Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia saat ini banyak terjadi permasalahan konsumen pada bidang pangan khususnya, diantaranya adalah yang paling mengkhawatirkan masyarakat adalah kasus kasus tentang masalah penyalahgunaan bahan berbahaya pada produk pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dn mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam konsumsi sehari-hari. Dengan demikian, sesungguhnya pangan selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, harga terjangkau, juga harus memenuhi persyaratan lain, yaitu sehat, aman dan halal. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju atau berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai makanan yang cukup, aman dan bergizi. Salah astunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi. Setiap orang berhak atas makanan dan bahan makanan yang sehat dan halal. Hal tersebut harus dilindungi oleh pemerintah dan wajib dipenuhi oleh semua produsen dengan tidak menjual makan dan minuman yang tidak layak dikonsumsi. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, selanjutnya disebut Undang-Undang Pangan, setiap makanan atau bahan makanan harus terjamin keamanannya sebelum disantap oleh konsumen. Pasal 10 ayat 1 Unang-Unang Pangan tersebut menyebutkan setiap orang yang memproduksi pangan untuk

diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, sesungguhnya setiap warga negara berhak atas perlindungan hukum yang wajib diberikan oleh Negara. Salah satu perlindungan yang wajib diberikan oelh Negara adalah perlindungan konsumen, agar masyarakat tidak mengkonsumsi atau menggunakan produk barang dan/atau jasa (pangan) yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan. Az.Nasution berpendapat bahwa perlindungan konsumen merupakan masalah manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah merealisasikan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah. Perlindungan konsumen merupakan hal yang masih dianggap baru di Indonesia. Hal ini telah menjadikan kedudukan konsumen berada posisi yang sangat lemah karena banyak di antara konsumen berada pada posisi yang sangat lemah karena banyak di anatara konsumen yang belum mengetahui tentang hakhak yang seharusnya didapatkan, akibatnya banyak dari para konsumen di Indonesia mudah percaya akan informasi yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. Diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia No.42 Tahun 1999) selanjutnya disebut UUPK maka diharapkan dapan mendidik masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai konsumen sebagai konsumen dan mengerti tentang hak dan kewajiban serta tanggung jawab pelaku usaha. Selain itu, Undang-Undang ini juga turut memberikan andil untuk memberikan pengetahuan, kesadaran, kepedulian, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Persoalan perlindungan konsumen bukan hanya pada pencarian siapa yang bersalah dan apa hukumannya, melainkan juga mengenai pendidikan terhadap

konsumen dan penyadaran kepada semua pihak tentang perlunya keselamatan dan keamanan didalam berkonsumsi. Dengan demikian, orang akan terhindar dari kemungkinan kerugian, seperti cacat, terkena penyakit, bahkan meninggal atau kerugian yang menimpa harta bendanya. Selama ini banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usah bertentangan dengan UUPK, namun pihak penegak hkum masih ragu melakukan tindakan terhadap pelaku usaha yang melakukan kegiatan tindakan pelaku usaha yang melakukan kegiatannya bertentangan dengan ketentuan yang diutar dalan UUPK, sehingga Undang-Undang ini dirasakan tidak efektif dimana masyarakat atau konsumen seolah-olah tidak terlindungi atas hak-haknya sebagai konsumen seperti yang telah diamanatkan dalam UUPK tersebut. Teknologi pengolahan pangan dewasa ini cukup pesat, termasuk di Indonesia. Untuk memperoleh produk pangan olahan yang bercita rasa lezat, berpenampilan menarik, tahan lama, mudah dalam pengangkutan dan pendistribusiannya diguanakan berbagai bahan pendukung yang lazim disebut bahan tambahan pangan. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahanperubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaan demikian makanan cepat saji (instan) yang telah diolah pabrik atau telah diawetkan banyak manfaatnya bagi masyarakat itu sendiri. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produksi pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan kesehatan manusia diijinkan untu digunakan dan mutunya harus memenuhi standart yang telah ditetapkan. Disamping tentunya memperhatikan penggunaan bahan tambahan pangan itu secukupnya sesuai dengan cara produksi yang baik atau sesuai dengan maksud penggunaannya, penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan hanya bila benarbenar diperlukan pada pengelolahan makanan yang bersangkutan. Misalnya,

