Вы находитесь на странице: 1из 8

Nama : Adlia Nindya Ghassani Nim : F1C011066

Pola Kebijakan Ekonomi Orde Lama Pada awal kemerdekaan tahun 1945-1949, ekonomi nasional mengalami kemandegan karena rakyat Indonesia sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan. Seluruh potensi yang ada di kerahkan untuk mendukung pejuangan agar kemerdekaan yang telah di proklamirkan dapat dipertahankan. Baru setelah indonesia benar-benar memperoleh kemerdekaaan secara de fakto dan de jure dari penjajah Belanda dan Jepang, pemerintahan Indonesia yang terbentuk mulai memfokuskan kinerjanya pada masalah-masalah perekonomian. Namun pada waktu itu, Indonesia yang baru saja merdeka dari tangan penjajah terjebak di antara dua kutub ideologis, yaitu Kapitalisme dan Komunisme. Dua kutub tersebut menjadi suatu keniscayaan dari pengutuban ideologi politik pasca perang, Amerika serikat di kubu Kapitalis, dan Uni Soviet di kubu Komunis. Bisanya negara-negara bekas jajahan termasuk Indonesia, secara ideologi politik sangat berdekatan dengan nilai-nilai sosialisme, karena sifatsifat anti-imperialismenya. Pada waktu itu di Indonesia sendiri, terjadi perbedaan pandangan dan polemik mengenai pembangunan ekonomi pasca kemerdekaan. Perbedaan pandangan ini berkisar antara aliran revolusi belum selesai dan revolusi telah selesai. Saat itu, ada pendapat yang di pelopori oleh Bung Karno, bahwa revolusi Indonesia belum selesai, yaitu dengan mengusir imperialisme dan menghapuskan feodalisme. Selama dua fenomena ini belum diselesaikan, maka Indonesia belum siap membangun. Pendapat lain yang di pelopori oleh bung Hatta, lebih berpendapat, bahwa semua kegiatan revolusi hendaknya di hentikan segera agar pemerintah bisa melakukan konsolidasi untuk memulai pembangunan ekonomi . Tampaknya dari kedua pendapat yang di pelopori oleh para fonding father tersebut, mungkin pendapat yang dapat di terima pada saat itu oleh pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia secara rasional adalah pendapat dari Bung Hatta. Karena yang patut disadari adalah bahwa setelah Indonesia merdeka dari bangsa-bangsa imperialis, negara Indonesia bisa dikatakan sangat minim Sumber Daya Modal yang akan digunakan untuk membangun kembali perekonomian Indonesia yang hancur di sebabkan oleh penjajahan tiga setengah abad lamanya. Untuk itulah, pendapat dari Bung Hatta sangat besar sekali pengaruhnya bagi kebijakan ekonomi Indonesia,

