Вы находитесь на странице: 1из 39

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun Oleh : Imyadelna Ibma Nila Utama 030.07.113

Pembimbing : Prof. dr. H. Muzief Munir, SpA (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 21 JANUARI 2013- 30 MARET 2013 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH 2013
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS I Nama Mahasiswa NIM : Imyadelna Ibma : 030.07.113 Pembimbing : Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : An. H : 1 tahun 7 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 27 Juni 2011 Alamat Pendidikan Orang tua / Wali Ayah : Nama Umur Alamat Pekerjaan Penghasilan : Tn. A : 32 th : : Karyawan : Rp 2.000.000 / bulan Ibu Nama Umur Alamat : :-

: : Ny. S : 28 th : : Ibu Rumah Tangga :-

Pekerjaan Penghasilan

Suku bangsa : Jawa Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung I. RIWAYAT PENYAKIT A. ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. S (ibu kandung pasien) Lokasi Tanggal / waktu Tanggal masuk Keluhan utama Keluhan tambahan : Bangsal lantai V Timur, kamar 511 : 28 Januari 2013 pk. 06.30 : 27 Januari 2013 : Kejang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit : Demam, muntah, mencret

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : 2 hari SMRS, pasien mulai demam. Demam muncul tiba-tiba terus menerus sepanjang hari. Demam disertai menggigil. Demam diukur oleh ibu pasien suhunya mencapai 39C. Pasien lalu diberikan obat paracetamol sirup dua sendok teh oleh ibu pasien namun demamnya tidak turun. Pasien juga BAB cair sebanyak 3x berwarna kuning kecoklatan, ada lendir, tidak ada darah, berbau asam, sedikit-sedikit. Pasien juga ada muntah sebanyak 2x berisi susu, tidak menyemprot. 30 menit SMRS, pasien tiba-tiba kejang. Kejang terjadi selama 1 menit, kejang terjadi kelojotan di seluruh tubuh, mata mendelik keatas. Setelah kejang pasien menangis dan kembali bergerak aktif. Pasien lalu segera dibawa ke IGD RS Budhi Asih oleh orang tua pasien. Pasien masih demam namun suhunya tidak diukur oleh ibu pasien. Pasien sudah tidak mencret dan muntah Saat berada di IGD Budhi Asih pasien kembali kejang untuk yang kedua kalinya. Kejang terjadi selama 1 menit, kejang terjadi kelojotan diseluruh tubuh, mata mendelik keatas. Setelah kejang pasien langsung menangis. Kejang ini merupakan kejang yang pertama kali dialami pasien. Pasien belum pernah kejang sebelumnya. Pasien tidak ada batuk, pilek, keluar cairan dari telinga, nyeri berkemih. Pasien juga tidak pernah mengalami trauma di kepala. B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Alergi Cacingan DBD Otitis Parotitis Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit Difteria Diare Kejang Morbili Operasi Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit penyakit jantung Penyakit ginjal Radang paru TBC Lain-lain Umur (-) (-) (-) (-) (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah menderita keluhan seperti sekarang maupun mengidap penyakit lain.

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN Morbiditas kehamilan KEHAMILAN Perawatan antenatal Sehat Rutin kontrol ke klinik bidan 2 minggu sekali dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2 kali Tempat persalinan Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi KELAHIRAN Rumah Sakit Dokter Kandungan SC Penyulit : Cukup bulan Berat lahir : Panjang lahir : Lingkar kepala : (tidak tahu) Keadaan bayi Langsung menangis (+) Kemerahan (+) Nilai APGAR : (tidak tahu) Kelainan bawaan : tidak ada Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran D. RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan) : Baik

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara Perkembangan pubertas Rambut pubis Payudara Menarche : belum : belum : belum
4

: Umur 4 bulan : Umur 9 bulan : Umur 11 bulan : Umur 13 bulan : Umur 12 bulan

(Normal: 3-4 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 13 bulan) (Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia) E. RIWAYAT MAKANAN

Umur (bulan) 02 24 46 68 8 10 10 -12

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

ASI ASI PASI PASI -

+ + +

+ +

Umur diatas 1 tahun Jenis Makanan Nasi / pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu (merk / takaran) Lain lain Frekuensi dan Jumlah 3 x / hari (nasi, bubur) setiap hari (bayam, wortel) Jarang Telur ayam, 2 x / hari 3 x / minggu 2 x / hari 2 x / hari SGM -

