Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Korosi merupakan proses degradasi, deteorisasi, pengerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya. Adapun prosesnya yakni merupakan reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di sekelilingnya tersebut. Kata korosi berasal dari bahasa latin corrodere yang artinya pengrusakan logam. Namun korosi tidak hanya terjadi pada logam saja tapi non logam seperti keramik, plastik, karet, dan material non logam lainnya. Jadi jelas korosi dikenal sangat merugikan. Korosi merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungannya, yang berusaha untuk mencapai kesetimbangan. Sistem ini dikatakan setimbang bila logam telah membentuk oksida atau senyawa kimia lain yang lebih stabil. Pencegahan korosi merupakan salah satu masalah penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sebagai contoh dari peristiwa korosi ini adalah karat pada besi. Besi adalah salah satu dari banyak jenis logam yang penggunaannya sangat luas dalam kehidupan sehari-hari. Namun kekurangan dari besi ini adalah sifatnya yang sangat mudah mengalami korosi. Padahal besi yang telah mengalami korosi akan kehilangan nilai jual dan fungsi komersialnya. Ini tentu saja akan merugikan sekaligus membahayakan. Berdasarkan dari asumsi tersebut, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dari korosi ini dengan cara menvariasikan media korosif, bagian elektroda yang tercelup, dan ada tidaknya tegangan sisa pada elektroda besi yang berupa paku.

1.2 Tujuan Praktikum Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah untuk mengetahui fenomena korosi pada delapan jenis elektrolit yang berbeda dan untuk mengetahui fenomena korosi kala paku tercelup sebagian dan tercelup seluruhnya.

1.3 Sistematika Penulisan Laporan Penyusunan laporan praktikum ini dibagi ke dalam beberapa bab dengan rincian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan penjelasan latar belakang praktikum, tujuan praktikum, serta sistematika penulisan laporan. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan teori dan fakta yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan rujukan dan pembahasan permasalahan yang diangkat pada praktikum ini. Bab III Metodologi Bab ini berisikan uraian urutan proses pengerjaan praktikum yang meliputi flowchart eksperimen, peralatan dan bahan, dan prosedur percobaan Bab IV Data, Analisa, dan Pembahasan Bab ini berisikan data yang didapat dari percobaan yang kemudian dianalisa dan dilakukan pembahasan atas hasil yang didapat dari praktikum. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran untuk pengembangan praktikum ini nantinya.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Definisi Korosi Korosi merupakan proses penurunan kualitas suatu material karena bereaksi dengan lingkungan. Korosi juga bisa dikatakan degradasi suatu logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya, yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Korosi dapat

ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek material (logam dan paduannya), aspek reaksi, dan aspek lingkungan yang meliputi air, udara, bahan kimia, dan gas tertentu. Menurut jenis reaksinya dan lingkungannya, korosi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu korosi basah (Aqueous Corrosion) dan korosi kering (Dry Corrosion).

2.2 Korosi Basah Korosi basah terjadi jika terdapat dua elektroda memiliki beda potensial dan terhubung secara elektronik dan elektrolit, seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 2.2 Sel Korosi Basah [1]

Pada gambar 2.2 di atas digambarkan bahwa dua elektroda tersebut dihubungkan secara fisik dengan konduktor (hubungan elektronik) sebagai tempat mengalirnya elektron, dan keduanya harus kontak dengan media yang mengandung air (terhubung secara elektrolit) sehingga mampu menghantarkan

muatan dari elektrolit. Secara umum ada 4 syarat yang harus terpenuhi untuk terjadinya sebuah korosi basah, yaitu: Anoda: 1. Elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi 2. Elektroda yang mengalami reaksi oksidasi 3. Elektroda di mana arus positif mengalir meninggalkannya dan bergerak menuju elektrolit Katoda 1. Elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi 2. Elektroda yang dituju oleh arus positif dari elektrolit Larutan Elektrolit Elektrolit adalah cairan atau larutan yang dapat menghantarkan arus (aliran muatan, baik positif maupun negatif) Konduktor Konduktor adalah suatu material atau logam yang dapat

menghantarkan aliran elektron

2.3 Aspek-Aspek Korosi Korosi dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu: 1. Aspek Reaksi 2. Aspek Material, dan 3. Aspek Lingkungan Di bawah ini merupakan penjelasan dari aspek-aspek yang mempengaruhi korosi 2.3.1 Aspek Reaksi Reaksi korosi dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi elektrokimia dan segi thermodinamika. Korosi dalam segi elektrokimia terjadi bila ada 2 site yang memiliki beda potensial terhubung secara elektronik dan elektrolit. Sedangkan dari segi thermodinamika, korosi dipandang sebagai perubahan energi bebas (G) dari kondisi energi bebas yang lebih tinggi

menuju energi bebas yang lebih rendah, seperti diilustrasikan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Ilustrasi mekanik pada perubahan energi bebas

