Вы находитесь на странице: 1из 15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR

PERCOBAAN II METABOLISME OBAT

Disusun oleh : 1. Sekar Arum Seta (FA/08358) 2. Suven 3. Erna Wulandari Kelas/Golongan/Kel. Tanggal Praktikum Dosen jaga Asisten Jaga : B/III/5 : 20 Oktober 2010 : Prof. Dr. Sugiyanto, SU, Apt. : Candra dan Beta (FA/08361) (FA/08362)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2010

METABOLISME OBAT
I. TUJUAN Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolise obat dengan mengukur efek farmakologinya berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi data secara statistik. II. DASAR TEORI Obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami reaksi modifikasi kimia atau disebut sebagai biotransformasi, istilah lain dari metabolisme. Umumnya, proses ini mengurangi atau menghilangkan aktivitas biologi obat dan meningkatkan hidrofilisitasnya sehingga lebih larut air setelahnya, obat akan dieliminasi melalui ginjal. Karena kecepatan eliminasi obat berkaitan dengan konsentrasi terapeutik, obat biasanya didesain dengan ikatan lemah, contohnya ikatan ester yang mudah dihidrolisis oleh esterase. (Lullman et al, 2000) Metabolisme obat memiliki dua efek penting: 1. Obat dibuat menjadi lebih hidrofilik sehingga mempercepat laju ekskresinya melalui ginjal. Maksudnya adalah metabolit yang hidrofil atau kurang lipofil akan susah direabsorbsi oleh tubulus ginjal sehingga akan cenderung dieliminasi dari tubuh. 2. Metabolit umumya menjadi kurang aktif dari keadaan semula. Akan tetapi, ada pula obat yang dirancang sama aktifnya atau justru menjadi lebih aktif dari obat awalnya. Sebagai contoh, diazepam dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam yang juga aktif. Contoh lain adalah golongan prodrugs yang diberikan dalam keadaan inaktif dan baru aktif bila sudah dimetabolisme di dalam tubuh, misalnya levodopa, obat antiparkinson. Levodopa ini dimetabolisme menjadi dopamine. (Neal, 2002) Organ metabolisme utama adalah hati. Metabolisme obat meliputi dua tipe reaksi, yaitu: 1. Reaksi fase I Mencakup biotransformasi obat menjadi bentuk yang lebih polar dengan memasukkan atau melepas gugus fungsional seperti OH, -NH2, SH. Umumnya, enzim yang terlibat dalam reaksi ini terdapat di reticulum endoplasma halus, yang membentuk vesikel kecil sebagai bentuk aktifnya. Vesikel ini disebut sebagai mikrosom. Reaksi ini meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Yang paling utama adalah reaksi oksidasi. a. reaksi oksidasi Reaksi ini dikatalisis oleh enzim yang disebut mixed function oxidase (sitokrom P450). Spesifitas enzim ini sangat rendah sehingga banyak obat dapat teroksidasi. Oksidasi obat secara mikrosomal membutuhkan NADP, oksigen, dan dua enzim kunci: i. flavoprotein, NADPH-sitokrom P450 reduktase ii. hemoprotein, sitokrom P450 yang bertindak sebagai terminal oksidase. Sitokrom P450 memiliki banyak isoenzim yang berbeda, tetapi spesifitasnya sering tumpang tindih satu sama lain. (Neal, 2002)

