Вы находитесь на странице: 1из 13

Aerodinamika Pesawat ( Gaya yang mempengaruhi )

Empat Gaya Yang Terjadi Pada Pesawat Terbang


Gaya Hambat (Air Resistance) Drag Drag didefinisikan sebagai komponen dari gaya aerodinamika yang sejajar dengan arah relative wind dan berlawanan arah dengan gerak maju pesawat terbang. Pada kecepatan subsonic terdapat dua jenis drag, yaitu Parasite drag dan Induced drag. Sedangkan pada kecepatan yang lebih tinggi lagi akan timbul drag yang disebut dengan shock wave drag. Parasite Drag Parasite drag terdiri dari beberapa komponen drag yang berbeda-beda, secara umum parasite drag dapat didefinisikan sebagai gaya hambat yang timbul karena faktorfaktor selain adanya wing. Form Drag Form drag adalah bentuk drag yang timbul karena bentuk fisik benda. Contoh form drag untuk beberapa bentuk benda dapat dilihat dibawah ini.

Bentuk Pelat datar (flat plate), terhadap arah aliran udara tegak lurus : - koefisiennya gaya hambat yang timbul adalah 100 % Bentuk Bola (Ball Shape) - koefesiennya gaya hambat yang timbul adalalh 50 % Bentuk Ellipse - koefisiennya gaya hambat yang timbul adalah 15 % Bentuk Streamline - koefisiennya gaya hambat yang timbul adalah 5 %

Bentuk streamline ini secara awam dikenal dengan istilah bentuk aerodinamis karena aliran udara (airflow) yang melewati permukaan benda tersebut hamper seluruhnya aliran udara yang laminar (lurus dan rata) mengikuti bentuk benda. Akibatnya adalah gaya hambat yang timbul menjadi kecil. Untuk memperkecil From drag pada pesawat terbang, maka fuselage, engine nacelle dan pod serta komponen yang berada di luar konstruksi pesawat terbang dibuat lebih streamlined. Skin Friction Drag Skin Friction Drag adalah gaya hambat yang timbul karena adanya pergesekan udara dengan permukaan benda. Jenis drag ini akan dipengaruhi oleh luas daerah yang di lewati oleh aliran udara. Kehalusan permukaan juga berpengaruh terhadap skin friction drag. Untuk memperkecil skin friction drag pada pesawat terbang, maka rivet yang dipergunakan pada area yang dialiri airflow dibuat flush (rata), skin pesawat dipolish, terutama yang terbuat dari fabric serta menghilangkan alumunium oxide pada alumunium skin. Interference Drag

Interference drag adalah gaya hambat yang disebabkan oleh adanya interferensi dari boundary-boundary layer yang berbeda dari komponen-komponen pesawat yang berbeda. Jika drag dari dua buah komponen pesawat sudah diukur tersendiri, kemudian komponen-komponen tersebut digabungkan (contoh: wing ke fuselage), maka drag yang terjadi dari gabungan dua komponen tersebut lebih besar dari jumlah drag masing-masing komponen. Hal inilah yang disebabkan oleh Interferensi dari boundary layer dua komponen tesebut. Untuk memeperkecil interference drag, maka setiap sambungan dua atau lebih komponen struktur pesawat mempergunakan fairing Leakage Drag Leakage drag adalah drag yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar pesawat terbang. Udara yang mengalir dari dalam fuselage yang pressurized (bertekanan) melalui crack atau door seal akan menghasilkan suatu bentuk arus udara yang mempengaruhi airflow di sekeliling pesawat terbang dan mengakibatkan terjadinya drag. Pada airflow yang melalui bagian bawah wing, yang bergerak mengalir ke atas wing melalui wing attachment cracks dapat juga menyebabkan terjadinya leakage drag.

