Вы находитесь на странице: 1из 12

Jumat, 05 Agustus 2011

Sejarah Perkembangan Buku, Surat Kabar & majalah


Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal pula istilah e-book atau buku-e (buku elektronik), yang mengandalkan komputer dan Internet (jika aksesnya online). Kitab berarti sebuah teks atau tulisan yang dijilid menjadi satu. Biasanya kitab merujuk kepada jenis tulisan yang mempunyai implikasi hukum, atau dengan kata lain merupakan undang-undang yang mengatur. Istilah kitab biasanya digunakan untuk menyebut karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan sebagai bukti sejarah untuk mengungkapkan suatu peristiwa masa lampau. (Lihat pula kitab suci)

Sejarah
Ada berbagai sumber yang menguak sejarah tentang buku. Buku pertama disebutkan lahir di Mesir pada tahun 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung dan gulungan tersebut merupakan bentuk buku yang pertama. Ada pula yang mengatakan buku sudah ada sejak zaman Sang Budha di Kamboja karena pada saat itu Sang Budha menuliskan wahyunya di atas daun dan kemudian membacanya berulang-ulang. Berabad-abad kemudian di Cina, para cendekiawan menuliskan ilmu-ilmunya di atas lidi yang diikatkan menjadi satu. Hal tersebut memengaruhi sistem penulisan di Cina di mana huruf-huruf Cina dituliskan secara vertikal yaitu dari atas ke bawah. Buku yang terbuat dari kertas baru ada setelah Cina berhasil menciptakan kertas pada tahun 200-an SM dari bahan dasar bambu di ditemukan oleh Tsai Lun. Kertas membawa banyak perubahan pada dunia. Pedagang muslim membawa teknologi penciptaan kertas dari Cina ke Eropa pada awal abad 11 Masehi. Disinilah industri kertas bertambah maju. Apalagi dengan diciptakannya mesin cetak oleh Gutenberg perkambangan dan penyebaran buku mengalami revolusi. Kertas yang ringan dan dapat bertahan lama dikumpulkan menjadi satu dan terciptalah buku. Pecinta buku biasanya dijuluki sebagai seorang bibliofil atau kutu buku. Buku di Era Modern

Di era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesin-mesin offset raksasa yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar buku dalam waktu singkat telah dibuat. Hal itu diikuti pula dengan penemuan mesin komputer sehingga memudahkan untuk setting (menyusun huruf) dan lay out (tata letak halaman). Diikuti pula penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas, scanner (alat pengkopi gambar, ilustrasi, atau teks yang bekerja dengan sinar laser hingga bisa diolah melalui computer), dan juga printer laser (alat pencetak yang menggunakan sumber sinar laser untuk menulis pada kertas yang kemudian di taburi serbuk tinta). Semua penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-buku sekarang ini mudah dicetak

dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat bagus, serta hasil cetakan dan desain yang sangat bagus pula. Tak mengherankan bila sekarang ini kita dapati berbagai buku terbit silih berganti dengan penampilan yang semakin menarik. Bahkan sampai sekarang ini pun, di negara kita Indonesia, kendati sedang diterpa krisis, kondisi ekonomi masih gonjang-ganjing, tapi penerbit-penerbit buku malahan bermunculan. Banyak sekali jumlahnya, hingga tak terhitung, sebab tak tersedia data yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga di Ikatan Penerbit Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak semua penerbit bergabung dengan lembaga ini. Namun, dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan, betapa penerbitpenerbit buku saat ini semakin banyak saja jumlahnya. Tengoklah, di toko-toko buku yang ada di berbagai kota di negeri ini, maka akan kita jumpai, berderet-deret bahkan bertumpuktumpuk buku-buku baru terbit silih berganti bak musim semi dengan beragam judul dan beraneka desain sampul yang menawan dari berbagai penerbit, baik dari penerbit besar yang sudah mapan dan lebih dulu eksis, maupun dari penerbit kecil yang baru merintis dan masih kembang-kempis. Animo masyarakat pun terhadap buku nampak juga mengalami peningkatan. Ini nampak dari banyaknya buku-buku bestseller yang laris manis diserbu masyarakat. Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Bagi seorang muslim dai yang memiliki komitmen dengan dakwah, kondisi di atas akan dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Menulis buku-buku bernuansa dakwah adalah pilihan yang sudah selayaknya untuk dilakukan. Agar buku benar-benar menjelma fungsinya sebagai pencerdas dan pencerah umat, bukan sebaliknya.

