Вы находитесь на странице: 1из 4

Perancangan kota model baru yang lebih efektif untuk kota-

kota di Indonesia

Makelah
DISKUSI ILMIAH PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR
UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG
4 MEI 2006

Dr.-Ing. Markus Zahnd, B.Sc. M. Arch

Abstract:

A new building model has been developed out of extensive field-research. The consolidated
findings show the potential of vernacular quarters for new urban planning and design strategies,
which are based on more sustainable and contextual design paradigms as usually been used in
practice within the indonesian context. This new building-model can be seen from two directions:
top-down and bottom-up. The focus in this article is given at the bottom-up approach, which shows
the utilization for the actual settings of professionals, planers, investors, developers, habitants, etc,
using a more intuitive and creative way of dealing with the design paradigms involved. This bottom-
up approach is presented within the setting of two design tool-kits (physical and virtual context).

Keywords: design theory, design strategy, traditional urban form, new quarters, innovative
use of historical aspects, contextual approach

• I. PENDAHULUAN
Ada beberapa referensi dalam konsep urban planning pada kaitannya dengan perkembangan kota
di Indonesia, konsep-konsep perencanaan kota yang di gunakan di Indonesia saat ini pada
umumnya berdasarkan pada pemikiran dan prinsip perencanaan kota yang berasal dari dunia
Barat. Sementara itu pada kenyataannya perkembangan kota di Indonesia terjadi karena
permasalahan yang ada di dunia Timur yang di pengaruhi oleh prinsip-prinsip dan pemikiran Asia.
Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan pada saat ini yang digunakan untuk proses
perkembangan kota pada dasarnya tidak efektif dan tidak efesien. Permasalahan yang komplek
pada perkembangan kota yang ditangani sistem perencanaan kota yang berdasarkan pada
pemikiran Barat mengakibatkan konsekuensi yang negatif untuk perkembangan kota. Penelitian
sudah di lakukan pada tingkat disertasi menunjukkan adanya bukti-bukti tersebut (Zahnd 2005).

Sejarah perkembangan perkotaan di indonesia menunjukkan adanya permasalahan yang komplek


dari berbagai lapisan perkembangan di dalam kota (Zahnd 2004). Tetapi perkembangan kota
dewasa ini tidak berhubungan pada konteks sejarah perkembangan perkotaan.

1
Berdasarkan pada penelitian yang empiris pada dua kota di indonesia, Yogyakarta sebagai ’inland
city’ (kota pedalaman) dan Semarang sebagai ’coastal city’ (kota pesisir), dari penelitian itu
didapatkan temuan yang sangat potensial yaitu adanya vernacular quarters (daerah
perkembangan asli) sebagai sarana untuk suatu strategi perencanaan yang baru untuk
perkembangan kota yang di dasarkan pada paradigma desain yang kontekstual serta
berkelanjutan dalam pergunaannya di dalam praktek. Data-data yang di dasarkan pada statistik
dan grafik di pakai untuk menunjukkan model kepadatan penduduk pada suatu daerah di
perkotaaan yang mengacu pada konteks Asia Tenggara.

• II. MODEL PEMBANGUNAN YANG BARU UNTUK PERENCANAAN WILAYAH KOTA


Penelitian tentang perencanaan wilayah kota dengan model yang baru sudah dikerjakan. Pada
model tersebut menunjukkan ide-ide dasar dari konsep dengan tiga pendekatan yang didasarkan
pada konteks asia (Fig.1). Konserp tesebut terangkum bersama dalam bentuk sintesa untuk
perkembangan lebih lanjut. Model perencanaan kota yang baru ini dapat di lihat dengan dua
strategi pendekatan yaitu top down serta bottom up. Pada sistem top down menunjukkan suatu
model yang di lakukan secara akademis, dimana paradigma-paradigma yang di pakai berdasarkan
pada intelektual dan tingkat teori. Pendekatan ini sudah di lakukan sebagai teori yang baru (Zahnd
2005) Fokus secara khusus akan di berikan pada sistem bottom up yang ditawarkan pada para
profesional, arsitek, perencana, investor, developer, dosen serta mahasiswa, sesuatu cara yang
baru yang akan memungkinkan perencanaan kota dengan cara yang lebih kreatif serta intuitif.
Pendekatan tersebut akan dipresentasikan dalam dua setting, yaitu sebuah tool-kit yang dapat
digunakan secara nyata serta virtual.
• II.1. PENDEKATAN SECARA FISIK
Fig 2 menunjukkan tatanan untuk perencanaan kota di dasarkan pada 44 elemen dalam 144
variasi. ( skala 1:1000), didasarkan pada temuan dari vernacular dan seting normal. Dalam 1 set
dari 3 lapisan, 5500 blok dan elemen ruang termasuk 12.500 pohon ( yang sudah berada di dalam
bangunan dan elemen ruang), pada beberapa variasi ukuran. Pojok-pojok yang spesial dari
elemen tersebut akan membentuk jalan dalam pandangan yang fleksibel. Setiap ruas menjadi
daya tarik dari dasarnya, oleh karena itu dengan mudah dapat di tambahkan dan di pindahkan satu
sama lain, untuk keseluruhan model yang stabil untuk beberapa pergantian dan eksperimen.
Model tersebut sudah di coba (Fig,.3) dalam beberapa set variasi. Percobaan ini sudah di lakukan
pada tingkat universitas dimana mahasiswa dapat membentuk wilayah pada luasan yang nyata
kira-kira 2 meter persegi. Mereka membuat tugas tersebut dalam 2 jam tanpa penjelasan lebih
dahulu. Dari percobaan tersebut menunjukkan hasil yang potensial untuk diskusi yang konstruktif
dan kemudian di analisa.

II.2 PENDEKATAN VIRTUAL


Selain konsep yang potensial dari pendekatan fisik, pada suatu limitasi yang berhubungan dengan
kompilasi data dan kaitannya dengan analisa angka. Lebih jauh lagi hasil produksi dari model
pembangunan fisik yang baru menunjukkan harga yang mahal, untuk itu tidak mungkin di
sebarluaskan secara mudah di negara-negara Asia. Untuk itu perlu adanya suatu focus dan juga
pendekatan virtual: mengkreasikan software komputer yang baru untuk perencanaan urban
design, yang disebut indosity (Zahnd and Zwicker 2005), yang sedang berjalan. Teori ini adalah
suatu explorasi yang kreatif, evaluasi dan pelatihan dalam perencanaan urban design dan
perencaan kota terutama yang menyangkut konteks asia tenggara. Orang- orang yang di latih
akan bisa membuat model dari wilayah atau bahkan bagian daripada kota dengan mengatur modul
bangunan, yang sudah ada pada pemikiran mereka untuk di tuangkan di dalam seting nyata yang

2
konstektual. Wilayah kota yang sudah di buat kemudian didiskusikan dan di teliti kembali untuk
pemgembangan perencanaan dari bentuk-bentuk fisik dan kaitannya dengan urban figures dan
matrixs.

Indosity bisa di pakai untuk ketrampilan pada:


• Membaca dan menciptakan perencanaan 2 dimensi dari wilayah kota yang kontekstual dari
pandangan 3 dimensi
• Untuk mengetahui fungsi dari bangunan dan modul ruang
• Untuk mengetahui kaitan antara modul bangunan
• Untuk mengetahui kaitan antara bentuk dan fungsi
• Untuk merencanakan ruang yang kosong

Cara ini bisa di gunakan sebagai suatu acuan kerja untuk memvisualisasikan bangunan dan modul
terbuka. Elemen-elemen ini dapat dikategorikan dan digerakkan pada permukaan, cara ini adalah
simulasi model, pengaturan pergerakan wilayah dan visualisasi properti (2D). Hal yang paling
penting dari visualisasi modul bangunan adalah gambar ilustrasi 2D dan 3D. Fungsi lainnya adalah
seperti peraturan-peraturan yang valid dan simulasi dan visualisasi di tambahkan untuk
menunjukkan hasil secara menyeluruh yang didasarkan pada validasi yang terpadu dan peraturan
simulasi dan properti untuk setiap modul bangunan. bagian dari definisi dan aturan sudah di
bangun dalam sistem ini, bagian lain dapat di kreasikan secara manual (Fig.4)