Ilustrasi 2.3 di atas menunjukkan bahwa reaksi korosi terjadi secara spontan di mana terjadi pelepasan energi bebas (G negatif) ke lingkungan. Perubahan energi bebas yang terjadi pada reaksi korosi merupakan fungsi kondisi dan tidak yergantung pada lintasan perubahan energi seperti ditunjukkan pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Efek arah reaksi pada laju reaksi

Gambar 2.4 mengilustrasikan 2 alternatif perpindahan bola. Alternatif A menggambarkan bola langsung berpindah dari posisi 1 ke 2A, sedangkan pada alternatif B bola harus melewati arah yang berliku sebelum mencapai posisi 2B. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa perubahan energi bebas dapat terjadi pada berbagai cara, namun dalam aplikasinya

kita hanya mampu melihat besarnya perubahan energi bebas tanpa mempedulikan lintasan perubahan energi yang terjadi.

2.3.2 Aspek Material Dari aspek material, beda potensial yang terjadi dalam sebuah material dapat dilihat dalam segi komposisi kimia, metalurgi, dan mekanis 1. Komposisi Kimia Setiap unsur memiliki potensial yang berbeda-beda. Bila unsur tersebut terhubung secara elektronik dan elektrolit dalam struktur mikro, maka reaksi korosi akan lebih mudah terjadi. 2. Metalurgi Batas butir merupakan daerah yang tidak stabil serta memiliki energi yang tinggi dan lebih aktif daripada butiran terhadap bahan kimia. Oleh karena itu, batas butir lebih mudah terserang korosi. 3. Mekanik Daerah yang terdapat tegangan sisa dan konsentrasi tegangan akan memiliki energi yang tinggi, sehingga energi aktivasi yang dibutuhkan untuk proses korosi pada daerah tersebut semakin kecil.

2.3.3 Aspek Lingkungan Korosi terjadi ketika material berinteraksi dengan lingkungan yang korosif, setiap material memiliki ketahanan terhadap lingkungan korosif yang berbeda satu sama lain. Pengaruh lingkungan terhadap korosi menentukan jenis korosi yang terjadi. Interaksi anatara material dengan tiap jenis lingkungan bisa menghasilkan bentuk korosi yang berbeda pula. Di bawah ini adalah penjelasan aspek-aspek korosif dari lingkungan, yaitu: 1. Temperatur Ketika suatu material berada pada kondisi temperatur tinggi maka akan cepat terkorosi karena kenaikan temperatur akan menaikkan hampir semua laju reaksi kimia.

2. pH pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH juga dapat menentukan tingkatan korosi yang terjadi pada sebuah larutan.

3. Kandungan Oksigen dan Oksidator Reaksi korosi merupakan reaksi reduksi-oksidasi (redoks) yang melibatkan senyawa reduktor dan oksidator. Senyawa reduktor adalah senyawa yang dapat mereduksi zat lain (contohnya besi, alumunium, dan magnesium), sedangkan oksidator adalah zat yang dapat mengoksidasi zat lain (contohnya oksigen, fluorin, dan hidrogen peroksida). Hubungan antara oksigen dan oksidator terhadap laju korosi dapat dilihat pada grafik 2.6 di bawah ini

Grafik 2.6 Grafik hubungan penambahan oksidator (oxidizer) terhadap laju korosi

4. Konsentrasi Zat Korosif Hubungan antara konsentrasi zat korosif terhadap laju korosi dapat dilihat pada grafik gambar 2.7. Grafik tersebut terdiri dari 2 kurva (kurva A dan B), pada tiap-tiap kurva dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian 1 dan bagian 2. Material yang memiliki sifat pasivasi, seperti nikel (Ni) dan hastealloy B memiliki kecenderungan untuk stabil pada lingkungan dengan konsentrasi zat korosif yang rendah, seperti ditunjukkan pada kurva A bagian 1. Beberapa material seperti monel dan timbal menunjukkan perilaku yang sama pada konsentrasi rendah, akan tetapi pada konsentrasi tinggi (kurva A bagian 2) laju korosi meningkat dengan cepat. Kurva B menunjukkan kenaikan laju korosi pada media asam yang dapat larut dalam air, kenaikan ini disebabkan ion H+, sebagai ion positif yang aktif, meningkat seiring meningkatnya konsentrasi asam. Semakin naik konsentrasi asam maka laju korosi akan terus naik hingga akhirnya mencapai laju korosi maksimal, kemudian laju korosi akan turun. Penurunan laju korosi dikarenakan pada konsentrasi tinggi, reaksi ionisasi yang terjadi mengalami penurunan.

