Вы находитесь на странице: 1из 10

Migren dgn aura Migren dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses bifasik.

Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase berikutnya terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah. Serangan nyeri kepala berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara bertahap antara 5 sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit. Migren klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.

Patofis migren dgn aura Patofisiologi migren dengan aura juga telah diketahui dengan baik, dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino glutamat eksitatori dari jaringan saraf sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmitter lagi, depresi saraf pun menyebar. CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan efektif.

(Tambahan migren dgn aura) Gejala aura disebabkan depolarisasi neuron di satu tempat dan oligemia sesuai dengan teori cortical spreading depression. 6,8,11,12Aura visual yang sering ditemukan adalah gangguan visus bilateral dengan skotoma (77%), distorsi atau halusinasi (16%) dan gangguan visus monokuler atau skotoma (7%)

Etiologi migren Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres, olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai faktor predisposisi migren. Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan terhadap cahaya silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren. Peningkatan kadar serotonin di sirkulasi dan substansi P serta polipeptida vasodilator berperan langsung

mempengaruhi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial. Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari otak. Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen pada lengan panjang kromosom). Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti dengan ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung pada faktor emosi dan psikososial. Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta gangguan emosional dan fisik.

Patofis migrain Menurut teori trigeminovaskular, terjadinya migren klasik berhubungan dengan terjadinya depolarisasi paroksismal dari neuron korteks. Depolarisasi ini melibatkan batang otak sebagai generator migren. Selama fase inisial serangan, terjadi cortical spreading depression yang berawal dari bagian oksipital dari otak. Istilah cortical spreading depression digunakan untuk menjelaskan terjadinya depresi aktivitas elektrik korteks otak yang tampak dari gambaran EEG dengan adanya perangsangan nyeri. The cortical spreading depression bergerak ke anterior saat serangan dengan kecepatan 2 mm per menit. Keadaan ini menyebabkan gangguan distribusi ion-ion intra dan ekstraseluler, sehingga merangsang terjadinya aura dan penurunan aliran darah sebanyak 20% sampai 35% di daerah posterior dari korteks serebri. Penurunan aliran darah didaerah posterior korteks serebri ini menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas pada cabang nervus trigeminus yang mempersyarafi arteri kranial (seperti pada duramater, basis kranii dan kulit kepala), sehingga timbul rangsangan nyeri kepala. Perangsangan nervus trigeminus ini menyebabkan pelepasan beberapa zat vasoaktif serta perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter seperti serotonin (5-HT, 5-Hydroxytryptamine), noradrenalin, asetilkolin, vasoactive intestinal peptide (VIP), nitric oxid, substansi P, neurokinin A dan calcitonin generelated peptide (CGRP), sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kranial, ekstravasasi plasma protein, aktivasi pletelet dan merangsang inflamasi neurogenik. Vasodilatasi kranial menyebabkan peningkatan aliran darah otak dan menimbulkan pulsasi pada setiap denyutan jantung, sehingga terjadi nyeri kepala berdenyut dan pulsasi ini akan merangsang reseptor regang di pembuluh darah sehingga meningkatkan perangsangan nervus trigeminus yang berada di dinding pembuluh darah dan memprovokasi nyeri kepala dan gejala lainnya. Cabang nervus trigeminus ini juga mempengaruhi hipotalamus dan chemoreceptor trigger zone sehingga terjadi fotofobia, fonofobia, mual dan muntah pada migren.

Sebagai tambahan saat serangan migren, terjadi pelepasan serotonin dari platelet, selama serangan terjadi penurunan turnover serotonin dan diantara 2 serangan migren terjadi peningkatan turnover serotonin. Dari beberapa reseptor serotonin, reseptor 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 yang berperan dalam patofisiologi migren. Reseptor 5-HT1 sebagai inhibitor, dimana reseptor 5-HT1B berada di pembuluh darah intrakranial, sedangkan resptor 5-HT1D berada di ujung syaraf trigeminus

(versi lain patofis migrain) Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi. Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Serotonin mencakup semua patofisiologi dari migraine. Itu ditunjukkan dari tingkat serotonin yang meningkat tepat sebelum terjadinya serangan migraine dan jatuh tajam pada saat awal sakit kepala. Lagipula, cerebral blood flow mengawali pengurangan sepanjang awal dan tahap aura dan kemudian meningkat sepanjang tahap sakit kepala. Serotonin mempengaruhi vascular tone dan banyak dari obat yang efektif dalam penatalaksanaan migraine baik dari agonis serotonin maupun dari antagonis.