untuk memperoleh bentuk, konstitensi, rasa, rupa yang menarik dan tidak bertujuan menutupi mutu yang rendah, menyembunyikan cara pengolahan dan bahan baku yang salah atau untuk mengelabuhi konsumen. Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai tambahan pangan dinyatakan sebagai bahan berbahaya bila digunakan dalam pangan. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak produsen pangan (khususnya industri rumah tangga) menggunakan zat pewarna yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan, salah satunya penggunaan zat pewarna tekstil (Rhodamin B) pada makanan. Hal ini mengacu pada data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta berdasarkan uji keamanan pangan tahun 2008, diketahui ada beberapa makanan yang positif mengandung rhodamin B, yaitu pada camilan manis laris (SP.709/12/01/02), lanting Ny. Wanti (SP.371/11/11/99), krupuk slondok, jenang tape, alen-alen warna, kue bengawan solo, bolu emprit, kolang kaling, arum manis, mi lidi (snack ringan), dan makananan tersebut abnyak dijumpai di pasar-pasar tradisional, salah satunya yang banyak tedapat di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Berkembangnya industri tekstil di Indonesia menyebabkan zat pewarna tekstil menjadi murah dan disalahgunakan pemanfaatannya oleh kalangan produsen makanan. Di lain pihak, konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya, sehingga mereka mempunyai keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit untuk menghindari risiko dari produk-produk makanan yang tidak bermutu dan tidak aman bagi kasehatan. Akhirnya, konsumen dengan senang dan tanpa sadar mengkonsumsi produk-produk makanan tersebut karena penampilan yang menarik dengan yang lebih murah. Hal ini juga menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen dengan memanfaatkan kelemahan pihak konsumen demi memporel keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Apabila makanan postif mengandung zat pewarna dilarang, seprti Rhodamin B tetap beredar di pasaran akan sangat merugakan konsumen, karena dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsogenik yang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Di sinilah terlihat bahwa hak-hak konsumen, yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UUPK (dalam hal ini hak konsumen untuk mendapatkan pangan yang aman bagi kesehatan, keamanan dan keselamatannya), tidak dipenuhi oelh pelaku usaha (produsen pangan), dengan kata lain produsen pangan telah bertindak yang bertentangan sebagaimana dengan yang hukum, yaitu tidak melaksanakan kewajibannya perihal

diatur

dalam

peraturan

perundang-undangan

memproduksi dan mengedarkan pangan yang baik bagi kesehatan. Kewajiban produsen, antara lain adalah kewajiban berhati-hati (duty of care) dalam berproduksi dan mengedarkan makanan. Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi di masyarakat saat ini mengidentifikasi adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makanan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi.

Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengolahan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga maslah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan. Industri makanan yang tidak terpuji dan hanya berorintasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehingga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahn dalam pengolahan bahan makanan ntuk masyarakat diantaranya seperti kasus penggunaan berbagai bahan tambahan makanaan yang seharusnya tidak layak dikonsumsi. Pemahaman masyarakat pada penggunaan bahan-bahan kimia didalam kehidupan masih kurang. Beragamnya bahan-bahan kimia pada dewasa ini tentu menguntungkan bagi kita, tetapi apakah kita memikirkan kerugiannya bagi kesehatan kita. Dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia yang seharusnya tidak lazim digunakan pada makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Penyalahgunaan bahan makanan seperti pada penggunaan bahan pengawet yaitu boraks dan formalin. Berdasarkan data dari BPOM di 5 propinsi pada tahun 1999 2001 menunjukkan bahwa penggunaan bahan tambahan yang berbahaya untuk kesehatan yang terdapat diproduk pangan yaitu sekitar 89,9% yang terdiri dari

35,6% penggunaan Boraks dan 41,2% penggunaan Formain, 10,4% penggunaan pewarna Rodamin B dan 1,9% penggunaan pewarna Amaran. Kasus lainnya adalah penggunaan bahan tambahan pangan yang diizinkan tetapi melebihi dosis yang telah diizinkan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 1168/

Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/ Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Pada kasus-kasus yang merugikan konsumen, ketidakpahaman konsumen dalam menempuh upaya hukum menambah semakin lemahnya posisi konsumen dalam mempertahankan hak-haknya. Konsumen cenderung pasif dalam melakukan upaya hukum, bahkan cenderung tidak mengerti bagaimana mereka melakukan upaya hukum untuk mendapatkan hak-haknya. Badan Pengawas Obat dan Makanan tengah gencar menindak

penyalahgunaan boraks dan formalin sebagai pengawet makanan. Padahal selain boraks dan formalin, masih banyak bahan kimia berbahaya lain yang digunakan produsen makanan, seperti zat pewarna merah Rhodamin B dan Metanil Yellow (pewarna kuning). Beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah penggunaan asam salsilat pada produksi buah dan sayur. Asam salsilat bukan pestisida melainkan sejenis antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salsilat berpenampilan sangat mulus, tak ada lubang bekas hama. Penyalahgunaan zat terlarang adalah Rhodamine B yang biasanya digunakan untuk kerang agar terlihat tidak pucat ketika dikupas. Sedangkan borax kerap digunakan untuk mengawetkan bakso dan kerupuk. Kerupuk, misalnya, selain mengandung pewarna tekstil, makanan ini juga mengandung borax untuk membuatnya menjadi renyah (Sjarif,2006). Selain mengandung formalin, pewarna tekstil,dan boraks,makanantersebut juga ada yang mengandung kuman yang menyebabkanpenyakit (patogen), seperti salmonella (Deny, 2005). Konsumsi terhadap makanan yang tidak aman tersebut kendatipun berjumlah kecil dalam jangka panjang akan membawa akibat pada kesehatan, di antaranya dapat memunculkan kasus kanker (Winneke, 2007). Lebih lanjut, asupan formalin

dalam tubuh yang berlangsung menahun dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pernapasan, gangguan pada ginjal dan hati, sistem reproduksi dan kanker sedangkan bentuk gangguan yang ringan adalah rasa terbakar pada tenggorokan dan sakit kepala (Kompas, 2005). Mengkonsumsi pangan yang aman dan berkualitas adalah hak setiap konsumen. Isu peredaran produk-produk makanan yang tidak aman di pasar menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman yang memadai mengenai food safety knowledge and practice sangat diperlukan sehingga kemungkinan untuk membeli ataupun mengkonsumsi pangan berbahaya dapat dihindari. Dengan mengkonsumsi makanan yang terjaga keamanannya maka resiko suatu keluarga untuk terkena berbagai penyakit di picu dari produk makanan terkontaminasi bahan kimia dapat diantisipasi.

1.2 Tujuan Adapun tujuan disusunnya makalah ini yaitu : 1. Untuk mengetahui dampak negatif bagi tubuh kita dengan adanya penyalahgunaan bahan kimia yang berbahaya pada makanan. 2. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap penyalahgunaan bahan kimia pada makanan. 3. Untuk mengetahui yang melatarbelakangi seseorang untuk menambahkan zat berbahaya pada makanan. 4. Untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap kesehatan masyarakat. 5. Meneliti secara lebih jauh mengenai dasar hukum dan landasan dilarangnya penggunaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan

BAB II PERMASALAHAN

Bahan kimia berbahaya yang tidak diperuntukkan untuk makanan akan menimbulkan berbagai dampak apabila dikonsumsi manusia. Tindakan yang dilakukan para pedagang semata-mata hanya mementingkan keuntungan bagi diri sendiri tanpa memikirkan efek yang akan ditimbulkan di kemudian hari. Hal tersebut juga melanggar beberapa peraturan yang ada di negeri kita. Pada makalah ini akah diuraikan lebih lanjut mengenai permasalahan penggunakan bahan kimia berbahaya dalam makanan. Batasan bahan kimia yang akan diulas yaitu formalin, boraks, rhodamin B dan asam salisilat. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu sebagai berikut : 2.1 Apa alasan penambahan bahan kimia berbahaya dalam makanan? 2.2 Apa dampak negatif dari penggunaan bahan-bahan kimia pada makanan? 2.3 Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah pengonsumsian makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya? 2.4 Bagaimana pandangan hukum di Indonesia terhadap kasus penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan?

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (temasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Budiyanto, 2004). Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khusunya generasi muda sebagai penerus pembangunan bamgsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).

