Вы находитесь на странице: 1из 23

askep polisitemia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil. Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia. Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban. Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan oleh beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah anggota dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau sebagai target untuk terapi masa depan.

Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahun-tahun.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari polisitemia? 2. Bagaimana gejala polisitemia? 3. Apa penyebab polisitemia? 4. Apa komplikasi polisitemia? 5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia? 6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia? 7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?

1.3 TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu Polisitemia 2. Tujuan khusus a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia. b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Polisitemia. c. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN POLISITEMIA Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah.

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera. Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing. Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.

2.2 ETIOLOGI 1. Polisitemia primer Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah. 2. Polisitemia sekunder polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti: a. tumor hati,

b. tumor ginjal atau sindroma Cushing c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah, dan penyakit jantung. Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

2.3 MANIFESTASI KLINIS Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari : 1. Hiperviskositas Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan : o Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit. o Penurunan laju transpor oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas. 2. Penurunan shear rate Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal. 3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL). Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV. 4. Basofilia (hitung basofil >65/mL) Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin. 5. Splenomegali Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular. 6. Hepatomegali Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular. 7. Laju siklus sel yang tinggi Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera. 8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.

Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis. 9. Muka kemerah-merahan (Plethora ) Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit. 10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas. 11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.

2.4 PATOFISIOLOGI Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. 1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan. 2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat. 3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia. Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat

pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui. Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainankelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah. Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor. Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.

Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk hematopoietik adalah sebagai berikut: 1 tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik

adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel induk hematopoietik normal.

Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3 GMCSF dan sistem cell faktor. Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :

Fase eritrositik atau fase polisitemia. Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah dalam batasan normal.

Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ). Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya menetap. Fase mielofibrotik Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal. Fase terminal Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

Pathway klik disini

2.5 KOMPLIKASI Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk Kemungkinan Komplikasi a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan. b. Batu Ginjal Asam urat c. Gagal jantung d. Leukemia / leukositosis e. Myelofibrosis f. Penyakit ulkus peptikum g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema). 2. Pemeriksaan Darah Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah. 3. Pemeriksaan Sumsum tulang Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).

2.7 PENATALAKSANAAN Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.

Tujuan terapi yaitu: 1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit) 2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal. 3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

Prinsip terapi 1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi. 2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali. 3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)

4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda. 5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik. Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan: Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis Leukositosis progresif Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

1.

Terapi PV

a. Flebotomi Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.

b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai

hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%. c. Fosfor Radiokatif (P32) Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama. d. Kemoterapi Biologi (Sitokin) Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).

2. Pengobatan pendukung 1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.

2.

Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).

3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2. 4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin. 5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA 3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas klien meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama 2. Keadaan dan keluhan utama Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe 3. Riwayat penyakit dahulu -adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal

-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis -adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi. 4. Riwayat penyakit keluarga -Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit yang diderita klien saat ini -adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien -adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia 5. Riwayat penyakit sekarang -apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang dideritanya(anemia) 6. Data sosial,psikologis dan agama -Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan pengobatan misal penolakan transfusi darah -adanya depresi 7. Data kebiasaan sehari-hari a. Nutrisi Penurunan masukan diet masukan diet rendah protein hawan kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat

b. Aktivitas istirahat -frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur c. Eliminasi BAK dan BAB -Frekuensi,warna,konsistensi dan bau

1. PENGKAJIAN a. Sistim Sirkulasi Gejala :

riwayat kehilangan darah kronis riwayat endokarditis infektif kronis palpitasi Tanda: Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T jika terjadi takikardia. Denyut nadi : takikardi dan melebar Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku) Sklera : Biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi) Kuku : Mudah patah. Rambut : Kering dan mudah putus.

b. Sistim Neurosensori Gejala: sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan berkosentrasi imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki sensasi menjadi dingin Tanda: c. Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis Mental : tak mampu berespon. Oftalmik : Hemoragis retina. Gangguan koordinasi. Sistim Pernafasan Gejala: -napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas

Tanda : -Takipnea,ortopnea, dan dispnea d. Sistim Nutrisi Gejala: -penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah -nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring) -mual muntah,dyspepsia,anoreksia -adanya penurunan berat badan Tanda: -Lidah tampak merah daging -Membran mukosa kering dan pucat. -Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas. -Stomatitis dan glositis. -Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah) e. Sistim Aktivitas/ Istirahat Gejala: Keletihan,kelemahan,malaise umum kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja toleransi terhadap latihan rendah kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak Tanda: Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia,tubuh tidak tegak

f.

