Вы находитесь на странице: 1из 6

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat menyebabkan suatu sumbatan

pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah(1). Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal. Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat(2). Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain(1). Infeksi sinus seperti yang kita ketahui kini lebih jarang dibandingkan era pra-antibiotik. Pasien sering kali masih mengaitkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, sumbatan hidung, drenase post-nasal, kelemahan, halitosis dan dispepsia dengan disfungsi sinus. Namun demikian, penyakit sinus menimbulkan kumpulan gejala yang agak karakteristik yang hanya bervariasi sesuai beratnya penyakit dan lokasinya. Prinsip utama dalam menangani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus paranasalis hanyalah sebagian dari sistem pernapasan total. Penyakit yang menyerang bronkhus dan paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis. Penting untuk diingat saat masing-masing sinus berkembang pada masa kanak-kanak dan remaja, dan kemudian saat sinus-sinus tersebut menjadi rentan infeksi. Sinus maksilaris dan ethmoidalis sudah terbentuk sejak lahir dan biasanya hanya kedua sinus ini yang terlibat dalam sinusitus dimasa kanak-kanak. Sinus frontalis mulai berkembang dari sinus ethmoidalis anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 12 tahun, terus berkembang hingga usia 25 tahun. Sinusitis frontalis akut biasanya terjadi pada usia dewasa muda. Pada sekitar 20 % populasi, sinus frontalis tidak ditemukan atau rudimenter dan karenanya tidak mempunyai makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami prematurisasi sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau awal usia dua puluhan(8). Dengan mengetahui gejala klinis dari sinusitis diharapkan dapat ditegakkan diagnosis sejak dini dengan penanganan yang tepat.
Anonim, Sinusitis, www.naid.nih.gov/factsheets/sinusitis.2003 2. Anonim, Sinusitis, www.nlm.nih.gov/medline plus/ sinusitis.html.2003 3. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 106. 4. Ballenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 1994, 232 241. 5. Cody. R et all, Sinusitis,dalam Andrianto P, editor, Penyakit telinga Hidung dan Tenggorokan, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1993, 229 241. 6. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 119. 7. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 125.

BAB II SINUS PARANASAL Terdapat empat pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang kepala, sehingga terdapat rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. I. EMBRIOLOGI Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya mulai dari fetus usia 3 hingga 4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8 hingga 10 tahun dan berasal dari postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini mencapai ukuran maksimum pada usia 15 hingga 18 tahun. II. ANATOMI SINUS MAKSILA sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir, sinus maksilla bervolume 6-8 ml, sinus kemudiannya berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksila yaitu 15ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah premukaan fasia os maksila yang disebut fossa kakina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung dan dinding superiornya adalah dasar orbita dan dingding inferiorny adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostiumnya berada di superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Perdarahan pada sinus maksila meliputi cabang arteri maksilaris termasuk infraorbital, cabang lateral nasal dari arteri sfenopalatina, arteri palatine mayor serta anterior superior dan posterior dari arteri alveolaris, sedangkan vena yang mendarahinya adalah vena maksilaris yang berhubungan dengan pleksus vena ptergoid. Persarafan terdiri dari cabang-cabang divide kedua nervus trigeminus. Dari segi klinis harus diperhatikan dari anatomis sinus maksilaris yaitu dasar sinus maksila yang sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas (p1,p2,m1,m2,kadang-kadang m3,c) dimana bila akar-akar gigi tersebut menonjol ke dalam sinus dapat menyebabkan infeksi gigi-geligi naik ke atas dan menyebabkan sinusitis, sinus maksila dapat menyebabkan komplikasi ke orbita, ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase tergantung kepada gerakan silia, lagipun drenase harus melalui infundibulum yang sempit dan pembengkakan akibat radang atau alergi dapat mengganggu drenase sinus maksila dan dapat menyebabkan mudah terjadinya sinusitis.