Gambar 2.7 Grafik hubungan konsentrasi zat korosif terhadap laju korosi

2.4 Polarisasi Polarisasi adalah proses pengutuban ion hidrogen secara kimia listrik sehingga terbentuk gas hidrogen dengan bantuan pengikatan elektron yang dihasilkan dari proses degradasi logam. Polarisasi ada 2 macam yakni polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi. Polarisasi aktivasi proses elektrokimia yang dapat berlangsung dengan kontrol urutan reaksi pembentukan hidrogen yang pada logam dengan larutan yang bersentuhan. Sedangkan polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia yang dikontrol oleh difusi dalam elektrolit.

2.5 Korosi Umum (merata) Korosi ini terjadi merata pada seluruh permukaan, tidak jelas daerah anoda dan katoda, biasanya kontak dengan asam atau larutan. Pada oksidasi suhu tinggi dan udara kering terjadi juga korosi merata. Produk korosi bisa merupakan lapisan yang melindungi terhdap serangan korosi selanjutnya atau bisa juga larut seperti pada reaksi proses kimia langsung.

2.6 Korosi Sumur (pitting corrosion) Korosi setempat dari korosi seperti ini terus menembus ke dalam membentuk lubang atau sumur. Korosi ini terjadi bila suatu lapisan pelindung ada bagian yang rusak, maka bagian ini menjadi anoda dan bagian yang utuh atau tempat produksi korosi berada menjadi katoda, dan korosi sumur terjadi pada bagian anoda.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Flowchart Percobaan Secara umum, metode yang dilakukan pada percobaan ini dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini

10

3.2 Peralatan dan Bahan Percobaan 3.2.1 Bahan Pada eksperimen ini, ada beberapa bahan yang digunakan, yaitu: 1. Elektroda berupa paku dengan panjang 5 cm dan diameter 3 mm 2. Elektrolit: a. Air keran b. Air sumur c. Air hujan d. Air Mineral Club e. Air Mineral Aqua f. Air Mineral Aquase g. Cuka h. Pepsi

3.2.2 Peralatan Pada eksperimen ini, ada beberapa peralatan yang digunakan, yaitu: 1. Kamera digital 2. Timbangan digital 3. Multimeter digital 4. pH meter 5. Gelas plastik

3.3 Langkah Percobaan Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Elektrolit dimasukkan ke dalam gelas. Masing-masing elektrolit dimasukkan ke dalam dua gelas dengan jumlah yang berbeda yaitu satu gelas diisi penuh dengan elektrolit dan satu gelas diisi setengah dengan elektrolit 2. pH diukur dari masing-masing elektrolit dengan menggunakan pH meter

11

3. Massa dari masing-masing paku ditimbang dengan menggunakan timbangan digital 4. Potensial dari masing-masing paku diukur dengan menggunakan multimeter digital 5. Paku dimasukkan ke dalam masing-masing gelas yang berisi 6. Pengambilan foto dilakukan setiap 3 hari sekali sampai hari ke 12 7. Setelah hari ke 12 setiap paku diangkat dan kemudian diukur beda potensial dan massa dari masing-masing paku tersebut 8. pH dari masing-masing elektrolit yang telah dipakai diukur

12

BAB IV DATA, ANALISA, & PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan 4.1.1 pH Elektrolit Berikut ini adalah data yang pH dari masing-masing gelas yang berisi elektrolit adalah:

Tabel 4.1 Data pH larutan awal dan akhir percobaan Elektrolit Air Keran Air Sumur Air Hujan Air Mineral Club Air Mineral Aqua Air Mineral Aquase Cuka Pepsi Kondisi Paku Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh Tercelup setengah Tercelup penuh pH Awal 6,7 6,6 6,8 7,3 6,8 7,1 3,4 3,7 pH Akhir 7,5 7,7 7,7 8,1 7,8 7,6 7,7 7,6 7,9 7,7 7,7 7,7 7,7 7,6 7,6 7,5

