Вы находитесь на странице: 1из 6

TUGAS CERPEN BAHASA INDONESIA

RADEN RORO NURUL KUSUMAWARDANI (30) X.2

Take A Look At Me Now

Aku tak percaya pertemananku dengan Nesdy berakhir begitu cepat. Sepertinya baru kemarin aku berkenalan dengannya. Sekarang, hampir satu tahun lamanya aku dan Nesdy tidak saling bicara. Nesdy adalah anak laki-laki bertubuh gempal yang enak diajak bicara. Dia cerdas, tapi humoris. Dia adalah anak laki-laki pertama yang pernah berteman dekat denganku. Aku dan Nesdy berteman begitu dekat. Mungkin seperti Spongebob dan Patrick. Aku menceritakan semua yang ada di kepalaku kepadanya dan dia mendengarkan dengan baik. Kapanpun. Ketika aku punya masalah dengan temanku yang lain sampai ketika aku naksir anak kelas sebelah. Meskipun terkadang ia hanya bisa bengong ketika aku berceloteh panjang tentang Chelsea FC, klub sepakbola kesukaanku. Dia teman yang baik. Aku benar-benar kehilangan semangat hidup ketika aku tahu aku tidak akan bisa bicara lagi dengannya. Semuanya jadi berbeda. Saking lamanya tidak bicara dengannya, kini aku lupa bagaimana suaranya, bagaimana ia biasa menyapaku, bahkan suara tawanya. Jujur. Aku merindukannya. Aku juga merindukan teman-teman Stressed-ku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak berkumpul dengan mereka. Sejak masalah ini timbul aku bukan lagi bagian dari mereka. Masalahku dengan Nesdy membuatku tidak bisa berkumpul dengan mereka lagi. Tapi, setidaknya mereka masih mau berteman denganku. Aku bersyukur. Stressed adalah sekelompok anak stress yang suka nongkrong di kantin setiap pulang sekolah. Mereka semua anak-anak yang humoris. Lelucon yang mereka ucapkan cukup untuk membuat diafragmaku sakit akibat tertawa. Mereka menghargai lelucon garing yang sering kali terlontar dari mulutku. Mereka menertawakan apa saja yang tidak bisa membuat orang lainselain kami tertawa. Setiap lelucon yang kami bicarakan hanya kami saja yang mengerti dimana bagian lucunya. Ketika berada di depan mereka, aku tidak pernah malu untuk berkata apa saja. Yang mereka lakukan hanya tertawa. Mereka benar-benar membuatku bahagia. Aku senang pernah jadi bagian dari mereka. Dan saat aku harus kehilangan mereka, saat aku harus kehilangan Nesdy, aku merasa begitu hampa. *** Aku terduduk di hadapan komputer. Sambil mengerjakan tugasku, sesekali aku mengintip halaman facebook-ku. Blink! Nesdy Lo udah bikin blog belom? Nurul Belom. Nggak ada inspirasi nih.

Nesdy Lo liat aja blog gue. ... Nurul Kok gembel sih nes? *canda Nesdy Iya. Kayaknya harus dibenerin lagi. Nurul Udah dulu ya nes. Tugas gue belom kelar nih. Nesdy Ya udah. Bye. tipsinesdy.blogspot.com

Aku pun melanjutkan mengerjakan tugasku. *** Gelak tawa menggema ke seluruh kantin. Begitulah kondisi ketika Stressed sedang berkumpul. Terkadang kami membuat orang-orang memandang kami dengan tatapan aneh. Tapi, kami tidak peduli. Inilah salah satu kenikmatan dalam hidup. Tertawa! Gambar lo keren deh, Man, pujiku. Manda memang rajanya penggambar manga. Ah, biasa aja, kata Manda malu-malu. Tiba-tiba handphone-ku bergetar. SMS dari Tasya. Sejak tadi aku memang sedang SMS-an dengannya.

Buruan ke perpus. Gue nemu buku bagus nih.


