Вы находитесь на странице: 1из 14

KASUS MAKSIMISASI

Untuk menjelaskan bagaimana metode grafik digunakan untuk memecahkan suatu kasus maksimisasi, kita ambil contoh kasus perusahaan sepatu UD. Shuma pada bab 2. Seperti kita ketahui, kasus perusahaan sepatu UD. Shuma hanya mengandung dua variabel keputusan, yaitu jumlah sepatu wanita (X1) dan sepatu anak (X2) yang harus dihasilkan. Oleh karenanya, kasus ini dapat dipecahkan dengan metode grafik. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memecahkan kasus perusahaan sepatu UD. Shuma adalah merumuskan masalah dan tujuan pemecahan masalah ke dalam bentuk matematika. Seperti telah disinggung sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan UD. Shuma adalah menentukan kombinasi jumlah X1 dan X2 yang memaksimumkan keuntungan. Upaya ini menghadapi kendala keterbatasan waktu yang dapat disediakan oleh masing-masing unit produksi yang menangani suatu tahap produksi. Adapun model matematika dari fungsi tujuan dang fungsi kendala kasus tersebut adalah sebagai berikut: Fungsi tujuan: memaksimumkan kendala: 4000X1 + 1000X2 10X1 + 2X2 < 300 3X1 + 2X2 < 120 2X1 + 2X2 < 100 X1, X2 > 0 Langkah berikutnya kita buat grafik dari fungsi-fungsi kendala yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi nilai X1 dan X2 bagi kasus perusahaan UD. Shuma. Dalam hal ini, kita meletakkan variabel X1 (sepatu wanita) pada sumbu horisontal dan variabel X2 (sepatu anak) pada sumbu vertikal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Cartesius dan Titik-titik Penyelesaian Kasus Perusahaan UD. Shuma X2 (sepatu anak) 100 75 50 25 -50 -25 0 -25 -50 25 50 Titik penyelesaian dengan X1 = 25 dan X2 = 75 Titik penyelesaian dengan X1 = 75 dan X2 = 50 75 100 X1 (sepatu wanita)

Titik-titik pada diagram di atas menunjukkan berbagai kombinasi jumlah sepatu wanita X1 dan jumlah sepatu anak X2 yang dapat dihasilkan. Jadi titik-titik pada diagram tersebut menyatakan penyelesaian yang mungkin untuk kasus perusahaan UD. Shuma. Titiktitik tersebut disebut titik-titik penyelesaian (solution points). Karena syarat non negativity, maka nilai X1 dan X2 harus tidak negatif. Dengan demikian, titik-titik yang mungkin hanyalah titik-titik yang berada di sebelah atas sumbu horisontal X1 dan di sebelah kanan sumbu vertikal X2. Daerah ini ditunjukkan sebagai daerah yang diarsir pada Gambar 3.2, di mana pada daerah tersebut nilai X1 > 0 dan X2 > 0.

Gambar 3.2. Daerah Penyelesaian Kasus Perusahaan UD. Shuma yang Memenuhi Syarat Non Negativity X2

75 50 25 -50 -25 0 25 50 75 X1

Langkah selanjutnya adalah menentukan titik-titik penyelesaian yang memenuhi kendala dari berbagai kemungkinan titik penyelesaian pada daerah yang memenuhi syarat non negativity tersebut. Untuk itu, kita lihat ketidaksamaan fungsi kendala satu persatu. Pertama, kita lihat ketidaksamaan fungsi kendala pengukuran dan pemotongan pola : 10X1 + 2X2 < 300 Titik-titik penyelesaian yang memenuhi ketidaksamaan ini dapat dicari dengan menentukan garis yang memenuhi persamaan 10X1 + 2X2 < 300. Garis ini dapat ditemukan dengan cara menetapkan dua titik pada sumbu vertikal dan horisontal yang memenuhi persamaan 10X1 + 2X2 = 300 dan kemudian menghubungkan kedua titik tersebut. Hasilnya, semua titik yang terletak sepanjang garis tersebut akan memenuhi persamaan di atas. Guna menentukan titik pada sumbu vertikal, kita misalkan X1 = 0. Dengan memasukkan nilai X1 tersebut ke dalam persamaan, kita dapat menentukan nilai X2, sebagai berikut : 10(0) + 2X2 = 300 2X2 = 300 X2 = 150