sehingga pendapat tersebut diimplementasikan secara pragmatis dalam periode Demokrasi Parlementer 1950-1957 . Pada periode ini, pemerintahan di pimpin oleh seorang Perdana Menteri M. Natsir yang berasal dari Partai Masyumi. Kebijaksanaan ekonomi pada periode kabinet Natsir beranggapan bahwa, pertama : modal asing diperlukan oleh perekonomian Indonesia, kedua : modal asing dapat di awasi dengan melalui peraturan pemerintah, ketiga : nasionalisasi perusahaan asing tidak ada gunanya apabila modal asing belum bisa di gantikan oleh perusahaan-perusahaan pribumi yang mampu mempertahankan tingkat produktivitas dan efisiensi tehnik serta manajemen yang setara. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, sebagai Menteri Perdagangan dan Industri pada peiode demokrasi parlementer juga berpendapat, bahwa negara harus memainkan peran yang menentukan, terutama pada tahap awal pembangunannya dan bahwa pengusaha-pengusaha asing mutlak harus di awasi karena belum terdapat kelompok-kelompok pengusaha yang kreatif dari kalangan bangsaIndonesiasendiri . Dari Kebijakan ekonomi yang telah di keluarkan oleh pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan, terlihat sangat jelas sekali nilai-nilai nasionalisme yang terkandung dalam kebijakan ekonomi nasional Indonesia. Dalam hal ini banyak pengamat ekonomi di Indonesia menyebutkan bahwa periode tersebut adalah periode nasionalisme ekonomi yang berarti mencakup tiga dimensi pembangunan ekonomi Indonesia. Pertama, suatu perekonomian yang beragam dan stabil, yang berarti di tiadakannya ketergantungan yang besar kepada ekspor bahan mentah. Kedua, suatu perekonomian yang sudah berkembang dan makmur atau pembangunan ekonomi. Ketiga, suatu perekonomian dimana satu bagian yang penting dari pemilikan, pengawasan dan pengelolaan di bidang ekonomi berada di tangan golongan pribumi atau negara Indonesia, yang berarti pengalihan penguasaan dan pengelolaan atas kegiatan-kegiatan ekonomi dari tangan orang-orang barat dan Cina ke tangan orangorang Indonesia. Untuk melaksanakan kebijakan nasionalisme ekonomi, pemerintahan pasca kemerdekaan melaksanakan proteksi, satu di antara beberapa keputusan yang di ambil oleh pemerintah Indonesia adalah menentukan dan memilih importir-importir yang layak di beri bantuan pemerintah. Para pengusaha yang dapat melalui penyaringan itu dan berhak atas bantuan pemerintah, biasanya dinamakan importir-importir Benteng. Secara garis besar, kebijakan yang telah di ambil oleh pemerintahan pasca kemerdekaan sebenarnya banyak memberikan perubahanperubahan mendasar dalam kegiatan pembangunan ekonomi, hal ini terbukti dengan

munculnya kegiatan sektor informal yang menjadi soku guru perekonomian Indonesia saat itu. Di sektor perdagangan, pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Perusahaan di ambil oleh pemerintah, dan seluruh kegiatan ekspor dan impor di tangani perusahaan negara. Kebijakan ini memberikan kemudahan bagi industri kecil untuk mendapatkan bahan baku. Industri kecil, terutama tekstil berkembang pesat. Namun akibat perbedaan pandangan mengenai perananan perusahaan swasta dan asing dalam mendongkrak perekonomian di Indonesia, muncul polemik antara kelompok moderat dan konservatif yang di wakili oleh Partai Masyumi dan PSI, yang saat itu berada pada posisi pucuk pememerintahan, dengan kerlompok radikal yang di wakili oleh partai ultra nasionalis radikal, yang menghendaki perubahan struktural yang mendasar dalam perekonomian . Akibat polemik yang berkelanjutan mengenai model pembangunan ekonomi yang sesuai di Indonesia pada awal kemerdekaan menimbulkan konsekwensi langsung dengan tidak adanya kontinuitas, karena pemerintahan atau kabinet seringkali mengalami pergantian dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengimplementasikan program-programnya dan jatuh sebelum bekerja. Sistem pemerintahan parlementer di Indonesia waktu itu sesungguhnya tidak sejalan dengan subtansi demokrasi . Yang lebih parah lagi adalah pembangunan ekonomi di Indonesia pasca kemerdekaan selalu gagal di karenakan konflik yang berlangsung antara dua kelompok yang menganut dua pandangan yang saling bertentangan mengenai kebijakan ekonomi, pimpinan politik yang konservatif pragmatis lawan pimpinan politik ultra-nasionalis radikal . Konflik ini hampir-hampir tak pernah menghasilkan konsensus nasional. Malahan yang terjadi, seperti yang secara ekstrem di kemukakan oleh Sutter, adalah bahwa kedua kelompok itu seringkali saling menjegal dan pemerintah (seringkali) tetap mandeg dan tidak mampu menangani masalah (ekonomi) tertentu . Adanya konflik tersebut (paling tidak untuk sebagian) menyebabkan patronase politik tersebar luas di antara ke-27 partai politik selama berlangsungnya periode ini, yang sekitar 20 di antaranya memegang kekuasaan yang besar pada tingkat nasional dengan menggunakan cara-cara yang sangat mengagumkan di dalam kabinet dan birokrasi . Dalam lingkungan seperti inilah klik-klik, dalam hal ini partai-partai politik, yang merupakan saluran yang jelas, merupakan satuan-satuan utama dalam proses politik dan menggalakan fungsi patronase dalam masyarakat . Puncak dari permasalahan tersebut akibat konflik yang berkepanjangan mengenai pembangunan ekonomi, telah mencapai klimaks-nya ketika

pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli i959, yang mengakhiri sistem demokrasi parlementer dan menggantinya dengan Demokrasi Terpimpin 1959-1965. Pada periode demokrasi terpimpin terkenal suatu istilah MANIPOL-USDEK yang dirinci oleh Dr. Roeslan Abdulgani, yang memilik arti, UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Bangsa Indonesia, sebagai suatu kebijakan baru mengenai pembangunan ekonomi di negara Indonesia. Dalam fase pertama Demokrasi Terpimpin (1960-1963) peran elit Angkatan Darat Indonesia yang di pengaruhi oleh paham neo-Keynesian tampak jelas, dalam fase kedua (1963-1965) di tandai oleh peran sentral yang di mainkan oleh PKI dalam kehidupan politik. Inisiatif bergeser dari Angkatan Darat, yang terutama sibuk dengan usaha mengkonsolidasikan apa yang telah di capainya dan untuk mempertahankan posisinya, kepada Presiden Soekarno dan PKI yang mendorong kebijaksanaan-kebijaksanaan yang radikal dan militan di dalam negeri maupun gelanggang internasional. Situasi ini pada akhirnya mengakibatkan ambruknya hubungan segitiga dan keseimbangan kekuasaan antara Presiden Soekarno, Angkatan Darat dan PKI, ketika enam Jenderal Angkatan darat dibunuh secara keji dalam suatu percobaan kup yang dilancarkan oleh Gerakan 30 September (G.30/S), peristiwa yang paling berdarah dalam sejarah Indonesia . Sementara saat demokrasi terpimpin, Presiden Soekarno tampil menjadi penguasa yang otoriter, angkatan darat secara mantap meluaskan dan memperkukuh kekuasaan politiknya dan partai-partai politik praktis tidak berdaya dan semakin lemah, kecuali PKI yang memperluas pengaruh politiknya di bawah perlindungan Presiden Soekarno . Tampak jelas sekali, bahwa pada periode demokrasi terpimpin ini politik telah menjadi sedemikian rupa, sehingga politik menjadi panglima, dan jalan sosialisme lebih dikembangkan dengan cara manasionalisasi hampir seluruh perusahaan swasta dan asing yang berada di seluruh Indonesia. Kiranya apa yang menjadi polemik awal antara Soekarno dan Hatta mengenai revolusi belum selesai dan revolusi sudah selesai semakin menjadi-jadi pada periode ini. Soekarno yang mengangkat dirinya sebagi presiden seumur hidup, kian memantapkan sloganslogannya tentang revolusi yang abadi. Kekuasaannya semakin tersentralistik, semua surat kabar di beri keleluasaan untuk menyediakan kolom penyebarluasan ajaran revolusi Soekarno. Setiap orang, kelompok ataupun partai politik yang tidak menyetujui ataran-aturannya di anggap kontra-revolusioner, lalu di tangkap dan di berangus, dan beliau memenuhi penjara-penjara dengan lawan-lawan politiknya.