Reaksi oksidasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu reaksi yang menggabungkan oksigen ke molekul obat dan oksidasi primer yang menghilangkan bagian tertentu dari molekul obat. Reaksi yang menginkorporasikan oksigen meliputi hidroksilasi, epoksidasi, dan sulfoksidasi. Hidroksilasi melibatkan substituen alkyl (contohnya pentobarbital) atau cincin aromatis (contoh propanolol). Hidroksilasi dapat pula terjadi pada atom nitrogen dan menghasilkan hidroksilamin (contoh parasetamol). Epoksidasi mengubah benzena, senyawa polisiklik aromatic, karbohidrat siklik tak jenuh menjadi epoksida. Epoksida ini bersifat elektrofil reaktif yang toksik terhadap hati. Sedangkan reaksi oksidasi yang mnenghilangkan bagian tertentu dari molekul obat adalah dealkilasi, seperti terjadi pada lidokain dan fenasetin. Reaksi oksidasi jenis deaminasi merupakan penyusunan ulang dari dealkilasi pada amina tersier. (Lullman et al, 2000) b. reaksi reduksi. Reaksi ini meliputi reduksi aldehida, reduksi azo, dan reduksi nitro. Terjadi pada atom oksigen maupun nitrogen. Keto-oksigen diubah menjadi gugus hidroksil, seperti pada reduksi prodrug kortison menjadi kortisol glukokortikoid aktif dan prednison menjadi prednisolon. Gugus nitro direduksi menjadi amina. (Lullman et al, 2000) c. reaksi hidrolisis Reaksi ini misalnya adalah deesterifikasi 2. Reaksi fase II Metabolit dari reaksi fase satu memang lebih polar dari keadaan semula, tetapi masih belum cukup polar untuk dapat diekskresi oleh ginjal. Oleh karena itu, dibuat lebih polar lagi melalui reaksi fase II, konjugasi dengan senyawa endogen di dalam hati. Hasil akhir dari reaksi fase II biasanya sangat polar dan dapat segera diekskresikan. (bawah) Reaksi fase II meliputi: 1. Konjugasi dengan glukoronat (glukoronidasi) 2. Konjugasi dengan sulfat (sulfatasi) 3. Konjugasi dengan glutation (pembentukan asam merkapturat) 4. Asilasi dan asetilasi Reaksi terpenting dari fase ini adalah glukoronidasi, tidak terjadi secara spontan tetapi membutuhkan bentuk teraktivasi dari asam glukoronat yaitu asam glukoronat-uridin difosfat. Bentuk aktif ini dihubungkan dengan molekul aseptor oleh mikrosomal glukoronil transferase. (Lullman et al, 2000) Obat yang hidrofilik tidak mengalami reabsorbsi oleh tubulus ginjal dan akan terbawa oleh urine. Obat ini mengalami eliminasi yang cepat. Bila obat (lipofilik) tidak dapat diubah menjadi bentuk yang lebih polar, ia akan lebih lama tertahan di tubuh sebab dengan bentuk yang lipofil ia memiliki akses ke semua sel. Kecepatan pengubahan obat yang lipofilik menjadi obat yang hidrofilik menentukan durasi obat. Bila perubahan ini cepat, obat akan cenderung tereliminasi dan hanya sedikit yang terabsorbsi oleh tubuh. Dapat pula terjadi metabolisme lintas pertama, yaitu terjadi sebelum obat diabsorbsi. Umumnya terjadi pada obat per oral. (Lullman et al, 2000) Fakor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat: 1. Induksi enzim

Beberapa obat, fenobarbital, karbamazepin, etanol, dan rifampicin serta polutan menaikkan aktivitas enzim pemetabolisme obat. 2. Inhibisi enzim Reaksi inhibisi enzim terjadi lebih cepat daripada induksi enzim karena terjadi secara cepat setelah onsentrasi inhibitor ini mencapai titik tertentu yang sanggup bersaing dengan obat dalam menduduki sisi aktif enzim pemetabolisme. Simetidin menghambat metabolisme fenitoin, teofilin, dan warfarin. Eritromisin menghambat sitokrom P450 sehingga meningkatkan aktivitas teofilin, warfarin, karbamazepin, dan digoksin. 3. Polimorfisme genetic Resppon terhadap obat berbeda pada tiap individu karena perbedaan genetik. Contohnya adalah debrisoquine hydroxylation. 4. Usia Enzim mikrosomal di hati dan fungsi ginjal belum sempurna pada saat lahir dan akan berkembang secara cepat pada empat minggu pertama setelah dilahirkan. Di masa tua, metabolisme obat oleh hati akan berkurang sehingga untuk manula, dosis obat biasanya lebih rendah daripada untuk usia muda. (Neal, 2002) Pemberian berulang dari suatu obat akan meningkatkan sintesis enzim sitokrom P450, dikatakan sebagai penginduksi enzim. Hasilnya adalah laju metabolisme obat menjadi tinggi dan banyak yang akan tereliminasi. Sementara itu, ada pula senyawa yang dapat menghambat sintesis sitokrom P450 ataupun menghambat aktivitas enzim mikrosomal sehingga metabolisme obat menjadi lambat dan obat akan lebih banyak terabsorbsi daripada tereliminasi. III. CARA PERCOBAAN 1. ALAT DAN BAHAN Obat : Natrium thiopental 10mg/ml. Inductor enzim : Fenobarbital XXmg/ml Inhibitor enzim : Simetidin XXmg/ml Jarum oral (ujung tumpul) Jaru untuk injeksi intraperitoneal Stop watch Hewan uji : mencit