Profile Drag Jenis lain dari parasite drag yang terjadi pada helicopter adalah profile drag. Profile drag adalah drag yang disebabkan oleh main rotor yang berputar. Drag ini harus diatasi selama rotor berputar dan dapat timbul baik pada saat helicopter dalam keadaan diam atau tidak menghasilkan lift. Induced Drag Induced drag adalah jenis terakhir dari drag tetapi merupakan jenis drag yang paling penting, terutama untuk diektahui oleh para penerbanga pada pesawat dengan high performance. Induced drag adalah drag yang timbul karena adanya lift (gaya angkat), karena drag ini hanya timbul jika lift dihasilkan. Lift Lift akan bekerja melalui centre of pressure yang tergantung pada letak sayap. Dengan demikian perancang pesawat harus berhati-hati menempatkan sayap pada posisi yang benar pada fuselage. Tetapi hal ini cukup rumit, karena kenyataannya bahwa perubahan angle of attack berarti pergeseran letak lift, dan biasanya kearah yang tidak stabil pada pesawat. Apabila angel of attack bertambah karena pitching moment di sekitar centre of pressure, akan menyebabkan pesawat nose up dan cenderung untuk bertambah besar lagi. Weight Gaya berat adalah gaya yang dihasilkan oleh pesawat itu sendiri. Bereaksi secara vertical kebawah melalui centre of gravity (c.g) Weight bekerja melalui c.g yang tergantung pada berat dan letak dari masing-masing bagian pesawat di sepanjang fuselage, dan beban yang diangkut juga mempengaruhi gaya W ini. Gaya berat ini mendatangkan cukup permasalahan, karena akan terjadi pergeseran c.g, sebagai contoh : Pada pesawat Concorde, fuelnya bergerak dari satu tangki ke tangki yang lain untuk mempertahankan c.g tersebut. Thrust Gaya dorong adalah gaya yang menarik pesawat secara horizontal ke arah maju pesawat (flight path) sepanjang propeller shaft atau line of thrust. Line of Thrust dapat berada di atas dengan cara menata letak shaft propeller atau garis tengah mesin jet yang tergantung pada letak pemasangan engine, baik single maupun multi engine. Para perancang pesawat bisa memilih caranya sendiri, tetapi harus melihat masalah-masalah propeller ground clearance. Apakah juga menggangu visibility dari penerbang, dan juga menimbulkan problema baru, yaitu kapan kita bisa membuat Thrust yang bisa membelokkan pesawat secara otomatis untuk pesawat secara otomatis untuk pesawat modern. sumber : Aerodinamika, Wira Gautama, th____, Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia
http://gilangmrbean.blogspot.com/2012/08/aerodinamika-pesawat-gaya-yang.html

Kinerja Pesawat Terbang (Aircraft Performance)

Kinerja Pesawat Terbang (Aircraft Performance) Kinerja Pesawat terbang tergantung pada hubungan antara gaya-gaya yang bekerja pada pesawat itu. Gaya-gaya dasar yang bekerja pada pesawat terbang adalah Lift ( gaya angkat), Weight ( gaya berat ), Thrust ( gaya dorong ) dan Drag ( gaya hambat ). Jika gaya-gaya tersebut dalam keadaan setimbang, maka pesawat akan tetap terjaga pada kecepatan yang tetap dan pada ketinggian yang tetap pula. Jika ada gaya luar yang bekerja pada perubahan pesawat, maka kinerja pesawat terbang juga akan mengalami perubahan.

Penerbangan Lurus dan Rata ( Straight and Level Flight )

Straight and Level Bila suatu pesawat terbang berada pada keadaan steady level flight, yaitu terbang dengan ketinggian dan kecepatan tetap (tidak mengalami percepatan), maka pesawat tersebut harus berada pada posisi setimbang (equilibrium). Artinya lift yang dihasilkan harus sama dengan berat yang dihasilkan oleh pesawat terbang, dan thrust harus sama dengan drag. Thrust yang sama dengan drag terjadi jika thrust available (thrust yang dihasilkan oleh engine) sama dengan thrust required (thrust yang dibutuhkan untuk melawan drag). Jika kondisi-kondisi ini saling bertemu, maka pesawat akan terbang pada ketinggian dan kecepatan yang tetap. Kinerja Saat Terbang Mendaki (Climb Performance)

climb performance Pesawat tebang modern dipergunakan sebagian besar sebagai pesawat transportasi, observasi dan penghubung suatu tempat ke tempat yang lain. Jadi tidak seperti pesawat tempur yang melakukan maneuver saat climbing. Yang akan dibahas disini

adalah terbang mendaki dengan kecepatan tetap (steady velocity climb). Pada steady velocity climb, pesawat berada pada kondisi setimbang dimana semua gaya yang bekerja pada garis arah terbang ( flight path ) dalam keadaan seimbang. Gaya-gaya yan bekerja disepanjang flight path adalah thrust yang bekerja kedepan, dan drag serta W sin y, yang bekerja ke belakang. Untuk mendapatkan steady velocity climb, semua gaya tersebut harus diseimbangkan.

