Вы находитесь на странице: 1из 12

Berdasarkan level anatomi dimana fraktur terjadi, fraktur proccesus odontoid dibagi 3 tipe (Anderson dan DAlonzo), yaitu3,4

: Tipe I Terjadi avulsi ujung dens pada sisi insersi dari lig.alar. Fraktur ini termasuk stabil. Sering kali berhubungan dengan dislokasi atlanto occipital Tipe II Terjadi pada dasar dari dens dan merupakan fraktur odontoid tersering.Kebanyakan fraktur ini nonunion. Tipe III Terjadi ketika garis fraktur meluas ke badan C2. Segmen fraktur pada fraktur tipe II dan III dapat berpindah ke anterior, lateral atau posterior. Kebanyakan terjadi pergeseran ke posterior, sehingga cedera medulla spinalis karena fraktur tipe ini besar (10%). Mekanisme terjadinya fraktur odontoid, sampai saat ini masih belum jelas.8 Cedera medulla spinalis dapat terjadi beberapa menit setelah cedera. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder.9 Mekanisme cedera sekunder terjadi karena :9 1. Radikal bebas Radikal bebas ditimbun bila cedera, karena terputusnya reaksi kimia. Terjadi kerusakan mitokondria yang melepaskan oksigen radikal bebas atau superoksid. Superoksid dismutase atau SOD dan katalase secara normal menetralkan oksigen radikal bebas. SOD mengubah superoksid menjadi H2O2 dan katalase menguraikan H2O2 menjadi O2 dan H2O. Ditambahkan, otak dan medulla spinalis mengandung anti oksidan dengan kadar yang tinggi seperti asam askorbat, glutation dan vitamin E yang mencari radikal bebas. Akibatnya pada jaringan cedera, terjadi peningkatan produksi radikal bebas, pelepasan antioksidan endogen dan kerusakan SOD. Ini akan merusak lipid/protein yang menghasilkan radikal bebas. 2. Influks Ca berlebihan dan eksitotoksisitas Ca++ berada dalam cairan ekstraseluler. Bila terjadi cedera, Ca++ akan masuk ke dalam intrasel dan mengaktifkan enzim yang memecah lipid dan protein seperti fosfolipase dan protease. Glutamat (neurotransmitter excitatory) merusak neuron pada tempat masuk Ca++ dan Na di reseptor NMDA. Pada medulla spinalis yang cedera glutamat dan asam amino lain dilepaskan ke ekstraseluler. Oleh karena itu penghambat reseptor glutamat merupakan neuroprotektif pada model trauma. Data terbaru menyarankan penggunaan opiat untuk mengatur pelepasan glutamat ekstraseluler. Hal ini menjadi alasan tentang penggunaan reseptor opiat bloker untuk cedera medulla spinalis. 3. Eicosanoid dan sitokin Pada sel yang cedera terjadi pemecahan membran yang melepaskan FFA terutama asam arakidonat. Enzim siklooksigenase dan lipoksigenase mengubah arakidonat menjadi prostaglandin dan leukotriene yang merupakan zat-zat inflamasi yang lepas pada cedera medulla spinalis. Juga merupakan faktor poten terjadinya pembengkakan sel. Obat-obat anti inflamasi seperti indometasin dan glukokortikoid dapat mengurangi pelepasan eucosanoid pada medulla spinalis yang cedera. Jenis sitokin dan sel-sel imun apa yang masuk pada medulla spinalis yang rusak belum diketahui. Beberapa sel berubah menjadi debris seperti yang terjadi pada inflamasi. Sel makrofag, monosit dan mikroglia melepaskan zat-zat yang mengatur pemulihan cedera. Zat-zat yang secara potensial menguntungkan dilepas oleh sel-sel ini adalah