IV. CARA KERJA

V. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN Onset t (sekon) Rata-rata SD 730 296.633 316.103348 315 140 1.53 100 124 143 186 230 150 118 180 177 169 250 76 168 71.3442359 169.5 47.6200238 138.25 36.3719214 Durasi t (sekon) Rata-rata SD 5660 4825 743.393 4260 5240 4140 1574 2412 2375 1874 7350 8074 8104 8355 3540 2715 3754 2451 3115 629.773 7970.75 432.587 2058.75 405.756

Perlakuan Kelompok Kontrol I. 27,5 g (+Na-thiopental II. 29 g i.p) III. 25,2 g IV. 30 g Pra perlakuan fenobarbital 3 hari sebelum nya @24jam lalu diberi Nathiopental i.p I. 22,5 g II. 20 g III. 27,6 g IV. 20 g

Pra perlakuan I. 30 g simetidin p.o II. 24 g 60 sebelum Na-thiopental III. 25,3 g i.p IV. 26,5 g Pra perlakuan fenobarbital i.p 60 sebelum Na-thiopental i.p I. 29 g II. 28,8 g III. 29,3 g IV. 24,8 g

VI. PEMBAHASAN Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi data secara statistika. Pada percobaan ini ,yang menjadi objek pengamatan adalah hilangnya efek sedatif hipnotik dari natrium thiopental yang ditandai dengan kembalinya efek balik badan mencit setelah tertidur sebagai tanda telah terjadi metabolisme. Natrium thiopental mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 102,0% C11H17N2NaO2S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berikut adalah struktur natrium thiopental:

Gambar Natrium Tiopental (Sumber: en.wikipedia.org\sodium_thiopental) Pemeriannya berupa serbuk, hablur putih sampai hampir putih kekuningan atau kuning kehijauan pucat, higroskopis, berbau tidak enak. Larutan bereaksi basa terhadap lakmus, terurai jika dibiarkan di udara terbuka, jika dididihkan terbentuk endapan. Senyawa ini larut dalam air dan etanol. Tidak larut dalam benzena, heksana, dan eter absolut. (Anonim, 1995) Natrium thiopental meruapakan turunan thiobarbiturat yang bersifat asam lemah dengan pKa 7,6 dan koefisien partisi 100. Plasma darah pHnya 7,4 maka kadar natrium thiopental dalam bentuk molekul akan cepat terdistribusi ke jaringan otak atau sistem saraf pusat yang banyak mengandung lemak sehingga kadar obat dalam jaringan otak lebih besar daripada kadar obat di dalam plasma. Natrium thiopental memiliki aktivitas sebagai sedatif hipnotik. Penggunaannya paling luas dibanding barbiturat lainnya. Efek sedatif adalah efek dimana terjadi keadaan penurunan kepekaan terhadap tangsangan dari luar karena adanya penekanan sistem saraf pusat yang ringan dimana dapat mengurangi kecemasan tanpa mengganggu efek fisik mapun mental sedangkan efek hipnotik memberi efek yang lebih kuat dan dapat mengakibatkan tidur. Metabolisme Na thiopental termasuk reaksi oksidasi (reaksi fase 1). Na Tiopental mengalami desulfurasi pada C5 menghasilkan alkohol keton atau asam karboksilat menjadi pentobarbital. Raksi ini dikatalisis oleh sitokrom P450 yang merupakan enzim pemetabolisme utama di hati. Banyak obat yang dapat menginduksi peningkatan kadar sitokrom P450 yang mengakibatkan suatu peningkatan kecepatan metabolisme obat penginduksi tersebut ataupun obat lain yang dimetabolisme oleh sitokrom P450. Selain itu, terdapat pula obat yang menghambat sitokrom P450 dan bisa memperkuat kerja obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini. Setelahnya, pentobarbital memasuki metabolisme fase 2 (reaksi konjugasi), yaitu dengan melakukan konjugasi glutation atau glukoronidasi. Kemudian dapat dieksresikan dan efek farmakologisnya berakhir. Kali ini, natrium thiopental diberikan secara intraperitoneal. Dengan cara pemberian ini,kadar obat yang diabsorpsi lebih besar daripada yang dimetabolisme maupun yang dieksresi. Oleh karena itu, kadar obat dalam darah cepat naik dan efeknya lebih cepat. Pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dapat diketahui dengan mengamati durasi, yaitu dimulai saat mencit tidak dapat membalikkan badan (saat obat mulai berefek) sampai mencit dapat membalikkan badan kembali untuk pertama kalinya (waktu selesainya efek obat). Pertama, dilakukan penimbangan mencit kemudian natrium thiopental diberikan kepada empat mencit. Semua mencit diberikan Na-thiopental secara i.p., yang membedakannya hanyalah pra perlakuan yang diberikan kepada mencit itu sebelum diberikan Na-thiopental. Mencit pertama tidak diberi praperlakuan sementara mencit kedua diberi fenobarbital 3 hari sebelumnya tiap 24 jam. Mencit ketiga diberi praperlakuan