3.2. Fungsi Bahan Tambahan Pangan Fungsi dasar bahan tambahan pangan yaitu (Hughes, 1987): a. Untuk mengembangkan nilai gizi suatu makanan, biasanya untuk makanan diet denganjumlah secukupnya. Di banyak negara, termasuk Amerika dan Inggris, nutrisi tertentu harus ditambahkan ke dalam makanan pokok berdasarkan peraturan mereka. b. Untuk mengawetkan dan memproduksi makanan. Demi kesehatan kita dan untuk mencegah penggunaan bumbu dengan masa singkat dan fluktuasi harga, sangatlah penting makanan itu dibuat mampu menahan pengaruh racun dalam jangka waktu selama mungkin. c. Menolong produksi Fungsi ini memiliki peranan yang penting untuk menjamin bahwa makanan di proses seefisien mungkin dan juga dapat menjaga keadaan makanan selama penyimpanan. d. Untuk memodifikasi pandangan kita. Bahan tambahan ini mengubah cara kita memandang, mengecap, mencium, merasa dan bahkan mendengar bunyi makanan yang kita makan (kerenyahan). Ada dua alasan utama mengapa menggunakan bahan tambahan ini, pertama karena ekonomi, misalnya makanan dengan bahan dan bentuk yang kurang bagus dapat dibuat lebih menarik dengan meniru produksi yang lebih berkualitas. Kedua, adalah karena permintaan publik, misalnya dalam masakan modern dimana bahan makanan dasar dimodifikasi.

3.3. Jenis Bahan Tambahan Pangan Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: a. Aditif sengaja : yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk atau rupa dan lain sebagainya. b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam

10

sitrat, dan lain sebagainya, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya -karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadangkadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadi kanker pada hewan atau manusia (Winarno, 1992).

3.4. Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah (Fardiaz, 2007): a. Anti oksidan dan oksidan sinergisi Bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Contoh : asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan dan buah-buahan kaleng. Butilhidroksi anisol (BHA) atau butilhidroksi toluen (BHT) untuk lemak, minyak dan margarin. b. Anti kempal Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung atau bubuk. Contoh: Ca silikat, Mg karbonat, dan SI dioksida untuk merica dan rempah lainnya. Garam stearat dan tri Ca fosfat pada gula, kaldu dan susu bubuk. c. Pengatur keasaman Bahan tanbahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat digunakan pada jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksida digunakan sebagai penetral pada mentega.

11

d. Pemanis buatan Bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin dan siklamat. e. Pemutih dan pematang tepung Bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan tepung dan atau pematangan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan. f. Pengemulsi, pemantap dan pengental Bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es krim dan kue, peltin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim, gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu dan keju. g. Pengawet Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Biasa ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya dan ester para hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju dan margarin, asam propionat untuk keju dan roti. h. Pengeras Bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam botol, Ca glukonat dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan kaleng. i. Pewarna Bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh: karmin, ponceau 4R, eritrosin warna merah, green

12

FCF, green S warna hijau, kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin warna kuning dan karamel warna coklat. j. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa Bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging. k. Sekuestran Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya. Selain itu terjadi juga beberapa bahan tambahan pangan yang bisa digunakan dalam makanan antara lain (Depkes RI, 1988): a. Enzim Bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses fermentasi makanan. Contoh: amilase dari aspergillus niger untuk tepung gandum dan rennet dalam pembuatan keju. b. Penambahan gizi Bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan. Contoh: asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12 dan vitamin D. c. Humektan Bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh: gliserol untuk keju, es krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue. d. Antibusa Bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa yang dapat timbul karena pengocokan atau pemasakan. Contoh: dimetil polisiloksan

13

pada jeli, minyak dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak dan lemak.

3.5. Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 adalah (Cahyadi, 2008): a. Natrium tetraborat (boraks) b. Formalin (formaldehyd) c. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) d. Kloramfenikol (chloramphenicol) e. Kalium klorat (potassium chlorate) f. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC) g. Nitrofurazon (nitrofurazone) h. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) i. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid andm its salt) j. Rhodamin B (pewarna merah) k. Methanil yellow (pewarna kuning) l. Dulsin (pemanis sintesis) m. Potasium bromat (pengeras).

3.5.1 Formalin Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.Di dalam Formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain formalin : a. Formol Metylene aldehyde Paraforin b. Morbicid Oxomethane - Polyoxymethylene glycols c. Methanal Formoform Superlysoform d. Formic aldehyde Formalith Tetreoxymethylene e. Methyl oxide Karsan Trioxane

14

f. Oxymethylene Methylene glycol Formaldehida mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap karena titik didihnya yaitU -21C. secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pembakaran makanan yang bercampur fenol, keton dan resin. Pada umumnya formalin digunakan untuk : a. Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian. b. c. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. d. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeraas lapisan gelatin dan kertas. e. f. g. h. i. j. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Bahan pembuatan produk parfum Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku. Pencegah korosi untuk sumur munyak. Bahan untuk insulasi busa. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo, lilin dan karpet.