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, tidak sulit makan Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan cukup baik

F. RIWAYAT IMUNISASI Vaksin BCG DPT / PT Polio Campak Hepatitis Dasar ( umur ) 1 bulan 2 bulan 0 bulan 0 bulan 4 bulan 2 bulan 1 bulan 6 bulan 4 bulan 9bulan 6 bulan Ulangan ( umur )

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap, kecuali campak, imunisasi ulangan belum dilakukan G. RIWAYAT KELUARGA a. Corak Reproduksi No 1. 2. 3. Tanggal lahir (umur) 5 tahun 3 tahun 1 tahun 7 bulan Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki Hidup + + + Lahir mati Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan Sehat Sehat Pasien

b. Riwayat Pernikahan Ayah / Wali Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguinitas Tn. A 1 26 tahun SMA Islam Jawa Sehat Ibu / Wali Ny. S 1 22 tahun SMA Islam Jawa Sehat -

Penyakit, bila ada

c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita peyakit kejang. Ibu dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, dan pembengkakan jantung, kencing manis. Kesimpulan Riwayat Keluarga : pasien anak ketiga dari 3 bersaudara . anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS. Tidak ada

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN Pasien tinggal bersama ayah, ibu, kakak dan adik di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan satu kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik. Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik

I.

RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI Ayah pasien bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan Rp.2.000.000,- /bulan.

Sedangkan ibu pasien tidak bekerja. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien lebih sering diasuh oleh ibunya. Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 28 Januari 2012 jam 06.30 WIB) A. Status Generalis Keadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Kesan Gizi Keadaan lain Data Antropometri Berat Badan sekarang : 11 kg Berat Badan sebelum sakit : tidak tahu Tinggi Badan : 77cm Lingkar Kepala : 40 cm Lingkar Lengan Atas : 14 cm : tampak sakit sedang : Comos Mentis : baik : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

Status Gizi BB / U = 9,2 / 11,4 x 100 % = 80,7 % (BB normal) TB / U = 79 / 81 x 100 % = 97 % (Tinggi normal) BB / TB = 9,2 / 10,5 x 100 % = 87,6% (Gizi kurang (akut)) Kehilangan BB = tidak diketahui

Tanda Vital Nadi : 70 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Tekanan Darah : tidak dapat diukur Nafas Suhu : 16 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2 : 37,3O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA RAMBUT WAJAH MATA Visus

: Normocephali, ubun-ubun besar cekung (-) : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut : : tidak dinilai : -/Ptosis : -/-

Sklera ikterik

Lagofthalmus : -/Cekung : -/-

Konjunctiva anemis : -/Exophthalmus Strabismus Nistagmus Refleks cahaya TELINGA : Bentuk Nyeri tarik aurikula Liang telinga Serumen Cairan HIDUNG : Bentuk Sekret Mukosa hiperemis : simetris : -/: -/: normotia : -/: lapang : -/: -/: -/: -/: -/-

Kornea jernih : +/+ Lensa jernih Pupil : +/+ : bulat, isokor

: langsung +/+ , tidak langsung +/+

Tuli Nyeri tekan tragus Membran timpani Refleks cahaya

: -/: -/: sulit dinilai : sulit dinilai

Napas cuping hidung Deviasi septum

::-

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : Oral higiene baik, gigi : tumbuh 2 insisor sentral lateral atas dan bawah (8), caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-) TENGGOROKAN : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-) LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, kaku kuduk (-), Brudzinski 1 (-), trakea teraba di tengah THORAKS : Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-) ABDOMEN : Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-) Palpasi : dinding abdomen kenyal dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ, nyeri tekan (-), turgor kulit baik Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-), nyeri ketok CVA -/Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3 x / menit

ANOGENITALIA : jenis kelamin laki-laki, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-), diaper rash (-). KGB : Preaurikuler Postaurikuler : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar
9

Submandibula Supraclavicula Axilla Inguinal ANGGOTA GERAK : Ekstremitas Tangan Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain

: tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

: akral hangat ++/++ Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-) Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kaki Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Laseq Kerniq Brudzinski 2 Lain-lain

Kanan normotonus aktif (+) (-) (-) (-) (-) oedem (-)

Kiri normotonus aktif (+) (-) (-) (-) (-) oedem (-)

KULIT : warna sawo matang merata, anemis (+), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