Sejarah surat kabar Indonesia


Lebih dari 200 tahun surat kabar menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya media penyampai berita kepada khalayak dan sebagai sumber satu-satunya bagi khalayak dalam mengakses informasi yang sama secara bersamaan. Surat kabar pertama kali diterbitkan di Eropa pada abad ke-17. Di Indonesia sendiri, surat kabar berkembang dan mempunyai peranannya sendiri di tengah masyarakat hingga sekarang. Sejarah mencatat bahwa produk mesin cetak Johann Gutenberg ini, telah mengambil peran yang cukup signifikan dalam perkembangan surat kabar di Indonesia dari berbagai aspek kehidupan keterkaitannya sebagai media massa yang berpengaruh di masyarakat. Berikut adalah paparan singkat mengenai surat kabar di Indonesia.

Dua Babak Sejarah


Pada dasarnya, sejarah surat kabar di Indonesia terbagi dalam dua babak yakni babak pertama yang biasa disebut babak putih dan babak kedua antara tahun 1854 hingga Kebangkitan

Nasional. Kedua babak inilah yang amat berperan dalam perkembangan surat kabar di Indonesia. Babak pertama adalah babak putih, yaitu saat Indonesia masih dalam keadaan terjajah oleh kolonialisme Belanda. Disebut babak putih karena surat kabar pada waktu itu mutlak milik orang-orang Eropa, berbahasa Belanda dan diperuntukkan bagi pembaca berbahasa Belanda. Kontennya hanya seputar kehidupan orang-orang Eropa dan tidak mempunyai kaitan kehidupan pribumi. Babak ini berlangsung antara tahun 1744-1854. Babak kedua yang berlangsung antara tahun 1854 hingga Kebangkitan Nasional secara kasar dapat dibagi dalam tiga periode, yakni:

Antara tahun 1854-1860


Dalam periode ini surat kabar dengan bahasa Belanda masih memegang peranan pening dalam dunia pers Indonesia, namun surat kabar dengan bahasa Melayu telah terbit bernama Slompret Melajoe di Semarang yang diterbitkan oleh H.C. Klinkert.

Antara tahun 1860-1880


Surat kabar dengan bahasa pra-Indonesia dan Melayu mulai banyak bermunculan tetapi yang menjadi pemimpin surat kabar-surat kabar ini semuanya adalah orang-orang dari peranakan Eropa.

Antara tahun 1881 sampai Kebangkitan Nasional


Periode ini mempunyai ciri tersendiri karena para pekerja pers terutama para redakturnya tidak lagi dari peranakan Eropa tetapi mulai banyak peranakan Tionghoa dan Indonesia atau biasa disebut dengan pribumi.

Lima Periode Surat Kabar Indonesia


Surat kabar di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang yang secara singkat terbagi dalam enam periode, yakni zaman Belanda, zaman Jepang, zaman kemerdekaan, zaman Orde Lama, zaman Orde Baru dan zaman reformasi. Berikut uraian singkat keenam periode bersejarah tersebut:

Zaman Belanda
Pada tahun 1744 dilakukanlah percobaan pertama untuk menerbitkan media massa dengan diterbitkannya surat kabar pertama pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff dengan nama Bataviasche Nouvelles, tetapi surat kabar ini hanya mempunyai masa hidup selama dua tahun. Kemudian pada tahun 1828 diterbitkanlah Javasche Courant di Jakarta yang memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harianharian di Eropa. Mesin cetak pertama di Indonesia juga datang melalui Batavia (Jakarta) melalui seorang Nederland bernama W. Bruining dari Rotterdam yang kemudian menerbitkan surat kabar bernama Het Bataviasche Advertantie Blad yang memuat iklan-iklan dan berita-berita umum yang dikutip dari penerbitan resmi di Nederland (Staatscourant). Di Surabaya sendiri pada periode ini telah terbit Soerabajasch Advertantiebland yang kemudian berganti menjadi Soerabajasch Niews en Advertantiebland. Sedang di Semarang terbit Semarangsche Advertetiebland dan De Semarangsche Courant. Secara umum serat kabar-surat kabar yang muncul saat itu tidak mempunyai arti secara politis karena cenderung