3.5.2 Boraks Boraks adalah suatu mineral garam asam bor yang kompleks yang ditemukan di danau payau dan lain deposito evaporite. Struktur dasar dari boraks berisi rantai dari menyambungkan BO2(OH) BO3(OH dan segi

15

tiga) bidang empat yang terikat ke rantai dari bidang delapan air dan sodium. Spesimen mineral yang paling tua dari boraks adalah berkapur/pucat putih dalam kaitan dengan suatu reaksi kimia dari pengeringan. Mereka sudah benar-benar mengubah (sedikitnya di permukaan mereka) bagi mineral tincalconite, Na2 B4O7-5H2O, dengan hilangnya air. Perubahan macam ini dari satu mineral ke yang lain meninggalkan bentuk yang asli dari kristal itu. Minerologists mengacu pada ini sebagai pseudomorph, atau bentuk yang gadungan, sebab tincalconite mempunyai bentuk kristal dari predecessing boraks. Karakteristik boraks berbentuk kristal putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air, stabil pada suhu serta tekanan normal. Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, bleng, gendar dan air kl. 3.5.3 Rhodamin B Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil, dan kertas. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Rodamin B merupakan zat warn a sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi).

Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005) : a. b. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan. c. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.

16

d.

Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.

e.

Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.

3.5.4 Asam Salisilat Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Di samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang paling dikenal asalah asam asetilsalisilat. Asam salisilat mendapatkan namanya dari spesies dedalu (bahasa Latin: salix), yang memiliki kandungan asam tersebut secara alamiah, dan dari situlah manusia mengisolasinya. Penggunaan dedalu dalam pengobatan tradisional telah dilakukan oleh bangsa Sumeria, Asyur dan sejumlah suku Indian seperti Cherokee. Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Hal tersebut dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat baru. Selain sebagai obat, asam salisilat juga merupakan hormon tumbuhan.

17

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Alasan Penambahan Bahan Tambahan Pangan Berbahaya 4.1.1 Formalin Faktor faktor yang menyebabkan terjadinya penggunaan formalin dalam produk makanan, antara lain adalah sebagai berikut : a. Perilaku Konsumen. Sebagian konsumen lebih senang memilih produk yang awet dan harga yang murah. Konsumen umumnya bersikap tidak ambil peduli, yang penting harganya murah. Selain itu, konsumen biasanya sulit membedakan produk yang diawetkan dengan formalin yang boleh jadi membuat mereka mengambil jalan mudah memilih produk apa saja. b. Formalin lebih tahan lama. Formalin bisa mengawetkan bahan makanan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Banyak para pedagang dan pengusaha yang mengatakan bahwa produk makanan yang tidak diberi bahan pengawet, formalin, makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam lebih dari 12 jam. Bagi sebagian produsen maupun pedagang, alasan penggunaan zat ini adalah untuk mengawetkan produk mereka, terutama untuk jenis makanan yang mudah rusak atau busuk.Daya tahan produk hingga berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan tentu saja sangat menguntungkan penjual. Apalagi pada kondisi pasar yang tengah melesu. c. Formalin dinilai cukup murah dan mudah didapat. Meski disadari berbahaya, penggunaan formalin dalam makanan sangat sulit dihindari. Para pedagang dan pengusaha makanan menggunakan formalin untuk motif ekonomi. Penggunaan bahan pengawet makanan ini dapat menolong untuk menekan biaya produksi sehingga menambah

18

keuntungan produsen. Selain itu bahan ini juga tergolong mudah untuk didapat, karena bahan ini dijual bebas di pasaran. d. Formalin dinilai lebih efektif untuk menghambat proses pembusukan. Formalin adalah suatu zat kimia. Oleh karena itu, zat ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya pembusukan pada produk makanan. 4.1.2 Boraks Panganan yang biasanya diakali dengan penambahan boraks adalah bakso, otak-otak, tahu, mie tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki tekstur dan kepadatan sehingga menjadikan bakso dan mie lebih kenyal, tahu menjadi tidak mudah hancur. Boraks juga memberikan kerenyahan dan rasa gurih terutama pada makanan yang mengandung pati seperti kerupuk. Batas aman/legal penggunaan boraks dalam makanan adalah 1 gram / 1 kg pangan 4.1.3 Rhodamin-B Rodamin B seringkali disalahgunakan untuk pewarna pangan dan kosmetik, misalnya : sirup, lipstik, dll. Paparan Rodamin B dalam waktu yang lama (kronis) dapat menyebabkan gangguan fungsi hati / kanker hati. Rodamin B biasanya terdapat pada lipstik yang berwarna merah mencolok, lipstik yang water proof (tahan air), blush on (pemerah pipi), dll. Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005) : a. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. b. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan. c. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.