Hubungan migrain dgn kontrasepsi oral Pada saat kepala sakit karena migren, kandungan serotonin yang rendah dalam otak diasosiasikan dengan depresi klinis, sulit tidur dan nyeri seperti fibromyalgia. Menjelang haid, level hormon estrogen berubah demikian juga dengan serotonin. Maka apabila kekurangan serotonin akibatnya terasa kram dan kehilangan nafsu makan. Setengah dari perempuan pemilik migren mengatakan, haid memicu munculnya sakit kepala sebelah. Disusul oleh penggunaan alat kontrasepsi oral. Riset menunjukkan angka kejadian pada wanita 3 kali lipat lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan karena migrain berkaitan dengan fluktuasi kadar hormon estrogen dan progesteron. Makanya penyakit ini banyak diderita wanita wanita yang telah memasuki masa pubertas, dimana hormon hormon reproduksinya mulai aktif bekerja. Malah sebagian wanita sering menghubungkan serangan migrain dengan menstruasi. Wajar saja, karena aktivitas hormon estrogen dan progesteron ini berfluktuasi turun naik seiring dengan siklus menstruasi. Wanita yang menderita migrain disarankan agar selektif menggunakan alat kontrasepsi. Sedapat mungkin hindari alat kontrasepsi hormonal, seperti pil KB atau suntik KB.

(versi lain hubungan migren dan kontrasepsi) kontrasepsi hormonal biasanya berisi hormon estrogen danprogesterone. Perubahan hormone yang tidak teratur tersebut padabeberapa wanita akan menyebabkan migrain. Salah satu efek samping yangmungkin timbul pada pemakaian kontrasepsi hormonal adalah sakit kepala hebat ( migraine ). Hormon estrogen tersebut yang dapat menyebabkan ataumenimbulkan migraine.Konsumsi pil KB akan memacu turunnya estrogen secara mendadak pada saatmulainya siklus menstruasi. Hal inilah yang menerangkan mengapa pemakain pilKB akan memperparah serangan migraine. Sebagian besar penderita migraineakan mengalami perbaikan gejala pada saat menopause.

(tambahan utk kontrasepsi) Seiring bertambahnya usia, pasien yang telah menopause akan mengalami penurunan frekuensi serangan migren secara signifikan. Sebaliknya, pasien-pasien wanita usia produktif perlu diterangkan bahwa migren dapat terjadi akibat ketidak seimbangan kadar hormon, terutama estrogen. Dengan demikian, jika pasien wanita tersebut mengalami episode migren saat dia mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama pil secara berkala, sebaiknya dicoba untuk dihentikan kontrasepsinya dan alihkan ke kontrasepsi yang lain, bisa dengan kondom atau kontrasepsi mekanik lainnya. Jika ternyata membaik, kontrasepsi hormonal memang tidak cocok untuknya, sebaiknya perlu dipikirkan alat lain yang bekerja secara mekanik. (Farid)

Fotofobia ilmuwan di Harvard Medical School, AS telah menemukan alasan mengapa cahaya dapat memperparah rasa nyeri penderita migrain. Para ilmuwan dari Beth Israel Deaconess Center, cabang dari Harvard Medical School, melakukan percobaan dengan menyelidiki dua kelompok orang buta yang menderita migrain. Sebanyak 20 orang buta dibagi ke dalam dua kelompok, satu kelompok orang yang buta total dan satu lagi orang yang tidak buta total. Kelompok pertama tak bisa melihat gambar atau merasakan cahaya sehingga mereka tak dapat menjaga siklus tidur-jaga. Mereka mengalami buta total akibat penyakit seperti kanker retina atau glukoma. Adapun kelompok kedua, meskipun mereka tak bisa melihat gambar, mereka dapat mendeteksi adanya cahaya. Mereka menderita kebutaan akibat penyakit degeneratif retina seperti retinitis pigmentosa. Setelah mempelajari kedua kelompok orang buta itu yang memiliki sakit kepala sebelah, para peneliti mendapati bahwa cahaya memicu reaksi di dalam sejumlah syaraf otak yang tetap aktif untuk beberapa waktu.