sitokin, PGF- (Transforming Growth factor Betta) dan GM-CSF (Granulosid Macrofage Colony Stimulating Factor) dan beberapa growth factor lain. Hasil sitokin seperti TNF dan IL1, Superoksid dan NO berperan pada kerusakan oksidatif. Tidak jelas apakah zat-zat ini merugikan atau menguntungkan pada cedera medulla spinalis. 4. Programmed cell death (apoptosis) Neuron yang kehilangan neurotropik akan mati selama berkembang sebelum mencapai targetnya. Begitu juga kematian sel akibat kalium yang rendah, sitokin, HIV dan hormon-hormon tertentu. Oleh karena tipe sel yang mati memerlukan sintesa protein baru, seringkali disebut programme cell death. Sel-sel mati ini mempunyai perbedaan patologis dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin nuclear yang padat. Keadaan ini disebut apoptosis. Apoptosis dianggap menyebabkan masuknya Ca danactivated fosfatase berlebihan. Fosfatase inhibitor seperti siklosporin A mencegah apoptosis. Selain itu glukostiloid juga dapat mencegah terjadinya programmed cell death. Cedera juga dapat memacu mekanisme apoptosis di dalam medulla spinalis. Kecacatan yang terjadi setelah cedera medulla spinalis tergantung pada beratnya cedera. Destruksi dari serabut-serabut saraf yang membawa sinyal motorik ke tubuh dan ekstremitas akan mengakibatkan kelumpuhan (paralysis). Begitu juga dengan serabut sensorik. Konsekuensi lain adalah meningkatnya refleks, hilangnya BAB dan BAK, disfungsi seksual atau menurunnya kapasitas bernapas, kegagalan refleks batuk dan spastisitas. Diagnosis 1,3,6,8 Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologik. Menurut Hanson dkk, kemungkinan besar terjadi fraktur servikal jika ditemui: - Parameter mekanisme cedera: KLL dengan kecepatan yang tinggi Tabrakan pejalan kaki dengan kendaraan Jatuh dari ketinggian lebih dari 10 feet - Parameter penilaian pasien: Fraktur tengkorak Perdarahan intracranial Tanda neurologis yang mengarah ke spinal Penurunan kesadaran pada saat pemeriksaan Menurut skala Frankel yang telah dimodifikasi, cedera medulla spinalis dibagi : A = cedera komplit, bila tidak ada fungsi motorik dan sensorik dibawah level cedera, khususnya pada segmen S4-S5. B = cedera inkompit, hanya fungsi sensorik yang ada di bawah level neurologik kadang di segmen S4-S5 C = cedera inkomplit, beberapa fungsi motorik ada dibawah level cedera dan lebih dari setengah otot dibawah pada level ini mempunyai kekuatan otot kurang dari 3. D = cedera inkomplit, fungsi motorik ada dibawah level cedera dan kebanyakan otot kekuatannya lebih dari 3 E = Fungsi motorik dan sensorik normal. Berikut ini pendekatan algoritma untuk mengeksklusi cedera servikal (diagram1)8 Pemeriksaan X foto cervical merupakan pemeriksaan rutin di IGD yang dilakukan pada pasien dengan riwayat nyeri atau trauma di leher.3 Pemeriksaan radiologi pada cedera leher meliputi: X foto servikal 3 posisi : AP, lat dan odontoid (open mouth view) CT Scan dari basis cranii sampai torakal atas (T1-2), potongan axial 1 mm MRI untuk mengevaluasi medulla spinalis. Pemeriksaan CT scan dapat mendeteksi fraktur servikal pada pasien yang beresiko tinggi sekitar 10 %. Dengan pemeriksaan fisik dapat dideteksi adanya fraktur servikal

