Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Seorang wanita yang pernah menjalani operasi sesar jika hamil lagi mempunyai 2 pilihan persalinan yaitu operasi sesar lagi atau persalinan pervaginam (vaginal birth after cesarean section atau yang disebut VBAC). Selama bertahun-tahun, uterus yang memiliki jaringan parut dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan normal karena kekhawatiran untuk terjadinya ruptura uteri. Menurut panduan yang dikeluarkan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists, wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea dua kali atau riwayat operasi rahim sebelumnya dapat diberikan kesempatan memilih persalinan pervaginam. II. DEFINISI VBAC (Vaginal Birth After C-Section) ialah proses persalinan per vaginam yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya satu ataupun lebih miomektomi intramural). Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. III. PATOFISIOLOGI PARUT Memberi kesempatan persalinan pervaginam pada pasien hamil pasca bedah caesar telah banyak dianut, dan ini membawa konsekuensi pada keadaan dinding perut dan rahim akibat pembedahan caesar dahulu. Masalah utama suatu hasil pembedahan adalah mengenai penyembuhan luka. Sehingga

harus pula kita perhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka. Beberapa peneliti, menyatakan bahwa uterus sembuh dengan regenerasi serabut-serabut otot, tidak dengan pembentukan jaringan parut. Pendapat ini didasarkan hasil pemeriksaan histologik pada tempat insisi dan 2 pengamatan penting. Pertama, bahwa pada pemeriksaan pandang sebelum uterus dibuka pada saat bedah caesar ulang biasanya tidak ditemukan bekas irisan pertama, atau paling banyak hanya dijumpai suatu parut berbentuk garis yang hampir tak terlihat. Kedua, bila uterus diangkat setelah melakukan fiksasi seringkali tak dijumpai parut atau hanya terlihat suatu cekungan dangkal vertikal pada permukaan dalam dan luar dinding depan uterus tanpa adanya jaringan parut diantaranya. Penyembuhan luka pada uterus hamil terjadi dengan cara pembentukan jaringan ikat. Proses ini berjalan sebagai berikut yaitu setelah dilakukan sayatan maka antara kedua sisi luka timbul eksudat, pembentukan dan deposit fibrin, proliferasi dan infilrasi fibroblast, kemudian terbentuklah jaringan parut. Jaringan parut kemudian menarik kedua sisi otot sehingga hampir tidak tampak lagi jaringan parutnya. Penyembuhan luka pada uterus adalah unik. Sayatan yang dilakukan adalah sayatan pada suatu dinding organ yang terdiri dari otot halus. Atau ada pula sayatan pada tempat yang sebagian besar terdiri atas jaringan ikat. Di sini ada faktor mekanik berupa kontraksi dan retraksi yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Badan uterus akan mengecil 1/4- 1/5 dari ukuran semula. Suatu sayatan longitudinal sepanjang 10 cm akan cepat mengecil membentuk parut sepanjang 2 cm. Sayatan pada segmen bawah rahim akan mengecil lebih lambat. Pada kehamilan berikutnya serabut-serabut otot mengalami pemanjangan dan perubahan konsistensi. Daerah jaringan parut relatif statis, konsistensi jaringan parut mengalami perubahan menjadi lebih lunak mirip dengan perubahan yang dialami jaringan fibromuskular servik dikala awal

persalinan. Perubahan tampak nyata pada miometrium tidak pada jaringan fibrous parut. Perlu diperhatikan juga resiko terjadinya perlengketan. Ini tampak lebih nyata pada pasien yang dilakukan pengirisan dinding perut secara membujur daripada yang melintang (pfanenstiel). Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah kebutuhan oksigen jaringan, suhu, adanya proses infeksi, kerusakan jaringan, antiseptik, sirkulasi darah dan limfe, tempat yang bergerak. Tindakan aseptik bukanlah jaminan untuk mencegah timbulnya infeksi, tetapi lebih dari itu persiapan tindakan bedah yang baik, keadaan umum dan imunitas penderita, pencegahan perdarahan dan syok, serta seleksi penderita yang memadai turut memengaruhi keberhasilan. IV. RUPTUR UTERUS PADA PERSALINAN PASCA BEDAH CAESAR Ruptur uterus secara anatomis dibedakan menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptur uteri komplit terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan dehisens terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus dan tidak terjadi perdarahan. Ruptur uterus mengacu kepada pemisahan insisi uterus lama disertai ruptur membran janin sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum berhubungan. Seluruh atau sebagian dari janin atau plasenta menonjol ke dalam rongga peritoneum. Pada dehisens uterus, membran janin utuh dan janin atau plasenta, atau keduanya, tidak keluar ke dalam rongga peritoneum ibu. Ruptur uterus umumnya bermanifestasi sebagai deselerasi memanjang denyut jantung janin, bradikardi, atau dapat hilang sama sekali. Kurang dari 10 % wanita yang mengalami ruptur uterus mengalami nyeri dan perdarahan

