Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB I PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi

yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pancreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO,1999). 1 Populasi penderita diabetes di Indonesia di perkirakan berkisar antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di Manado 6%. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita (promosi kesehatan online,juli 2005). Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe II sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5%.1 Walaupun diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Suatu pendekatan umum yang dilakukan dewasa ini adalah memberikan pengobatan yang seminimal mungkin untuk mengatasi hiperglikemia dan keluhan-keluhan yang diakibatkannya sehingga dapat

dipertahankan rasa sehat dan

nyaman serta mencegah

komplikasi terutama

komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun makroangiopati. 1,2 Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi dimulai dengan pengaturan makan disertai olahraga yang cukup selama 4-8 minggu . Bila dalam periode tersebut, kadar glukose darah masih tinggi dari normal, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO). Tercatat hanya 5 % penderita yang mencapai normoglikemia dengan pengaturan makan dan olahraga sedang sisanya 95% tidak memberi hasil yang memuaskan sehingga dapat dimulai dengan pemberian OHO. Pada penderita hiperglikemia berat ,pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) harus dimulai lebih awal.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Obat hipoglikemik oral merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diberikan pada penderita diabetes mellitus.4,5 Obat Penurun Glukosa Darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. Obat hipoglikemik oral (OHO) bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obatan ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk menggunakan insulinnya sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan glukosa oleh hati. Terdapat beberapa macam obat hipoglikemik oral (OHO) untuk mengendalikan glukosa darah penyandang diabetes, diantaranya:2,4,5 1. sulfonilurea 2. metformin 3. glitazone 4. Alpha-glukosidase inhibitor. 5. Golongan glinid 1. a. Golongan sulfonylurea Mekanisme kerja

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes melitu tipe 1. Efek hipoglikemia sulfonylurea adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pancreas. Bila sulfonylurea terikat pada reseptoe

sel beta pancreas (SUR) channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada membrane sel beta, terjadi depolarisasi membrane dan membuka channel ca intrasel. Ion ca akan terikat pada calmodulin dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.2,4 Generasi l dari SU saat ini sudah jarang dipakai oleh karena efek sampingnya baik kerja pendek maupun kerja panjang seperti klorpropamid.walaupun tidak ada perbedaan dalam segi efek sistemiknya.2 Generasi 2 mempunyai kelebihan yaitu efek kerjanya sedangsehingga dapat diberikan 1 -2 kali perhari., dosis obat lebih rendah.Dan sangat baik untuk penderita DM yang kurus yang mana sekresi insulin nya menurun.2 b. Penggunaan dalam klinik Obat Dosis awal Dosis maksimal Glibenklamid Gliklamid Glikuidon Glipisid Glipisid GITS Glimepisid klorpropamid 2,5 mg 80 mg 30 mg 5 mg 5 mg 1 mg 50 mg 20 mg 240 mg 120 mg 20 mg 20 mg 8 mg 500 mg Pemberian sehari 1-2 kali 1-2 kali 2-3 kali 1-2 kali 1 kali 1 kali 1 kali

Ket: diberikan 30 menit sebelum makan

Pada pemakaian sulfonylurea, umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkina hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan SU dalam dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa harisudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna, untuk itu secepat mungkin memeriksa kadar glukosa darah dan kemudian sesuaikan dosisnya.2,6 Dosis permulaan sulfonylurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi glukosa puasa < 200 mg/dl, SU sebaiknya dimulai dengan dosis kecil da titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu, sedangkan jika GDP >200 maka berikan SU dengan dosis yang lebih besar.2,6 c. Efek samping dan kontraindikasi Hipoglikemia merupakan efek samping terpenting dari SU terutama bila asupan pasien tidak adekuat. Selain pada orang tua, hipoglikemia juga lebih sering terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan gangguan masukan makan yang kurang dan jika dipakai dengan obat sulfa. Selain itu terjadi kenaikan berat badan sekitar 4-6 kg, gangguan pencernaan, fotosensitivitas, gangguan enzim hati dan flushing. Pemakaiannya dikontraindikasikan pada DM tipe 1, hipersensitivitas terhadap sulfa, hamil dan menyususui.2,6

2. a.

Golongan Biguanida Mekanisme kerja Saat ini golongan biguanid yang paling banyak dipakai adalah metformin, dimana metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya trehadap kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa darah dan juga didugamenghambat absorbs glukosa di usus sesudah asupan makanan.2,5 Penelitian terakhir melaporkan bahwa efek metformin diatas diduga terjadi melalui peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi AMPK (acticated protein kinase) yang merupakan regulator selular utama bagi metabolism lipid dan glukosa. Aktivasi AMPK pada hepatosit akan mengurangi aktifitas acetyl Co-A karboksilase (ACC) dengan induksi oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim lipogenik. Metformin juga dapat menstimulasi produksi glucagon like peptide-1 (GLP-1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fungsi sel alfa pancreas sehingga menurunkan glukagon serum dan mengurangi hiperglikemia saat puasa. Disamping berpengaruh terhadap glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada plasminogen activator inhibitor (PAI-1).2,4,5

b.