sebanyak 0,2% pada pasien yang beresiko rendah. Sepuluh persen pasien dengan fraktur di basis cranii, wajah atau torakal bagian atas mengalami fraktur servikal. (Hanson et all, 2000).1 Pada masa akut dapat terjadi spinal shock. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya somatic motor, sensorik dan fungsi simpatetik otonom karena cedera medulla spinalis. Makin berat cedera medulla spinalis dan makin tinggi level cedera, durasi spinal shock makin lama dan makin besar pula. Spinal shock ini timbul beberapa jam sampai beberapa bulan setelah cedera medulla spinalis. Untuk mencegah keraguan apakah gejala yang ditemukan akibat spinal shock atau bukan, direkomendasikan guideline : 1. Berasumsi bahwa somatik motor dan defisit sensorik yang berhubungan dengan spinal shock hanya terjadi kurang dari 1 jam setelah cedera. 2. Berasumsi bahwa refleks dan komponen otonom dari spinal shock dapat terjadi beberapa hari sampai beberapa bulan, tergantung beratnya cedera medulla spinalis 3. Menyimpulkan bahwa defisit motorik dan sensorik yang menetap lebih dari 1 jam setelah cedera disebabkan oleh perubahan patologis jarang karena efek fisiologis dari spinal shock. Pada pasien ini diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya riwayat kecelakaan lalu lintas, kelemahan anggota gerak, gangguan BAB dan BAK, dan riwayat leher ditarik (traksi). Pada status neurologis ditemukan adanya tetraparesis UMN, propioseptif ekstremitas bawah terganggu, dan adanya retensi uri et alvi. Pemeriksaan MRI cervical menunjukkan adanya fraktur CI dengan dislokasi ke posterior. Spondilolistesis berat CI-CII fraktur proccesus odontoid. Stenosis berat medulla spinalis setinggi CI-CII. Sehingga diagnosis fraktur atlas dan fraktur proccesus odontoid dapat ditegakkan. Secara anatomis proccesus odontoid melekat erat pada aspek posterior dari arcus anterior C1, sehingga fraktur pada cincin C1 juga sering disertai fraktur proccesus odontoid.3 Pada pasien ini terjadi fraktur atlas dan procesus odontoid dan termasuk dalam fraktur yang tidak stabil. Adanya dislokasi ke posterior menyebabkan stenosis pada medulla spinalis. Berdasarkan modifikasi skala Frankel, pasien ini termasuk skala D, dimana terdapat gangguan motorik, tetapi kekuatan otot lebih dari 3. Ditemukannya defisit neurologis pada pasien ini menunjukkan adanya cedera medulla spinalis akibat destruksi serat saraf yang membawa signal motorik, sensorik dan otonom, sehingga terjadi gangguan fungsi tersebut 9,11. Pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan CT Scan, sehingga gambaran tipe fraktur atlas dan proccesus odontoid tidak dapat ditentukan. Adanya leukositosis pada pasien ini mungkin disebabkan oleh infeksi yang kemungkinan besar berasal dari saluran kencing, karena sejak 1 bulan yang lalu pasien menggunakan folley kateter. Komplikasi infeksi akibat penggunaan kateter sangat sering terjadi, tapi penggunaan antibiotik untuk profilaksis masih kontraversi.4 Pada pasien dengan kelainan SSP berupa penyakit autoimun, infeksi,trauma atau vaskuler dapat terjadi hiponatremi yang disebabkan olehSyndrome of inappropriate ADH (SIADH). SIADH ditandai oleh adanya hipotoni hiponatremi, euvolemi, Na urine tinggi dan osmolalitas tinggi12. Hasil pemeriksaan Na darah pada pasien ini sangat rendah, dengan osmolalitas yang rendah juga dan secara klinis saat MRS euvolemi, sehingga dapat disimpulkan pada penderita ini terjadi hipotoni hiponatremi. Pasien dengan euvolemi hiponatremi, harus dilakukan pemeriksaan konsentrasi Na urine dan osmolality differentiate. Disamping itu pasien ini mengalami trauma medulla spinalis sehingga kemungkinan pada pasien ini penyebab hiponatremi adalah karena Syndrome of inappropriate ADH (SIADH).

