Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1.2.Anatomi mikroskopis : a. Jantung Atrium : endokardium lebih tebal dari ventrikel dan terbagi menjadi 3 lapis, yaitu selapis endotel, subendotel yang mengandung serat kolagen halus dan lapisan elastikomuskulosa yang mengandung banyak serat elastin dan otot polos. Dibawah endokardium terdapat lapisan subendokardium kemudian miokardium yang tipis dan dibalut oleh selapis endotel milik epikardium. Ventrikel : miokardium ventrikel lebih tebal dari atrium, namun lapisan endokardiumnya lebih tipis. Endokardium terbagi menjadi selapis endotel yang merupakan epitel selapis gepeng dan subendotel yang mengandung serat kolagen khusus. Dibawahnya terdapat lapisan subendokardium yang mengandung serat purkinje. Sel ini diameternya besar dan lebih banyak mengandung sarkoplasma. Setelah itu terdapat miokardium dan epikardium serta potongan arteri dan vena koronaria. Valvula atrioventrikulare : merupakan lipatan endokardium bertulangkan jaringan ikat fibrosa yang menyatu dengan annulus fibrosus, permukaannya menghadap ke arah ventrikel. b. Pembuluh darah Aorta Selapis endotel dan lapisan subendotel yg mengandung serat elastin, kolagen dan fibroblast Serat elastin 4060 lapis dan diantaranya terdapat otot polos dan fibroblast Selubung tipis dan sulit dibedakan dg jar. sekitarnya Arteri sedang Selapis endotel dan subendotel yg mengandung serat elastin, kolagen dan fibroblast Terlihat jelas, serat elastin mengelilingi lumen Tebal, 40 lapis sel otot polos tersusun sirkular Jelas Setebal T.media dg serat kolagen dan elastin yg tersusun Arteriol Metarteriol
T. intima
Elastica interna
Selapis tipis yg terlihat berkilau dibawah sel endotel Beberapa lapis sel otot polos yg tersusun sirkular Lebih tipis dari T.media berupa selapis kolagen dan elastin
T. media
Sel otot polos tersebar tak beraturan pada dindingnya Jaringan ikat dibalut sel perisit lebih banyak dari
2
memanjang Vasa Vasorum Lumen Ada di T.adventitia Bulat Ada Bulat atau lonjong Bulat agak lonjong
Vena besar Lapisan endotel, lamina basal dg sedikit jar.ikat subendotel dan otot polos. Batas dg T.media tdk jelas Tipis, mengandung otot polos, serat kolagen dan fibroblas Otot polos dg serat kolagen, elastin dan fibroblast Ada di lap.yg lebih dalam Lebih lebar dr aorta, bentuk gepeng
Vena sedang
Venula
T.intima
Tipis, selapis sel endotel dan subendotel tdk jelas Lapisan yg diskontinyu Berkas kecil sel otot polos yg sirkular dan dipisahkan dr serat kolagen dan elastin Menyusun sebagian besar dindingnya, tda jar.ikat longgar dg serat kolagen Ada di lap. yg lebih dalam Lumen lebih lebar dr arteri sedang, bentuk seperti ban kempis
Elastica interna
Beberapa lapis sel otot polos 5 lapis, tersusun sirkular Lebih tebal dari dindingnya yg tipis Tidak beraturan, lonjong/gepeng namun lebih besar dr arteriol
T.media
Elastica ext.