10

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

TANGGAL : 27 Januari 2013


JENIS PEMERIKSAAN HEMATOLOGI RUTIN Leukosit Hb Hematokrit Trombosit KIMIA DARAH Glukosa ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida 134 4,3 101 mEq/L mEq/L mEq/L 135 - 155 3,6 - 5,5 98 - 109 99 mg/dl 33-111 28,7 8,8 30 545 ribu / l g/dl % ribu / l 6-17 10,8-12,8 35 43 217 497 HASIL SATUAN

IV. RESUME Seorang anak laki-laki, umur 19 bulan, dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama berupa kejang sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit disertai dengan demam, muntah dan mencret. Pada anamnesis didapatkan 2 hari SMRS, pasien mulai demam yang muncul tiba-tiba terus menerus sepanjang hari dan disertai menggigil. Demam diukur oleh ibu pasien suhunya mencapai 39C. Pasien juga BAB cair sebanyak 3x berwarna kuning kecoklatan, ada lendir, tidak ada darah, berbau asam, sedikit-sedikit. Pasien juga ada muntah sebanyak 2x berisi susu. 30 menit SMRS, pasien kejang yang terjadi selama 1 menit kelojotan di seluruh tubuh, setelah kejang pasien menangis dan bergerak aktif. Pasien masih demam. Saat berada di IGD Budhi Asih pasien kejang untuk yang kedua kalinya. Kejang terjadi selama 1 menit, terjadi kelojotan diseluruh tubuh. Setelah kejang pasien langsung menangis. Pada Pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum = tampak sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, TV = N : 70 x/mnt, kuat, reguler, RR : 16 x/mnt, S : 37,3C. Pada pemeriksaan penunjang Lab : Leukosit 28,7 rb/ul, Hb : 8,8 g/dl, Hematokrit 30 %, Trombosit : 545 ribu / l, Natrium 134 mEq/L

11

V. DIAGNOSIS BANDING 1. Kejang Demam Kompleks 2. Epilepsi 3. Meningitis

1. Susp anemia defisiensi besi 2. Susp anemia aplastik 3. Susp anemia defisiensi vitamin B 12 VI. DIAGNOSIS BANDING 1. Kejang Demam Kompleks 2. Susp anemia defisiensi besi

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN Hematologi rutin EEG Fe, TIBC SADT

VII. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa 1. Rawat inap 2. Edukasi Edukasi cara pemberian oralit Setelah diperbolehkan pulang, kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Edukasi 7 pencegahan diare 3. Diet ASI dan makanan lunak tetap dilanjutkan

Medikamentosa 1. PCT 3 x 100 mg 2. Lacto B 3 x 1 bks 3. Zinkid 1 x 20 mg selama 10 hari


12

4. Vometa 3x1

VIII. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Sanationam Ad Fungtionam : bonam : bonam : bonam

FOLLOW UP Tgl 28/01/13 Perawatan hari 1 S Demam (-) Kejang (-) O A P IVFD Kaen-1B

KU : Tampak sakit Kejang demam sedang kompleks Anemia

3cc/kgbb/jam Injeksi ampicilin 4 x 250 mg Paracetamol 4 x 125 mg Diazepam 1 mg (bila suhu > 39C) Periksa Fe, TIBC, Darah SADT lengkap,

Mencret 2x (+) KS : CM cairan> ampas, TV : N =70x/mnt, R warna kuning, = lendir darah (-), Muntah (-) 16x/mnt, S = (+), 37,30C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB ttm Tho : SN vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : BU (+)

3x/menit Ext : akral hangat ++/++ 29/01/201 3 Perawatan hari 2 Demam (-) Kejang (-) Mencret (-) KU : Tampak sakit sedang KS : compos mentis TV : N =1510x/mnt, Kejang demam kompleks Anemia IVFD Kaen-1B

3cc/kgbb/jam Injeksi ampicilin 4 x 250 mg

13

R = 22x/mnt, S = 36,80C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB ttm Tho : SN vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd: supel, BU + 3x/menit Ext : akral hangat Laboratorium : L : 20,7 ribu / l Eritrosit :5,3 juta / l Hb : 8,3 g/dl Ht : 28 % T : 558 ribu / l LED : 30 mm/jam Hitung Jenis : 1/0/0/52/36/10 30/01/13 Perawatan hari 3 Demam (-) Kejang (-) Mencret (-) Muntah (-) KU : Tampak sakit Kejang demam ringan KS : CM =20x/mnt, S= 36,80C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB ttm Tho : SN vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) kompleks Anemia