Penatalaksanaan8,9,13 Manajemen awal di IGD, dimulai dengan ABC ( lihat diagram 2 )4. Pada lesi servikal bagian atas, ventilasi spontan akan hilang, sehingga mungkin perlu intubasi (diagram 3)4. Atasi syok bila ada. Lakukan pemeriksaan yang teliti, apakah ada cedera medulla spinalis. Bila dicurigai ada cedera servikal dilakukan imobilisasi. Imobilisasi dapat dilakukan dengan backboard, cervical ortosis, bantal pasir, dantape on forehead. Ada 2 jenis collar neck, yaitu soft collars dan reinforced (Philadelphia type) collar. Soft collar minimal membatasi pergerakan leher. Biasanya hanya digunakan pada spinal yang stabil, seperti pada spasme otot servikal. Hard collar bentuknya mirip soft collar, terbuat dari polietilen, untuk memberikan tambahan sokongan, tapi collar ini juga hanya minimal membatasi pergerakan leher. Philadelphia collar biasanya digunakan untuk fraktur servikal tanpa pergeseran atau dengan pergeseran yang minimal. Collar ini membatasi gerakan leher lebih baik dibanding soft collar. Terutama membatasi pergerakan servikal bagian atas. elakang Penemuan sinar X oleh Prof. Willem Conrad Roentgen pada penghujung tahun 1895 telah membuka cakrawala kedokteran dan dianggap sebagai salah satu tonggak sejarah yang paling penting untuk saat itu. Ilmu Radiologi adalah bagian dari ilmu kedokteran yang memiliki peranan penting dalam proses penegakkan diagnosa. Untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit yang terletak didalam tubuh memerlukan pemeriksaan radiodiagnostik. Dengan pemeriksaan ini organ-organ yang berada dalam tubuh dapat diperlihatkan melalui gambaran atau pencitraan radiografi. Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa sinar X ini bukan hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit tetapi juga dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit kanker (radioterapi, onkologi radiasi). Pemeriksaan processus odontoid, pemeriksaan jenis ini adalah pemeriksaan radiologi yang jarang kita temui di unit radiologi. Namun, Pemeriksaan ini juga membutuhkan pengevaluasian agar gambar tampak lebih jelas dan dapat memberikan informasi yang optimal. Dari tugas yang diberikan oleh dosen Teknik Radiografi tentang pemeriksaan processus odontoid, maka dibuatlah tugas ini dengan judul TEKNIK PEMERIKSAAN PROCESSUS ODONTOID. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana teknik Open Mouth pada pemeriksaan processus Odontoid ? 2. Bagaimana teknik fuch method pada pemeriksaan processus Odontoid ? 3. Bagaimana teknik judd method pada pemeriksaan processus Odontoid ?

1.3. 1. 2. 3.

Tujuan Untuk mengetahui teknik Open Mouth pada pemeriksaan processus Odontoid Untuk mengetahui teknik fuch method pada pemeriksaan processus Odontoid Untuk mengetahui teknik judd method pada pemeriksaan processus Odontoid

1.4. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan tentang teknik pemeriksaan pada processus odontoid khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Dan pemenuhan tugas dari Dosen mata kuliah Teknik Radiografi.

BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1. PEMERIKSAAN OS PATELLA 1. Anatomi dan Fisiologi Processus Odontoid Dens (processus odontoid) adalah tonjolan dari axis (C2). Yang menunjukkan adanya penyempitan pada leher, dimana ia bergabung dengan tubuh utama dari vertebra. Kondisi dimana dens dipisahkan dari sumbu tubuh (axis) disebut os odontoideum, yang dapat menyebabkan saraf dan sirkulasi sidrom kompresi. Terletak di permukaan anterior yang berbentuk oval untuk artikulasi dengan lengkungan pada anterior atlas. Pada bagian belakang leher (dilihat dari permukaan lateral), adalah alur dangkal untuk ligamentum mirip gigi apikal. 2. Patologi Patah tulang mirip gigi paling sering terjadi akibat cedera fleksi traumatis. Pada pasienmuda mereka memerlukan banyak tenaga, seperti dalam tabrakan kendaraan bermotor, ski kecelakaan atau jatuh dari ketinggian. Pada orang tua, bahkan penurunansepele dapat menyebabkan patah tulang mirip gigi. Kematian segera dari cederameduler bisa terjadi. Tanda-tanda menyajikan lainnya termasuk sakit leher tinggiposterior / kelembutan titik dengan atau tanpa neuralgia oksipital, mengurangi rentang gerak, parathesias ekstremitas atas, dan kecenderungan untuk menahan kepalaseseorang dalam proses berbaring. Tipe I: fraktur melalui ujung sarang di stabil tetapi mungkin terkait atas ligamentum transversal; jarang; dianggap dengan atlanto-oksipital dislokasi.

