Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. DEFINISI Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantaralapisan duramater dengan araknoidea. Ruang lingkup Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama. Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial. Indikasi Operasi Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata Adanya tanda herniasi/ lateralisasi Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. B. Etiologi Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, terutma berasal dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik. Teknik Operasi Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya. Washing Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi. Markering Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita). Desinfeksi Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril. Operasi Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahayanekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan. Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudiandengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorholedengan kapas basah/ wetjes. Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulangdipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudianmiringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dansuctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bonewax. Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawahtulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau perlutambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah tulang(berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecualidicurigai berasal dari sinus. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpuldengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan denganspoeling berulang-ulang. Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya adalahmembuka duramater. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanandengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yangterangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bilasampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dansefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma padalapisan tersebut. Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi yangdipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit atausubkutan. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh- pembuluh darahnya baik arteri maupun vena. Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruangsubarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak adadarah lagi. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yangdireseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Biladipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinsetanatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi. Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang denganevaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapanganoperasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut: o Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit. o Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0. o Pasang drain subgaleal. o Jahit galea dengan vicryl 2.0
Jahit kulit dengan silk 3.0. o Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain). o Operasi selesai. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yangtidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuaidengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatanuntuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutuplapis demi lapis seperti diatas C. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF). 1. Sakit kepala 2. Nausea atau muntah proyektil 3. Pusing 4. Perubahan mental 5. Kejang Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) : 1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema. 2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia 3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. 4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis. 5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. 6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. 7. Perubahan dalam seksual D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan. 1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder. 2. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis. 3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasardasar pengobatan dan informasi prognosis. 4. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral. 5. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. E. KOMPLIKASI POST OPERASI 1. Edema cerebral.
Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral. Hypovolemik syok. Hydrocephalus. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus). Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini. 7. Infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan. 2. Mempercepat penyembuhan. 3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi. 4. Mempertahankan konsep diri pasien. 5. Mempersiapkan pasien pulang. G. PERAWATAN PASCA PEMBEDAHAN Tindakan keperawatan post operasi. 1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output 2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage. 3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut. 4. Perawatan luka operasi secara steril. 5. Makanan Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika: Perut tidak kembung Peristaltik usus normal Flatus positif Bowel movement positif Mobilisasi Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan
2. 3. 4. 5. 6.
posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini. Pemenuhan kebutuhan eliminasi Sistem Perkemihan : Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli). Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam komplikasi ginjal. Sistem Gastrointestinal : Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung. Meningkatkan istirahat. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah. Memonitor perdarahan. Mencegah obstruksi usus. Irigasi atau pemberian obat. Proses penyembuhan luka 1) Fase pertama Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka. 2) Fase kedua Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan. 3) Fase ketiga Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringanjaringan baru dan otot dapat digunakan kembali. 4) Fase keempat Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut. Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka : 1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C. 2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid. 3. Pencegahan infeksi. 4. Pengembalian Fungsi fisik. Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
KRITERIA EVALUASI Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi; 1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan. 2. Luka insisi normal tanpa infeksi. 3. Tidak timbul komplikasi. 4. Pola eliminasi lancar. 5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat. 6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal. 7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang : Pengobatan lanjutan. Jenis obat yang diberikan. Diet. Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN a. Primary Survey 1) Airway Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung. Auscultasi paru keadekuatan expansi paru, kesimetrisan. 2) Breathing Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi. 3) Circulating: Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan. 4) Disability : berfokus pada status neurologi Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah. 5) Exposure Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan b. Secondary Survey : Pemeriksaan fisik Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit. 1) Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada gastrointestinal. 2) Ekstremitas Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat. 3) Integumen. Kulit keriput, pucat. Turgor sedang 4) Pemeriksaan neurologis Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. c. Tersiery Survey 1) Kardiovaskuler Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235. 2) Brain Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks dalam batas normal. 3) Blader
B.
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning kecoklatan. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk. 4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan. 5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi. 6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi. 7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret. 8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi. 9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN No. Diagnosa Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Keperawatan Keperawatan 1. Ganggguan Tujuan: 1.Kaji nyeri, rasa nyaman Setelah dilakukan catat lokasi, nyeri tindakan keperawatan karakteristik, berhubungan rasa nyeri dapat teratasi skala (0-10). dengan luka atau tertangani dengan Selidiki dan insisi. baik. laporkan Kriteria hasil: perubahan nyeri Melaporkan rasa nyeri dengan tepat. hilang atau terkontrol. 2.Pertahankan Mengungkapkan posisi istirahat metode pemberian semi fowler. menghilang rasa nyeri. 3.Dorong Mendemonstrasikan ambulasi dini. penggunaan teknik 4.Berikan relaksasi dan aktivitas kantong es pada hiburan sebagi abdomen. penghilang rasa nyeri. 5.Berikan analesik sesuai indikasi.
Rasionalisasi 1.Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses. 2.Mengurangi tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang. 3.Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen. 4.menghilangkan dan mengurangi nyeri melelui penghilangan ujung
2.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit. Kriteria hasil: Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu. pasien menukjukkan Pasien menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi.
1.Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan luka, dan kondisi sekitar luka. 2.lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman. 3.lakukan perawatan luka dan hygiene sesudah mandi, lalu keringkan kulit dengan hati hati. 4.berikan priopritas untuk meningkatkan kenyamanan dan kehilanan pasien.
saraf. catatan:jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan. 5.menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain. 1.Mengidentifikasi terjadinya komplikasi. 2.merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri. 3.Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan pasien. 4.mempercepat proses penyembuhan dan rehabilitasi pasien,
3.