Paracetamol 4 x 125 mg

Diazepam 1 mg (bila suhu > 39C)

IVFD

Kaen-1B

3cc/kgbb/jam Injeksi ampicilin 4 x 250 mg Paracetamol 4 x 125 mg Diazepam 1 mg (bila suhu > 39C)

TV : N =108/mnt, R defisiensi besi

14

Abd : BU (+) 2x/ menit Ext : akral hangat ++/++ SADT : Anemia mikrositis hipokrom Leukositosis ringan Laboratorium : Fe : 15 l/dL TIBC : 423 l/dL 31/01/13 Perawatan hari 4 Demam (-) Kejang (-) Muntah (-) Mencret (-) KU : Tampak sakit Kejang demam ringan KS : CM =18x/mnt, S= 37,40C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB ttm Tho : SN vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : BU (+) 3x/ menit Ext : akral hangat ++/++ kompleks Anemia -

TV : N =120/mnt, R defisiensi besi

15

TINJAUAN PUSTAKA DIARE AKUT I. DEFINISI Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.1 Sumber lain mendefinisikan diare akut sebagai perubahan konsistensi tinja melebihi normal (10 ml/kg/hari), yang menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari. Peningkatan kandungan air dalam tinja terjadi akibat ketidak seimbangan fungsi usus halus dan usus besar dalam memproses absorpsi substrat organik dan air. Diare akut umumnya berlansung selama 7 hari, dan biasanya sembuh sendiri, hanya 10% yang melanjut sampai dengan 14 hari.2 Dalam perkembangannya, diare akut didefinisikan sebagai buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.3
16

II.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Usus halus Memanjang dari pylorus hingga cecum. Pada neonates memiliki panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5-6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut enterosit. Permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya vilus dan kripta. Vilus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-masing region usus halus. Di duodenum vilus tersebut lebih pendek, lebih lebar dan lebih sedikit, menyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum. Densitas terbesat didapatkan di jejunum. Di antara vilus tersebut terdapat kripta Lieberkuhn yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel. Terdapat permeabilitas epitel dengan melakukan control terhadap aliran air dan solut paraseluler. 3

Sel goblet Merupakan sel penghasil mukus yang terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet menghampar di atas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk barier fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mukus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum. 3

Sel Kripta Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat di kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursos sel penyerap vilus, sel paneth, sel enteroendokrin, sel goblet, dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak berdiferensiasi ini mensintesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada membran basolateral, di mana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma.3

Sel Paneth Terdapat di basis kripte. Memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basophil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel panet belum diketahui. Diduga berperan dalam membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel, serta menjaga keseimbangan flora normal usus. 3

Sel enteroendokrin

17

Merupakan sekumpulan sel khusus neurosekretori, sel enteroendokrin terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, vilus dan kripta usus. Sel enteroendokrin mendekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin.3

Sel M Merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.3

Usus besar Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rectum, dan anus. Mukosa usus besar bertambah dengan adanya plika semilunar yang irregular dan adanya kripta tubuler Lieberkuhn. Tidak terdapat vilus pada usus besar. Baik permukaan mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit) dan sel goblet yang membatasi dari jaringan mesenkim lamina propia. Kolonosit memiliki mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek daripada usus halus. Epitel bagian bawah kripta terdiri atas proliferasi sel kolumnar yang tidak berdiferensiasi, sel goblet, dan sediket sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip seperti pada usus halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian bawah kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya akan dilepaskan dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus pembaharuan sel ini berlangsung 3-8 hari pada manusia. Kripta dikelilingi oleh sarung fibroblas dalam lamina propia, mengalami proliferasi dan migrasi secara sinkron dengan migrasi sel epitel. Jumlah total sel terbanyak pada kripta kolon desenden, menurun secara progresif di sepanjang kolon transversum dan kolon desenden dan meningkat lagi pada sekum.3 III. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RESIKO Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).3

18

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 3 1. Faktor umur Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.3 2. Infeksi asimtomatik Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.3 3. Faktor musim Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. didaerah tropic (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.3
19

4. Epidemi dan pendemi Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic dan pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.3

IV.