Indosity menciptakan suatu pendekatan yang lain


• Pertama cara ini menyajikan suatu set tertentu dari bangunan yang kontekstual dan ruang
modul, yang dapat di pasangkan bersama secara bebas dan dengan mudah di kreasikan dalam
sistem ini. Pada level ini perlu adanya suatu kreasi dan modul design yang baru, yang sudah
ada dengan tipe yang lain dan ukuran yang di inginkan. Hal ini bisa mengakomodasikan proses
mendesign model yang baru dengan cepat.
• Kedua cara ini menyajikan bentuk-bentuk statistik untuk semua modul yang di gunakan pada
model yang nyata dengan tidak harus mengisi secara manual dari rasio kuantitas.cara ini juga
akan memberikan suatu kemudahan dan akses yang cepat untuk evaluasi dari model design
area yang menyeluruh.
• Ketiga cara ini menyajikan berbagai variasi dan lapisan dari permasalahan-permasalahan kota
dari setiap objek, yang dapat di kontekstualkan dan dipadukan secara individual kedalam
model. Hasil yang akan di dapat untuk setiap properti dari seluruh modul yang ada dalam
model yang akan dapat di visualisasikan dan di ringkas secara mudah secara total.
• Keempat cara ini menyajikan kemungkinan untuk mendesign obyek yang baru dari modul yang
ada untuk exsperimen seting luar yang ada.

Exsplorasi ini bisa di kerjakan pada beberapa variasi dari unit lingkungan permukiman sampai ke
tingkat wilayah kota ( Fig.5), model ini menunjukkan bahwa penggunaan sedikit tipe model dan
memberikan kemungkinan untuk fleksibilitas yang banyak dan variasi, modul tersebut hampir tidak
visible (Fig.6)

Urban design sebaiknya terfokus pada produk ( perangkat keras kota), juga proses ( perangkat
lunak dari kota). Untuk itu faktor waktu adalah suatu hal yang penting di dalam pemikiran tentang
perkembangan wilayah baru. Visualisasi bentuk pada variasi waktu dari perkembangan dapat di

3
ciptakan ( Fig.7) dengan menggunakan interaksi aplikasi komputer yang sudah bisa di beli di
pasaran.

KESIMPULAN
Merancang kota model baru dalam konteks asia tenggara adalah sesuatu yang menantang, yang
secara greografis ( di daerah tropis) dan demografi ( kepadatan) menjadi permasalahan yang
utama yang harus di perhatikan. Hasil dari penelitian ini menyajikan pendekatan bottom-up pada
aplikasi dan cara yang baru untuk menangani permasalah perkembangan kota yang kontekstual
dengan cara yang baru, hal ini akan memberikan suatu penanganan yang baru bagi perencana
kota, kontraktor, investor dan dosen serta mahasiswa yang berkaitan dengan cara baru yang
inovatif dan kreatif menuju tantangan yang sedang berjalan dalam mengembangkan suatu kota
yang berkelanjutan ( sustainable cities) dalam konteks asia tenggara.

DAFTAR PUSTAKA
• Correa, Charles. 1986. Transfers and transformation. In:Design for high-intensity development.
Proceedings of the International Conference on Urban Design. Aga Khan program for Islamic
Studies. Cambridge. Massachusetts
• Holl, Steven. Et.al. 1976. Human settlements. International Design Compatition for the Urban
Environment of Developing Countries. Manila. In:Architectural Record. Nr mai 76. Mac Grauw-
Hill. New York.
• Vastu-Shipa Foundation. 1990. Arnya-An approach to settlement design. Housing and urban
development corperation. New Dehli.
• Zahnd, Markus and Zwicker, Thomas. 2005. Indosity-a computer-based toll for exploration and
training in urban design and planning within a Souteast Asian context. Non published.
• Zahnd, Markus. 2005. Traditionelle Stadtquartiere in Semarang und Yogyakarta. Indonesien,
Moglichkeiten der Revitalisierung und innovativen Nutzung des historischen Stadtebaus.
Dissertation. University of Stuttgart.
• Zahnd, markus. 2004. Traditional urban quartes in Semarang and Yogyakarta, Indonesia.
Potential for innovative use of urban design for new quarters in Indonesian cities based on
historical and traditional aspects. From: Proceedings of iNTA. 1st International Tropical
Architecture Conference. Singapore.
• Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota secara terpadu. Teori perancangan kota dan
penerapannya. Seri strategi arsitektur 2. Kanisius. Yogyakarta.

Вам также может понравиться