Hampir 85 persen penderita migrain sangat sensitif terhadap cahaya, kondisi yang dikenal sebagai fotofobia, tapi sampai sekarang tak seorang pun mengerti mengapa, kata laporan tersebut. Rami Burstein, profesor pada Beth Israel Deaconess Medical Centre di Boston, yang memimpin studi itu mengatakan, Saat terpapar cahaya, sakit kepala pasien kelompok pertama tidak memburuk, namun pasien kelompok kedua mengaku sakit kepalanya bertambah parah ketika terkena cahaya. Ini menunjukkan pada kami bahwa mekanisme fotofobia terlibat dalam pembuluh optik. Sebab pada pasien yang mengalami kebutaan total karena faktor individual, pembuluh optic tidak membawa sinyal cahaya ke otak. sekelompok sel-sel retina yang ditemukan dalam fotoreseptor melanopsin (yang membantu fungsifungsi pengendalian biologis termasuk tidur dan terjaga) terlibat dalam proses ini. Sebab sel-sel inilah satu-satunya berfungsi sebagai reseptor cahaya pada pasien yang buta. Lee Tomkins, direktur of Migraine Action, mengatakan: Kami telah mengetahui dari studi sebelumnya bahwa sensitivitas ini dapat diperparah pleh gelombang cahaya biru dalam spectrum cahaya, namun menghindari bahaya abu-abu merupakan aspek yang baru.

Terapi abortif dan preventif Terapi serangan migren akut Tujuan terapi akut adalah menghilangkan nyeri dan gejala lain dengan cepat dan efektif sehingga pasien dapat beraktivitas kembali. Obat harus diberikan pada saat pasien mulai merasa ada gejala. Bila gejala migren sudah mencapai puncaknya, pengobatan menjadi sangat sulit. Serangan ringan hanya memerlukan satu macam analgetik sedangkan serangan berat memerlukan terapi kombinasi.34,35 Obat yang sering digunakan bagi pengobatan migren pada remaja adalah NSAID terutama ibuprofen, asetaminofen, triptan dan dihydroergotamine. Beberapa obat lain misalnya Ca-channel blocker, isometheprene, metoclopramide dan prochlorphenazine.32 American Academy of Neurology 36 telah mengeluarkan rekomendasi untuk pengobatan serangan akut migren pada anak sebagai berikut :

Ibuprofen efektif untuk mengatasi migren. Parasetamol mungkin efektif. Sumatriptan spray nasal efektif bagi remaja. Triptan oral dan triptan subkutan: tidak ada data untuk menerima atau menolak penggunaannya pada anak atau remaja.

Banyak peneliti menggunakan terapi kombinasi sejak awal. Obat yang bermanfaat bagi terapi kombinasi adalah gabungan NSAID dan triptan.34 Suatu hal yang dikuatirkan pada terapi migren adalah penggunaan obat terapi serangan akut yang berlebihan.

Terapi profilaksis migren Indikasi terapi profilaksis adalah: 37-39 1. Sering mengalami serangan akut (2-4 kali setiap bulan) yang cukup berat yang mengganggu aktivitas sehari-hari. 2. Mengalami serangan yang berlangsung lebih lama dari 24 jam. 3. Mengalami gangguan fungsi walaupun sudah mendapat pengobatan akut yang adekuat. 4. Mengalami ko-morbiditas atau keadaan lain yang menyulitkan pengobatan akut. 5. Kegagalan, kontraindikasi, atau efek samping obat terapi akut 6. Mempunyai risiko menggunakan obat terlalu banyak 7. Tipe migren yang jarang dan sulit diobati, misalnya migren hemiplegik, migren basilar, migren dengan aura yang lama, migren dengan infark, atau ada risiko kerusakan saraf permanen. Terapi profilaksis diberikan tiap hari untuk waktu yang lama. Berapa lamanya tidak ada kesesuaian pendapat, umumnya selama 3-6 bulan. Diperlukan waktu beberapa minggu sebelum terapi profilaksis dapat bekerja baik sehingga jangan terlalu cepat menilai bahwa terapi profilaksis gagal. Penghentian obat harus perlahan-lahan untuk mengurangi kemungkinan relaps dan withdrawal. Jenis obat yang telah diteliti terbukti memberi manfaat untuk terapi profilaksis adalah:8,37,38

Antikonvulsan misalnya y ysodium valproate, topiramate Antidepresan trisiklik misalnya yamitriptyline Antihistamin misalnya ycyproheptadine Ca-channel blockery y misalnya flunarizine Antihipertensi misalnya ypropanolol