ETIOLOGI Penyebab diare pada anak dapat dilihat pada tabel 1. Infeksi usus sendiri merupakan

penyebab tersering awitan diare akut yang sporadik. 2 Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat . Pada saat ini telah diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang daat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah inflammatory dan non inflammatory. 3 Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.3 Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai berikut: Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia3 GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT

20

Aeromonas Bacillus cereus Canpilobacter jejuni Clostridium perfringens Clostridium defficile Eschercia coli Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio parahaemolyticus Yersinia enterocolitica

Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric adenovirus Corona virus Rotavirus Norwalk virus Herpes simplek virus Cytomegalovirus

Balantidiom coli Blastocystis homonis Crytosporidium parvum Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli Strongyloides stercoralis Trichuris trichiura

Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak antara lain: Tabel 2. Penyebab diare nonifeksi pada anak4 Kesulitan makanan Neoplasma Defek anatomis Malrotasi Penyakit Hirchsprung Short Bowel Syndrome Atrofi mikrovilli Stricture Malabsorbsi Defesiensi disakaridase Malabsorbsi glukosa dan galaktosa Neuroblastoma Phaeochromocytoma Sindroma Zollinger Ellison

Lain-lain: Infeksi non gastrointestinal Alergi susu sapi Penyakit Crohn Defisiensi imun Colitis ulserosa Ganguan motilitas usus Pellagra

Keracunan makanan logam berat Mushrooms

21

Cystic fibrosis Cholestosis Penyakit celiac

Endokrinopati Thyrotoksikosis Penyakit Addison Sindroma Androgenital

V.

MEKANISME DIARE Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik.

Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.3 1. Diare osmotik Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama.1 2. Diare Sekretorik Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida

22

tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1 Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1 Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik.1 VI. PATOFISIOLOGI

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi : 1. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripadapemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. 2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
23

Metabolik asidosis ini terjadi karena : -Kehilangan Na bikarbonat bersama tinja. -Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. -Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. -Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouria / anuria). -Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan, pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaul. Menurut penelitian Sutoto (1974), kehilangan komponen basa ini (base deficit) pada penderita dehidrasi berat mencapai 17,7 mEq/L. Pengobatan pada asidosis metabolik bertujuan untuk mengganti defisit basa. Dosis natrium bikarbonat berdasarkan kepada volume cairan ekstrasel. Pada bayi hal ini kurang dari separuh dan pada anak lebih tua 1/3 berat badan. Bila hasil analisis gas darah menunjukkan defisit basa dapat digunakan perhitungan dosis sebagai berikut : BE (base excess) x berat badan (kg) x 0,3 mEq NaHCO3 Pada umumnya hanya perlu diberikan segera separuh jumlah yang diperhitungkan dan sisanya diberikan infus dalam waktu beberapa jam. Bila tidak terdapat nilai bikarbonat plasma atau ekses basa (base excess) nya, dosis sebanyak 2 4 mEq / kgBB NaHCO3 dapat diberikan intravena. Dosis selanjutnya harus diatur dengan menetapkan kadar bikarbonat plasma dalam seri. Natrium laktat dapat digunakan kadar bikarbonat. 3. Pernafasan Kuszmaul

Pernafasan Kuszmaul ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya pernafasan Kuszmaul ini dapat diterangkan dengan menggunakan ekuasi Henderson Hasselbach.
24

(HCO3) PH = pK + -----------H2CO3 Untuk nilai bikarbonat, nilai pK ini konstan yaitu 6,1. Hal ini berarti pH tergantung pada rasio bikarbonat dan karbonat, tidak tergantung dari konsentrasi mutlak bikarbonat dan karbonat. Dalam keadaan normal NaHCO3 27 mEq/L (= 60 vol%) dan kadar H2CO3 = 1,35 mEq/L (= 3 vol%). Selama rasio 20 : 1 ini konstan, maka pH pun akan tetap 7,4. Bila kadar bikarbonat turun, maka kadar karbonat pun harus turun pula supaya rasio bikarbonat : karbonat tetap 20 : 1. Untuk mempertahankan rasio ini maka sebagian asam karbonat akan diubah cepat menjadi H2O dan CO2 serta kelebihan CO2 akan dikeluarkan dengan bernafas lebih cepat dan dalam (pernafasan Kuszmaul). 4. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2 3 % dari anak anak yang menderita diare. Pada anak anak dengan gizi cukup / baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi karena : Penyimpanan / persediaan glikogen dalam hati terganggu Adanya gangguan absorbsi glukosa (walaupun jarang terjadi) Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak anak. Gejala gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Terjadinya hipoglikemia ini perlu dipertimbangkan jika disertai dengan kejang. 5. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena : Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / atau muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering hanya memberikan air teh saja (teh diet).