Dari sini kita mendapatkan titik pada sumbu vertikal dengan koordinat (0,150). Sedang koordinat titik pada sumbu horisontal dapat kita cari dengan menetapkan X2 = 0. Kita akan mendapatkan : 10X1 + 2(0) = 300 X1 = 30 Dengan demikian titik pada sumbu horisontal ini mempunyai koordinat (30,0). Dengan dua titik tersebut yaitu (0,150) dan (30,0) kita dapat menggambarkan garis yang memenuhi persamaan 10X1 + 2X2 = 300, seperti terlihat pada Gambar 3.3. Garis ini merupakan garis kendala (contraint line) bagi pengukuran dan pemotongan pola. Namun perlu diingat bahwa kendala pengukuran dan pemotongan pola yang sebenarnya adalah 10X1 + 2X2 < 300. Oleh karenanya, titik-titik penyelesaian yang memenuhi kendala ini hanyalah titik-titik yang berada di sepanjang garis dan di bawah garis kendala. Hal ini dapat kita buktikan dengan mengambil sembarang titik di sekitar garis kendala tersebut. Misal titik (10,0) yang menunjukkan X1 = 10 dan X2 = 10. Kita dapatkan 10(10) + 2(10) = 120 (< 300). Dengan demikian titik (10,10) memenuhi kendala. Sebaliknya titik (40,60) yang berada di atas garis kendala menghasilkan 10(40) + 2(60) = 520 (> 300). Jadi titik (40,60) tidak memenuhi kendala. Gambar 3.3. Garis Kendala Pengukuran dan Pemotongan Pola X2 150 125 100 75 50 25 0 (10,10) 25 50 75 100 X1 10X1 + 2X2 = 300 (40,60) (0,150)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik-titik yang terletak pada dan di bawah garis kendala saja yang memenuhi kendala pengukuran dan pemotongan pola. Daerah di bawah garis kendala ini disebut daerah yang layak (feasible region) dan ditunjukkan sebagai daerah yang diarsir pada Gambar 3.4. Dengan cara yang sama, kita dapat menggambarkan garis kendala untuk pengeleman dan pengeringan 3X1 + 2X2 < 120. Pertama-tama kita tentukan titik yang memenuhi persamaan kendala 3X1 + 2X2 = 120. Dengan memisalkan nilai X1 = 0, kita dapat menentukan nilai variabel X2 yaitu sebesar 3(0) + 2X2 = 120 atau X2 = 60, sehingga kita dapatkan titik (0,60). Selanjutnya dengan memisalkan nilai X2 = 0, kita dapatkan 3X1 + 2(0) = 120 atau X1 = 40 atau titik (40,0). Dengan menghubungkan titik (0,60) dan (40,0) kita dapat menggambarkan garis kendala pengeleman dan pengeringan. Adapun daerah yang memenuhi ketidaksamaan kendala pengeleman dan pengeringan adalah yang diarsir pada Gambar 3.5. Gambar 3.4. Daerah Layak yang Memenuhi Kendala Pengukuran dan Pemotongan Pola X2 150 125 100 75 50 25 0 25 50 75 100 X1 10X1 + 2X2 = 300

Demikian juga untuk kendala pengeslepan, kita dapatkan titik (0,50) dan (50,0) dari persamaan 2X1 + 2X2 = 100. Daerah layak yang memenuhi kendala pengeslepan ini ditunjukkan pada gambar 3.6.

Gambar 3.5. Daerah Layak yang Memenuhi Kendala Pengeleman dan Pengeringan X2 150 125 100 75 50 25 0 25 (0,60) 3X1 + 2X2 = 120 (40,0) 50 75 100 X1

Gambar 3.6. Daerah yang Layak Memenuhi Kendala Pengeslepan X2 150 125 100 75 50 25 0 25 (0,50) 2X1 + 2X2 = 100 (50,0) 50 75 100 X1

Sekarang kita mempunyai tiga grafik yang memperlihatkan titik-titik yang memenuhi ketiga kendala. Dalam programasi linear kita harus dapat mengidentifikasi titiktitik penyelesaian yang memenuhi semua kendala secara bersama-sama. Untuk dapat

melakukan hal ini, kita gabungkan ketiga garis kendala di atas ke dalam satu bidang dan kemudian mencari daerah titik-titik penyelesaian yang memenuhi semua kendala. Gabungan ketiga grafik ini diperlihatkan pada Gambar 3.7. dan daerah yang memenuhi semua kendala ditunjukkan sebagai daerah yang diarsir. Daerah ini disebut daerah penyelesaian yang layak (feasible region). Titik-titik yang berada pada batas daerah yang layak atau yang berada di dalamnya disebut titik-titik penyelesaian yang layak (feasible solution points). Gambar 3.7. Daerah Penyelesaian Layak bagi Perusahaan UD. Shuma X2 160 140 120 80 60 40 20 -20 0
Daer daddd 20 ah layak layak

