stasiun TV swasta menyiarkan tayangan pembuatan sirup yang dijajakan di sekolah tersebut kurang higienis, memakai air mentah (belum dimasak) dan zat warna buatan yang diduga rhodomin-B juga. Sirup dan limun murah di jajanan sekolah ini yang membuat kita prihatin. Generasi anak sekolah (pinggiran, dari ekonomi kurang mampu) kita tengah memanggul risiko terkena kanker saat dewasa, selain bahaya infeksi perut dadakan. Bahaya Cacing Melihat kondisi seperti ini, semakin murah-meriah suatu jajanan, boleh disimpulkan semakin besar berisiko membahayakan kesehatan. Bahaya jangka panjang yang lain juga muncul bila jajanan sampai tercemar cacing. Kebanyakan sayur mayur mentah (pernah diselidiki) di supermarket mengandung telur cacing perut karena konon sebelum dibawa ke kota, dibersihkan memakai air selokan di gunung. Air selokan umumnya sudah tercemar tinja berpenyakit (penderita penyakit cacing perut). Telur cacing juga dapat pula dibawa oleh jemari penjaja makanan (gado-gado, rujak, buah dingin, karedok, ketoprak) bila penjaja makanan (food handle) mengidap penyakit cacing. Sehabis penjaja makanan buang air besar dan tidak membasuh tangan dulu tetapi langsung menyajikan makanan, telur cacing di kuku jemarinya akan mencemari makanan jajanannya. Di sela-sela kuku jemari tangan telur cacing mengendon dan pindah ke makanan jajanan. Cacing kremi, cacing tambang, cacing gelang, cacing cambuk, jenis-jenis cacing yang lazim ditularkan dari makanan jajanan. Sering pengidap cacing tidak merasakan keluhan apa-apa, termasuk orang gedongan dan pekerja kantoran. Biasanya baru kedapatan cacingan kalau iseng melakukan pemeriksaan laboratorium tinja. Tahu-tahu ada telur cacingnya. Pada anak sekolah, cacingan bisa berakibat kekurangan darah (anemia). Baru-baru ini diberitakan bahwa lebih separuh anak sekolah dasar (sampel sebuah yayasan LSM) menderita anemia. Besar kemungkinan, selain sanitasi yang buruk, penyebabnya bersumber dari jajanan harian yang tercemar cacing perut. Bahan-Bahan Berbahaya Pada intinya adalah sudah saatnya kita selaku orang tua maupun orang dewasa hendaknya berhatihati apabila kita atau anak kita jajan di luar. Tentunya kita tidak ingin apabila kita apalagi anak kita mengidap penyakit kanker atau cacingan bukan? Sebagai tambahan wawasan, berikut ini beberapa bahan-bahan berbahaya yang sering digunakan oleh penjual jajanan yang tidak bertanggung jawab. Semoga dengan mengetahui jenis dan bahayanya, kita lebih berhati-hati di kemudian hari. Gula bibit

Selain pewarna, jajanan kaki lima yang memang buat kantong ekonomi lemah, dengan harga yang lebih terjangkau, tak mungkin sepenuhnya menggunakan gula asli (gula pasir maupun gula merah), melainkan memilih gula bibit. Kita tahu gula bibit tidak semuanya aman bagi kesehatan. Sebut saja gula sakarin dan aspartam, yang jauh lebih murah dibanding gula asli. Bisa dipastikan jenis gula bibit murah begini, yang sudah dilarang digunakan, masih saja dipakai oleh rata-rata pembuat makanan dan minuman rumahan. Limun, sirup, saus dan kecap murah, hampir pasti mencamprukan gula bibit, kalau bukan seluruhnya bahan kimiawi berbahaya ini. Pemanis buatan lain tentu ada yang lebih aman, dari daun stevia, misalnya. Namun, karena harganya tidak terjangkau untuk membuat kudapan murah, pedagang memilih gula buatan yang lebih murah.Belakangan pemanis buatan aspartam juga