pada iklan dari segi konten. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar tiap harinya. Setiap surat kabar yang beredar harulah melalui penyaringan oleh pihak pemerintahan Gubernur Jenderal di Bogor. Tidak hanya itu, surat kabar Belandapun terbit di daerah Sumatera dan Sulawesi. Di Padang terbit Soematra Courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makasar (Ujung Pandang) terbit Celebes Courant dan Makassarsch Handelsbland. Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda telah terbit sekitar 16 surat kabar dalam bahasa Belanda dan 12 surat kabar dalam bahasa Melayu seperti, Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar (terbit di Bogor), Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan surat kabar berbahasa Jawa, Bromatani yang terbit di Solo.

Zaman Jepang
Saat wajah penjajah berganti dan Jepang memasuki Indonesia, surat kabar-surat kabar yang beredar di Indonesia diambil alih secara pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan penghematan namun yang sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang memperketat pengawasan terhadat isi surat kabar. Kantor Berita Antara diambil alih dan diubah menjadi kantor berita Yashima dengan berpusat di Domei, Jepang. Konten surat kabar dimanfaatkan sebagai alat propaganda untuk memuji-muji pemerintahan Jepang. Wartawan Indonesia saat itu bekerja sebagai pegawai sedang yang mempunyai kedudukan tinggi adalah orang-orang yang sengaja didatangkan dari Jepang.

Zaman Kemerdekaan
Ketika pemerintah Jepang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda pencitraan pemerintah, Indonesiapun melakukan hal yang sama untuk melakukan perlawanan dalam hal sabotase komunikasi. Edi Soeradi melakukan propaganda agar rakyat berdatangan pada Rapat Raksasa Ikada pada tanggal 19 September 1945 untuk mendengarkan pidato Bung Karno. Dalam perjalanannya, Berita Indonesia (BI) berulang kali mengalami pembredelan dimana selama pembredelan tersebut para pegawai kemudian ditampung oleh surat kabar Merdeka yang didirikan oleh B.M. Diah. Surat kabar perjuangan lainnya adalah Harian Rakyat dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmr dan Rinto Alwi dimana surat kabar tersebut menampilkan pojok dan Bang Golok sebagai artikel. Surat kabar lainnya yan terbit pada masa ini adalah Soeara Indonesia, Pedoman Harian yang berubah menjadi Soeara Merdeka (Bandung), Kedaulatan Rakyat (Bukittinggi), Demokrasi (Padang) dan Oetoesan Soematra (Padang).

Zaman Orde Lama


Setelah dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno, terdapat larangan terhadap kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan untuk mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak diperketat yang kemudian situasi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia untuk melakukan slowdown atau mogok secara halus oleh para buruh dan pegawai surat kabar. Karyawan pada bagian setting melambatkan pekerjaannya yang membuat banyak kolom surat kabar tidak terisi menjelang batas waktu cetak (deadline). Pada akhirnya kolom tersebut diisi iklan gratis. Hal ini menimpa surat kabar Soerabaja Post dan Harian Pedoman di Jakarta. Pada periode ini banyak terjadi kasus antara surat kabar pro PKI dan anti PKI.