20

40

60

X1

Setelah kita menentukan penyelesaian layak (yaitu yang memenuhi semua kendala), langkah selanjutnya adalah menentukan penyelesaian optimal adalah penyelesaian yang memberikan nilai terbaik bagi fungsi tujuan. Pencarian penyelesaian optimal ini kita lakukan dengan mencoba berbagai titik penyelesaian (X1, X2) dan menghitung nilai fungsi tujuan 4000X1 + 1000X2. Kesulitan yang

timbul dari cara ini adalah terdapat banyak sekali (bahkan tak terbatas) titik penyelesaian layak, sehingga tidak mungkin untuk mengevaluasi seluruh titik penyelesaian layak yang ada. Cara yang dapat kita tempuh adalah menentukan garis fungsi tujuan terlebih dahulu. Adapun fungsi tujuan dalam kasus perusahaan UD. Shuma adalah Z = 4000X1 + 1000X2 dimana Z adalah besarnya keuntungan. Persamaan fungsi tujuan ini dapat dituliskan menjadi 1000X2 = Z 4000X1 atau X2 = 1/1000Z 4X1 Persamaan ini menunjukkan hubungan X1 dan X2. Garis dari persamaan ini mempunyai intersep sebesar 1/1000 Z dan slope sebesar 4 dengan kemiringan negatif (dari kiri atas ke kanan bawah). Dari persamaan tersebut, kita akan menemukan bahwa untuk sembarang nilai Z yang akan berubah adalah nilai intersep, sedangkan nilai slope tetap sebesar 4. Dengan demikian, garis fungsi tujuan akan bergerak sejajar/paralel satu sama lain. Kita ambil contoh untuk nilai Z = 100.000 dan Z = 250.000, kita akan mendapatkan persamaan garis sebagai berikut :

Untuk Z = 100.000 Untuk Z = 250.000

X2 = (1/1000) (100.000) 4X1 = 100 4X1 X2 = (1/1000) (250.000) 4X1 = 250 4X1

Garis keuntungan untuk Z = 100.000 dapat kita gambarkan dengan memisalkan X1 = 0, sehingga X2 = 100- 4(0) = 100. Berarti kita mempunyai titik dengan koordinat (0,100). Sedang untuk X2 = 0, kita memperoleh nilai X1 sebesar 0 = 100 4X1 atau X1 = 25, sehingga kita dapatkan titik (25,0). Dengan menghubungkan titik (0,100) dan (25,0) kita akan memperoleh garis keuntungan Z = 100.000. Cara yang sama dapat kita lakukan untuk menggambarkan garis keuntungan Z = 250.000, yang diperoleh dengan menghubungkan titik (0,250) dan (62.5,0). Kalau kita menggambarkan kedua garis keuntungan ini, maka kita akan menemukan bahwa semakin besar nilai Z semakin jauh garis keuntungan ini dari titik origin (lihat Gambar 3.8). Dengan demikian, nilai Z yang maksimum ditemukan pada garis keuntungan yang terjauh dari titik origin tetapi yang masih terdapat di dalam atau pada batas daerah penyelesaian layak. Garis yang dimaksud adalah garis yang memenuhi nilai X1 = 25,7 dan X2 = 21,5 atau Z sebesar 124,300 (lihat Gambar 3.9).

Gambar 3.8.

Berbagai Alternatif Garis Keuntungan Perusahaan UD. Shuma X2 160 140 Garis keuntungan 4000X1 + 1000X1 = 250.000 120 100 80 60 40 20 -20 0 20 40 60 X1 Garis keuntungan 4000X1 + 1000X2 = 100.000 Garis keuntungan 4000X1 + 1000X2 = 124.300

Karena titik (25.7, 21.5) berada pada garis kendala pengukuran dan pemotongan pola serta garis kendala pengeleman dan pengeringan, maka nilai variabel keputusan X1 dan X2 harus memenuhi kendala pengukuran dan pemotongan pola 10X1 + 2X2 = 300 dan kendala pengeleman dan pengeringan 3X1 + 2X2 =120. Sebenarnya dengan menggunakan dua persamaan tersebut kita mencari nilai penyelesain optimal X1 dan X2 tanpa harus menggunakan garis keuntungan terlebih dahhulu seperti yang baru saja kita lakukan. Kita dapat melakukan hal ini dengan cara sebagai berikut: Dari persamaan kendala pengukuran dan pemotongan pola 10X1 + 2X1 =300 bisa kita ubah menjadi 2X1 = 300 10X1atauX2=150 5X1. Dengan mensubtitusikan nilai X2 tersebut kedalam persamaan kendala pengeleman daan pengeringan kita mendapatkan: 3X1 + 2(150-5X1)= 120 3X1 + 300 -10 X1 =120 7X1 =180 X1 =180/7 =25,7 Sehingga X2 =150 -5X1 =150-5(25,7)=150-12,85=21,5.