(versi lain terapi) Pendekatan terapi untuk migraine melibatkan pengobatan akut (abortif) dan preventif (profilaksis). Pasien yang mengalami serangan yang sering memerlukan keduanya. Pengobatan akut bertujuan untuk menghentikan atau mencegah progresivitas sakit kepala atau membalikkan sakit kepala yang sudah mulai. Pengobatan preventif yang diberikan ketika tidak ada serangan bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan keparahan serangan, sehingga serangan akut lebih mudah dikontrol dengan terapi abortif, dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Banyak obat-obatan abortif digunakan untuk migraine, dan pilihan untuk tiap-tiap pasien tergantung pada tingkat keparahan serangan, gejala yang terkait seperti mual atau muntah, masalah-masalah komorbid, dan respon pasien terhadap pengobatan. Suatu pendekatan bertingkat berdasarkan tingkat kebutuhan pengobatan pasien telah dikembangkan sebagai suatu pendekatan tingkat pengobatan. Analgesik sederhana tunggal dikombinasikan dengan komponen lainnya telah memberikan kesembuhan pada serangan yang ringan dan sedang dan bahkan pada sakit kepala yang berat. Agonis 5HT1 dan atau analgesik opioid saja atau dikombinasikan dengan antagonis dopamin digunakan untuk nyeri yang lebih parah. Penggunaan obat-obat abortif harus dibatasi dua sampai tiga hari seminggu untuk mencegah berkembangnya phenomena rebound headache. (2) Obat-obat abortif digolongkan berdasarkan tingkat keparahan. (2)

Moderate NSAIDs Isometheptene Ergotamine Naratriptan Rizatriptan Sumatriptan Zolmitriptan Almotriptan Frovatriptan Eletriptan Dopamine antagonists

Severe

Extremely Severe

Naratriptan Rizatriptan Sumatriptan (SC,NS) Zolmitriptan Almotriptan Frovatriptan Eletriptan DHE (NS/IM) Ergotamine Dopamine antagonists

DHE (IV) Opioids Dopamine antagonists

Rebound headache adalah sakit kepala yang menetap pada penderita kronik sebagai akibat sekunder dari penggunaan obat-obat simptomatik yang berlebihan dan berulang. Penggunaan yang berlebihan dari analgesik mungkin bertanggungjawab berubahnya migraine episodik atau sakit kepala tipe tension menjadi sakit kepala sehari-hari dan menetapnya sindrom tersebut. Namun demikian hal tersebut bukan merupakan penyebab absolut. (2) Terapi profilaksis bisa diberikan pada kondisi-kondisi sebagai berikut : 1. Dua atau lebih serangan tiap bulan dengan ketidakmampuan beraktivitas yang mencolok selama tiga hari atau lebih. 2. Kontraindikasi atau ketidak efektifan pengobatan simtomatik. 3. Penggunaan pengobatan abortif dua kali seminggu atau lebih. 4. Variasi-variasi migraine seperti migraine hemiplegik atau suatu serangan sakit kepala yang jarang yang menyebabkan gangguan yang nyata atau cedera neurologik yang permanen. Saat ini obat-obat profilaksis utama untuk migraine bekerja dengan mekanisme sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 5HT2 antagonis metisergid Pengaturan voltase saluran ion Bloker saluran kalsium Modulasi neurotransmitter pusat Beta bloker, anti depresan trisiklik Peningkatan hambatan GABA ergik Asam valproat GABA pentin Mekanisme lainnya yang diketahui adalah pengubahan metabolisme oksidatif neuronal oleh riboflavin dan mengurangi hipereksitabilitas neuronal dengan penggantian magnesium. (2) Seperti pada pengobatan abortif, pemilihan obat-obat preventif harus berdasarkan kondisi komorbid dan efek sampingnya. (2) Obat-obat Preventif. (2) Beta-blockers Tricyclic antidepressants Divalproex Topiramate

First line

High efficacy

Low efficacy

Verapamil NSAIDs SSRIs Methysergide Flunarizine MAOIs Cyproheptadine Gabapentin Lamotrigine

High efficacy

Second line

Unproven efficacy

Obat-obat preventif untuk kondisi komorbid. (2) Hypertension Angina Stress Depression Underweight Epilepsy Mania Beta-blockers Beta-blockers Beta-blockers Tricyclic antidepressants, SSRIs Tricyclic antidepressants Valproic acid, Topiramate Valproic acid