Zaman Orde Baru


Pada periode ini, surat kabar yang dipaksa untuk berafiliasi kembali mendapatkan pribadi awalnya, seperti Kedaulatan Rakyat yang pada zaman orde lama harus berganti menjadi Dwikora. Hal ini juga terjadi pada Pikiran Rakyat di Bandung. Bahkan pers kampuspun mulai aktif kembali. Namun dibalik itu semua, pengawasan dan pengekangan pada pers terutama dalam hal konten tetap diberlakukan. Pemberitaan yang dianggap merugikan pemerintah harus dibredel dan dihukum dengan dilakukan pencabutan SIUP seperti yang terjadi pada Sinar Harapan, tabloid Monitor dan Detik serta majalah Tempo dan Editor. Pers lagi-lagi dibayangi dalam kekuasaan pemerintah yang cenderung memborgol kebebasan pers dalam membuat berita serta menghilangkan fungsi pers sebagai kontrol sosial terhadap kinerja pemerintah. Pembredalanpun marak pada periode ini. Sejarah Kelahiran Suratkabar Sebelum ada suratkabar, hadir lebih dulu newsletters. Koran pertama dikembangkan secara tidak teratur di Belanda, Inggris dan Prancis (16181648). Lembaran berita ini disebut corantos, yang secara bertahap digantikan laporan harian atau diurnos. Pada saat itu, tidak ada yang namanya kebebasan pers. Pencetakan koran dan material lainnya harus menggunakan ijin dan yang mengeluarkannya dapat mengontrol isi. Kebebasan berbicara dan mengkritisi sensor mulai ada sekitar tahun 1644, ketika John Milton menulis Aeropagitica, yang menyatakan kebebasan berbicara dalam beragama. Dalam terminologi politik, John Stuart Mill, Edumund Burke dan lainnya, mempromosikan pers bebas. Politisasi pers yang muncul menjadi penting dalam membangun dukungan terhadap revolusi Amerika dan mendefinisikan pers bebas di sana. Kebebasan pers secara formal di AS sejak 1787. Keinginan untuk memproteksi kebebasan berbicara dan pers, hal itu kemudian dimasukan dalam Amandemen Pertama konstitusi di sana. Hasilnya, kemudian muncul keberagaman pers. Koran yang dipakai sebagai alat politik, kemudian hadir mewakili keberagaman pandangan politik. Untuk menjalankan fungsi politik, pandangan-pandangan mengenai hal itu harus tersirkulasikan sebaik keberagaman media ini. Caranya, dengan menjual suratkabar yang murah agar bisa menjangkau audiens yang luas. Koran murah pertama kali diluncurkan Benjamin Day, 1833. Koran yang bernama New York Sun, hanya dijual satu penny, yang kemudian dikenal dengan Koran Penny. Untuk bisa dijual pada harga itu, Day tidak hanya bergantung pada iklan semata, namun juga dengan meningkatkan oplah penjualan. Pembaca koran meningkat ketika terjadi Perang Sipil (1861-1865) karena orang-orang ingin mengetahui perkembangan terakhir mengenai konflik yang terjadi. Setelah masa perang, hadirlah era baru dunia jurnalistik, jurnalisme investigasi. Era baru ini menjadikan suratkabar lebih hidup, lancang, sadar diri, tidak sabar dan penuh sensasi.

Babak selanjutnya dalam sejarah koran di AS ditandai dengan adanya yellow journalism dan responsible journalism, yang bahkan dikatakan terjadi perang yang dramatis. Hearsts Morning Herald Journal, dengan yellow journalisme-nya, menampilkan foto-foto yang penuh sensasi, topik utama yang besar-besar dan mengabaikan kepribadian, cerita tentang kemanusiaan dan terkadang melakukan wawancara palsu. Sementara lawan Hearst, Pulitzer, menciptakan jurnalisme baru yang mengetengahkan tanggung jawab sosial dalam tulisan di suratkabar. Jurnalisme yang bertanggung jawab ini berlanjut pada tahun 1896 ketika Adolph Ochs membeli The New York Times. Ochs tegas-tegas melarang sensasionalitas dalam foto-foto, cerita-cerita bohong dan tipuan. Dampaknya, pembaca dari kalangan kelas menengah meningkat. Ini pula yang kemudian menyebabkan suratkabar sebagai media massa mencapai puncaknya (1890-1920). Setelah melewati rentang waktu yang panjang, akibat teknologi baru, persaingan dalam makin tajam. Apalagi dengan kehadiran internet, koran lokal kini bisa dibaca di seluruh dunia. Karenanya kebutuhan untuk mengonline-kan suratkabar menjadi kebutuhan serius meski edisi internet tersebut belum bisa dikatakan menghasilkan uang. Namun begitu, internet dapat juga dianggap sebagai ancaman terhadap ekonomi suratkabar dan standar jurnalistik.