Jadi titik penyelesaian yang tepat untuk perusshaan sepatu UD. Shuma adalah 25,7 unit sepatu wanita dan 21, 5 unit sepatu anak. Gambar 3.9. Penyelesaian Optimal Kasus Perusahaan UD. Shuma X2 160 140 120 100 80 60 40 20 -20 0 20 40 60 X1 Garis keuntungan 4000X1 + 1000X2 = 124.300

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa penentuan nilai yang tepat dari variabel keputusan bagi penyelesaian optimal dalam kasus programasi linear yang mengandung dua variabel keputusan dapat dilakukan dengan mencari dua persamaan simultan yang berkaitan dengan titik penyelesaian tersebut.

Titik Ekstrem dan Penyelesaian Optimal Kalau kita perhatikan penyelesaian kasus perusahaan UD. Shuma di atas, kita akan menemukan bahwa penyelesaian optimal dari kasus programasi linear tersebut terdapat pada titik ekstrem daerah layak dari kasus bersangkutan. Jadi kita tidak perlu lagi mengevaluasi setiap titik penyelesaian yang layak, tetapi cukup menentukan titik ekstrem yang memberikan nilai fungsi tujuan yang terbaik.

Apabila kita lihat kembali daerah layak dari kasus perusahaan UD. Shuma, maka tampak bahwa kasus ini mempunyai lima titik ekstrem pada daerah layaknya, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10 berikut. Gambar 3.10 Titik-titik Ekstrem dari Daerah Layak Kasus Perubahan Sepatu UD. Shuma X2 160 140 120 100 80 60 40 20 1 -20 0 20
1

2 3 4 5 40 60 X1

Untuk membuktikan bahwa cara tersebut benar, kita dapat menguji masing-masing titik ekstrem kedalam fungsi tujuan dan menentukan titik ekstrem yang memberikan nilai yang paling besar ( pada kasus maksimisasi) untuk Z. Titik ekstrem 1(0,0) Fungsi tujuan Z= 4000X1 + 1000X2 =4000(0) + 1000(0) =0 Titik ekstrem 2: (0,50) Z =4000X1 + 1000X2 =4000(0) +1000(50) =50.000 Titik ekstrem 3: (20,30) Z =4000X1 + 1000X2 =4000(20) + 1000(30) = 110.000 Titik ekstrem 4: (25.7, 21.5) Z =4000X1 + 1000X2 =4000(25.7)+ 1000(21.5)= 124.300 Titik ekstrem 5: (30,0)

Z= 4000x1 + 1000X2 =4000(30)+ 1000(0) =120.000 Hasil pengujian titik-titik ekstrem terhadap fungsi tujuan memperlihatkan bahwa nilai fungsi tujuan Z yang paling besar, yaitu 124.300 tercapai pada titik ekstrem 4 (25.7, 21.5). Dari sini terbukti bahwa cara ini memberikan hasil yang sama dengan cara sebelumnya. Karena variabel X1 dan X2 menunjukkan unit sepatu yang akan dihasilkan, maka tidak masuk akal kalai nilai variabel-variabel tersebut berupa pecahan. Oleh karena itu, kita dapat melakukan pembulatan terhadap nilai X1 dan X2 serta menguji apakah hasil pembulatan tersebut masih memenuhi kendala. Bila pembulatan dapat dilakukan dengan cara membulatkan X1 dan/atau X2 ke atas atau kebawah, berarti terdapat 4 alternatif pembulatan yang dapat dilakukan. Hasil pembulatan dan pengujian terhadap masing-masing kendala adalah sebagai berikut:
1. X1= 26 dan X2 = 22

Kendala pengukuran dan pemotongan pola: 10(26) + 2(22) =260 +44 =304 (>300) Oleh karena itu nilai X1 dan X2 tersebut sudah tidak memnuhi kendala pengukuran dan pemotongan pola berarti titik penyelesaian tidak dapat dipakai dan karenanya kita tidak perlu mengujinya pada kendala lain.
2. X1 =25 dan X2 =21

