Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Ridwan Idham
P056111351.47
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
BAB III
PEMBAHASAN...............................................................................
BAB IV
BAB V
IMPLIKASI MANAJERIAL............................................................
21
BAB I PENDAHULUAN
Kasus diskriminasi yang terjadi terutama di negeri kita Indonesia ini sangat bervariatif, mulai diskriminasi terhadap gender, RAS, golongan serta diskriminasi yang terjadi terhadap kaum disabilitas. Pada dasarnya yang menjadi target diskriminasi adalah kaum minoritas dalam sebuah lingkungan, dengan tidak mampunya golongan tersebut untuk berbaur secara keseluruhan dengan lingkungan yang ada. Akan tetapi tidak sebaiknya diskriminasi ini dibiarkan, melainkan harusnya menjadi sorotan tersendiri terutama bagi pemerintah yang menjamin bahwa setiap penduduk Indonesia harus memperoleh keadilan yang setara tanpa pandang bulu sedikitpun. Sehingga dengan adanya perhatian pemerintah maka akan membantu masyarakat untuk menjalani norma-norma yang berlaku, sehingga berbagai macam diskriminasi dapat kita atasi dengan baik.
Yang menjadi sorotan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah diskriminasi yang dialami oleh para kaum disabilitas yang belakangan ini sangat marak terjadi di negara kita terutama dalam soal ketenagakerjaan. Mengingat jumlah merekapun tak sedikit, Sehingga perlu adanya perhatian khusus agar kaum ini mendapat perlindungan tersendiri oleh pemerintah, agar mereka memiliki kesempatan yang sama dalam dunia kerja.
Menanggapi Konvensi tentang Hak-Hak bagi Penyandang Disabilitas yang disahkan menjadi undang-undang pada 18 Oktober 2011 pada sidang Paripurna DPR yang dihadiri oleh seluruh Fraksi dan Komisi VIII. Penyandang disabilitas akhirnya memperoleh hak-haknya sama seperti orang normal pada umumnya. Tujuan dibuatnya undang-undang ini dimuat dalam Pasal 1 yang berbunyi Tujuan Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang disabilitas, dan untuk meningkatkan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka. Penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.. Dari Tujuan tersebut terlihat bahwa ada perhatian dari Pemerintah terhadap hak-hak bagi penyandang
disabilitas terkait keadaan mereka diantara masyarakat, sehingga mereka dapat perlindungan dari pemerintah. Dengan hasil dari konvensi tersebut dapat terealisasikan dengan baik.
Dalam website www.hukumonline.com disebutkan sebuah berita yang berjudul Perlakuan Diskriminasi Masih Terjadi pada Penyandang Cacat (Disabitas) .
Awalnya setamat kuliah Gufron Sakaril menatap masa depan penuh percaya diri. Maklum, saat itu ia lulus dengan nilai yang tertinggi di kelasnya. Saya pikir, saya akan mudah mendapat pekerjaan dengan nilai saya yang cukup bagus. Tapi faktanya tidak, ujar Gufron membuka cerita.
Gufron adalah seorang penyandang cacat. Kedua lengannya tak tumbuh seperti lazimnya lengan orang lain. Selebihnya, tak ada perbedaan lain yang mencolok. Tapi jangan tanya nasib Gufron dalam hal pekerjaan. Sudah berapa lamaran saja saya buat ke perusahaan swasta? Tapi selalu gagal setelah saya datang interview, tutur dia dalam sebuah konferensi pers di Depkumham, Selasa (23/12).
Ironisnya, kegagalan tidak hanya diperoleh dari perusahaan swasta, tapi juga dari instansi pemerintah. Gufron bercerita tentang berapa kali ia gagal mengikuti tes penerimaan Pegawai Negeri Sipil lantaran tersandung syarat sehat secara jasmani dan rohani. Pada akhirnya saya merasakan sekali persepsi di masyarakat yang menyatakan bahwa penyandang cacat tak mampu bekerja.
Gufron tak cepat patah arang. Perjuangannya akhirnya membuahkan hasil. Pada 1994 ia diterima bekerja di Indosiar, sebuah televisi swasta nasional baru saat itu. Ia ditempatkan di bagian Humas. Waja, latar belakang pendidikannya adalah jurnalistik. Awalnya saya cuma dipekerjakan sebagai tukang kliping koran, aku Gufron. Karirnya terus melejit hingga pada 2000 ia diangkat sebagai Kepala Bagian Humas Indosiar.
Boleh jadi Gufron hanya satu dari sekian ratus atau ribuan penyandang cacat lainnya yang beruntung. Tidak hanya atas kesempatannya bekerja, tapi juga beroleh posisi dan jabatan yang tinggi.
Pada prinsipnya, setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Hal ini tertuang dalam Pasal 5 UU Ketenagakerjaan. Bagian penjelasan Pasal 5 UU Ketenagakerjaan itu makin menegaskan, Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat (disabilitas).
Meski harus diperlakukan sama, namun dalam hal-hal tertentu perlakuan berbeda terhadap pekerja penyandang cacat mesti diterapkan. Hal ini diatur dalam Pasal 19 yang merumuskan, Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanaan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan
Perlindungan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat untuk mendapatkan pekerjaan tidak hanya diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Jauh sebelum UU itu lahir, pemerintah dan DPR sudah menerbitkan UU tentang Penyandang Cacat No. 4 Tahun 1997.
UU Penyandang Cacat bahkan terlihat sebagai payung hukum bagi penyandang cacat. Khusus mengenai aksebilitas kerja, UU ini bahkan menentukan bahwa perusahaan negara dan swasta memberi kesempatan kepada penyandang cacat untuk bekerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 14 UU Penyandang Cacat.
Sementara pada bagian penjelasan Pasal 14 UU, ditentukan mengenai perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 orang penyandang cacat untuk tiap 100 karyawan. Masih ada beberapa peraturan perundang-undangan lain yang melindungi kepentingan penyandang cacat, sebut misalnya UU Hak Asasi Manusia (HAM).
mereka, itupun menjadi salah satu andil bagi perusahaan untuk menyukseskan program perlindungan bagi kaum disabilitas. Sehingga tidak adalagi yang menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki keterbatasan secara fisik sangat identik dengan kemiskinan.
Sebaiknya masing-masing perusahaan harus memberikan peluang bagi para kaum disabilitas untuk berkarir yang tentunya untuk menempati posisi-posisi tertentu sebagai andil dalam menyukseskan program pemerintah dan kepedulian terhadap kaum minoritas ini. Jika masing-masing perusahaan menjalani ini dengan baik maka tidak akan ada lagi diskriminasi terhadap kaum disabilitas. Dan keadilan pun akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Theodorson, George A, and Achilles G. Theodorson, 1979 A Modern Dictionary of Sociology. New York, Hagerstown, San Francisco, London: Barnes & Noble Books. http://www.waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&i d=8586&catid=51&Itemid=206 http://hukumonline.com/berita/baca/hol20798/perlakuan-diskriminasi-masihterjadi-pada-penyandang-cacat