Tipe II: fraktur melalui dasar leher sarang; jenis yang paling umum, biasanya tidak stabil. Tipe III: fraktur melalui tubuh dari C2, biasanya stabil. 3. Teknik Pemeriksaan Proyeksi yang sering digunakan pada pemeriksaan dens (processus odontoid) adalah dengan teknik open mouth, fuchs dan judd. Berikut adalah Teknik Radiografi dari masingmasing proyeksi tersebut. 1. OpenMouth (Proyeksi AP) PP: menempatkan pasien dalam posisi supine (terlentang). pusatkan MSP tubuh garis tengah grid. menempatkan lengan pasien sepanjang sisi tubuh dan menyesuaikan bahu berbohong pada bidang e sam horisontal. PO: menempatkan kaset di baki Bucky tjumlah dan pusat pada tingkat vertebra serviks kedua. menyesuaikan kepala pasien sehingga pesawat sagittal median tegak lurus terhadap bidang meja. memilih faktor eksposur, dan memindahkan tabung sinar-X ke posisi sehingga setiap perubahan kecil dapat dilakukan dengan cepat setelah penyesuaian akhir dari kepala pasien. posisi ini tidak mudah untuk terus, namun, pasien biasanya dapat posisi, akhir tegang terlalu lama. memiliki oppen pasien mulut selebar mungkin, dan kemudian menyesuaikan kepala

sehingga garis dari tepi bawah iincisors atas ke ujung proses mastoid tegak lurus terhadap film tersebut. * Perisai gonad * Respirasi: anjurkan pasien untuk menjaga mulut terbuka lebar dan lembut phonate "ah" selama eksposur. ini akan membubuhkan penginapan lidah lantai elatan sehingga bayangannya tidak akan diproyeksikan pada bahwa atlas dan sumbu dan akan mencegah pergerakan rahang bawah. CR: mengarahkan sinar tegak lurus pusat titik tengah dari mulut terbuka. struktur ditampilkan gambar yang dihasilkan akan menunjukkan proyeksi AP dari atlas dan sumbu melalui mulut terbuka. jika pasien memiliki kepala yang mendalam atau panjang mandibula, atlas seluruh tidak akan diperlihatkan. ketika bayangan persis ditumpangkan dari permukaan oklusal dari gigi seri tengah atas dan dasar tengkorak sejalan dengan orang-orang dari ujung proses mastoid, posittion tidak dapat ditingkatkan.

2. Fuchs method Fuchs telah merekomendasikan ini untuk proyeksi dens (processus odontoid) ketika bagian atas tidak jelas ditunjukkan dalam posisi open mouth. Pada posisi ini pasien tidak boleh mencoba jika ada fraktur yang dicurigai atau penyakit degeneratif pada daerah leher rahim bagian atas. Film: 8 x 10 di (18 x 24 cm) melintang PP: 1. menempatkan pasien dalam posisi supine(terlentang) 2. pusat bidang sagital median tubuh untuk garis tengah grid. 3. menempatkan senjata di sepanjang sisi tubuh, dan bahu sejajar bidang transversal.

PO: 1. menempatkan kaset dalam baki Bucky dan pusat ke tingkat satu tips dari proses mastoid. 2. memperpanjang dagu sampai ujung dagu dan ujung pprocess mastoid adalah vertikal. 3. addjust kepala sehingga pesawat sagittal rata-rata adalah pependicular terhadap bidang grid. 4. perisai gonad.

5. meminta pasien untuk menghentikan pernapasan untuk eksposur. CR: mengarahkan sinar tegak lurus pusat titik tengah film; memasuki leher hanya distal ke ujung dagu. stuctures ditampilkan: gambar yang dihasilkan akan menunjukkan proyeksi AP dari sarang (processus odontoid) yang berada di dalam bayangan foramen magnum. kriteria : - seluruh sarang (proses yg mirip gigi) dalam foramen magnum. - ada rotasi kepala atau leher.