Hubungan Antara Rate of Climb dan Power Rate of climb adalah kecepatan mendaki, yang merupakan komponen flight velocity (True Airspeed). Thrust Horsepower dari pesawat yang menghasilkan power (powerproducing aircraft) adalah sama dengan efisiensi dari propeller dikalikan dengan shaft horsepower (SHP). Oleh karena itu Thrust Horsepower (THP) adalah power available yang bervariasi terhadap perubahan velocity. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat climbing, thrust yang diperlukan adalah lebih besar daripada drag dan akan makin besar dengan bertambahnya angle of climb. Dan pada saat climbing yang vertical, maka climb angle akan menjadi 90o. artinya thrust yang diperlukan saat vertical climb akan sangat besar untuk mengatasi drag dan weight yang bekerja pada satu garis. Gliding Gliding adalah terbang meluncur dengan sudut tertentu dengan engine yang dimatikan (power off gliding). Untuk mendapatkan kondisi gliding dengan kecepatan tetap (steady glide), maka gaya-gaya yang bekerja pada pesawat pada saat gliding, yaitu lift, drag dan weight (berat pesawat) harus dalam keadaan setimbang. Dengan demikian, total reaction yang bekerja pada sayap, yang merupakan resultan dari lift dan drag, harus benar-benar sama dan berlawanan arah terhadap weight. Sementara lift tetap tegak lurus terhadap glide path (arah terbang gliding), sedangkan drag bekerja ke belakang sejajar dengan glide path. Gliding Angle (sudut luncur)

formula (source:NASA)

Dengan perhitungan geometri yang sederhana dapat ditemukan bahwa sudut yang dibentuk oleh lift dan total reaction adalah sama dengan sudut yang dibentuk oleh glide path dengan bidang horizontal. Sudut inilah yang disebut dengan Gliding Angel. Dapat diperhatikan pada gambar tersebut bahwa D/L= Tan . Hal ini berarti bahwa jika harga D/L berkurang (L/D naik), maka gliding angle akan mekin kecil (rata). Dari penjelasan ini dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu : a. Gliding angle berbanding lurus dengan L/D ratio ( perbandinga Lift per drag ). Disinilah sebenarnya letak dari efisiensi rekayasa suatu pesawat terbang, yaitu bagaimana merancang suatu pesawat terbang dengan menghasilkan lift yang besar tetapi dragnya kecil. Dengan mengutangi drag, berarti kita memperkecil gliding angle. b. Jika penerbang berusaha untuk glide dengan angle of attack lebih besar maupun lebih kecil dari angle of attack yang memberikan harga L/D terbesar, maka path of descent (arah luncur pesawat) akan lebih curam. Pengaruh Wind terhadap Glide of Angle Jika dilihat dari ground, suatu pesawat terbang yang gliding melawan wind (angin) akan terlihat seperti sedang gliding lebih curam dan kenyataanya memang akan gliding dengan sudut lebih curam. Bila gliding dengan tail wind, pesawat akan gliding lebih mendatar daripada sudut sebenarnya yang diukur relative dari udara. Pengaruh Berat (Weight) Saat Gliding Ada yang mengatakan bahwa pesawat yang berat akan gliding dengan sudut yang lebih curam daripada pesawat yang lebih ringan, tetapi sebenarnya tidaklah demikian, karena gliding angle tergantung pada ratio L/D dan tidak tergantung pada berat. Jika weight bertambah, maka total reaction yang bekerja pada pesawat akan diperbesar untuk menyeimbangkan pertambahan weight tersebut, yaitu dengan cara memperbesar lift dan drag dengan perbandingan yang tetap, sehingga glide angle akan tetap. Lift dan drag tersebut dapat diperbesar jika factor speed diperbesar. Thrust diperoleh dari komponen weight yang bekerja disepanjang glide path. Ini berarti thrust akan bertambah jika weight bertambah. Berarti dapat kita simpulkan bahwa weight tidak berpengatuh terhadap glide angle, tetapi terhadap speed. Kerugian gliding dengan sudut yang kecil Janganlah kita menganggap gliding angle yang kecil selalu menguntungkan. Bila suatu pesawat terbang sedang approach ke airfield yang kecil dengan obstacle disekelilingnya, maka disarankan untuk mencapai ground sesegera mungkin setelah obstacle dilewati. Dalam hal ini, gliding angle yang terlalu kecil akan menjadi hal yang merugikan. Gliding angle dapat diperbesar dengan cara mengurangi ratio L/D. Pengurangan ratio L/D ini dapat dilakukan dengan : a. Memperkecil angle of attack. Akibatnya adalah airspeed bertambah. b. Memperbesat angle of attack, yang berakibat airspeed terlalu rendah. c. Mempergunakan airbreak. Peggunaan airbreak merupakan factor yang cukup memuaskan, baik dengan memperbesar lift (flap diturunkan), atau spoiler jika drag yang kita perbesar.