Penggunaan dalam klinik Nama obat Dosis awal Dosis maksimal Metformin 500 mg 3000 mg 2-3 kali Pemberian

Ket: 30 menit sebelum makan Dosis metformin 500-850 mg diberikan bersama makanan pada pagi dan malam hari. Dosis dapat ditingkatkan dengan menambah 1 tablettiap pemberian dengan interval 1-2 minggu. Dosis total dapatmencapai 3-4 kali 500mg atau 2-3 kali 850 mg perhari bila diperlukan.Dosis maksimal 3000 mg perhari.2 c. Efek samping dan kontraindikasi Efek samping pemberian metformin adalah gangguan gastrointestinal seperti diare, anoreksia atau rasa tidak enak pada perut.Asidosis laktat jarang ditemukan(0,03 per 1000 pasien pertahun).Biasanya terjadi bila diberikan pada pasien yang kontraindikasi Metformin tidak dapat diberikan pada gangguan fungsi ginjal,penyakit

jantung kor pulmonale, riwayat asidosis laktat, infeksi berat, gangguan faal hati, keracunan alkohol, pemakaian bahan kontras radiografi intra vena.2

3. a.

Golongan Glitasone Mekanisme kerja Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti glucose transporter-1 (GLUT-1), GLUT-4, p85aP1-3K dan uncoupling protein-2 (UCP-2). Selain itu juga dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti TNF alfa dan leptin. Glitazone dapat meningkatkan berat badan dan edema pada 3-5% pasien. Roziglitazone dan pioglitazone memiliki efek pada profil lipid pasien. Rosiglitazone meningkatkan kolestrol LDL dan HDL namun tidak pada trigliserida. Sedangkan pioglitazone memiliki efek netral pada kolestrol LDL, menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL.2

b.

Penggunaan dalam klinik Roziglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin sekretarok insulin. Kemasan rosiglitazone terdiri dari 4 mg dan 8 mg sedangkan pioglitazone 15 dan 30 mg. pemakaian bersama dengan insulin tidak disarankan karena dapat mengakibatkan peningkatan berat badan yang berlebih dan retensi cairan.2

c.

Efek samping dan kontraindikasi Glitazone dapt menyebabkan kenaikan berat badan yang bermakna atau bahakan lebih dari SU serta menyebabkan edema, keluhan infeksi saluran napas atas, sakit kepala, dan anemia delusional.2

Pemakaian harus hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati sebelumnya, gagal jantung kelas 3 dan 4 dan pada edema. 4. a. Golongan inhibitor alfa glukosidase Mekanisme kerja Golongan obat ini memperlambat pemecahan dan penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus. Secara klinis akan terjadi hambatan pembentukan monosakarida intraluminal, menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa darah postprandial, dan mempengaruhi respons insulin plasma. Hasil akhirnya adalah penurunan glukosa darah postprandial. Sebagai monoterapi tidak akan merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat menyebabkan hipoglikemia.2,4,5,7 b. Penggunaan dalam klinik Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin, metformin, glitazone atau sulfonylurea. Untuk mendapat efek

maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan utama. Dengan memberikan 15 menit sebelum atau sesudahnya makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa post prandial. Dosis Acarbose dimulai dengan 50 mg sesaat sebelum makan dan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3 kali 100 mg perhari bila tidak ditemukan keluhan gastro intestinal.2,4

c.

Efek samping dan kontraindikasi Efek samping obat ini berupa gejala perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare dan dikontraindikasikan pada kondisi irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal.7,8

5.

Golongan glinid Mekanisme kerja repaglinid adalah menutup ATP-sensitive potassium Channel pada sel beta pankreas. Sehingga terjadi depolarisasi dan menyebabkan perangsangan pengeluaran insulin dari sel-sel beta pankreas. Repaglinid tidak menekan biosintesis proinsulin dan tidak merangsang secara langsung eksositosis insulin sebagaimana golongan SU . Repaglinid sebagian besar diekskresi oleh hati dan hanya 8 % diekskresi di ginjal. Sehingga bermanfaat terhadap pasien DM dengan disertai gagal ginjal. Dosis repaglinid bervariasi antara 0,5 - 4 mg diberikan 30 menit sebelum makan dan uji klinis membuktikan efek hipoglikemik lebih rendah dibanding SU dan efek yag tidak diinginkan selama pemberian hampir sama dengan sulfonil urea. Sebagaimana dengan OHO lainnya maka repaglinid tidak dianjurkan pemberiannya pada wanita hamil dan wanita menyusui.2,7,8,9

DAFTAR PUSTAKA 1. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jil. III ed. V. 2009. Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI. 2. Purnamasari,dyah. Diagnosis dan klasifikasi diabetes Melitus. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed.V.2009.Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 3. Soegondo,sidartawan. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia Diabetes Melitus tipe 2. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed.V.2009.Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 4. Best evidence review obat diabetes oral.21 november 2012.vol.11 no.4.farmacia.diunduh dari: www.majalah-farmacia.com. 5. Higgins, Thomas. Oral hypoglycemic drugs. Boulder medical center. From: www.bouldermedicalcenter.com 6. Jeff Ketz, Pharm.D, a review of oral antidiabetic agent. june,2011. Cleveland clinic. available from: www.clevelandclinic.com 7. Farmako UI 8. Diana, obat hipoglikemik oral (golongan sulfonylurea).july

2012.kompasiana.diunduh dari: www.kesehatan-kompasiana.com. 9. Kurniawan,indra. Diabetes mellitus tipe 2. Desember 2010. 10. Deruiter,jack. Overview of the antidiabetic agent. 2003. Endocrine pharmacotherapy.

Вам также может понравиться