sebagai temuan utama. Temuan klinis lain yang berkaitan dengan ruptur uterus adalah iritasi diafragma akibat hemoperitoneum dan tidak diketahuinya tinggi janin yang terdeteksi sewaktu pemeriksaan dalam. Beberapa wanita mengalami penghentian kontraksi setelah ruptur. Penatalaksanaan ruptur uterus antara lain adalah sesar darurat atas indikasi gawat janian, terapi pendarahan ibu, dan perbaikan defek uterus atau histerektomi jika perbaikan dianggap tidak mungkin. Angka ruptur uterus pada wanita dengan riwayat insisi vertikal yang tidak meluas hingga ke fundus masih diperdebatkan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999) menyimpulkan bahwa bukti ilmah masih inkonsisten atau terbatas, wanita dengan insisi vertikal di segmen bawah uterus yang tidak meluas ke fundus dapat menjadi kandidat untuk VBAC. Sebaliknya, riwayat insisi uterus klasik atau berbentuk T dianggap kontraindikasi untuk VBAC. Namun, berdasarkan indikasi insisi vertical saat ini, hanya sedikit insisi yang tidak meluas hingga ke segmen aktif. Dalam mempersiapkan laporan operasi setelah insisi uterus vertical jenis apapun, perlu didokumentasikan secara pasti luas jaringan parut dengan suatu cara yang tidak dapat disalahartikan oleh dokter berikutnya. Angka Ruptur Uterus Berdasarkan Jenis dan Lokasi Insisi Uterus Sebelumnya Tipe insisi uterusPerkiraan ruptur (%) Klasik 4-9 Bentuk T 4-9 Vertikal rendah 1-7 Tranversal rendah 0.2-0.5 American College of Obstetricians and Gynecologists : Vaginal birth after previous caesarean delivery.

Secara umum, angka terendah kejadian ruptur dilaporkan untuk insisi tranversal rendah dan tertinggi untuk insisi yang meluas hingga ke fundusinsisi klasik. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan baik, sehingga parut lebih kuat. Angka ruptur uterus juga dilaporkan tinggi (sekitar 8%) pada wanita dengan riwayat sesar dan malformasi uterus unikornuata, bikornuata, didelfis, dan septata. Wanita yang pernah mangalami ruptur uterus lebih besar kemungkinannya mengalami kekambuhan. Mereka yag rupturnya tebatas di segmen bawah memiliki resiko kekambuhan sekitar 6% pada persalinan selanjutnya, sedangkan mereka yang rupturnya mencakup uterus atas memiliki resiko kekambuhan sekitar 1 dalam 3. Ruptur uteri pada luka bekas seksio sering sukar sekali didiagnosis. Tidak ada gejala-gejala yang khas seperti ruptura pada rahim yang utuh. Mungkin hanya ada perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri pada daerah bekas luka. Oleh karena itu, ruptura semacam ini disebut silent rupture (ruptura yang tenang atau tidak terjadi robekan secara mendadak). Gambaran klinisnya sangat berbeda dengan gambaran klinis ruptura uteri pada uterus yang utuh. Hal ini disebabkan oleh ruptura yang biasanya pada luka bekas seksio terjadi sedikit demi sedikit penipisan jaringan di sekitar bekas luka untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri, lagi pula perdarahan pada ruptur bekas luka seksio sesarea profunda terjadi retroperitoneal hingga tidak menyebabkan gejala perangsangan peritoneum. Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada VBAC, meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya VBAC. Adapun faktor risiko itu adalah :

Riwayat Persalinan , meliputi : a. Jenis parut (tipe insisi operasi sebelumnya)