Jaringan ikat tipis dengan perisit Lebih lebar dari kapiler, bentuk tak teratur
T.adventitia
Vasa Vasorum
Lumen
2. Regulasi hemodinamik
Susunan ini memastikan bahwa semua organ menerima darah dengan komposisi yang sama; yaitu, semua organ tidak menerima darahsisa yang telah melintasi organ lain. Jantung Sebagai Pompa Jantung memompa darah dengan cara kontraksi (sistol) dan relaksasi (diastol). Jantung dapat bekerja dengan cara memompa karena mempunyai lapisan miokardium yang sangat istimewa. Sifat istimewa dari miokardium adalah : 1. Bekerja secara miogenik dan ritmik Stimulus awal untuk terjadinya kontraksi jantung berasal dari jantung itu sendiri yaitu dari nodus sinoatrial (SA node), bukan dari sistem saraf. Pompa jantung ini bersifat otomatis dan bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan jaringan tubuh terhadap oksigen dan nutrisi. Setiap menit SA node mencetuskan impuls sekitar 70-80 kali/menit. 2. Perambatan impuls (interkoneksi) antar sel miokardium terjadi sangat cepat Miokardium terdiri dari dua bagian besar yaitu sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel. Setiap sel miokardium dipisahkan oleh diskus interkalaris yang memungkinkan perambatan terjadi dengan sangat cepat. 3. Durasi potensial aksi 100 kali lebih lama dari otot rangka Miokardium mempunyai daya tahan kontraksi lebih lama dari otot rangka. Apabila dalam satu menit jantung berkontraksi rata-rata 70 kali/menit maka pada seseorang yang berusia 70 tahun jantung berkontraksi sebanyak 2.540.160.000 kali. Blok CVS Skenario 1
4
Peristiwa Listrik Pada Jantung Miokardium seperti halnya otot rangka, dapat berkontraksi setelah diinisiasi oleh potensial aksi yang berasal dari sekelompok sel konduktif pada SA node (nodus sinoatrial) yang terletak pada dinding atrium kanan. Dalam keadaan normal, SA node berperan sebagai pacemaker (pemicu) bagi kontraksi miokardium. Selanjutnya potensial aksi menyebar ke seluruh dinding atrium dan menyebabkan kontraksi atrium. Selain menyebar ke seluruh dinding atrium, impuls juga menyebar ke AV node (nodus atrioventrikular) melalui traktus internodal, kemudian ke berkas his dan selanjutnya ke sistem purkinye. Penyebaran impuls pada sistem purkinye menyebabkan kontraksi ventrikel. Penyebaran potensial aksi pada ventrikel terdiri dari 4 fase yaitu : 1. Fase 0: Initial rapid depolarization. Pada fase ini terjadi influks natrium akibat pembukaan saluran natrium saat terjadi peningkatan permeabilitas membran terhadap natrium. Awal depolarisasi adalah keadaan polarisasi (resting membrane potential) dimana muatan sisi dalam membran lebih negatif dibanding sisi luar (polarisasi). 2. Fase 1: Brief initial repolarization. Pada fase ini saluran kalium mulai terbuka. 3. Fase 2: Prolonged plateau. Pada fase ini saluran lambat natrium dan kalsium terbuka sehingga terjadi keseimbangan antara influks natiurm dan kalsium serta efluks kalium. 4. Fase 3: Late rapid repolarization. Dimana terjadi pembukaan saluran lambat kalium 5. Fase 4: Resting membrane potential (-100 mv) Fase ini merupakan keadaan membaran istirahat dimana muatan sisi dalam membran sel menjadi lebih elektronegatif dbanding sisi luar (polarisasi). Peristiwa Mekanik Pada Jantung Peristiwa mekanik pada jantung terjadi bersamaan dengan peristiwa listrik pada jantung. Peristiwa mekanik pada jantung terdiri dari : 1. Fase siklus jantung 2. Urutan kontraksi jantung 3. Perubahan tekanan pada setiap ruangan jantung 4. Peran katup jantung 5. Bunyi jantung Blok CVS Skenario 1
5
Organ-organ yang memperbaharui darah dalam keadaan normal, pada pokoknya menerima lebih banyak darah daripada yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik dasar, sehingga organ-organ itu dapat melakukan penyesuaian hemostatik pada darah. Persentase yang cukup besar dari curah jantung dialirkan ke saluran pencernaan ( untuk menyerap pasokan nutrien), ke ginjal (untuk membuang zat-zat sisa dan menyesuaikan komposisi air dan elektrolit), dan ke kulit (untuk mengeluarkan panas). Aliran darah ke organ-organ lain dapat disesuaikan dengan aktivitas organ tersebut. Prioritas utama dalam fungsi keseluruhan sistem sirkulasi adalah penyaluran konstan darah ke otak, yaitu organ yang paling tidak toleran terhadap gangguan aliran darah karena organ ini tidak memiliki perangkat enzim untuk menunjang kebutuhan metabolisme secara anaerobik. 3. Hipertensi 3.1. Definisi Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas normal. Peningkatan menetap tekanan arteri sistemik 3.2. Etiologi dan faktor predisposisi Etiologi hipertensi adalah meningkatnya curah jantung dan/atau meningkatnya resistensi (tahanan) perifer oleh karena faktor predisposisi. Faktor predisposisi hipertensi : diet dan intake Na tinggi, stres, ras, obesitas, dislipidemia, diabetes melitus, merokok, genetik, gangguan keseimbangan modulator vasokonstriksi dan vasodilator, gangguan sistem otokrin yang mengatur SRAA serta gangguan sistem saraf simpatis. 3.3. Klasifikasi a. Berdasarakan etiologi Primer (Esensial) : Hipertensi tanpa dasar kelainan patologi yang jelas. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres dan reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriksi. Sekunder : Termasuk kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan, dll.