13

4.1.2

Massa Paku Berikut ini adalah data massa dari masing-masing paku yang tercelup dalam elektrolit adalah:

Tabel 4.2 Data Massa Paku Pada Awal dan Akhir Percobaan Media Air Keran Bagian Paku Yang Tercelup Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Massa Awal (gr) 4,13 Massa Akhir (gr) 3,92 3,73 3,70 3,84 3,98 4,10 3,84 3,80 3,69 3,93 3,88 3,86 4,02 3,98 3,69 3,79 3,71 3,92 2,86 2,89 3,49 4,04 4,00 2,42

Air Sumur

4,13

Air Hujan

4,13

Air Mineral Club Air Mineral Aqua Air Mineral Aquase Cuka

4,13

4,13

4,13

4,13

Pepsi

4,13

14

4.1.3

Beda Potensial Paku Berikut ini adalah data beda potensial dari masing-masing paku yang tercelup dalam elektrolit adalah:

Tabel 4.3 Data Potensial Paku Pada Awal dan Akhir Percobaan Media Air Keran Bagian Paku Yang Tercelup Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Tercelup kepala Tercelup kaki Tercelup penuh Potensial Awal (V) 0,17 Potensial Akhir (V) 0,42 0,28 0,21 0,235 0,29 0,19 0,21 0,28 0,26 0,245 0,225 0,33 0,25 0,215 0,25 0,235 0,29 0,22 0,315 0,335 3,49 0,295 0,195 0,31

Air Sumur

0,17

Air Hujan

0,17

Air Mineral Club Air Mineral Aqua Air Mineral Aquase Cuka

0,17

0,17

0,17

0,17

Pepsi

0,17

15

4.1.4

Pengamatan Secara Visual Pada Elektrolit Dan Paku Berikut ini adalah data berupa foto dari masing-masing paku yang tercelup dalam elektrolit adalah:

Tabel 4.4 Data Foto Media Elektrolit Pada Awal Percobaan Media Air Keran Foto Keterangan - Gambar sama dengan gambar dari air mineral club karena data yang sebenarnya tidak ada - Kondisi awal elektrolit berwarna bening - Kondisi awal elektrolit berwarna bening

Air sumur

Air Hujan

- Kondisi awal elektrolit berwarna bening

Air Mineral Club

- Kondisi awal elektrolit berwarna bening

16

Tabel 4.3 Data Foto Media Elektrolit Pada Awal Percobaan (lanjutan) Media Air Mineral Aqua Foto Keterangan - Kondisi awal elektrolit berwarna bening

Air Mineral Aquase

- Kondisi awal elektrolit berwarna bening

Cuka

- Kondisi awal elektrolit berwarna bening

Pepsi

- Kondisi awal elektrolit berwarna hitam kecoklatcoklatan

Paku

Foto

Keterangan - Kondisi awal paku berwarna abu-abu mengkilat, berdiameter 3mm, dan memiliki panjang 5 cm

17

Tabel 4.5 Data Foto Media Elektrolit Pada Akhir Percobaan Media Air Keran Bagian Yang Tercelup Tercelup setengah Foto Keterangan - Kondisi akhir elektrolit berwarna merah bata

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh kecoklatan

Air Sumur

Tercelup setengah

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh kecoklatan

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna bening

18

Tabel 4.5 Data Foto Media Elektrolit Pada Akhir Percobaan (lanjutan) Media Air Hujan Bagian Yang Tercelup Tercelup setengah Foto Keterangan - Kondisi akhir elektrolit berwarna kecoklatan

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh kecoklatan

Air Mineral Club

Tercelup setengah

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh kemerahan

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh

19

Tabel 4.5 Data Foto Media Elektrolit Pada Akhir Percobaan (lanjutan) Media Air Mineral Aqua Bagian Yang Tercelup Tercelup setengah Foto Keterangan - Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh kemerahan

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh

Air Mineral Aquase

Tercelup setengah

- Kondisi akhir elektrolit berwarna merah bata

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna keruh kecoklatan

20

Tabel 4.5 Data Foto Media Elektrolit Pada Akhir Percobaan (lanjutan) Media Cuka Bagian Yang Tercelup Tercelup setengah Foto Keterangan - Kondisi akhir elektrolit berwarna kemerahan

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna bening

Pepsi

Tercelup setengah

- Kondisi akhir elektrolit berwarna hitam

Tercelup penuh

- Kondisi akhir elektrolit berwarna hitam

21

4.2 Pembahasan 4.2.1 pH Elektrolit

Gambar 4.1 Grafik Perubahan pH pada Elektrolit

Pada grafik di atas dapat kita lihat bahwa masing-masing elektrolit memiliki tren line yang naik. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai pH pada semua elektrolit. pH dari masing-masing elektrolit tersebut berakhir di range pH tertentu. Range pH akhir dari elektrolit-elektrolit tersebut adalah antara 7,5-8,1. Range pH ini menunjukkan bahwa sifat dari elektrolit adalah netral. Peningkatan yang paling signifikan terjadi pada elektrolit cuka dan pepsi. Kedua elektrolit ini tergolong asam karena memiliki nilai pH awal yang kecil yaitu untuk cuka 3,4 dan pepsi 3,7. Peningkatan nilai pH pada elektrolit ini menunjukkan bahwa keasaman dari elektrolit berkurang. Hal ini terjadi dikarenakan jumlah ion H+ berkurang karena proses reduksi yang terjadi menurut persamaan berikut: 2H+ + 2e- => H2(g) Sedangkan hubungan antara H+ dengan pH adalah

22

Reaksi di atas menunjukkan bahwa terjadi reaksi korosi pada paku. Semakin banyak H+ yang digunakan atau H2 yang terbentuk maka reaksi korosi yang terjadi juga semakin hebat. Dalam praktikum ini yang mengalami reaksi korosi paling hebat menurut analisa pH adalah cuka yang disusul dengan pepsi.

4.2.2

Massa Paku

Gambar 4.2 Grafik Perubahan Massa pada Paku

Pada grafik di atas dapat kita lihat bahwa masing-masing paku memiliki tren line yang turun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pengurangan massa pada semua paku di dalam elektrolit. Terjadinya pengurangan massa paku ini

23

diakibatkan adanya reaksi korosi, logam Fe berkurang karena mengalami reaksi oksidasi. Reaksi yang terjadi: Fe Fe2+ + 2eSemakin banyak Fe yang digunakan atau Fe2+ yang terbentuk maka reaksi korosi yang terjadi juga semakin hebat. Dalam praktikum ini yang mengalami reaksi korosi paling hebat menurut analisa pH adalah cuka yang disusul dengan pepsi.

4.2.3

Beda Potensial Paku

Gambar 4.3 Grafik Perubahan Beda Potensial pada Paku

24

Pada grafik di atas dapat kita lihat bahwa masing-masing paku memiliki tren line yang naik. Hal ini menunjukkan bahwa beda potensial pada paku mengalami peningkatan. Nilai beda potensial yang meningkat ini

mengindikasikan adanya peristiwa korosi. Beda potensial yang meningkat ini diakibatkan karena peristiwa polarisasi. Polarisasi adalah proses pengutuban ion hidrogen secara kimia listrik sehingga terbentuk gas hidrogen dengan bantuan pengikatan elektron yang dihasilkan dari proses degradasi logam. Menurut teori polarisasi laju korosi juga meningkat dengan meningkatnya beda potensial ini.

4.2.4

Pengamatan Secara Visual Pada Elektrolit Dan Paku

4.2.4.1 Pengamatan Secara Visual Pada Elektrolit

(a) Air keran

(b) Air Sumur

(c) Air Hujan

(d) Air Club

(e) Air Aqua

(f) Air Aquase

(g) Cuka

(h) Pepsi

Gambar 4.4 Foto Elektrolit Dari Paku Yang Tercelup Setengah

25

(a) Air keran

(b) Air Sumur

(c) Air Hujan

(d) Air Club

(e) Air Aqua

(f) Air Aquase

(g) Cuka

(h) Pepsi

Gambar 4.5 Foto Elektrolit Dari Paku Yang Tercelup Penuh

Pada gambar-gambar di atas dapat kita lihat bahwa secara umum gelas yang berisi elektrolit menjadi lebih keruh dibandingkan dengan kondisi awal percobaan. Hal ini disebabkan karena adanya proses korosi yang terjadi pada paku. Perubahan warna tersebut terjadi disebabkan logam Fe yang mengalami reaksi oksidasi. Reaksi yang terjadi: Fe Fe2+ + 2eSemakin banyak Fe2+ yang terbentuk maka makin pekat elektrolit. Sehingga dengan kata lain elektrolit yang berwarna lebih pekat mengindikasikan reaksi korosi yang terjadi pada paku terjadi lebih hebat. Pada gambar-gambar di atas juga dapat dilihat bahwa gelas yang berisi elektrolit setengah penuh terlihat lebih keruh daripada gelas yang berisi elektrolit penuh. Hal ini disebabkan karena konsentrasi Fe2+ pada elektrolit setengah penuh lebih besar dibandingkan dengan elektrolit penuh. Karena volume pelarut pada elektrolit penuh tentunya lebih besar daripada volume pelarut pada elektrolit setengah penuh.

26

4.2.4.2 Pengamatan Secara Visual Pada Paku

(a) Air keran

(b) Air Sumur

(c) Air Hujan

(d) Air Club

(e) Air Aqua

(f) Air Aquase

(g) Cuka

(h) Pepsi

Gambar 4.6 Foto Paku Yang Tercelup Setengah Pada gambar-gambar di atas dapat dilihat bahwa pada paku juga terjadi perubahan warna. Warna dari paku ini berubah dari abu-abu mengkilat menjadi berwarna cokelat bahkan ada yang berwarna hitam. Perubahan warna tersebut terjadi karena terbentuknya oksida besi atau yang biasa kita sebut dengan karat. Karat yang terbentuk pada bagian yang tercelup ini terbentuk secara merata. Dari sini dapat dilihat bahwa korosi yang terjadi pada bagian yang tercelup adalah uniform corrosion atau yang biasa disebut dengan korosi merata. Korosi ini terjadi merata pada seluruh permukaan, tidak jelas daerah anoda dan katoda. Sedangkan pada bagian yang tidak tercelup juga terlihat adanya korosi namun terjadi secara tidak merata. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya uap elektrolit yang mengembun pada bagian paku yang tidak tercelup sehingga terjadi korosi secara lokal sehingga bentuk korosi. Korosi yang terjadi secara lokal ini biasa kita sebut sebagai pitting corrosion.
27

(a) Air keran

(b) Air Sumur

(c) Air Hujan

(d) Air Club

(e) Air Aqua

(f) Air Aquase

(g) Cuka

(h) Pepsi

Gambar 4.7 Foto Paku Yang Tercelup Penuh Pada gambar-gambar di atas dapat dilihat bahwa pada paku juga terjadi perubahan warna. Warna dari paku ini berubah dari abu-abu mengkilat menjadi berwarna cokelat bahkan ada yang berwarna hitam. Perubahan warna tersebut terjadi karena terbentuknya oksida besi atau yang biasa kita sebut dengan karat. Karat yang terbentuk pada bagian yang tercelup ini terbentuk secara merata. Dari sini dapat dilihat bahwa korosi yang terjadi pada bagian yang tercelup adalah uniform corrosion atau yang biasa disebut dengan korosi merata. Korosi ini terjadi merata pada seluruh permukaan, tidak jelas daerah anoda dan katoda.

28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari hasil percobaan korosi ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Melalui pengamatan visual diketahui bahwa proses korosi pada besi menyebabkan perubahan bentuk pada paku dan perubahan warna pada paku beserta elektrolitnya. 2. Keasaman dari elektrolit yang digunakan semakin berkurang dikarenakan ion H+ yang terdapat pada elektrolit mengalami reaksi reduksi menjadi H2. Semakin besar perbedaan pHnya semakin hebat reaksi korosi yang terjadi 3. Terjadinya pengurangan massa dari paku dikarenakan paku mengalami reaksi oksidasi sehingga Fe yang terkandung dalam paku berubah menjadi ion Fe2+ yang terlarut dalam elektrolit 4. Beda potensial yang dimiliki oleh paku mengalami peningkatan setelah percobaan. Hal ini dikarenakan paku mengalami polarisasi selama proses reduksi oksidasi (redoks) yang terjadi ketika paku tersebut dicelupkan ke dalam elektrolit.

5.2 Saran Berikut ini adalah saran untuk pengembangan praktikum ini antara lain adalah: 1. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan pada praktikum seperti mengukur massa, mengukur pH, dan mengukur beda potensial harus dilakukan secara teliti agar data yang dihasilkan dapat lebih akurat dan diharapkan hasil keluaran yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada sehingga praktikan dapat belajar lebih banyak. 2. Pengambilan data praktikum sebaiknya dilakukan dengan selang waktu yang sama untuk mengetahui proses perubahan yang terjadi pada spesimen.

29

Вам также может понравиться