19

d. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan. e. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan. 4.1.4 Asam Salisilat Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti. Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.

4.2 Bahaya Penambahan Bahan Kimia dalam Makanan 4.2.1 Formalin Adapun dampak negatif dari penggunaan formalin dalam makanan : a. Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. b. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. 4.2.2 Boraks Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit

20

demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan : a. b. gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam,anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat,

menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian. 4.2.3 Rhodamin B Rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatifnya adalah zat ini menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan kanker hati. Bahan yang sudah terserap tersebut tidak dapat dieliminasi sehingga menumpuk pada organ tubuh. Dampak dari zat ini memang tidak dirasakan dalam waktu dekat, tapi efek itu baru akan muncul setelah sepuluh atau dua puluh tahun lagi 4.2.4 Asam Salisilat Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Bahaya asam salisilat yaitu : a. Memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. K b. etika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan. Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

21

4.3 Tindakan Pencegahan Pengaruh Buruk Makanan yang Mengandung BTP Berbahaya 4.3.1 Sosialisasi kepada Konsumen Hingga saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan jumlah yang cukup besar makanan yang dijual disekitar sekolahsekolah mengandung bahan-bahan berbahaya. Hingga 40% tercatat jajanan yang dikonsumsi anak-anak sekolah diseluruh Indonesia mengandung bahanbahan yang tidak ramah untuk kesehatan seperti zat pewarna, boraks dan formalin. Gencarnya BPOM melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah dan kepada masyarakat sudah bisa menurunkan penggunaan bahan-bahan berbahaya tersebut secara signifikan tetapi tetap saja dengan berbagai alasan, para penjual makanan di sekolah masih menggunakannya. 4.3.2 Peranan Lembaga Pendidikan Sebagai pencegahan, dihimbau supaya sekolah ikut serta aktif untuk mencegah anak-anak mengkonsumsi jajanan tidak sehat dengan membuat kantin sekolah sehingga makanan yang dikonsumsi siswa lebih terjamin komposisi bahannya dan kebersihannya. Selain kepada orang tua, sekolah merupakan tempat yang paling cocok dalam edukasi dan sosialisasi mengenai hal ini karena sasarannya sangat lengkap dan interaksi di sekolah sangat tinggi yaitu siswa, guru dan kepala sekolah. 4.3.3 Peranan Orang Tua Selain itu sebagai pencegahan hendaknya orang tua terutama ibu ikut menjaga anaknya supaya tidak jajan sembarangan, memberikan nasehat dan membawakan bekal dari rumah selain lebih aman dari zat-zat yang merugikan kesehatan juga lebih sehat dan hemat. Sebaiknya anak dibiasakan untuk sarapan sehat dipagi hari. Meskipun terlihat sederhana tetapi ternyata sarapan punya banyak manfaat bagi kesehatan diantaranya:
a.

Dapat menekan nafsu makan disiang hari. Kita tentu tidak bisa mengawasi terus menerus anak kita disekolah. Jika anak sarapan dengan baik di pagi
22

hari maka keinginan untuk makan diwaktu istirahat akan menurun sehingga mereka jajan lebih sedikit
b.

Lebih aktif dan meningkatkan kemampuan belajar. Di negara-negara maju banyak sekolah-sekolah yang mencanangkan program sarapan pagi didalam kelas, ini karena sarapan pagi sudah terbukti dapat meningkatkan performa anak dalam belajar

4.3.4 Mengenali Makanan yang Mengandung BTP Berbahaya Makanan dan minuman menjadi pilihan wajib bagi siapa pun untuk menjaga kesehatan sekaligus meneruskan keberlangsungan hidup. Namun, makanan dan minuman yang diolah secara tidak benar justru dapat menjadi pembunuh nomor wahid lantaran mengandung zat racun bagi tubuh. Metode pengenalan paling mudah dari berbagai sudut yakni warna, kandungan boraks, kandungan formalin, daging gelonggongan, ayam basi, ikan basi, makanan kaleng, bahaya snack, dan bahaya kemasan plastik. a. Kalau ada makanan yang warnanya mencolok dan menarik justru harus dicurigai, misalnya saos yang warnanya membekas di tangan