Namun di balik itu semua, tanpa di sadari akibat kebijakan politik revolusioner yang di jalankan dalam demokrasi terpimpin ini, bencana ekonomi sedang menghadang negara Indonesia. Sikap masa bodoh pemerintahan Soekarno terhadap soal-soal ekonomi, tidak konsistennya rencana-rencana ekonomi yang silih berganti dan buruknya implementasi kebijaksanaa ekonomi merupakan penyebab kekacauan di bidang ekonomi. Indeks biaya hidup di negara Indonesia membumbung tinggi dari basis 100 dalam tahun 1957 menjadi 36.000 pada tahun 1965. Jumlah uang dalam peredaran naik dari 30 miliar hingga hampir 1 triliun rupiah dalam periode yang sama itu. Pada akhir tahun 1965, defisit anggaran membengkak menjadi jumlah yang amat besar, 1,5 triliun rupiah, dan Indonesia mulai mengabaikan pembayaran hutang luar negerinya. Bagian terberat dari dislokasi ekonomi disebabkan oleh para pekerja di lingkungan white collar (kertas putih) dan blue collar (kertas biru) wliayah perkotaan. Di banyak bagian daerah pedalaman, para petani menimbun hasil panen mereka, menukar produk mereka kepada pengusaha-pengusaha kecil. Dan di mana dan kapan mereka dapat membayar hutang mereka dengan mata uang yang rendah nilainya. Tetapi petani juga harus membayar banyak karena sangat kurangnya pupuk dan pestisida yang membuat berkurangnya hasil pertanian, selain itu juga karena situasi dan lingkungan pedesaan yang semakin terancam dan kurang aman yang di sebabkan oleh iklim politik yang di warnai dengan gelombang pembunuhan . Pada malam peristiwa G.30/S, rupiah tidak lebih bernilai daripada kertas yang dicetak, memang biaya mencetak uang rupiah melampaui nilai uang yang tercetak . Tak dapat di sangkal, sebagaimana diamati oleh seorang agronomis, Indonesia, terpuruk di karenakan terjadinya mis-manajemen selama lebih dari satu dekade . Bung Hatta yang ikut menandatangani proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dengan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945, dan kemudian pecah jalan dengan Soekarno, memberikan tanggapan, Nasib Indonesia kini lebih suram dibanding dengan waktu rezim kolonial Belanda . Akhirnya pasca kejadian G.30/S, di tingkatan bawah, rakyat dan mahasiswa dengan slogan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) meminta Presiden Soekarno mundur dari jabatannya, karena dinilai telah gagal dalam membangun perekonomian Indonesia, dan di tingkat elit terjadi kup yang mengakibatkan di sisihkannya Soekarno dari kehidupan politik, penghancuran total PKI beserta semua organisasinya, dan tampilnya militer secara dominan dalam kehidupan politik. Maka berakhirlah masa Orde Lama dengan membawa drama revolusinya yang belum selesai.

Nama : Adlia Nindya Ghassani Nim : F1C011066

POLITIK, SOSIAL, EKONOMI ERA ORDE LAMA (1945-1965)

Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses politik. Namun pada akhirnya masa tersebut mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit dan antar-partai politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan dari Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung Karno sangat tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden simbolik. Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta adanya ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk menggeser tatanan pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden tahun 1957, direalisasikannya nasionalisasi ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah Demokrasi terpimpin pun dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Namun ada sebuah hal positif yang dapat kita ambil di Era Orla yakni diadakannya pemilu tepatnya pada tanggal 29 september 1955 dan 15 desember 1955 yang pada tanggal 29 september adalah pemilu untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 desember adalah pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Pada pemilu tersebut dianggap pemilu yang paling demokratis dikarenakan pada waktu itu ada 29 partai yang dan individu independen