sumber : Buku Aerodinamika; oleh Wira Gautama; Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia
http://gilangmrbean.blogspot.com/2012/08/kinerja-pesawat-terbang-aircraft.html

Aerodinamika Pesawat Udara


Pada prinsipnya, pada saat pesawat mengudara, terdapat 4 Gaya Utama yang bekerja pada pesawat, yakni Gaya Dorong/Thrust (T), Hambatan/Drag (D), Gaya Angkat/Lift (L), dan Berat Pesawat/Weight (W). Pada saat pesawat sedang menjelajah (Cruise) pada kecepatan dan ketinggian konstan (Straight And Level Flight), ke-4 gaya tersebut berada dalam kesetimbangan: T = D dan L = W. Sedangkan pada saat pesawat take off dan landing, terjadi akselerasi dan deselerasi yang dapat dijelaskan menggunakan Hukum II Newton (Total gaya adalah sama dengan massa dikalikan dengan percepatan).

Pada saat Take Off, pesawat mengalami akselerasi dalam arah horizontal dan vertikal. Pada saat ini, L harus lebih besar dari W, demikian juga T lebih besar dari D. Dengan demikian diperlukan daya mesin yang besar pada saat Take Off. Gagal Take Off bisa disebabkan karena kurangnya daya mesin (karena berbagai hal: kerusakan mekanik, human error, gangguan eksternal, dsb), ataupun gangguan pada sistem kontrol pesawat.

Dibalik Terbangnya Pesawat

Sebagian besar pesawat komersial saat ini menggunakan mesin Turbofan. Turbofan berasal dari dua kata, yakni Turbin dan Fan. Komponan fan merupakan pembeda antara mesin ini dengan Turbojet. Pada mesin turbojet, udara luar dikompresi oleh Kompresor hingga mencapai tekanan tinggi. Selanjutnya udara bertekanan tinggi tersebut masuk ke dalam ruang bakar (Combustion Chamber) untuk dicampurkan dengan bahan bakar (Fuel) yaitu Avtur.

Pembakaran udara bahan bakar tersebut akan meningkatkan temperatur dan tekanan fluida kerja. Fluida bertekanan tinggi ini selanjutnya dilewatkan melalui turbin dan keluar pada Nozzle dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perbedaan kecepatan udara masuk dan fluida keluar dari mesin menciptakan gaya dorong T (Hukum III Newton: Aksi dan Reaksi). Gaya dorong T ini dimanfaatkan untuk bergerak dalam arah horizontal dan sebagian diubah oleh sayap pesawat menjadi gaya angkat L.