b. Berdasarkan derajat sistol dan diastol Klasifikasi tekanan darah Normal Prehipertensi Hipertensi: Derajat 1 Derajat 2 3.4. Patofisiologi TDS (mmHg) < 120 120-139 140-159 160 TDD (mmHg) < 80 80-89 90-99 100
3.5. Komplikasi Hipertensi dapat secara langsung ataupun tidak langsung menyebabkan kerusakan organ tubuh (target organ damage), berupa : Jantung : Hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, gagal jantung. Otak : Stroke atau Transient Ischaemic Attack (TIA) Penyakit Ginjal Kronis (PGK) Penyakit Arteri Perifer Retinopati 3.6. Evaluasi Pasien hipertensi Tujuan evaluasi : mengidentifikasi faktor risiko dan menilai adanya penyakit penyerta lain yang akan mempengaruhi prognosis dan menentukan terapi, mencari penyebab kenaikan tekanan darah serta menentukan ada/tidaknya kerusakan target organ dan CVD. Evaluasi hipertensi meliputi : a. Anamnesis : lamanya menderita hipertensi, derajat tekanan darah, mencari adanya indikasi hipertensi sekunder, mencari faktor risiko, adanya gejala kerusakan organ, riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya. b. Pemeriksaan Fisik : pengukuran tekanan darah melalui 3 cara, yaitu : Pengukuran rutin di kamar periksa (Sfignomanometer) Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM) ABPM dilakukan dengan indikasi hipertensi yang borderline atau episodik, hipertensi office atau white coat, hipertensi sekunder, adanya disfungsi saraf otonom, hipertensi yang resisten terhadap antihipertensi, pedoman dalam memilih antihipertensi dan gejala hipotensi oleh sebab antihipertensi. Pengukuran sendiri oleh pasien, kelemahannya adalah masalah ketepatan pengukuran sedangkan kelebihannya adalah lebih mewakili kondisi tekanan darah sehari-hari, dapat menyingkirkan efek white coat dan memberikan banyak hasil pengukuran, meningkatkan kepatuhan pasien dan keberhasilan pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya. c. Pemeriksaan penunjang : foto polos dada dan elektrokardiografi 3.7. Tata Laksana Terapi untuk pasien hipertensi meliputi terapi nonfarmakologis dengan terapi farmakologis. Terapi nonfarmakologis bertujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi berupa : menghentikan merokok, menurunkan kelebihan berat badan dan konsumsi alkohol, latihan fisik, menurunkan intake Na, meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta mengurangi asupan lemak. Blok CVS Skenario 1
8
Terapi farmakologis dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi yang dianjurkan (oleh JNC VII) : Diuretika (Thiazide atau Aldosterone AntagonistAldo Ant), Beta Blocker (BB), Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB), Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB). Pemilihan obat-obat antihipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sosioekonomi, faktor risiko kardiovaskular, penyakit penyerta, komplikasi atau interaksi obat. Terapi antihipertensi diberikan secara bertahap dengan target tekanan darah normal dapat dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Klasifikasi tekanan darah Normal Prehipertensi Terapi obat awal TDS (mmHg) < 120 120-139 TDD (mmHg) < 80 80-89 Perbaikan pola hidup Dianjurkan Ya Tanpa indikasi yang memaksa Tidak indikasi obat Dengan indikasi yang memaksa Obat-obatan u/ indikasi yg memaksa Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan
Hipertensi: Diuretika (Thiazide), dapat juga ACEI, ARB, BB, CCB/ kombinasi Kombinasi 2 obat u/ sebagian besar kasus, umumnya diuretika (Thiazide) dengan ACEI/ARB/BB /CCB
Derajat 1
140-159
90-99
Ya
Derajat 2
160
100
Ya
Tabel : Tatalaksana hipertensi menurut JNC VII 3.8. Pencegahan Pencegahan untuk hipertensi hanya dengan menghindari atau meminimalisir faktor predisposisi. 3.9. Prognosis Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah akan memperburuk prognosis pasien dan meningkatkan mortalitasnya. Blok CVS Skenario 1
9
Daftar Pustaka : 1. Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi DiFiore. Ed 11. Jakarta : EGC. 2. Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC. 3. Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 4. Kumala, Poppy [et al.]. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta : EGC. 5. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC. 6. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC. 7. Rilantono LI, Baraas Faisal, Karo SK, Roebiono PS. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 8. Setiabudy, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Ed. 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 9. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta : EGC. 10. Suharti, C. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5. Jilid 2. Jakarta : Interna Publishing.
10