gencar dilarang, lantaran efek buruknya, antara lain diduga terhadap otak. Namun, masih banyak jajanan dan penganan, selain industri makanan yang menggunakan aspartam. Penyedap Perhatikan bagaimana tukang bakso pinggir jalan menambahkan bumbu penyedap (sodium glutamic). Dahulu, untuk menuangkan bumbu penyedap (disebut mecin, vetsin) memakai sendok khusus terbuar dari kayu dengan penampang seujung kelingking. Maksudnya paling banyak disedok pun, takarannya hanya seujung kelingking itu. Tidak demikian hal sekarang, rata-rata dituang langsung dari kantong plastik kemasan atau memakai sendok makan. Semakin banyak penyedap dituangkan, semakin gurih rasa barang jualannya.Dari kacamata ekonomi, akan lebih menguntungkan bila menuangkan lebih banyak penyedap karena menambah lezat cita rasa jajanan. Air putih (bukan kaldu) yang dibubuhi penyedap banyak-banyak dengan cara murah dan mudah menjadi sangat menyerupai kuah kaldu yang harus tinggi modalnya. Apa bahaya mengkonsumsi penyedap banyak-banyak? Ya, bila dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, penyedap buruk efeknya terhadap susunan saraf pusat, selain efek alergi bagi yang tidak tahan (post resntaurant syndrome), juga pusing-pusing sehabis makan di restoran (akibat penyedap). Bagi mereka yang ingin aman, selain minta tidak pakai penyedap bila memeasan makanan restoran, masakan di rumah sendiri sama sekali bebas penyedap buatan. Rasa gurih sehatnya cukup hanya mengandalkan Formalin Kita juga mengenal bahan formalin. Selain digunakan buat pengawet mayat agar tidak lekas membusuk, formalin juga masuk ke indsutri makanan (rumahan). Bukan baru sekarang kita mendengar atau mungkin membaca kalau formalin juga masuk industri pembuatan tahu. Agar awet tidak lekas rusak (basi), industri tahu (murah) juga memanfaatkan formalin, agar tidak sampai merugi. Tahu yang berformalin dijajakan di mana-mana. Padahal, formalin juga tidak menyehatkan. Masalahnya, bagaimana mengontrol begitu banyak dan luasnya industri rumahan tahu di Indonesia? Formalin juga dimanfaatkan untuk proses pembuatan ikan asin. Penjualan ikan asin di suatu daerah, baru-baru ini diberitakan menurun akibat kedapatan pembuatannya memakai formalin agar lebih awet. Selain formalin kita juga membaca atau mendengar pembuatan bakso mencampurkan bahan kimiawi boraks juga, selain beberapa jenis bahan kimiawi yang sudah terbukti membahayakan kesehatan, masih lolos tak terkontrol. Betapa longgarnya kendali terhadap pemakaian bahan-bahan berbahaya karena memang tidak mudah rentang kendali untuk ribuan industri makanan dan minuman rumahan, termasuk jamu rumahan. Minyak goreng bekas Disinyalir, kebanyakan jajanan gorengan pinggir jalan juga menggunakan minyak goreng bekas, kalau minyak goreng yang sudah dioploas dengan minyak lain yang lebih murah. Minyak goreng oplosan ini yang diduga membahayakan kesehatan. Kita sudah tahu kalau minyak goreng bekas (jelantah) bersifat karsinogenik juga. Restoran ayam goreng yang tidak memakai lagi minyak goreng habis pakainya, menjualnya ke penjual gorengan pinggir jalan. Kalau dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, tentu sama tidak sehatnya dengan bahan karsinogenik lainnya. Termasuk jika kita melakukannya juga di rumah sendiri. bahan alami, seperti rasa kaldu ayam, sapi atau ikan belaka. tanpa perlu menambahkan bumbu penyedap buatan.