The incision made in the uterine wall for a cesarean birth may be low transverse, low vertical, or high vertical. The type of incision made in the skin may not be the same type of incision made in the uterus. Insisi transversal rendah risikonya, 0,2-1,5% , insisi vertikal rendah resikonya 1-7% dapat dipertimbangkan untuk VBAC, sedangkan insisi klasik (vertikal tinggi) resikonya sebesa 4-9% dan tidak direkomendasikan untuk VBAC, T-shaped resikonya 4-8% tidak direkomendasikan untuk VBAC. b. Cara penjahitan uterus pada operasi sebelumnya

Memang masih menjadi kontroversi tersendiri, beberapa penelitian mengatakan tidak ada perbedaan risiko ruptur uteri pada penjahitan secara single atau double layer, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa penjahitan single layer berisiko 4 kali lipat mengalami ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dibandingkan double layer. c. Jumlah SC sebelumnya Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya. Secara spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus pada wanita yang mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar dibandingkan dengan riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and Gynecologists mengambil posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar transversal-rendah dapat dijadikan kandidat untuk VBAC. d. Riwayat persalinan pervaginam Suatu penelitian yang sangat besar menunjukkan efek protektif yang signifikan dari riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea satu kali, dan mungkin merupakan faktor protektif juga pada bekas seksio sesarea dua kali. Penelitian kohort yang besar oleh Zelop dkk. menemukan bahwa riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea menurunkan resiko terjadinya ruptur uterus. Ruptur 1,1% terjadi pada wanita tanpa riwayat

persalinan pervaginam dan hanya 0,2% pada wanita yang pernah mengalami persalinan pervaginam setelah seksio sesarea. e. Interval persalinan Shipp dkk. menyatakan bahwa waktu yang pendek antara seksio sesarea dan percobaan persalinan pervaginam berikutnya dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur uterus karena tidak tersedia waktu yang adekuat untuk penyembuhan luka. Wanita dengan interval persalinan kurang dari 18 bulan, mempunyai resiko 2,3% dibandingkan dengan yang intervalnya lebih dari 18 bulan yaitu 1%. f. Demam post partum setelah SC Deman post partum SC merupakan suatu predisposisi penyembuhan luka yang jelek dan pada beberapa tempat hal ini merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya VBAC. g. Indikasi Sesar Sebelumnya Angka keberhasilan untuk percobaan persalinan sedikit banyak bergantung pada indikasi sesar sebelumnya. Angka keberhasilan agak meningkat jika sesar sebelumnya dilakukan atas indikasi presentasi bokong atau distress janin dibandingkan jika indikasinya adalah distosia. Faktor prognostik yang paling mendukung adalah riwayat pelahiran pervaginam. h. Sterilisasi Elektif Keinginan untuk sterilisasi permanen pada seorang wanita dengan riwayat sesar bukan merupakan indikasi untuk mengulang sesar karena

morbiditas akibat persalinan pervaginam dan ligasi tuba pascapartum jauh lebih kecil daripada morbiditas akibat sesar berulang. Faktor Ibu a. Umur Suatu studi oleh Shipp dkk menyatakan bahwa usia diatas 30 tahun mungkin berhubungan dengan kejadian ruptur yang lebih tinggi. b. Anomali uterus Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus.

Karakteristik kehamilan saat ini a. Makrosomia Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin karena terjadinya distensi uterus. b. Kehamilan ganda Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita, tidak terjadi ruptura uteri. c. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU)

Ketebalan SBU dapat diperiksa dengan USG. Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm; 0,6% bila 2,6-3,5 mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm d. Malpresentasi Flamm dkk. melaporkan tidak terjadi ruptur pada 56 pasien yang dilakukan versi luar pada presentasi bokong saat hamil aterm, namun karena tidak ada data yang definitif, prosedur ini mungkin bisa berhubungan dengan terjadinya ruptur uterus. V. KEBERHASILAN VBAC Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 60 80 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri (rahim robek) sekitar 0,5 1,5 %, histerektomi (operasi pengangkatan rahim), cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Angka keberhasilan VBAC bergantung pada indikasi seksio sesarea sebelumnya. Jika indikasi operasi sebelumnya karena faktor menetap seperti panggul sempit, jelas tidak boleh melakukan VBAC. Tetapi VBAC sering berhasil jika indikasi operasi sebelumnya adalah presentasi bokong, fetal distress, partus tak maju atau partus macet. Pada partus tak maju, VBAC akan mempunyai keberhasilan lebih tinggi jika operasi sebelumnya dilakukan pada pembukaan lebih dari 5 cm. Hoskins dan Gomez (1997) menganalisis angka kejadian VBAC pada 1917 wanita dalam kaitannya dengan besar pembukaan serviks yang dicapai sebelum dilakukan seksio sesarea sebelumnya atas indikasi distosia. Angka keberhasilan VBAC adalah 67% untuk yang seksio sesarea pada pembukaan servik 5 cm atau kurang, dan 73% untuk pembukaan 6-9 cm. Angka keberhasilan VBAC turun menjadi 13% apabila distosia didiagnosis pada kala dua persalinan. Untuk menentukan keberhasilan persalinan pervaginam setelah seksio