Ih, Nesdy, kok ngupil sih?! Nggak sopan, tahu! protesku terhadap perbuatan menjijikan yang dilalakukan Nesdy itu. Ya udah, sih, nyantai aja! Ngupil kan manusiawi, balasnya. Iya, sih. Tapi nggak usah di depan muka orang dong! Siapa yang ngupil di depan muka orang! katanya. Ih, jorok banget sih lo. Gue nggak sudi punya temen kayak lo. kataku. Sebenarnya, aku menggunakan nada becanda, tapi sepertinya Nesdy tidak menyadarinya. Ya udah, kalo nggak sudi, ngapain lo masih di sini? Pergi aja lo! katanya. Ya udah, deh. Gue juga udah ditunggu nih sama Tasya di perpus. kataku sambil beranjak pergi sambil melambaikan tangan ke arah Manda, Santi, dan Wina.

Pergi aja lo! Pacarin aja tuh si Tasya, sampe kawin sekalian! teriak Nesdy. Aku mengira ia bercanda, tapi tidak tahu bahwa itu adalah kata-kata terakhir yang diucapkannya kepadaku. *** Bel istirahat berbunyi. Aku sibuk merapikan bukuku yag berserakan di atas meja. Kemudian, aku beranjak dari tempat dudukku menuju tempat duduk Nesdy. Nes, ke kantin, yuk! ajakku. Nesdy hanya diam. Ayo, ke kantin! ajakku lagi. Ia malah mengobrol dengan teman sebangkunya. Ia membuatku bingung. Akhirnya, aku pergi ke kantin seorang diri. *** Man, kayaknya Nesdy marah sama gue. Seharian ini dia nggak mau ngomong sama gue, curhatku kepada Manda di koridor depan kelasku. Emang lo punya salah apa sama dia? tanya Manda. Nggak tahu. Perasaan semuanya baik-baik aja, jawabku. Coba inget-inget. Lo pasti punya salah sama dia. Nggak mungkin kan dia marah sama lo tanpa sebab, sarannya. Ya udah. Tunggu di sini! Gue tanya aja sama dia. Manda pun bergegas masuk ke dalam kelasku. Di sana Nesdy sedang melaksanakan tugas piketnya. Mereka berbincang-bincang. Lalu, Manda pun keluar dari kelas. Ia menghampiriku dengan tampang galak. Masa lo nggak nyadar sih kalo lo salah? katanya sambil menatapku tajam. Aku menggeleng. Lo inget nggak kemarin lo ngomong apa ke dia? katanya lagi. Aku menggeleng lagi. Kemarin lo bilang nggak sudi punya temen kayak dia. Gimana dia nggak marah? jelasnya. Bahkan, katanya lo sering ngomong kayak gitu ke dia. Gimana dia nggak marah, coba? Aku menundukkan kepalaku. Aku benar-benar menyesal. Mengapa aku tidak menyadari kesalahanku? Sekarang gue harus gimana? tanyaku dengan nada menyesal. Manda hanya mengangkat bahunya. Tiba-tiba Santi menghampiri kami. Ada apa, nih? tanyanya kepada aku dan Manda. Lo tanya aja sama Nurul, kata Manda sambil beranjak pergi. Ada apa, Nur? tanyanya lagi. Nesdy marah sama gue, jawabku. Oh. Kemarin dia emang curhat sama gue, kata Santi.