Fan pada mesin Turbofan berfungsi memberikan tambahan laju udara yang memasuki mesin melalui Bypass Air. Udara segar ini akan bertemu dengan campuran udara bahan bakar yang telah terbakar di ujung luar mesin. Salah satu keuntungan penggunaan turbofan adalah dia mampu meredam kebisingan suara pada turbojet. Namun karena turbofan memiliki susunan komponen yang relatif kompleks, maka mesin jenis ini sangat rentan terhadap gangguan FOD (Foreign Object Damage) dan pembentukan es di dalam mesin. Masuknya FOD (seperti burung) ke dalam mesin bisa menyebabkan kejadian fatal pada pesawat.

SAYAP: Mengubah T menjadi L

Hingga saat ini, setidaknya ada 3 penjelasan yang diterima untuk fenomena munculnya gaya angkat pada sayap: Prinsip Bernoulli, Hukum III Newton, dan Efek Coanda. Sayap pesawat memiliki kontur potongan melintang yang unik: Airfoil. Pada airfoil, permukaan atas sedikit melengkung membentuk kurva cembung, sedangkan permukaan bawah relatif datar. Bila sekelompok udara mengenai kontur airfoil ini, maka ada kemungkinan bahwa udara bagian atas akan memiliki kecepatan lebih tinggi dari bagian bawah: hal ini disebabkan karena udara bagian atas harus melewati jarak yang lebih panjang (permukaan atas airfoil adalah cembung) dibandingkan udara bagian bawah.

Prinsip Bernoulli menyatakan bahwa Semakin tinggi kecepatan fluida (untuk ketinggian yang relatif sama), maka tekanannya akan mengecil. Dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan antara udara bagian bawah dan atas sayap. Hal inilah yang mencipakan gaya angkat L. Penjelasan dengan prinsip Bernoulli ini masih menuai pro kontra; namun penjelasan ini pulalah yang digunakan Boeing untuk menjelaskan prinsip gaya angkat.

Penjelasan menggunakan Hukum III Newton menekankan pada prinsip perubahan momentum manakala udara dibelokkan oleh bagian bawah sayap pesawat. Dari prinsip aksi=reaksi, muncul gaya pada bagian bawah sayap yang besarnya sama dengan gaya yang diberikan sayap untuk membelokkan udara. Sedangkan penjelasan menggunakan efek Coanda menekankan pada beloknya kontur udara yang mengalir di bagian atas sayap. Bagian atas sayap pesawat yang cembung memaksa udara untuk mengikuti kontur tersebut. Pembelokan kontur udara tersebut dimungkinkan karena adanya daerah tekanan rendah pada bagian atas sayap pesawat (atau dengan penjelasan lain: pembelokan kontur udara tersebut menciptakan daerah tekanan rendah). Perbedaan tekanan tersebut menciptakan perbedaan gaya yang menimbulkan gaya angkat L. Meski belum ada konsensus resmi mengenai mekanisme yang paling akurat untuk menjelaskan munculnya fenomena gaya angkat, yang jelas sayap pesawat berhasil mengubah sebagian gaya dorong T mesin menjadi gaya angkat L.

Kontrol Gerak Pesawat

Pesawat terbang memiliki kemampuan bergerak dalam tiga sumbu, yakni PITCH, ROLL, dan YAW. Gerak naik turunnya hidung pesawat dikontrol oleh ELEVATOR, gerak naik turunnya sayap pesawat dikontrol oleh AILERON, sedangkan gerak berbelok dalam bidang horizontal dikontrol oleh RUDDER yang berada di sirip (FIN) pesawat. Selain itu, dibagian belakang sayap juga terdapat FLAP yang berfungsi membantu meningkatkan gaya angkat pada saat take off maupun mengurangi gaya angkat pada saat landing (Air Brake). Pada saat menjelajah (cruise) flap ini akan masuk ke dalam sayap untuk mengurangi gaya hambat D pesawat.

Kecelakaan Pesawat Pada Saat Take Off : Beberapa Kasus [1]

Sebagian besar kecelakaan pesawat pada saat take off terjadi karena kegagalan fungsi mesin yang muncul karena berbagai sebab. Kegagalan fungsi mesin tersebut bisa disebabkan karena kerusakan pada komponen mesin itu sendiri, kerusakan pada daerah di dekat mesin yang berimbas pada mesin, kebocoran dan terbakarnya tanki bahan bakar, ataupun kerusakan sistem kontrol

pesawat, ataupun "HUMAN ERROR". Di bawah ini akan diberikan gambaran kasus kecelakaan pesawat pada saat take off.