Tujuan: 1.awasi tandaSetelah dilakukan tindakan tanda vital, keperawatan pasien diharapkan perhatikan tidak mengalami infeksi. demam, Kriteria hasil: menggigil, Tidak menunjukkan berkeringat dan adanya tanda infeksi. perubahan Tidak terjadi infeksi. mental dan peningkatan
1.Deteksi dini adanya infeksi. 2.Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi. 3.Menurunkan penyebaran bakteri 4.Mungkin
4.
5.
nyeri abdomen. diberikan secara 2.Lihat lika profilaktif untuk insisi dan menurunkan jumlah balutan. catat organisme, dan karakteristik, untuk menurunkan drainase luka. penyebaran dan 3.Lakukan cuci pertumbuhannya. tangan yang baik dan lakukan perawatan luka aseptik. 4.Berikan antibiotik sesuai indikasi. Tujuan: 1.Observasi 1.Tirah baring lama Setelah dilakukan ekstermitas dapat mencetuskan perawatan tidak terjadi terhadap statis venadan gangguan perfusi pembengkakan, meningkatkan jaringan. dan eritema. resiko pembentukan Kriteria hasil: 2.Evaluasi status trombosis. Tanda-tanda vital mental. 2.Indikasi yang stabil. perhatikan menunjukkan Kulit klien hangat dan terjadinya embolisasi sistemik kering hemaparalis, pada otak. Nadi perifer ada dan afasia, kejang, kuat. muntah dan Masukan atau haluaran peningkatan TD. seimbang. Tujuan: 1.awasi intake 1.memberikan setelah dilakukan dan out put informasi tentang tindakan keperawatan cairan. penggantian pasien menunjukkan 2.Awasi TTV, kebutuhan dan keseimbangan cairan kaji membrane fungsi organ. yang adekuat. mukosa, turgor 2.indicator Tanda-tanda vital kulit, membrane keadekuatan stabil. mukosa, nadi volume sirkulasi/ Mukosa lembab perifer dan perfusi. Turgor kulit/ pengisian pengisian 3.Memberikan kapiler baik. kapiler. informasi tentang Haluaran urine baik. 3.Awasi volume sirkulasi, pemeriksaan keseimbangan laboratorium. cairan dan 4.Berikan cairan elektrolit.
6.
IV atau produk darah sesuai indikasi Pola nafas Tujuan: 1.Evaluasi inefektif setelah dilakukan tindakan frekuensi berhubungan perawatan pasien menunjukkan pernafasan dan dengan efek pola nafas yang efektif. kedalaman. anastesi. Kriteria hasil: 2.Auskultasi volume nafas adekuat. bunyi nafas. klien dapat 3.Lihat kulit dan mempertahankan pola membran nafas normal dan mukosa untuk efektif dan tidak ada melihat adanya tanda hipoksia. sianosis. 4.Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
7.
1.Kecepatan dan upayamungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi darah dan akumulasi secretatau juga hipoksia. 2.Bunyi nafas sering menurun pada dasar paru selama periode waktu setelah pembedahan sehubungan dengan terjadinya atelektasis. 3.Sianosis menunjukkan adanya hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru. 4.Untuk memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anestesidan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat instalasi 1.Awasi 1.Perubaahan frekuensi, irama, sputum kedalaman menunjukkan
8.
9.
berhubungan menunjukkan bunyi nafas yang pernafasan. terjadi distres dengan jelas. 2.Auskultasi pernafasan. penumpukan Kriteria hasil: paru, perhatikan 2.Deteksi adanya secret. frekuensi nafas dalam stridordan obstruksi. rentang normal. penurunan bunyi 3.Meningkatkan bebas dipsnea. nafas. ekspansi paru 3.Dorong batuk optimal/fungsi atau latihan pernafasan. pernafasan. 4.Dugaan adanya 4.Perhatikan hipoksemia atau adanya warna karbon monoksida. pucat atau merah pada luka. Perubahan Tujuan: 1.Catat keluaran 1.Penurunan aliran pola setelah dilakukan tindakan urine, selidiki urine tiba-tiba dapat eliminasi urin keperawatan pasien penurunan aliran mengindikasikan berhubungan menunjukkan aliran urine yang urine secara tiba- adanya obstruksi dengan efek lancar. tiba. atau juga karena anastesi. Kriteria hasil: 2.Awasi TTV, dehidrasi. Haluaran urine adekuat. kaji nadi perifer, 2.Indikator turgor kulit, keseimbangan pengisian cairan. kapiler. 3.Mempertahankan 3.Dorong hidrasi dan aliran peningkatan urine baik. cairan dan pertahankan pemasukan akurat. Perubahan Tujuan: 1.Timbang BB 1.kehilangan atau nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan secara teratur. peningkatan dari keperawatan pasien 2.Auskultasi menunjukkan kebutuhan menunjukkan keseimbangan bising usus, catat perubahan hidrasi, berhubungan berat badan. bunyi tak ada tapi kehilangan dengan mual Kriteria hasil: atau hiperaktif. lanjut juga muntah. Berat badan klien tetap 3.Tambahkan menunjukkan seimbang. diet sesuai defisit nutrisi. toleransi. 2.Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus dapat menyertai hiperaktifitas usus,
penurunan absorbsi air atau juga diare. 3.Kemajuan diet yang hati-hati saat memasukkan nutrisi dimulai lagi dapat menurunkan iritasi gaster. BAB III KESIMPULAN KESIMPULAN Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Manifestasi klinik : Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF). Sakit kepala, Nausea atau muntah proyektil, Pusing, Perubahan mental, Kejang. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) : Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema. Perubahan bicara, msalnya: aphasia. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. Perubahan dalam seksual.
DAFTAR PUSTAKA Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia. Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta. Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan