Вы находитесь на странице: 1из 34

CLINICAL CASE SESSION (CSS) INSOMNIA

Devi Naviandari Ike Ernawati 12100112029 12100112010

Preseptor : Dr. Elly M, Sp,Kj

PENDAHULUAN
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.

Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari.
Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia.

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk.

Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya kualitas hidup. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.

Fisiologi Tidur
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM) 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain:
Stadium 1, (gel. teta) berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan.

Stadium 2, (komp. K) berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.
Stadium 3 (gel. delta) berlangsung 12%. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan. Stadium 4, (gel. Delta atau Slow Wave Sleep/SWS) berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur.

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. REM ada hubungannya dengan mimpi. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalam tidur NREM Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam

Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur nonrestoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan

Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan.

Etiologi Insomnia
Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia. Kecemasan dan depresi. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal.

Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

Faktor Resiko Insomnia


Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam sering mengganggu tidur. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.

Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis.
Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.

Klasifikasi Insomnia
1. Insomnia Primer Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. Insomnia atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini. Bukan karena gangguan mental, kondisi fisik ataupun obat-obatan

2. Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri. Penggunaan obat-obatan penyalahgunaan alkohol. yang terlarang ataupun

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi: Acute insomnia Psychophysiologic insomnia Paradoxical insomnia (sleep-state misperception) Idiopathic insomnia Insomnia due to mental disorder Inadequate sleep hygiene Behavioral insomnia of childhood Insomnia due to drug or substance Insomnia due to medical condition Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic) Physiologic insomnia, unspecified (organic) 5

Tanda dan Gejala Insomnia


Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari (initial insomnia) Sering terbangun pada malam hari (middle insomnia) Bangun tidur terlalu awal (late insomnia) Kelelahan atau mengantuk pada siang hari Iritabilitas, depresi atau kecemasan Konsentrasi dan perhatian berkurang Peningkatan kesalahan dan kecelakaan Ketegangan dan sakit kepala Gejala gastrointestinal

Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap: Pola tidur penderita. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang. Tingkatan stres psikis. Riwayat medis. Aktivitas fisik Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ


Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada transient insomnia) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

Tatalaksana
Non Farmakoterapi Terapi Tingkah Laku Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi


Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

Terapi kognitif. Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.

Kontrol stimulus Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.
Restriksi Tidur. Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia : Mengatur jadwal tidur Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur. Tidak memaksakan untuk tidur jika tidak bisa. Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur. Relaksasi sebelum tidur Menghindari atau membatasi tidur siang Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur Olahraga dan tetap aktif selama 20-30 menit/hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur. Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin Menghindari makan besar sebelum tidur Cek kesehatan secara rutin Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan nonbenzodiazepine. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam) Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :


Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing antiinsomnia yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting). Misalnya pada gangguan anxietas. Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat
yang dibutuhkan adalah bersifat Prolong latent phase AntiInsomnia, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi

Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-Insomnia, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis
Pemberian tunggal dosis anjuran 15-30 menit sebelum tidur. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat). Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi. Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut.

Lama Pemberian
Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan Sleep EEG yang menetap sekitar 6 bulan lamanya. Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena Psychological Dependence (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur. Terutama pada pasien insufisiensi pernafasan, uremia dan gangguan fungsi hati. Supresi SSP dapat memudahkan timbulnya koma.

Interaksi obat
Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan oversedation and respiratory failure Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau produce protein binding displacement sehingga jarang menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu. Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau CNS Depressant lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus
Kontraindikasi : Sleep apneu syndrome Congestive Heart Failure Chronic Respiratory Disease Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan teratogenic effect (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi:


Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah. Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan. Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi Kelebihan berat badan atau kegemukan Daya tahan tubuh yang rendah Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain seperti depresi dan lain-lainl. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizofrenia.

TERIMA KASIH

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain:
Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta. Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG : gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah. Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG : gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan. Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS).

Вам также может понравиться