yang mengikuti pemilu. Pada saat itu juga kita ketahui bahwa keadaan Indonesia sendiri sedang tidak kondusif akibat peperangan dan kabinet yang jatuh bangun, namun hebatnya partisipasi masyarakat tidak berkurang untuk melaksanakan pemilu dan juga sama sekali tidak ada kecurangan dan tidak ada yang berpikir untuk curang atau tepatnya bisa dikatakan benar-benar murni, tidak adanya money politik dan lain sebagainya, sehingga pemilu tahun 1955 dianggap sebagai pemilu yang benar-benar dikatakan demokratis. Kembali lagi mengenai demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas permasalahan dari demokrasi terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam sistem parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan Bung Karno, dan secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan adanya peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965 dalam kepemerintahannya. Kemudian kita membicarakan masalah ekonomi pada masa Orde Lama, krisis ekonomi adalah keadaan lain yang menjadi ciri dari periode ini. Dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer, pergantian kekuasaan yang terus menerus telah menyebabkan setiap kabinet tidak sempat merealisasikan program ekonomi dan program sosial yang sudah menjadi agenda. Akibatnya perekonomian mejadi terbengkelai. Begitu pula halnya dengan periode demokrasi terpimpin. Kegandrungan akan revolusi, perhatian berlebiahan terhadap persoalan internasional, dan salah urus serta kesalahpahaman manajemen politik telah menyebabkan demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi yang bisa dikatakan separah keadaan politik pada masa itu. Disamping itu ketika demokrasi terpimpin, Bung Karno secara tegas mengumumkan mengenai penasionalisasian hampir seluruh perusahaan swasta dan asing yang berada di seluruh Indonesia. Ironis lagi ketika tahun 1950 dikenal dengan gunting syafruddin dimana nilai mata uang rupiah berubah atas dasar kebijakan Bung Karno dalam menangani kasus inflasi di Indonesia pada saat itu, misalnya uang pecahan seribu rupiah berubah nilai dan nominalnya menjadi seratus rupiah. Politik pengebirian uang yang dilakukan soekarno membuat masyarakat menjadi panik. Apalagi diumumkan secara diam-diam, sementara televisi belum muncul dan hanya diumumkan melalui RRI (Radio Republik Indonesia). Karena dilakukan hari Sabtu, koran-koran baru memuatnya Senin. Dikabarkan banyak orang menjadi gila karena uang mereka nilainya hilang 50 persen. Yang paling menyedihkan mereka yang baru saja melakukan jual beli tiba-tiba mendapati nilai uangnya hilang separuh. Demikian mengenai sebagian dinamika ekonomi pada masa orde lama. Beralih pada dinamika sosial era orde lama sendiri juga seluruh aturan yang ada benar-benar dijalankan oleh Bung Karno. Sekelumit cerita mengenai bagaimana keadaan sosial di masa itu adalah seperti kasus peristiwa bagaimana seorang anak katakanlah remaja pada saat itu tidak bisa mengekspresikan kebebasannya bisa dibilang dalam dunia seni atau hal-hal yang berbau kebebasan berekspresi. Salah satu contohnya pada masa itu sebenarnya di dunia barat sudah mengenal apa yang

dinamakan dengan celana pensil, dan secara tidak langsung tren celana pensil pada saat itu juga turut menpengaruhi tren di Indonesia sendiri khususnya pada anak-anak remaja. Dan ironisnya yang terjadi adalah pengadaan operasi mengenai celana pensil dimana dalam operasi yang digelar oleh pihak keamanan tersebut setiap warga yang terdeteksi atau tidaknya bahwa apa yang dikenakan adalah celana pensil dengan memasukkan kedalam setiap celana para pemuda pada waktu itu, sehingga akibatnya siapa yang terdeteksi maka konsekuensinya celana yang dikenakan wajib robek hingga atas. Dan peristiwa yang tak kalah bersejarah dalam dunia musik Indonesia adalah penangkapan Band Koes Plus. Pada Kamis 1 Juli 1965, sepasukan tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap kakak beradik Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo dan mengurung mereka di LP Glodok, kemudian Nomo Koeswoyo atas kesadaran sendiri, datang menyusul. Adik Alm Tony Koeswoyo itu rupanya memilih mangan ora mangan kumpul ketimbang berpisah dari saudara-saudara tercinta. Adapun kesalahan mereka adalah karena selalu memainkan lagu lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan tanpa dasar hukum dan cenderung mengada ada, mereka dianggap memainkan musik ngak ngek ngok istilah Pemerintahan berkuasa saat itu, musik yg cenderung imperialisme pro barat. Dari penjara justru menghasilkan lagu-lagu yang sampai saat sekarang tetap menggetarkan, Didalam Bui, jadikan aku dombamu, to the so called the guilties, dan balada kamar 15. 29 September 1965, sehari sebelum meletus G 30 S-PKI, mereka dibebaskan tanpa alasan yang jelas. Itulah sedikit dinamika sosial di era Orde Lama dimana setiap keadaan masyarakat harus sesuai aturan yang diterapkan oleh Bung Karno pada waktu itu