memungkinkan pewarna yang digunakan adalah pewarna tekstil yang dapat menyebabkan kanker. b. Untuk boraks, katanya, dapat diamati dari bakso. Kalau kenyal atau mudah dipantulkan seperti memantulkan bola karet di tanah, maka berarti banyak mengandung boraks. Bisa juga dari tanda-tanda gigitan yang kembali ke bentuk semula setelah digigit. c. Sebaliknya, tahu putih yang terlalu keras justru patut diduga mengandung formalin. d. Tentang daging gelonggong (daging yang diisi air), dosen Fakultas Farmasi (FF) UKWMS itu mengatakan daging seperti itu dapat dikenali dari air yang menetes bila digantung. Jadi, pilih saja daging yang digantung. Kalau ada air yang menetes berarti daging gelonggongan. Cara lain mengenali dari warna daging yang asli masih merah segar dan serat-

23

serat di dalam daging juga tidak menggelembung. Harga yang tidak wajar juga merupakan pertanda. e. Daging ayam yang masih segar itu berwarna agak kekuning-kuningan, kalau warnanya putih bersih justru dimungkinkan dari bekas ayam mati, apalagi kalau ada warna biru seperti bekas memar serta bau sangat amis. Bahkan, katanya, ada pula daging ayam yang direndam formalin agar awet. Kita dapat mengenali daging ayam berformalin dengan menekan atau mendorongnya dengan jari telunjuk. Kalau keluar lendir atau air berarti pernah direndam dengan formalin. f. Lain halnya cara mengenali ikan basi. Kalau ditekan justru lembek, warna insang tampak merah tua, atau mata ikan justru terlihat bening, maka cirinya ikan itu basi atau diberi formalin. Paling mudah beli saja ikan yang masih ada tanda-tanda hidup. g. Jangan membeli makanan kaleng yang kemasan kalengnya sudah penyok. Kaleng yang penyok akan mengubah konsentrasi di dalam kemasan, karena kaleng penyok dapat mengandung racun akibat adanya kandungan botulimun (bahan dasar kosmetik). Kalau mau aman dipanaskan seperti ikan atau dibakar agar racunnya mati. Biasanya, supermarket justru memberi diskon. h. Untuk snack (makanan ringan) yang banyak disukai anak-anak, katanya, justru perlu dilihat komposisi zat warna-nya dan nomor registrasi. Kalau warna-warnanya mencolok atau tanggal produk-nya kadaluarsa justru berbahaya. Formalin dalam makanan juga dapat dihilangkan. "Caranya, makanan yang mencurigakan itu direndam dengan air panas sekitar 30 menit atau dipanaskan dengan oven bersuhu 121 derajat tiga menit. Kalau ikan dapat direndam dengan air cuka 5 persen selama 15 menit atau direndam air garam selama 30 menit untuk ikan asin

24

4.4 Pandangan Hukum tentang Penambahan BTP Berbahaya Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan di Indonesia. Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggan terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar. Untuk menjaga kesehatan manusia, maka ada beberapa regulasi pemerintah yang mengatur hal ini, seperti : a. Undang-undang Pangan No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen. b. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 208/Menkes/Per/IV/85, tentang Pemanis Buatan. Pemanis buatan hanya digunakan untuk penderita diabetes (sakit gula dan penderita yang memerlukan diet rendah kalori, yaitu : aspartame, Na sakarin, Na siklamat, dan sorbitol. c. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998, tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan), d. Peraturam Pemerintah No. 69 Tahun 1999, tentang Label dan Iklan Pangan.

Diundangkannya

Undang-Undang

Nomor

Tahun

1999

tentang

Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia No.42 Tahun 1999) diharapkan dapan mendidik masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai konsumen sebagai konsumen dan mengerti tentang hak dan kewajiban serta tanggung jawab pelaku usaha. Selain itu, Undang-Undang ini juga turut memberikan andil untuk memberikan pengetahuan, kesadaran, kepedulian, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.