sesaria (VBAC) dalam suatu penelitian observasional yang melibatkan 5022 pasien, Bruce L. Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD membuat Admission Scoring System berikut: No. Kriteria 1 Usia dibawah 40 tahun 2 Riwayat persalinan pervaginam: - sebelum dan setelah seksio sesarea - setelah seksio sesarea pertama - sebelum seksio pertama - Belum pernah Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan 3 persalinan 4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit - > 75% - 25 75 % - < 25% 5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 cm Interpretasi: Nilai 0 2 : 49% Nilai 3 8 : 50 94% Nilai 8 10: 95% kemungkinan persalinan pervaginam kemungkinan persalinan pervaginam kemungkinan persalinan pervaginam. Nilai 2 4 2 1 0 1 2 1 0 1

(Dikutip dari: Klein GH. Commentary and review: vaginal birth after cesarean delivery: an admission scoring system).

VI. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI VBAC

Rekomendasi American College of Obstetricians and Gynecologists (1999) untuk Pemilihan Kandidat Persalinan per Vaginam Setelah Sesar (VBAC) Kriteria seleksi 1. Riwayat satu atau dua seksio sesarea dengan insisi transversal rendah 2. Panggul secara klinis lapang 3. Tidak ada jaringan parut uterus lain atau riwayat ruptur 4. Tersedia dokter selama persalinan aktif yang mampu memantau persalinan dan melakukan sesar darurat (dalam waktu 30 menit) 5. Ketersediaan anestesi dan petugasnya untuk sesar darurat Beberapa persyaratan lainnya antara lain : 1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin lintang, sungsang, bayi besar, plasenta previa. 2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan). 3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda persalinan. 4. Tersedia darah untuk transfusi. 5. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya 6. Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu 41 minggu ). 7. Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal 8. Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam 9. Tidak ada tanda-tanda infeksi 10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST. Kontraindikasi Mutlak

1. ). 2. apapun. 3. 4. 5. 6. 7. score rendah. 8.

Seksio sesarea terdahulu adalah seksio korporal ( klasik Adanya APB ( Ante Partum Bleeding ) oleh sebab Terbukti bahwa seksio sebelumnya adalah karena CPD Malpresentasi atau malposisi. Bayi besar ( makrosomia ). Seksio sesaria lebih dari satu kali. Kehamilan post term ( > 42 minggu ) dengan pelvic Terdapat tanda-tanda hipoksia intrauterin ( dari

( Cephalo Pelvic Dysproportion).

frekuensi bunyi jantung janin, NST ataupun CST ). Kontraindikasi Relatif 1. 2. 3. hari ) 4. Terdahulu adalah operasi miomektomi multipel. Kehamilan kembar / gemeli Hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeklamsia. Seksio terdahulu pasien dirawat lebih dari kewajaran ( > 7

VIII. MANFAAT VBAC 1. lebih sedikit. 2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi darah. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat

jika ibu ingin hamil lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya

3. 4. 5. ibu.

Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada DAFTAR PUSTAKA

1. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet Gynecol 2004; 104:203. 2. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after previous cesaean delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC. 3. Cunningham, Leveno, Bloom, et al.2005. Obstetry Williams. EGC : Jakarta. 4. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an admission scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10. 5. Macones, GA, Peipert, J, Nelson, DB, et al. Maternal complications with vaginal birth after cesarean delivery: a multicenter study. Am J Obstet Gynecol 2005;193:1656. 6. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi. EGC : Jakarta. 7. Winknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan : Ruptura Uteri pada Parut Uterus. 670-672. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.

Вам также может понравиться