25

Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

6.

Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan / tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi

darah berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporakomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal.3

VII.

MANIFESTASI / GEJALA KLINIS

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. 3 Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.3 Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.3 Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran

26

cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.3 Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.3 Tabel 3. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab3
Gejala klinik Masa tunas Panas Mual muntah Nyeri perut Nyeri kepala Lamanya sakit Sifat tinja Volume Frekuensi Rotavirus 17-72 jam + Sering Tenesmus 5-7 hari Shigella 24-48 jam ++ Jarang Tenesmus kramp + > 7 hari Salmonella 6-72 jam ++ Sering Tenesmus kolik + 3-7 hari ETEC 6-72 jam + 2-3 hari EIEC 6-72 jam ++ Tenesmus kramp variasi Kolera 47-72 jam Sering kramp 3 hari

Sedang 5-10 /hari

Sedikit > 10x/hari Lembek sering Busuk Merah hijau

Sedikit Sering

Banyak sering

Sedikit Sering

Banyak Terus menerus Cair

Konsisten Cair si Darah Bau Langu Warna Kuning hijau

Lembek Kadang + Kehijauan

Cair Tak berwarna

Lembek

Leukosit Lain-lain

anoreksia

+ Kejang

+ Sepsis +

Meteorismus

+ Amis khas MerahSeperti hijau air cucian beras Infeksi sistemik

VIII. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
27

Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubunubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah. Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Permeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lainnya. Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20033
Simptom Minimal atau tanpa dehidrasi, Kehilangan BB < 3% Baik Normal Normal Normal Normal Ada Basah Segera kembali Normal Normal Normal Dehidrasi Ringan Sedang, Kehilangan BB 39% Normal, lelah, gelisah, irritable Normal - meningkat Normal melemah Normal cepat Sedikit cowong Berkurang Kering Kembali < 2 detik Memanjang Dingin Berkurang Dehidrasi Berat, Kehilangan BB > 9%

Kesadaran Denyut Jantung Kualitas nadi Pernafasan Mata Air mata Mulut dan lidah Cubitan kulit Capillary refill Ekstremitas Kencing

Apatis, letargi, tidak sadar Takikardi, bradikardia pada kasus berat Lemah, kecil, tidak teraba Dalam Sangat cowong Tidak ada Sangat kering Kembali > 2 detik Memanjang, minimal Dingin, mottled, sianotik Minimal

Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 20053


Penilaian A B C

28

Lihat: * Keadaan umum *mata *air mata *mulut dan lidah *rasa haus

Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa (tidak haus)

Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak

Periksa : turgor kulit Hasil pemeriksaan Terapi

Kembali cepat Tanpa dehidrasi Rencana Terapi A

Kembali lambat Dehidrasi ringansedang Rencana Terapi B

Lesu, lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Kering Sangat kering Malas minum atau tidak bisa minum Kembali sangat lambat Dehidrasi berat Rencana Terapi C

Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut Maurice king score3


Bagian tubuh yang diperiksa 0 Keadaan umum Sehat Kekenyalan kulit Mata Ubun-ubun besar Mulut Denyut nadi/menit Normal Normal Normal Normal Kuat < 120 Nilai untuk gejala yang ditemukan 1 2 Gelisah, cengeng, Mengigau, koma, atau apatis, ngantuk syok Sedikit kurang Sangat kurang Sedikit cekung Sangat cekung Sedikit cekung Sangat cekung Kering Kering & sianosis Sedang 1(120-140) Lemah > 140

IX.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1 Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali bila ada tanda

intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja: 1. Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau 2. Mikroskopis: leukosit, eritrosit, parasit, bakteri 3. Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3) 4. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

29

X.

PENATALAKSANAAN DIARE

Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada. 4 Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakitrumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien.