Air Florida Flight 90, January 13, 1982, menewaskan 78 orang

Air Florida Flight 90 menggunakan Boeing 737-222 pada saat take off dari Bandara Washington dalam kondisi cuaca yang sangat dingin. Sesaat setelah take off, pesawat tersebut gagal untuk mencapai ketinggian, dan jatuh di Sungai Potomac setelah sebelumnya sempat menghantam 5 kendaraan di high way. Dari penyelidikan, diduga pilot tidak mengaktifkan sistem anti-es. Sehingga indicator EPR (Engine Pressure Ratio) memberikan pembacaan indicator dengan kesalahan tinggi: seharusnya untuk take off diperlukan EPR 2.04, namun karena kesalahan indikator, mesin hanya memproduksi EPR 1.7. Pesawat memang berhasil mengudara, namun dia gagal mendapatkan ketinggian karena kurangnya daya pesawat.

Air France Flight 4590 (Concorde), menewaskan 113 orang

Sebelum musibah ini, penerbangan Concorde merupakan penerbangan teraman, karena belum mengalami satu pun musibah fatal. Musibah ini ternyata mengubah perjalanan penerbangan Concorde selanjutnya; yang mungkin diperkuat dengan berbagai faktor lain, menyebabkan penerbangan ini ditutup selamanya. Pada 25 Juli 2000, Concorde ini lepas landas dari Bandara Internasional Charles de Gaulle di dekat Paris.

Penyelidikan atas kasus ini mengungkapkan bahwa terdapat lempeng titanium yang terjatuh dari penerbangan sebelumnya, yakni Continental Airlines DC 10, yang kemudian mengenai bagian roda Concorde. Titanium tersebut mampu merobek ban Concorde, dan selanjutnya serpihan ban (4.5 kg) dengan kecepatan sangat tinggi (300 km/jam) tersebut menghantam bagian sayap. Rambatan tekanan dan getaran akibat benturan tersebut mengkoyakkan tanki yang berisi penuh bahan bakar. Kedua mesin pesawat segera mati, dan Concorde jatuh menimpa sebuah hotel. Jumlah total korban meninggal pada kecelakaan ini

sebanyak 113 orang yang meliputi awak dan penumpang pesawat serta orang yang tertimpa pesawat.

American Airlines Flight 587, menewaskan 260 orang

Pada 12 November 2001, Penerbangan pesawat Airbus A300-600 yang digunakan American Airlines dengan nomor penerbangan 587 jatuh tak lama setelah take off dari Bandara Internasional John F Kennedy. Karena berdekatan waktunya dengan tragedi September 11, sempat muncul dugaan bahwa "terorisme" merupakan penyebab jatuhnya pesawat tersebut. Pesawat ini melaju di runway yang baru saja dilalui Boeing 747. Melajunya objek sebesar pesawat terbang dengan kecepatan tinggi tentu saja menimbulkan turbulensi udara yang cukup intens. Turbulensi udara tersebut mengganggu jalannya Airbus A300-600 yang mencoba take off.

Pilot mencoba menggunakan rudder untuk mengendalikan jalannya pesawat, namun pilot terlalu jauh menggunakan rudder tersebut dan kemudian mengkoreksinya dengan menggerakkan rudder ke arah yang berlawanan: juga terlalu jauh. Gerakan rudder yang sangat besar dan dalam waktu yang singkat tersebut mencipakan tegangan (stress) yang sangat besar di bagian ekor pesawat. Pada akhirnya bagian ekor pesawat tersebut patah, dan menyebabkan pilot kehilangan kontrol atas pesawat.

Pihak Airbus dan American Airlines saling menyalahkan: di satu sisi American Airlines menuding Airbus menggunakan fly by wire pada rudder yang tidak biasa, yakni tekanan pada pedal penggerak rudder diset konstan pada berbagai kondisi kecepatan pesawat (biasanya untuk kecepatan pesawat yang semakin besar, tekanan pedal untuk menggerakkan rudder juga semakin besar), di sisi lain, Airbus menuding American Airlines tidak melakukan pilot training yang sesuai dengan karakteristik pesawat Airbus.