simetidin secara p.o. 1 jam sebelumnya sementara mencit keempat diberi praperlakuan fenobarbital secara i.p. 1 jam sebelumnya. Mencit kedua diberi pra perlakuan dengan phenobarbital 3 hari sebelumnya setiap 24 jam. Fenobarbital merupakan turunan asam barbiturat yang bersifat asam lemah sehingga cenderung terdapat dalam darah sebagai bentuk molekulnya lalu dapat menembus membran otak dan menimbulkan efek menekan fungsi sistem saraf pusat. Struktur fenobarbital:

Gambar Fenobarbital (Sumber: en.wikipedia.org\phenobarbital) Fenobarbital merupakan golongan barbiturat dengan aksi panjang, namun dapat menginduksi metabolismenya sendiri dalam hati. Fenobarbital diberikan 3 hari sebelum pemberian Na-tiopental setiap 24 jam agar pada saat pemberian Na tiopental, efek fenobarbital masih ada. Kenaikan enzim pemetabolisme akan mengakibatkan peningkatan laju metabolisme obat dan merupakan proses deaktivasi sehingga akan mengurangi kadar obat dalam plasma darah. Akibatnya waktu paro obat akan menjadi lebih pendek daripada yang seharusnya. Secara teoritis, fenobarbital sebagai induktor enzim pemetabolisme obat akan menghasilkan durasi yang paling singkat dari perlakuan perlakuan yang lain. Mencit ketiga diberi praperlakuan dengan simetidin secara peroral satu jam sebelum pemberian Na tiopental. Simetidin merupakan golongan antihistamin yang menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Bioavailibilitas oral simetidin kurang lebih 70% sehingga hanya 30% obat yang mengalami first pass metabolism. Simetidin merupakan inhibitor enzim pemetabolisme obat.

Gambar Simetidin (sumber: en.wikipedia.org\cimetidine) Mekanisme penghambatan simetidin yaitu dengan mengikat besi heme dari sitokrom P450 dan menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati. Hal ini mengakibatkan Na tiopental akan terakumulasi bila diberikan bersama dengan simetidin. Simetidin juga mengandung gugus imidazol yang menghambat aktivitas enzim. Efek inhibitor dilakukan dengan cara menekan glukoronidase hepar melalui ikatan dengan cincin imidazol pada sitokrom P450.

simetidin berperan sebagai inhibitor non kompetitif karena enzim pemetabolisme Na tiopental dihambat sehingga reaksi bioinaktivasi akan turun. Penurunan bioinaktivasi, atau metabolisme akan mengakibatkan metabolit inaktif hasil metabolisme obat menjadi berkurang. Akibatnya kadar obat dalam plasma darah akan bertambah sehingga durasi kerja obat akan lebih panjang. Secara teoritis, simetidin sebagai inhibitor enzim pemetabolisme obat akan menghasilkan durasi yang paling lama dari perlakuan perlakuan yang lain. Mencit terakhir diberi praperlakuan fenobarbital secara i.p. 1 jam sebelumnya. Secara teoritis,