3. Judd metode (proyeksi PA) Radiographer tidak harus mencoba posisi ini dengan pasien yang memiliki patah tulang yang tak tersembuhkan atau dengan pasien yang memiliki penyakit degeneratif atau fraktur yang dicurigai regio servikal atas. Film: 8 x 10 di (18 x 24 cm) melintang. PP: - Tempatkan pasien pada posisi prone. - Pusat bidang sagital median tubuh untuk garis tengah grid. - Flex siku pasien, tempatkan lengan dalam posisi yang nyaman, dan menyesuaikan bahu terletak pada bidang horizontal yang sama. PO: - Apakah pasien memperpanjang leher dan beristirahat leher dan beristirahat dagu di atas meja. - Tempatkan kaset dalam baki Bucky dan menyesuaikan sehingga titik tengah ini berpusat ke tenggorokan pada tingkat margin atas dari kartilago tiroid - Mengatur kepala sehingga ujung hidung adalah sekitar 1 inci dari meja, yaitu, garis orbitomeatal adalah sekitar 37 derajat terhadap bidang film. - Mengatur pesawat sagital median untuk tegak lurus ke meja. - Shield gonad. - Minta pasien untuk menghentikan pernapasan untuk eksposur.

CR: - Mengarahkan tegak lurus sinar pusat titik tengah film. Memasuki oksiput posterior hanya ke tingkat satu tips mastoid.

BAB III PENUTUP 1.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa : Dens (processus odontoid) adalah tonjolan dari axis (C2). Yang menunjukkan adanya penyempitan pada leher, dimana ia bergabung dengan tubuh utama dari vertebra. Kondisi dimana dens dipisahkan dari sumbu tubuh (axis) disebut os odontoideum, yang dapat menyebabkan saraf dan sirkulasi sidrom kompresi. Processus Odontoid terletak di belakang vertebra 2, sebuah perpanjangan alami atau proyeksi dari bagian tubuh suatu organisme. sebuah proses tulang, axis vertebra (poros tulang belakang), sumbu(axis), vertebra cervikalis 2 yang bergfungsi sebagai poros untuk memutar kepala. Proyeksi yang sering digunakan pada pemeriksaan dens (processus odontoid) adalah dengan teknik open mouth, fuchs dan judd. 1.2. Saran Teknik radiografi khususnya procesus odontoid agar memberikan informasi tepat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam suatu pemeriksaan atau diagnose. Radiographer hendaknya mampu memposisikan pasien senyaman mungkin dan mengambil gambar dengan tepat sehingga dapat meminimalkan terjadinya pengulangan foto, diperlukan pula ketelitian dari radiographer mulai dari pengambilan foto, pemrosesan kamar gelap, sampai pengeringannya agar diagnosa nantinya dapat ditegakkan dengan akurat.

DAFTAR PUSTAKA Cafe-radiologi.blogspot.com www.babehedi.com


DIPOSKAN OLEH RADIOL OGIHOLIC DI 20.18

LABEL: TEKNIK RADIOGRAFI

0 KOMENTAR:
Poskan Komentar Posting Lebih BaruBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

BUKU TAMU

Chat for Websites

CURSOR

JAM

VIDEO TUTORIAL

BLOG ARCHIVE

2012 (4) o Mei (4) BIODATA AKU TEKNIK PESAWAT PENGERTIAN RADIFOTOGRAFI proc.Odontoid

ABOUT ME

RADIOLOGIHOLIC MAKASSAR, SULAWESI SELATAN, INDONESIA LIHAT PROFIL LENGKAPKU

FOLLOWERS

Diberdayakan oleh Blogger.