Вам также может понравиться

  • Kelompok 2
    Kelompok 2
    Документ17 страниц
    Kelompok 2
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Peranan Outsider Ms. Word 2003
    Peranan Outsider Ms. Word 2003
    Документ11 страниц
    Peranan Outsider Ms. Word 2003
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Print Yuk
    Print Yuk
    Документ16 страниц
    Print Yuk
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Sponsorship
    Sponsorship
    Документ5 страниц
    Sponsorship
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Kap Dalam Keluarga Kel.6
    Kap Dalam Keluarga Kel.6
    Документ12 страниц
    Kap Dalam Keluarga Kel.6
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Baru
    Baru
    Документ6 страниц
    Baru
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Tugas Mil N Pil
    Tugas Mil N Pil
    Документ12 страниц
    Tugas Mil N Pil
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • KPM
    KPM
    Документ6 страниц
    KPM
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Partai Politik
    Partai Politik
    Документ2 страницы
    Partai Politik
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • SPI Kelompok Kepentingan
    SPI Kelompok Kepentingan
    Документ6 страниц
    SPI Kelompok Kepentingan
    Adlia Nindya Ghassani
    100% (1)
  • Muted Group
    Muted Group
    Документ13 страниц
    Muted Group
    Adlia Nindya Ghassani
    0% (1)
  • Kelompok Kepentingan
    Kelompok Kepentingan
    Документ9 страниц
    Kelompok Kepentingan
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Cover Ssbi
    Cover Ssbi
    Документ19 страниц
    Cover Ssbi
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • 1
    1
    Документ16 страниц
    1
    david3307063
    Оценок пока нет
  • Daslog
    Daslog
    Документ2 страницы
    Daslog
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ10 страниц
    Bab 1
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Tugas 3
    Tugas 3
    Документ1 страница
    Tugas 3
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Tugas Komunikasi Visual
    Tugas Komunikasi Visual
    Документ2 страницы
    Tugas Komunikasi Visual
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Tugas 1
    Tugas 1
    Документ1 страница
    Tugas 1
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Antropologi
    Antropologi
    Документ19 страниц
    Antropologi
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • MAKALAH Pancasila
    MAKALAH Pancasila
    Документ12 страниц
    MAKALAH Pancasila
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Kuisioner Tugas Antropologi
    Kuisioner Tugas Antropologi
    Документ3 страницы
    Kuisioner Tugas Antropologi
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Makalah Kewarganegaraan
    Makalah Kewarganegaraan
    Документ5 страниц
    Makalah Kewarganegaraan
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Jimat Di Banyumas
    Jimat Di Banyumas
    Документ3 страницы
    Jimat Di Banyumas
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Demokrasi Yang Mensejahterakan
    Demokrasi Yang Mensejahterakan
    Документ3 страницы
    Demokrasi Yang Mensejahterakan
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Adlia F1C011066
    Adlia F1C011066
    Документ6 страниц
    Adlia F1C011066
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Pancasila Sumber Dari Segala Sumber Hukum
    Pancasila Sumber Dari Segala Sumber Hukum
    Документ3 страницы
    Pancasila Sumber Dari Segala Sumber Hukum
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Penciptaan Manusaia
    Penciptaan Manusaia
    Документ3 страницы
    Penciptaan Manusaia
    Adlia Nindya Ghassani
    Оценок пока нет
  • Makalah Jati Diri Unsoed
    Makalah Jati Diri Unsoed
    Документ9 страниц
    Makalah Jati Diri Unsoed
    Adlia Nindya Ghassani
    0% (1)