Komplikasi Terkadang usaha untuk mengontrol nyeri menyebabkan masalah, obat-obat NSAIDs seperti ibuprofen dan aspirin dapat menyebabkan efek samping seperti nyeri abdominal, perdarahan dan ulkus, terutama jika digunakan dalam dosis besar dan jangka waktu yang lama. Sebagai tambahan jika menggunakan obat-obatan abortif lebih dari dua atau tiga kali seminggu dengan jumlah yang besar, dapat menyebabkan komplikasi serius yang dinamakan rebound headache. Meskipun obat-obat tersebut dapat memberikan kesembuhan sementara, obat-obat tersebut tidak hanya menghilangkan nyeri, namun sebetulnya mulai menyebabkan sakit kepala. Pasien kemudian menggunakan obat dengan dosis yang lebih tinggi sehingga akhirnya terperangkap dalam lingkaran setan. (1) Stroke iskemik dapat terjadi sebagai komplikasi yang jarang namun sangat serius dari migraine. Hal ini dipengaruhi oleh faktor resiko seperti aura, jenis kelamin wanita, merokok, penggunaan hormon estrogen. (2)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika ditemukan hal-hal sebagai berikut :

1. Kelainan-kelainan struktural, metabolik dan penyebab lain yang dapat meniru gejala migraine. 2. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit penyerta yang dapat menyebabkan komplikasi. 3. Menentukan dasar pengobatan dan untuk menyingkirkan kontraindikasi obat-obatan yang diberikan. 4. Mengukur tingkat obat dalam darah untuk menentukan komplians penyerapan atau overdosis obat. (2,3) Lumbal Pungsi dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi dan menentukan tingkat leukosit, glukosa da protein pada LCS. Di indikasikan pada sakit kepala yang progresif, rekurens, dan onsetnya cepat. (2) Pencitraan Neuroimaging diindikasikan pada hal-hal sebagai berikut :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Sakit kepala yang pertama atau yang terparah seumur hidup penderita. Perubahan pada frekuensi keparahan atau gambaran klinis pada migraine headache. Pemeriksaan neurologis yang abnormal. Sakit kepala yang progresif atau persisten. Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria migraine dengan aura atau hal-hal lain yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Defisit neurologis yang persisten. Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan berkaitan dengan gejala-gejala neurologis yang kontralateral. Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin. Gejala klinis yang tidak biasa. (2) Uji neuroimaging yang diperlukan termasuk CT-Scan dan MRI. Uji lainnya seperti Angiografi, MRA dan MRV juga bisa dillakukan. EEG kadang juga perlu dilakukan jika ditemukan gangguan fungsi dari aktivitas otak. (2,3)

Penyebab Teori Serotonin Meskipun kebanyakan sakit kepala belum sepenuhnya dimengerti, beberapa peneliti menganggap migraine dapat disebabkan oleh perubahan fungsional pada saraf sistem saraf trigeminal, suatu jalur nyeri utama pada sistem saraf, dan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter di otak termasuk serotonin yang mengatur rangsangan nyeri melalui jalur ini. Selama terjadinya serangan, terjadi penurunan tingkat serotonin. Para peneliti percaya bahwa ini menyebabkan saraf trigeminal melepaskan suatu senyawa yang disebut neuropeptida, yang akan

berjalan menuju selubung otak luar. Substansi ini selanjutnya menyebabkan dilatasi dan inflamasi pembuluh darah, sehingga menyebabkan migraine headache. (1) Teori Vaskular Selama bertahun-tahun nyeri kepala saat serangan migraine headache, dianggap suatu hiperemia reaktif, sebagai respon dari vasokonstriksi yang di perantarai oleh iskemik selama terjadinya aura. Hal ini menjelaskan sakit kepala yang berdenyut, lokasi yang berbeda-beda, dan berkurangnya nyeri dengan penggunaan ergot, namun demikian teori ini tidak mampu menjelaskan tentang keberhasilan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati migraine yang tidak berefek ke pembuluh darah, dan fakta bahwa tidak semua pasien memiliki aura.(2) Depresi Penyebaran Kortikal Penyebaran dari hipoperfusi berkembang dengan kecepatan yang sama dengan depresi penyebaran kortikal dan aura migraine. Ini menunjukkan tidak hanya depresi penyebaran kortikal dengan gangguan yang menyebabkan manifestasi klinis dari aura migraine namun juga bahwa penyebaran ini tidak menunjukkan gejala (migraine tanpa aura). Mungkin terdapat ambang batas tertentu yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada pasien dengan aura namun tidak terdapat pada mereka yang tidak memiliki aura. Depresi penyebaran kortikal dengan atau tanpa terdapat gejala klinis (aura) mungkin adalah kunci pemicu terjadinya sakit kepala ataupun migraine. Depresi penyebaran kortikal telah didalilkan merangsang secara langsung pembuluh afferen dari trigeminovaskular dengan meningkatkan pelepasan senyawa nosiseptif dari neokorteks ke ruang interstitial yang menyebabkan pelepasan secara langsung rangsangan nosiseptif. (2)

Вам также может понравиться