Gambar induksi metabolisme obat oleh fenobarbital (sumber: Handschin and Meyer, 2003) Puncak kadar sitokrom P450 akibat induksi fenobarbital terjadi pada sekitar hari ke 7 setelah perlakuan. Berdasarkan kurva di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa efek induksi sitokrom P450 akibat fenobarbital lebih tinggi pada perlakuan 3 hari sebelumnya daripada pada perlakuan 1 jam sebelumnya. (Handschin and Meyer, 2003) Berat mencit pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah 30 g, 20 g, 26,5 g, dan 24,8 g. Mencit pertama dengan perlakuan pemberian Na tiopental sebanyak 0,18 mL, dengan nilai onsetnya 1530 detik dan durasi 4140 detik. Mencit kedua dengan perlakuan pemberian Na tiopental sebanyak 0,12 mL, dengan nilai onsetnya 186 detik dan durasi 1874 detik. Mencit ketiga dengan perlakuan pemberian Na tiopental sebanyak 0,159 mL, dengan nilai onsetnya 180 detik dan durasi 8355 detik. Mencit keempat dengan perlakuan pemberian Na tiopental sebanyak 0,1488 mL, dengan nilai onsetnya 76 detik dan durasi 2451 detik.

Dari hasil tersebut, terlihat bahwa onset untuk pra perlakuan fenobarbital 3 hari sebelumnya < Pra perlakuan fenobarbital 1 jam sebelumnya < Pra perlakuan simetidin p.o < Kontrol (+Na-thiopental i.p) sementara durasi untuk Pra perlakuan fenobarbital 3 hari sebelumnya < Pra perlakuan fenobarbital 1 jam sebelumnya < Kontrol (+Na-thiopental i.p) < Pra perlakuan simetidin. Secara teoritis, urutan durasi untuk percobaan ini adalah mencit dengan pra perlakuan simetidin > mencit kontrol > mencit dengan pra perlakuan fenobarbital 60 menit sebelumnya > mencit dengan pra perlakuan fenobarbital 3 hari sebelumnya. Dengan demikian, hasil percobaan ini sudah sesuai dengan teori. Berdasarkan uji statistik menggunakan ANOVA,berikut ini hasil yang kami peroleh: 1. Test of Homogeneity of Variances Nilai signifikansi harus lebih dari 0,05 yang menunjukkan bahwa data homogen. Dari hasil test yang kami lakukan, nilai signifikansi durasi sebesar 0,073 maka data durasi homogen. 2. Test of Normality Kita lihat pendistribusian sampel dengan uji Shapiro Wilk. Uji ini dipilih karena jumlah data kurang dari 50. Bila nilai signifikansi dari data percobaan lebih dari 0,05 artinya data terdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk onset dan durasi lebih dari 0,05 maka data onset dan durasi terdistribusi normal. 3. Uji Anova Nilai signifikansi untuk durasi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa data berbeda secara signifikan karena lebih dari 0,05. Artinya variasi praperlakuan terhadap hewan uji mempengaruhi durasi obat. 4. Post Hoc Tests Dari uji post hoc test, tampak ada tanda bintang pada semua hasil mean difference. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan signifikan antara semua perlakuan terhadap durasi obat. VII. KESIMPULAN 1. Proses metabolisme obat dapat diamati dari durasi obat 2. Simetidin dapat berfungsi sebagai inhibitor enzim pemetabolisme Na-Thiopental dilihat dari waktu durasinya yang lebih lama dari kontrol (8355 detik). 3. Fenobarbital dapat berfungsi sebagai induktor enzim pemetabolisme NaThiopental dilihat dari waktu durasinya yang lebih cepat dari kontrol. 4. Fenobarbital yang diberikan selama 3 hari sebelum diberi Na-Thiopental lebih kuat menginduksi enzim pemetabolisme Na-Thiopental dibanding fenobarbital yang diberikan 60 menit pra perlakuan. 5. Percobaan kami sesuai dengan teori, yaitu durasi mencit dengan pra perlakuan simetidin > mencit kontrol > mencit dengan pra perlakuan fenobarbital 60 menit sebelumnya > mencit dengan pra perlakuan fenobarbital 3 hari sebelumnya. 6. Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan sebesar 95% menunjukkan bahwa durasi dipengaruhi oleh praperlakuan terhadap hewan uji. VIII. PUSTAKA en.wikipedia.org\cimetidine (27 November 2010) en.wikipedia.org\phenobarbital (27 November 2010) en.wikipedia.org\sodium_thiopental (27 November 2010) Handschin,Christoph and Meyer, URS A. , 2003, Induction of Drug Metabolism: The Role of Nuclear Receptors, Pharmacol Rev,55:649673,

Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition revised and expanded, Thieme, New York Neal, Michael J, 2002, Medical Pharmacology at a Glance, fourth edition, Blackwell Science Inc., UK JAWABAN PERTANYAAN 1. Sebutkan senyawa-senyawa yang dapat menginduksi dan menghambat enzim enzim yang berperan dalam metabolisme obat! Jawab: a. Senyawa induktor: fenobarbital, karbamazepin, etanol, dan rifampicin b. Senyawa inhibitor: fenitoin, teofilin, warfarin, eritromisin, karbamazepin, dan digoksin. 2. Jelaskan mekanisme induksi dan inhibisi enzim! Jawab: a. Induksi enzim: Berbagai substrat dapat menginduksi bermacam- macam bentuk sitokrom P450 yang berat molekulnya berbeda-beda dan spesifitasnya berbeda-beda pula. Dua bentuk yang telah dipelajari adalah: sitokrom P450 2B1 (dulunya P450b) yang direduksi dengan pemberian fenobarbital sitokrom P450 1A1 (sitokrom P1 450, atau P448) sebagai akibat induksi enzim, kapasitas penguraian dan laju biotransformasi meningkat. Peningkatan biotransformasi tidak hanya pada induktor enzim melainkan juga obat- obat lain, bahan khasiat tubuh sendiri (misalnya hormon steroid) atau senyawa esensial misalnya vitamin D. Waktu paro biologi semua senyawa ini dipersingkat. Bila induksi dihentikan, kapasitas penguraian dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu menurun sampai tingkat semula. b. Inhibisi enzim Bahan obat menyebabkan penurunan sintesis atau menaikkan laju penguraian enzim retikulum endoplasma, atau antara dua obat atau beberapa obat terdapat persaingan tempat ikatan pada enzim dan dengan demikian mengakibatkan inhibisi penguraian secara kompetitif.

DESCRIPTIVES VARIABLES=durasi onset /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX. Descriptives Notes Output Created Comments Input Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Missing Value Handling Definition of Missing Cases Used Syntax User defined missing values are treated as missing. All non-missing data are used. DESCRIPTIVES VARIABLES=durasi onset /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX. Processor Time Elapsed Time 00:00:00.000 00:00:00.032 DataSet0 <none> <none> <none> 16 19-Nov-2010 11:36:15

Resources

Descriptive Statistics N durasi onset Valid N (listwise) 16 16 16 Minimum Maximum 1574.00 76.00 Mean Std. Deviation 2366.72417 364.24037

8355.00 4.4924E3 1530.00 2.8862E2

NPar Tests Notes Output Created Comments Input Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Missing Value Handling Definition of Missing Cases Used DataSet0 <none> <none> <none> 16 User-defined missing values are treated as missing. Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test. NPAR TESTS /K-S(NORMAL)=durasi onset /MISSING ANALYSIS. Processor Time Elapsed Time Number of Cases Alloweda a. Based on availability of workspace memory. 00:00:00.000 00:00:00.031 157286 19-Nov-2010 11:37:25

Syntax

Resources

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test durasi N Normal Parametersa Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Oneway Notes Output Created Comments Input Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Missing Value Handling Definition of Missing Cases Used DataSet0 <none> <none> <none> 16 User-defined missing values are treated as missing. Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis. 19-Nov-2010 11:38:56 16 onset 16

4.4924E3 2.8862E2 2.36672E 3.64240E 3 2 .164 .164 -.136 .656 .782 .355 .355 -.280 1.419 .036

Syntax

ONEWAY durasi onset BY perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS. Processor Time Elapsed Time 00:00:00.015 00:00:00.062

Resources

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Perlakuan Onset kontrol fenobarbital 3 hari simetidin 1 jam fenobarbital 1 jam Durasi kontrol fenobarbital 3 hari simetidin 1 jam fenobarbital 1 jam Statistic .222 .198 .163 .256 .276 .282 .344 .250 df 4 4 4 4 4 4 4 4 Sig. . . . . . . . . Shapiro-Wilk Statistic .913 .977 .988 .957 .880 .880 .862 .896 df 4 4 4 4 4 4 4 4 Sig. .496 .883 .944 .763 .337 .338 .268 .413

a. Lilliefors Significance Correction

Вам также может понравиться