LINKS

KALENDER

Вам также может понравиться

  • Ikterus Obstruktif
    Ikterus Obstruktif
    Документ28 страниц
    Ikterus Obstruktif
    Muhammad Hidayat
    75% (4)
  • Demam Dan Ruam Pada Anak
    Demam Dan Ruam Pada Anak
    Документ20 страниц
    Demam Dan Ruam Pada Anak
    Dhayu Mart Hindrasyah Pandia
    100% (1)
  • OBAT-OBATAN ANESTESI
    OBAT-OBATAN ANESTESI
    Документ23 страницы
    OBAT-OBATAN ANESTESI
    Salehudin Draman
    0% (1)
  • Referat Terapi Cairan
    Referat Terapi Cairan
    Документ13 страниц
    Referat Terapi Cairan
    RizdwanMohdYunus
    100% (2)
  • Laporan Kasus Pai Nas
    Laporan Kasus Pai Nas
    Документ25 страниц
    Laporan Kasus Pai Nas
    nas_fk
    100% (1)
  • HERPES
    HERPES
    Документ21 страница
    HERPES
    meutiaputri
    Оценок пока нет
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Документ14 страниц
    Presentasi Kasus
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • HERPES
    HERPES
    Документ21 страница
    HERPES
    meutiaputri
    Оценок пока нет
  • Gangguan Pada Lansia
    Gangguan Pada Lansia
    Документ45 страниц
    Gangguan Pada Lansia
    Rakha Ar-Rayyan
    100% (5)
  • Asuhan Keperawatan Apendisitis
    Asuhan Keperawatan Apendisitis
    Документ12 страниц
    Asuhan Keperawatan Apendisitis
    Zira Whiter
    Оценок пока нет
  • Obstruksi Jaundice
    Obstruksi Jaundice
    Документ25 страниц
    Obstruksi Jaundice
    Wi Ku
    Оценок пока нет
  • Apendisitis Kronis
    Apendisitis Kronis
    Документ10 страниц
    Apendisitis Kronis
    Riska Oktaviani
    100% (3)
  • Herpes Zoster1
    Herpes Zoster1
    Документ9 страниц
    Herpes Zoster1
    Hady Desko
    Оценок пока нет
  • Obstruksi Jaundice
    Obstruksi Jaundice
    Документ25 страниц
    Obstruksi Jaundice
    Wi Ku
    Оценок пока нет
  • Penyakit Jantung Koroner
    Penyakit Jantung Koroner
    Документ18 страниц
    Penyakit Jantung Koroner
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang Di Dunia Menderita Kanker
    Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang Di Dunia Menderita Kanker
    Документ3 страницы
    Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang Di Dunia Menderita Kanker
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Penyakit Jantung Koroner
    Penyakit Jantung Koroner
    Документ18 страниц
    Penyakit Jantung Koroner
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Visum Nyata 16 Juli 2012
    Visum Nyata 16 Juli 2012
    Документ3 страницы
    Visum Nyata 16 Juli 2012
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Dian Case Neuro
    Dian Case Neuro
    Документ17 страниц
    Dian Case Neuro
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Visum 15 Juli-Otopsi 19 Juli 2012
    Visum 15 Juli-Otopsi 19 Juli 2012
    Документ3 страницы
    Visum 15 Juli-Otopsi 19 Juli 2012
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • VER 18 Juli 2012
    VER 18 Juli 2012
    Документ3 страницы
    VER 18 Juli 2012
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Status Neurologis (Case Cibinong) 2
    Status Neurologis (Case Cibinong) 2
    Документ11 страниц
    Status Neurologis (Case Cibinong) 2
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Bedah Umum DR - Agung 20.02.13
    Bedah Umum DR - Agung 20.02.13
    Документ33 страницы
    Bedah Umum DR - Agung 20.02.13
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Status Neurologis (Onnie)
    Status Neurologis (Onnie)
    Документ16 страниц
    Status Neurologis (Onnie)
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Hak Dan Kewajiban Dokter-Pasien
    Hak Dan Kewajiban Dokter-Pasien
    Документ3 страницы
    Hak Dan Kewajiban Dokter-Pasien
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Tugas KP - Makanan Dapat Memicu Asma
    Tugas KP - Makanan Dapat Memicu Asma
    Документ2 страницы
    Tugas KP - Makanan Dapat Memicu Asma
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Status Neurologis
    Status Neurologis
    Документ13 страниц
    Status Neurologis
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • Status Neurologis (Case Cibinong) Dian
    Status Neurologis (Case Cibinong) Dian
    Документ11 страниц
    Status Neurologis (Case Cibinong) Dian
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет
  • 1
    1
    Документ20 страниц
    1
    Esthy Espanyola Pelapelapon
    Оценок пока нет