Sistim Seksualitas Gejala: -hilang libido(pria dan wanita)

-impoten Tanda: -Serviks dan dinding vagina pucat.

g. Sistim Keamanan dan Nyeri Gejala: -riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia -riwayat kanker -tidak toleran terhadap panas dan dingin -transfusi darah sebelumnya -gangguan penglihatan -penyembuhan luka buruk -sakit kepala dan nyeri abdomen samar

Tanda: -Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam. -Limfadenopati umum -Petekie dan ekimosis. -Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.

3.2 1.

DIAGNOSA

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan kebutuhan/kelelahan

3.3

INTERVENSI RASIONAL

NO NO.DX TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI HASIL 1 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Px menunjukkan perfusi ade kuat : tanda vital stabil, membrane merah muda, pengisian kapiler baik tidur sesuai toleransi 2. Tinggikan kepala tempat Mandiri

1. Awasi tanda vital, kaji 1. Memberikan informasi pengisian kapiler dan warna kulit atau membrane mukosa. tentang derajat/ keadikuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan interfensi 2. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigennasi untuk kebutuhan seluler kecuali bila ada hipotensi

3. Dispnea, gemericik 3. Kaji pernafasan, auskultasi bunyi napas menunjukkan adanya peningkatan kompensasi jantung untuk pengisian kapiler 4. Catat keluhan rasa 4. Vasokonstriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer.

dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi Kolaborasi 5. Awasi pemeriksaan

Laboratorium : Hb,Ht, 5. Kenyamanan pasien Jumlah SDM, GDA akan kebutuhan rasa hangat harus seimbang untuk mengindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ) 6. Berikan transfusi darah (SDM darah lengkap/ packed, produk darah sesuai dengan indikasi). Awasi ketat untuk komplikasi tranfusi

6. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan ataupun respon terhadap terapi. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan

Setelah dilakukan tindakan

Mandiri : 1. Kaji riwayat nutrisi 1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan interfensi

keperawatan selama 1x24 jam maka akan2. Observasi intake nutrisi menunjukkan: peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium 3. normal, tidak mengalami tanda malnutrisi, Berikan intake nutrisi sedikit tapi sering

pasien, timbang berat 2. Mengawasi masukan badan setiap hari. kalori atau kualitas kekurangan nutrisi, mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi. 3. Intake yang sedikit tapi sering menurunkan

menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk menigkatkan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. 4. Observasi adanya mual muntah dan gejala lain yang berhubungan

kelemahan dan meningkatkan pemasukan serta mencegah distensi gaster. 4. Gejala gastrointestinal 5. Jaga hygiene mulut yang dapat menunjukkan efek hipoksia pada organ.

5. Meningkatkan nafsu 6. Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas atau terlalu asam sesuai indiksi bila perlu berikan suplemen nutrisi Kolaborasi 7. Kolaborasi dengan ahli gizi. makan dan intake oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan infeksi

6. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi intake makanan yang dapat ditoleransi pasien, meningkatkan masukan protein dan kalori.

8. Pantau pemeriksaan Lab : Hb, Ht, BUN, Albumin, Protein, Transferin, Besiserum, B12, Asam folat. 9. Berikan pengobatan sesuai dengan indikasi 7. Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual. 8. Meningkatkan

misalnya : - Vitamin dan suplemen mineral : Vitamin B12, Asam folat dan Asam askorbat (vitamin C)

efektivitas program pengobatan termasuk sumber diet nutrisi yang diperlukan.

9. Kebutuhan penggantian tergantung tipe pada masukan oral yang buruk dan difesiensi yang diidentifikasi

Setelah dilakukan tindakan

Mandiri : 1. Kaji kemampuan klien 1. Mempengaruhi pilihan untuk aktivitas, catat adanya kelemahan 2. Manifestasi kardiopolmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ade kuat ke jaringan. intervensi atau bantuan

keperawatan selama 1x24 jam diharapkan ada peningkatan toleransi aktivitas, menujukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi misalnya: nadi, pernafasan dan

2. Awasi dan kaji TTV selama dan sesudah aktivitas, catat respon terhapad tingkat aktivitas seperti denyut jantung, pusing, dispnea, takipnea.

pertahanan darah 3. Berikan bantuan dalam dalam rentang normal aktivitas dan libatkan keluarga 4. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi dengan tehnik penghematan energi serta menghentikan aktivitas jika palpitasi, nyeri dada, napas pendek, atau terjadi pusing. 4. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot, dengan membatasi adanya kelemahan, serta menghindari terjadinya regangan/ stress kardiopolmonal yang dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan. 3. Meningkatkan harga diri pasien.

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah. Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing. Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut. Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.

4.2 SARAN Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari Rekanrekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta Buku Kedokteran. EGD. 2. Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru. 3. Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002 4. Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html. 5. Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com 6. http://kupukupudanpelangi.blogspot.com/2009/06/herpes-dan-jus-pel 7. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_PenilaianHasilPem eriksaan.html

Вам также может понравиться