Emergency & Disaster Management Inc. [2] mencatat 13 kecelakaan pesawat terbang di seluruh dunia yang berkaitan dengan saat take off dan landing terjadi pada pesawat Boeing berbagai seri selama tahun 2000-2004; dan lebih khusus

lagi sebanyak 8 kejadian diantaranya menimpa pesawat Boeing seri 737. Serupa dengan penjelasan pada paragraf sebelumnya, penyebab kecelakaan saat take off dan landing tersebut juga berasal dari berbagai sumber: human error, faktor eksternal, gangguang mesin, dll.

Mandala Airlines Flight 091 Ada beberapa informasi dari media massa (Suara Merdeka) yang menyebutkan bahwa saksi mata melihat adanya asap hitam keluar dari bagian belakang pesawat. Juga penuturan penumpang yang selamat (Tempo Interaktif) yang menyebutkan bahwa mereka mendengar dentuman dan kemudian pesawat terasa kehilangan tenaga. Selain itu ada juga saksi mata yang menyebutkan bahwa pesawat terlihat seperti hendak berbelok sebelum akhirnya jatuh. menilik penjelasan yang teramat minim tersebut, bila seandainya benar terjadi yang demikian, maka ada kemungkinan bahwa penyebab jatuhnya Mandala Airlines Flight 091 tersebut adalah kerusakan mesin. Beloknya arah pesawat bisa jadi disebabkan karena matinya salah satu mesin. Ketidakseimbangan gaya dorong bisa menyebabkan beloknya pesawat. Namun perlu digarisbawahi bahwa dari paparan sebelumnya bisa dimengerti bahwa kerusakan mesin (bila benar terjadi demikian) tersebut tidak semata-mata berkorelasi dengan umur pesawat. Banyak faktor eksternal dan internal yang memungkinkan terjadinya kerusakan mesin.

Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa kecelakaan pesawat pada saat take off terjadi di berbagai negara, juga di Amerika Serikat yang dikenal memiliki prosedur kerja yang baik. Umur dan kondisi pesawat yang mengalami kecelakaan pada saat take off juga bervariasi, bukan hanya menimpa pesawat berumur. Meski tidak menafikan faktor rendahnya harga tiket yang mungkin berujung pada kualitas pemeliharaan pesawat, namun menimpakan kecurigaan semata-mata hanya pada rendahnya biaya tiket yang berkorelasi dengan perawatan pesawat nampaknya tidaklah bijak. Banyak faktor eksternal dan internal yang berpotensi menyebabkan kegagalan pengoperasian sebuah pesawat.
http://sauoni.multiply.com/journal/item/46?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDoQFjAB& url=http%3A%2F%2Fmardiyan22.files.wordpress.com%2F2011%2F01%2Faerodinamika.pdf&ei=vDA CUYbpOYzPrQe6uYCYAg&usg=AFQjCNFn9hEvq7iyAtlINwmMav5m_87QFg&bvm=bv.41524429,d.bm k

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=41&cad=rja&ved=0CC4QFjAA OCg&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fpendidikan%2FProf.%2520 Dr.%2520Herminarto%2520Sofyan%2C%2520M.Pd.%2FPert%25202%263_Aspek%2520Perancangan %281%29Aerodinamika.pdf&ei=904CUaLsKMXlrAeggYGwAw&usg=AFQjCNH8OKltaVrRtCCUZOhByUKXzwdpkw &bvm=bv.41524429,d.bmk http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=32&cad=rja&ved=0CDYQFjAB OB4&url=http%3A%2F%2Fdigilib.its.ac.id%2Fpublic%2FITS-paper-19735-2106100130Paper.pdf&ei=zk4CUfPcOMLQrQeJnIGwDA&usg=AFQjCNEvc4qZqaZL22r5S9buXeeEvAkE5Q&bvm=bv .41524429,d.bmk http://media.sipil.ft.uns.ac.id/index.php/mts/article/view/3/3

Вам также может понравиться