Kendala pengukuran dan pemotongan pola: 10(25) + 2(21) =250 +42 =292 (<300) Berarti titik ini memenuhi kendala pengukuran dan pemotongan pola dan karenaya kita dapat mencoba menguji apakah nialai variabel keputusan X1 dan X2 terssebut memenuhi kendala yang lain juga. Untuk kendala pengeleman dsan pengeringan: 3(25) + 2(21) =75 +42 =117 (<120) Kendala pengeslepan: 2(25) +2 (21) =50 +42 =92 (<100) Kita lihat bahwa nilai X1 =25 dan X2 =21 memenuhi semua kendala, namun belum tentu titilk ini yang akan kita pilih sebagai titik penyelesaian yang dimaksud. Kita harus membandingkan dengan titik lain yang juga memenuhi semua kendala yang memberikan nilai fungsi tujuan Z lebih besar.
3. X1 =25 dan X2 =22

Kendala dan pengukuran pemotongan pola: 10(25) +2 (22)=250 +44 =294 (<300)

Kendala pengeleman dan pengeringan: 3(25) + 2(22) =75 +44 = 119 (<120) Kendala pengeslepan: 2(25) +2(22) = 50 + 44=94 (<100) Titik nilai juga memenuhi semua kendala.
4. X1 = 26 dan X2 = 21

Kendala pengukuran dan pemotongan pola: 10(26) + 2(21) = 260 +42 = 302 (<300) Dari beberapa alternatif kombinasi X1 dan X2 di atas, terdapat dua alternatif yang memenuhi semua kendala, yaitu (25.21) dan (25.22). Untuk menentukan kombinasi mana yang akan dipilih kita uji kedua titik tersebut terhadap fungsi tujuan Z.

Untuk titik (25,21), nilai Z=4000(25) + 1000(21)= 121.000. Untuk titik (25,22), nilai Z=4000(25) + 1000(22)= 122.000. Karena titik (25,22) memberikan nilai fungsi tujuan yang lebih besar, maka penyelesaian nyata bagi perusahaan UD. Shuma adalah memproduksi 25 unit sepatu wanita dan 22 unit sepatu anak dengan keuntungan sebesar RP122.000,00. Untuk pembahasan selanjutnya, kita akan mengabaikan pembulatan tersebut dan kita akan menggunakan penyelesaian asli, yaitu X1 = 25,7 dan X2 =21,5.

VARIABEL SLACK Dari nilai optimal variabel keputusan yang kita peroleh. Kita dapat mengetahui total waktu yang digunakan pada setiap tahap produksi, sebagai berikut :

Pada tahap pengukuran dan pemotongan pola = 300 menit. Tahap pengeleman dan pengeringan = 120 menit. Tahap pengeslepan = 94,4 menit.

Penyelesaian ini memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan bahwa produksi 25,7 unit sepatu wanita dan 21, 5 unit sepatu anak menggunakan seluruh waktu unit produksi pengukuran dan pemotongan pola serta unit produksi pengeleman dan pengeringan. Sedang unit produksi pengeslepan hanya mengguakan 94,4 menit dari 100 menit yang dapat disediakan oleh unit produksi tersebut. Berarti ada sisa waktu sebesar (100 - 91,1) = 5,6 menit yang tidak digunakan pada unit produksi pengeslepan. Sisa waktu yang demikian merupakan kapasitas produksi yang tidak digunakan (idle). Dalam program linier, kapasitas yang idle seperti ini disebut sebagai slack dari unit produksi bersangkutan. Slack dari suatu kendala terdapat pada kendala dengan tanda lebih kecil sama dengan ( < ). Sebaliknya, dalam kasus dengan kendala bertanda lebih besar sama dengan ( > ), kapasitas idle tersebut disebut surplus. Mengenai hal ini akan kita bahas lebih lanjut dalam metode simpleks. Hingga di sini kita dapat menyimpulkan prosedur penyelesaian kasus maksimisasi dengan metode grafik sebagai berikut:
1. Nyatakan masalah (fubgsi tujuan dan fungsi kendala) ke dalam bentuk matematika.

2. 3. 4.

Gambarkan fungsi-fungsi kendala dalam suatu grafik. Tentukan titik-titik ekstrem yang membatasi daerah yang layak Uji masing-masing titik ekstrim tersebut terhadap nilai fungsi tujuan dan tentukan titik yang memberikan nilai paling besar sebagai titik penyelesaian optimal.

Вам также может понравиться