kimia makanan
MASALAH keracunan makanan tampaknya sudah langganan di Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup tinggi. Dan, dari seluruh kasus keracunan makanan yang ada, semua bersumber pada pengolahan makanan

tidak higienis. Ironisnya makanan tidak higienis ini banyak dijual di kantin sekolah. Masalah keamanan pangan, menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sampurno, menjadi isu strategis saat ini. "Industri rumah tangga di bidang pangan (IRTP) berjumlah lebih dari 500 ribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, pada saat yang sama IRTP juga mempunyai potensi kerawanan keamanan pangan terutama dalam kebersihan sarana, pemilihan bahan, proses pengolahan, dan monitoring mutu produk di peredaran," jelasnya. Demikian juga makanan jajanan (street food) dan jajanan anak sekolah, kata Sampurno, perlu mendapat perhatian serius dan konsisten dari semua pihak. "Terutama adanya fenomena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Perlu dilakukan pembinaan yang lebih intensif kepada IRTP dan pembuat makanan jajanan terhadap pemasok bahan kimia."Menurutnya, sumber terbesar keracunan makanan yang terjadi di Indonesia berada pada usaha jasa boga atau katering untuk karyawan maupun jajanan anak sekolah. "Pembinaan dan pengawasan usaha jasa boga dan jajanan anak sekolah ini ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Meski demikian, lanjutnya, Badan POM tetap melakukan proaktif menjalin kerja sama dengan mitra terkait. "Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Badan POM sebagian besar kasus keracunan makanan akibat makanan telah terkontaminasi mikroba patogen Staphyllococcus areus." Hal ini mengindikasikan adanya masalah kebersihan dan proses memasak makanan yang tidak higienis. Sedangkan dari uji sampling jajanan sekolah dari Banda Aceh sampai Jayapura ditemukan makanan mengandung formalin dan boraks pada bakso dan mi untuk pengenyal dan pengawet serta Rhodamin B pada sirup es mambo atau pewarna merah pada es. Penyuluhan Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Tuti Lukman Sutrisno mengemukakan belum semua sekolah mendapat penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat. "Sebab, saya pernah menanyakan kepada penjaga kantin sekolah, mereka belum pernah didatangi petugas kesehatan untuk mendapatkan penyuluhan tentang makanan yang aman untuk anak-anak." Bahkan, kata Tuti, beberapa kantin sekolah yang menyediakan jajanan anak sekolah sama sekali tidak layak dan tidak aman untuk dikonsumsi anak-anak. "Pihak sekolah pun harus ikut bertanggung jawab dalam pengadaan jajanan anak sekolah. Karena sekolah yang mengizinkan penjual itu berjualan di sekitar sekolah." Seperti diketahui, Rhodamin B biasa digunakan untuk pewarna tekstil dan masuk ke dalam golongan pewarna yang dilarang digunakan untuk makanan. Demikian juga produk jajanan mengandung mikroba salmonela yang menyebabkan tifus. Menurut Sampurno, penanganan makanan jajanan anak sekolah ini harus melibatkan pihak sekolah untuk melakukan pembinaan kepada para penjaja makanan yang ada di sekitar sekolah maupun kantin. Sampurno meminta pihak sekolah harus mewaspadai donasi dan promosi makanan yang dilakukan di sekolah-sekolah. "Makanan yang didonasikan ke sekolah bila tidak diatur dan dilakukan pengawasan dengan baik dapat menimbulkan masalah dan risiko pada anak-anak sekolah."Sehubungan dengan hal itu Badan POM telah menyampaikan pedoman pemberian pangan untuk konsumsi anak sekolah kepada gubernur di seluruh Indonesia.Sedangkan industri makanan di dalam negeri dengan teknologi modern juga tumbuh pesat dengan dukungan basis sumber daya nasional. "Untuk bersaing di pasar ekspor, aspek mutu dan keamanan produk harus dijaga konsisten untuk selalu memenuhi standar internasional terkini. "Anggota DPR dari Komisi IX Achmad Affandy menilai bahwa pemantauan terhadap makanan yang ditambah dengan zat kimia tidak tuntas. "Dulu pernah