25

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Sebagian konsumen lebih senang memilih produk yang awet dan harga yang murah. Formalin bisa mengawetkan bahan makanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Bahan ini juga tergolong mudah untuk didapat, karena bahan ini dijual bebas di pasaran.Serta formalin dinilai lebih efektif untuk menghambat proses pembusukan. b. Boraks yang digunakan memberikan rasa yang gurih, renyah, dan kenyal pada makanan. Batas aman/legal penggunaan boraks dalam makanan adalah 1 gram / 1 kg pangan.
c. Rodamin B seringkali disalahgunakan untuk pewarna pangan dan

kosmetik. Paparan Rodamin B dalam waktu yang lama (kronis) dapat menyebabkan gangguan fungsi hati / kanker hati.
d. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk

tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan. e. Hingga saat ini 40% tercatat jajanan yang dikonsumsi anak-anak sekolah diseluruh Indonesia mengandung bahan-bahan yang tidak ramah untuk kesehatan seperti zat pewarna, boraks dan formalin. f. Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000,00. Dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggan terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
26

5.2 Saran Kalau ada makanan yang warnanya mencolok dan menarik justru harus dicurigai. Kalau kenyal atau mudah dipantulkan seperti memantulkan bola karet di tanah, maka berarti banyak mengandung boraks. Tahu putih yang terlalu keras justru patut diduga mengandung formalin. Jangan membeli makanan kaleng yang kemasan kalengnya sudah penyok. Kalau ditekan justru lembek, warna insang tampak merah tua, atau mata ikan justru terlihat bening, maka cirinya ikan itu basi atau diberi formalin. Sebaiknya anak dibiasakan untuk sarapan sehat dipagi hari. Meskipun terlihat sederhana tetapi ternyata sarapan punya banyak manfaat bagi kesehatan diantaranya: Dapat menekan nafsu makan disiang hari, lebih aktif dan meningkatkan kemampuan belajar.

27

DAFTAR PUSTAKA

Prima,

Ekawati.

2010.

Penyalahgunaan

Bahan

Kimia.

http://memofarmasi.blogspot.com/2010/12/penyalahgunaan-bahan-kimia.html (diakses tanggal 17 Desember 2012)

Anonim.

2009.

Pengawetan

dan

Pengolahan

Bahan

Makanan.

http://www.scribd.com/doc/28069438/Makalah-Pengawetan-Dan-PengolahanBahan-Makanan-16 (diakses tanggal 20 Desember 2012)

Mahjiajie. 2011. Makalah Penyalahgunaan Bahan Berbahaya Pada Makanan. http://mahjiajie.wordpress.com/tag/makalah-penyalahgunaan-bahan-makanan/ (diakses tanggal 17 Desember 2012)

Maya.

2011.

Zat

Berbahaya

Dalam

Makanan.

http://mayaismaini.blogspot.com/2011/05/zat-zat-berbahaya-dalam-makanansehari.html (diakses tanggal 20 Desember 2012)

Anonim. 2011. Zat Aditif. http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/02/zataditif.html (Diakses tanggal 20 Desember 2012)

Indrawan R, Tunggal Sae. 2012. Zat Aditif dalam Bahan Makanan. http://blognyatunggal.blogspot.com/2012/02/zat-aditif-dalam-bahanmakanan.html (Diakses tanggal 20 Desember 2012)

Asyhar.

2009.

Penggunaan

Formalin

Dalam

Produk

Makanan.

http://asyharstf08.wordpress.com/2009/10/31/penggunaan-formalin-dalamproduk-makanan/ (Diakses tanggal 20 Desember 2012)

28

M.

Noer,

Ratna.

2011.

Boraks,

sahabat

Pedagang

Curang.

http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/12/30/boraks-sahabat-pedagangcurang/ (Diakses tanggal 29 Desember 2012)

Doni.

2012.

Boraks,

Penggunaan

dan

Bahayanya

Bagi

Kesehatan.

http://news.cobadulu.com/2012/03/22/boraks-penggunaan-dan-bahayanya-bagikesehatan/ (Diakses tanggal 29 Desember 2012)

Nurria

Agustifa,

Filda.

2012.

Menarik,

Belum

Tentu

Aman.

http://greenlightcivilization.wordpress.com/category/artikel/ (Diakses tanggal 29 Desember 2012)

BPOM. 2012. 40% Jajanan Disekolah Anak Mengandung Bahan Berbahaya. http://www.cepat.info/2012/05/bpom-40-jajanan-disekolah-anak.html (Diakses tanggal 1 Januari 2013)

Susanto, Abdi. 2008. Cara Mudah Kenali Bahan Makanan Berbahaya. http://nasional.kompas.com/read/2008/09/30/17554538/cara.mudah.kenali.bahan. makanan.berbahaya (Diakses tanggal 1 Januari 2013)

Danang Dono, Nanung. 2012. Zat Berbahaya dalam Makanan. http://www.kibaruk.org/2012/03/09/zat-berbahaya-dalam-makanan/ (Diakses tanggal 1 Januari 2013)

29

Вам также может понравиться