SINUS FRONTAL Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, dan berkembang pada usia 8-10 tahun setelah kelahiran dan akan mencapai ukuran maksilam sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah. Kurang lebih 15% dewasa mempunya hanya satu sinus frontal dan 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran sinus frontal 2,8cm (tinggi) x 2,4cm (lebar) x 2cm (dalam). Biasanya sinus frontal tersekat-sekat dan tepinya berlekuk-lekuk. Sekiranya tidak ditemukan gambaran lekuk-lekuk atau septum-septum pada foto Rongten menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang-tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi mudah tersebar ke bagian-bagian tersebut. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. SINUS ETMOID Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting karena dapat merupakan fokal infeksi bagi sinus-sinus yang lain. Berbentuk pyramid dengan dasar dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5cm, tinggi 2,4cm dan lebar 0,5cm di bagian anterior dan 1,5cm dibagian posterior. Sinus etmoid berrongga-rongga, terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letak, sinus ini dibagi menjadi dua yaitu sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat bagian yang sempit yang dikenali sebagai resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal.sel etmoid yang terbesar pula disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat bagian yang menyempit disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal manakala bila terjadi pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. Atap sinus etmoid disebut fovea etmoidalis berbatas dengan lamina kibrosa.dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita.di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatas dengan sinus sfenoid. SINUS SFENOID Sinus sfenoid terletak dalam os fenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus ini dibagi dua oleh septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2cm (tinggi) x 1,7cm (lebar) x 2,3cm (dalam). Volumenya bervariasi dari 5-7,5ml.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatas dengan sinus kavernosa dan a.karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatas dengan fosa serebri posterior di daerah pons. III. VASKULARISASI Cabang arteri etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftaimica menyuplai darah ke sinus frontal dan etmoid serta atap hidung. Sedangkan sinus maksila dipendarahi oleh suatu cabang arteri labialais superior dan cabang infraorbtalis serta alveolaris dari arteri maksilaris interna, dan cabang faringealis dari arteri maksilaris interna disebarkan ke sinus sfenoid. Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosa yang rapat di bawah membrane mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas konka memdia dan inferior, serta bagian septum dimana ia membentuk jaringan erektil. IV. SYSTEM MUKOSILIAR seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lender diatasnya. Didalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lender yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba eustachius. Lender yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati secret pasca-nasal (post nasal drip) tetapi belom tentu terdapat secret di rongga hidung. V. FUNGSI SINUS PARANASAL Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : Sebagai pengatur udara (air conditioning) Penahan suhu Membantu keseimbangan kepala Resonansi suara Peredam perubahan tekanan udara Membantu produksi mucus

BAB III SINUSITIS I. PENDAHULUAN Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipacu oleh rhinitis sehingga disebut rinosinusitis. Penyebab utama adalah selsema (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan sinus maksila. Sinusitis dapat menjadi bahaya karena dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta meningkatkan serangan asma yang sulit diobati. II. ETIOLOGI dan FAKTOR PREDISPOSISI

1. Sebab-sebab lokal Sebab lokal sinusitis supurativa : Patologi septum nasi seperti deviasi septum. Hipertrofi konka media. Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam. Polip nasi. Tumor di dalam rongga hidung. Rinitis alergi dan rinitis kronik. Polusi lingkungan, udara dingin dan kering. 2. Faktor-faktor predisposisi regional. Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah: Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau abses apikal. Gigigigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi tersebut didekat dasar sinus maksilaris. Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor ganas, radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-tumor palatinum jika ada perluasan regional. 3. Faktor-faktor sistemik. Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah : Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi. Diabetes yang tidak terkontrol. Terapi steroid jangka lama. Diskrasia darah. Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme(8).

III. KLASIFIKASI SINUSITIS Menurut Adams, berdasarkan perjalanan penyakit sinusitis dapat dobagi menjadi tiga bagian. Sinusitis akut bila terjadi dalam hari sampai 4 minggu Sinusitis subakut bila terjadi antara 4 minggu hingga 3 bulan Sinusitis kronis bila berjadi jebih dari 3 bulan. Sinusitis kronis dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat. Pada sinusitis kronis adannya factor predisposisi yang harus dicari dan diobati secara tuntas. Menurut penelitian bakteri utama penyebab sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenza (20-40%) dam Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, m. catarrhalis lebih banyak ditemukan. Pada sinusitis kronis , factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih cendrong ke arah bakteri gram negative dan anaerob.

Вам также может понравиться