Untuk itu, departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat dirumah maupun di rumah sakit, yaitu:

1. Rehidrasi dengan oralit baru 2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. ASI dan makanan tetap diteruskan 4. Antibiotik selektif 5. Nasihat pada orang tua

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan memberantas organism penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:3 1. Terapi cairan dan elektrolit 2. Terapi diet 3. Terapi non spesifik dengan antidiare 4. Terapi spesifik dengan antimikroba
30

1. Terapi cairan dan elektrolit Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (tanpa rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi rumatan).1 Prinsip terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk memberikan pada penderita: 1. Kebutuhan akan rumatan dari cairan dan elektrolit 2. Mengganti kehilangan yang terjadi, dan 3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung

Komposisi larutan rehidrasi oral yang disarankan oleh WHO adalah sebagai berikut : NaCl (0,9% larutan salin) 390 mL, glukosa (5% dalam air) 400 mL, KCl (2 mEq/Ml) 10 Ml, NaHCO3 (1 mEq/ml) 30 ml, air sampai 1 L. Sebagai pedoman rehidrasi oral, 50 ml/kgBB larutan rehidrasi oral harus diberikan dalam waktu 4 jam untuk penderita dehidrasi ringan, dan 100 ml/kgBB dalam waktu 6 jam untuk penderita dehidrasi sedang. Pada kasus dehidrasi ringan-sedang, maka dipilih rencana terapi B sesuai dengan pedoman tatalaksana diare.4

Tabel 7. Rencana terapi b untuk terapi dehidrasi ringan/sedang4 RENCANA TERAPI B UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit sesuai tabel dibawah ini Umur < 1 Tahun 1 4 Tahun > 5 Tahun Dewasa Jumlah ORALIT 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah Bujuk ibu untuk meneruskan ASI Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita ( kg ) dengan 75 ml AMAT ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan Tunjukan cara memberikannya sesendok the tiap 1 2 menit untuk anak di bawah 2 tahun

31

beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua Periksa dari waktu bila ada masalah Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2 3 menit Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air masak atau ASI beri oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan telah hilang SETELAH 3-4 JAM NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A , B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang anak biasanya kemudian mengantuk dan tidur Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B , tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C

2. Pemberian makanan selama diare3 1. Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. 2. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai, dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya, makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASIharus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari

32

kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari. 3. Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti sereal pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayursayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yangmengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari. 3. Pemberian makanan setelah diare3 Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat. Oleh karena itu, perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.

4. Terapi medikamentosa Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum,, dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.3

Antibiotik
33

Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Campylobacter, dan sebagainya. Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan flora usus sehingga dapat memperpanjang lamanya diare dan menyebabkan diare jadi sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik.1

Obat antidiare Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.3 1. Absorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine. Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktid dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

2. Antimotilitas Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opii, paregoric, codein. Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organism penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare. 3. Bismuth subsalycilate Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

34

Obat lain3 1. Anti muntah Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi. Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam pencegahan diare.

Probiotik Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus.3 Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik. 3 DSouza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama dengan antibiotika mengurangi resiko Antibiotic Associated Diaorrhea.
35

Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klini dikatakan aman. 3 Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi premature dan pasien immunocompromised.

Prebiotik Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan. Oligosacharida yang ada di dalama ASI dianggap sebagai prototype prebiotik karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalam kolon bayi yang minum ASI, Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI.3

Seng (Zinc) Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain seperti perbaikan hygiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.3 Edukasi

36

Orang tua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara membuat oralit dengan benar.1 Langkah promotif/preventif: 1. Asi tetap diberikan. 2. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, 3. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban, 4. Imunisasi campak, 5. Memberikan makanan penyapihan yang benar, 6. Penyediaan air minum yang bersih, 7. Selalu memasak makanan.1

XI.

KOMPLIKASI3

1. Gangguan Elektrolit Hipernatremia Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Hiponatremia Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L). Hiperkalemia Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 5-10 menut dengan monitor detak jantung. Hipokalemia Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

37

2. Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.

3. Kejang Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 400C, hipernatremi atau hiponatremi. XII. PROGNOSIS Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2010.Bab 14. Diare Akut.Hlm. 58-61 2. Sastroasmoro S. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak RSCM. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Anak RSUP Nasional DR. Ciptomangunkusumo; 2007. Divisi Gastrohepatologi. Diare Akut. Hlm.75-84 3. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2012. Bab VI. Diare Akut. Hlm.87-120 4. Roespandi H, Nurhamzah W. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia;2008. Bab 5.2.Diare Akut. Hlm. 133-145

39

Вам также может понравиться