ada pemeriksaan terhadap bahan pembuat tahu Kediri. Hasil pemeriksaan POM mengandung formalin. Pengusaha tahu Kediri jera dan tidak lagi menambahkan formalin. Akan tetapi, setelah beberapa bulan kemudian dilakukan lagi dengan alasan usahanya bisa rugi." Menurut Sampurno, perbuatan pengusaha itu jelas merugikan masyarakat apalagi menambahkan zat kimia terlarang pada makanan yang cukup khas di kotanya. Sampurno menjelaskan program pengawasan keamanan pangan Badan POM pada tahun mendatang difokuskan untuk menyelesaikan dan menyusun berbagai standar bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). "Terutama menyangkut bahan tambahan pangan pengemulsi, pemantap, pengatur keasaman, pengental, antioksidan, pemutih, pematang tepung dan sebagainya." Demikian pula berbagai peraturan pangan yang saat ini sudah dalam proses, lanjutnya, perlu diselesaikan segera. Misalnya, peraturan persyaratan penggunaan pengawet dalam

produk pangan, persyaratan penggunaan pewarna, persyaratan penggunaan bahan baku, persyaratan penggunaan cemaran logam, dan batas maksimum aflatoksin dalam produk pangan. Sering kali anak-anak tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya yang menggugah selera, dan harganya terjangkau. Makanan ringan, sirup, bakso, mi ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah. Bahkan tak terbendung lagi berapa uang jajan dihabiskan untuk membeli makanan yang kurang memenuhi standar gizi ini. Bahan tambahan Menurut Ketua Patpi (Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia) Cabang DKI Jaya DR Ir RD Esti Widjajanti, makanan semakin enak biasanya ditambah dengan bahan tambahan makanan (BTM). "Produsen makanan rumah tangga akan berusaha menampilkan makanan semenarik mungkin baik dari penampakan, aroma, dan tekstur. Akan tetapi, acap kali faktor gizi, higienis dan keamanan pangan justru diabaikan." Faktanya produksi pangan olahan untuk tujuan komersial penggunaan bahan tambahan kimia sebagai bahan pengawet tidak mungkin dihindari, terutama industri makanan rumah tangga. Tujuan penggunaan bahan pengawet ini adalah untuk menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, khamir). "Akhir tujuannya dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, warna, menstabilkan, memperbaiki tekstur, sebagai zat pengental/penstabil, antilengket, mencegah perubahan warna, memperkaya vitamin, mineral, dan sebagainya." Menurutnya, pemberian bahan tambahan tersebut tidak merusak nilai gizi makanan itu, asalkan tidak kedaluwarsa. Biasanya kalau masa kedaluwarsanya sudah ditentukan, maka empat bulan menjelang kedaluwarsa makanan itu mengalami perubahan. Penggunaan zat pengawet sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis zat pengawet ada dua, yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik, misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis pengawet yang diizinkan dalam buah-buahan olahan demi menjaga kesehatan konsumen. Menurut Esti, pewarna, pengawet, atau penguat rasa alamiah sangat sulit dilakukan di Indonesia karena harganya cukup mahal. "Apalagi dijual untuk konsumsi anak sekolah, industri rumah tangga lebih menyukai bahan kimia. Kalau zat pewarna jelas warnanya lebih ngejreng dibandingkan dengan pewarna dari Angkak. Warnanya kurang menarik dan mahal harganya." Demikian juga dengan pemanis buatan, seperti aspartam jauh lebih disukai produsen karena hanya satu tetes saja, kata Esti, sudah cukup manis dibandingkan gula asli dari tebu. Sedangkan penguat rasa MSG, lanjutnya, kalau di luar negeri dipakai penguat rasa dari tumbuhan. Harganya memang mahal dibandingkan MSG hasil fermentasi, seperti yang dipakai di Indonesia. "Tentu saja masyarakat harus hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman yang masih rendah keamanannya. Jangankan jajanan sekolah, pembuatan tempe saja sekarang ini masih kurang higienis, khususnya sanitasinya. Bagaimana tempe kita bisa diekspor," kata Esti yang juga Kepala Bidang Teknologi Pangan dan Nutrisi BPPT ini. Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan, rencana Badan POM ke depan, menurut Sampurno, akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan di Indonesia (National Center Food Safety Alert and Respons). Pada 2005 nanti Badan POM akan menerapkan sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan dan system food star pada industri rumah tangga pangan. "Rencana ke depan Badan POM akan melaksanakan sistem standardisasi produk pangan dan bahan berbahaya, membangun networking dengan berbagai instansi berkaitan dengan mutu dan keamanan jajanan anak sekolah."Dan tak kalah penting, lanjut Sampurno, Badan POM perlu meningkatkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan pengamanan bahan kimia.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN YG DILARANG


Tambahan pangan yang dimaksud adalah bahan yang ditambahkan pada pengolahan pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain pewarna , pengawet, penyedap rasa dan aroma pengemulsi, anti oksidan, anti gumpal, pemucat atau pengental (baca juga

http://alumnimaterdei.com/iptek-yang-perlu/hindari-hati2-memilih-bahan-perasa.html#more-2489) Bahan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan dengan batas maksimum penggunaannya tercantum dalam Permen Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988. Dilarangnya penggunaan bahan tambahan pangan apabila tujuannya untuk : (a) Menyembunyikan bahan yang salah atau tidak memenuhi syarat. (b) Mnyembunyikan cara kerja bertentangan dengan cara produksi yang baik utntuk makanan. (c) Menyenbunyikan kerusakan makanan. Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan sesuai Permenkes 722/Menkes/Per/IX/1988 dan diubah dengan Permenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/XI/1999 adalah : (1) Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya. Penggunaan untuk solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, pengontrol kecoa. Efek negtifnya : Pemakaian sedikit dan lama akan terjadi kumulatip pada oktak, hati, lemak dan ginjal. Untuk pemakaian jumlah banyak menyebabkan demam , anuria, merangsang SPP, depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma bahkan kematian. (2) Asam Salisilt dan garamnya ( garam Lithium Salisilat, Silver Salisilat ). Kegunaan : Antiseptik ( Externally) dan Keratolitik ( topical). Efek Negatif : Dalam jumlah banyak menyebabkan muntah muntah, kejang perut, sesak napas, acidosis, gangguan mental. (3) Formalin (Formaldehyde). Penggunaan : Desinfektan, antiseptik, pemghilang bau, fiksasi jaringan, dan fumigan, juga dipakai pada industri tekstil dan kayu lapis. Efek Negatif : Sakit perut, muntah muntah, depresi susunan syaraf. Dalam jumlah yang banyak dapat menyebakan kejang kejang, kencing darah, susah kencing, muntah darah , mati. (4) Kloramfenikol : Merupakan antibiotik spektrum luas. Efek negatif : Membunuh flora usus. (5) Nitrofurazon : Merupakan anti mikroba. Efek negatif : membunuh flora usus. (6) Kalium Klorat ( KclO3). Efek negatif : Iritasi kuat terhadap membran mukosa. (7) Diethylpyrocarbonat. Penggunaan : Efek negatif : iritasi membran mukosa. sebagai pengawet anggur, soft drink, fruit juices.

(8) Dulcin: Pada tikus menaikan kerusakan sel adenomas liver, papiloma, rongga ginjal dan kandung kemih, menyebakan pembentukan batu. Pada manusia belum ada data, tetapi tidak layak digunakan sebagai pemanis. (9) Brominated vegetable oil : Biasanya digunakan pada minuman ringan. Efek negatif : Menimbulkan reaksi alergi, Metabolisme ion Br yang perlahan menimbulkan akumulasi pada sel adiphose tulang dan lemak. (10) Kalium Bromat. Biasanya digunakan sebagai pemutih dan pematang tepung. Efek Negatif : Menurut hasil penelitian penggunaan pada makanan minuman dapat membahyakan kesehatan karena bersifat karsinogenik. Dapat menyebabkan Muntah, mual, diare,dan kerusakan pada ginjal

Вам также может понравиться