Curhatnya gimana? tanyaku penasaran sambil mengajak Santi duduk di lantai. Katanya dia sebel sama lo. Soalnya lo sering bilang nggak sudi punya temen kayak dia. Lo juga suka nyuruh dia jauh-jauh dari lo. Terus lo juga bilang blog-nya gembel, jelasnya. Terus dia minta lo dikeluarin dari Stressed. Aku benar-benar kaget mendengarnya. Kaget sekaligus menyadari bahwa kesalahanku ini sangat besar. Aku baru menyadari bahwa aku telah mengatakan banyak hal yang menyakiti hati Nesdy. Ini semua memang salahku. Dia emang layak kok marah sama gue. Tapi, sebenarnya gue nggak bermaksud ngomong kayak gitu ke dia. Gue cuma bercanda, kataku sambil tertunduk. Tapi, walaupun cuma bercanda, omongan lo tuh dalem, lho, ujar Santi. Gue cuma pengen dia tahu kalo gue nggak nyaman terlalu deket sama dia. Gue cuma pengen dia jauhin gue dikit. Gue nggak nyangka dia bakal marah kayak gini, jelasku. Ya udah. Yang penting sekarang lo berusaha untuk minta maaf sama dia. Gue, Manda, sama Wina juga bakal bantuin lo, katanya sambil menepuk pundakku. Makasih ya, San, kataku. *** Sekarang sudah hampir satu bulan aku tidak bicara dengan Nesdy. Segala cara telah aku lakukan untuk meminta maaf tapi, ia tidak pernah mau mendengar. Aku merasa rasa bencinya kepadaku malah semakin besar. Akibat masalah ini semuanya berubah. Aku bukan lagi bagian dari Stressed. Posisiku telah digantikan oleh Tareqh. Meskipun Manda, Santi, dan Wina masih menganggapku sebagai teman, tapi aku tidak bisa leluasa berkumpul dengan mereka. Setiap kali mereka berkumpul, Nesdy pasti juga ada di sana. Aku jadi segan untuk bergabung dengan mereka. Di kelas pun tak jauh berbeda. Teman-temanku lebih sering bermain dengan Nesdy, sehingga aku pun lebih sering menyendiri. Aku tidak pernah marah kepadanya walaupun aku diperlakukan seperti itu. Karena aku memang bersalah. Karena semua ini salahku. Aku yang tidak bisa menjaga mulutku. Aku yang tidak mensyukuri apa yan telah kumiliki. Aku yang tidak bisa menghargai perasaan temanku sendiri. Dia layak memperlakukanku seperti ini. Sangat layak. Inilah yang aku lakukan setiap hari. Menyalahkan diriku sendiri. Karena aku telah menyakiti perasaan teman terdekatku. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku hanya bisa berdoa agar dia mau memaafkanku. Aku hanya bisa berharap. Diiringi lagu Against All Odds (Take A Look At Me Now), air mataku mulai mengalir. Sekarang yang tersisa hanya penyesalan. Sabar, Rul. Kan masih ada kita yang mau jadi temen lo, kata Tasya. Iya, Nur. Ngapain sih lo sedih? Cuma dikeluarin dari Stressed doang, timpal Tareqh.

Bukan masalah itu, Tar. Gue sedih karena Nesdy marah sama gue, jelasku seraya menghapus air mataku. Lagian ada ya cowok marahnya lebay kayak gitu? kata Ferizka. Udah nyantai aja. Kan temen lo bukan cuma dia doang. Meskipun temen gue banyak, tapi dia juga temen gue, Fer, kataku. Air mataku mulai menetes lagi. Akupun meminta tissue kepada adik kelasku yang duduk di bangku depan. Udah, Rul. Yang penting lo udah usaha minta maaf sama dia. Lo nggak sepenuhnya salah kok, kata Tasya bijaksana. Perkataan Tasya itu membuatku merasa lebih baik. Beberapa menit kemudian Ferizka dan Tareqh turun dari mobil jemputanku dan beranjak menuju mobil jemputan mereka masing-masing. Mobil jemputanku mulai berjalan. Penyesalan ini masih menggelayut di hatiku. Aku juga merasa kehilangan. Nesdy adalah temanku. Teman yang begitu mengerti aku. Tapi, aku tidak pernah menghargainya. Semuanya memang salahku. Nesdy adalah temanku. Dia penting bagiku. Dia berarti bagiku... karena dia temanku.

Вам также может понравиться