Sejarah dan Perwajahan Majalah

Perkembangan

14 Apr Sejarah Singkat Majalah Di Inggris Majalah di Inggris (London) adalah Review yang diterbitkan oleh Daniel Defoe pada tahun 1704. Bentuknya adalah antara majalah dan surat kabar, ukuran halaman kecil, set terbit tiga kali satu minggu. Defoe bertindak sebagai pemilik, penerbit, editor sekaligus sebagai penulisnya. Tulisannya mencakup berita, artikel, kebijakan nasional, aspek moral dan lain-lain. Tahun 1790, Richard Steele membuat majalah The Tatler, kemudian bersama-sama dengan Joseph Addison ia menerbitkan The Spectator. Majalah tersebut berisi masalah politik, berita-berita internasional, tulisan yang mengandung unsur-unsur moral, berita-berita hiburan, dan gosip. Di Amerika Benjamin Franklin telah memelopori penerbitan majalah di Amerika tahun 1740, yakni General Magazine. Tahun 1820-an sampai 1840-an merupakan zamannya majalah. Majalah yang paling populer saat itu adalah Saturday Evening Post yang terbit tahun 1821, dan North American Review. Pada pertengahan abad 20 tidak ada majalah yang sesukses Readers Digest yang diterbitkan oleh suami istri Dewitt Wallace dan Lila, pada tahun 1922, ketika mereka masih 20 tahun.

Pada tahun 1973 Readers Digest dapat mencapai pelanggan sebanyak 18 juta untuk pembaca di Amerika saja, dan pembaca lainnya di dunia. Keberhasilan Readers Digest telah mendorong munculnya majalah Time. Selanjutnya terbitlah majalah Life, Fortune, dan Sport Illustrated. Life merupakan majalah berita yang banyak menggunakan foto. Majalah lainnya yang sukses adalah Playboy yang diterbitkan tahun 1953. Playboy adalah majalah khusus untuk pria yang pada tahun 1970-an, dan sirkulasinya mencapai 6 juta eksemplar. Di Indonesia

Awal Kemerdekaan

Soemanang, S.H. yang menerbitkan majalah Revue Indonesia, dalam salah satu edisinya pernah mengemukakan gagasan perlunya koordinasi penerbitan surat kabar yang jumlahnya sudah mencapai ratusan. Semuanya terbit dengan satu tujuan, yakni menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan semangat perlawanan rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.

Zaman Orde Lama

Seperti halnya nasib surat kabar pada masa orde lama, nasib majalah pun tidak kalah tragisnya di saat peperti mengeluarkan pedoman resmi untuk penerbit surat kabar dan majalah di seluruh Indonesia. Pedoman itu intinya adalah surat kabar dan majalah wajib menjadi pendukung, pembela dan alat penyebar Manifesto Politik yang pada saat itu menjadi haluan negara dan program pemerintah. Namun pada saat ini perkembangan majalah tidak begitu baik, karena relatif sedikit majalah yang terbit. Sejarah mencatat majalah Star Weekly, serta majalah minguan yang di Bogor, Geledek, yang hanya berumur beberapa bulan.

Zaman Orde Baru

Awal orde baru (1966) banyak majalah yang cukup beragam jenisnya, di antaranya adalah majalah Selecta pimpinan Sjamsudin Lubis, majalah sastra Horison pimpinan Mochtar Lubis, Panji Masyarakat dan majalah Kiblat.

Zaman Reformasi

Tidak diperlukan lagi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) di zaman reformasi, membuat berbagai pihak menerbitkan majalah baru yang sesuai dengan tuntutan pasar.

Teknologi Cetak Majalah dan Buku

Sejarah media cetak melibatkan inovasi teknologi cetak yang diikuti oleh persaingan antara bentu dan penggunaan baru dari media massa, peningkatan permintaan konsumen, pertumbuhan melek huruf dan perubahan yang dibawa oleh media massa. 1. Media cetak awal lebih banyak memperlihatkan perkembangan bentuk penerbitan ketimbang isi media itu sendiri. Novel adalah bentuk yang lazim karena bisa dicetak secara massal tapi tetap murah. Perkembangan awal terlihat dari penggunaan daun atau tanah liat sebagai medium bentuk media sampai percetakan. Johan Gutenberg menyempurnakan alat

cetak yang mampu mencetak secara terbatas Tapi buku atau manuskrip hanya bisa dibaca oleh sementara orang. 2. Kunci perkembangan media cetak adalah melek huruf (kemampuan untuk baca-tulis). Hanya memang melek huruf adalah kondisi yang dipunyai oleh kaum elite. Bahasa yang berkembang pun hanya beberapa bahasa pokok, bahasa latin misalnya. Perkembangan pendidikan pada abad 14 juga mendorong perkembangan orang yang melek huruf. Perkembangan sosial pun mendorong kemampuan baca tulis orang kebanyakan, sehingga perkembangan dramatis media cetak pun semakin luas. Revolusi Gutenberg 1. Gutenberg mulai mencetak Bible melalui teknologi cetak yang telah ditemukannya. Teknologi mesin cetak Gutenberg mendorong juga peningkatan produksi buku menjadi hitungan yang tidak sedikit. Teknologi percetakan sendiri menciptakan momentum yang justru menjadikan teknologi ini semakin mendorong dirinya untuk berkembang lebih jauh. 2. Mulai muncul broadside ballads yang berisi syair lagu yang populer. Muncul juga chapbooks sebagai buku murah yang menggabungkan puisi, balada atau prosa pada sejumlah besar orang. 3. Muncul juga perpustakaan yang juga berpengaruh pada masalah percepatan makna buku dalam masyarakat. Perkembangan dramatis buku sampai bisa menerbitkan dan menjual 600.000 copy pada awal abad 20. Media Cetak Pertama di Amerika 1. Media cetak di Amerika juga berawal berkembang melalui buku-buku rohani. Sampai pada akhirnya terbitlah apa yang disebut sebagai almanac, yaitu buku non-agamis. Perkembangan buku non rohani mendapatkan tempat di Amerika, sampai Benjamin Franklin menemukan cara untuk mengembangkan media cetak tanpa harus ada embel-embel agama. 2. Di Amerika juga, pertama kali dibuka perpustakaan berlangganan untuk membantu masyarakat membaca. Buku masih mahal, maka mulai dipikirkannya majalah atau koran yang lebih murah. Majalah Awal 1. Majalah sesungguhnyan berkembang di Inggris. Majalah pertama kali berisi tentang humor terseleksi dalam mingguan atau bulanan, karya fiksi atau esay tentang politik-sastra-musik dan sebagainya. 2. Majalah pertama di Amerika justru berkembang di Philadelphia. Majalah berisikan kurang lebih sama seperti yang berkembang di Eropa. Bahkan sampai-sampai majalah awal di Amerika cenderung diwarnai dengan isi politik. 3. Beberapa majalah disebut miscellanies. Majalah ini adalah majalah yang berisi sekian ragam isi yang bisa dibaca oleh masyarakat. 4. Beberapa majalah mempunyai pengaruh yang penting bagi masyarakat. Pengaruh ini terjadi karena majalah bisa menggambarkan atau melaporkan kejadian kepada masyarakat mengenai topik-topik yang hangat dalam masyarakat, seperti penggambaran dan pelaporan masalah perang saudara di Amerika. Amerika Membaca 1. Seturut perkembangan ekonomi, sosial dan pendidikan masyarakat; maka keberadaan buku atau majalah menjadi penting. Terdapat juga proses popularisasi isi buku dan majalah. 2. Beberapa buku atau majalah berkontribusi untuk menginspirasikan sesuatu kepada masyarakat. Efek budaya seperti yang terlihat oleh Novel mengenai suku Mohican yang Terakhir, efek politik yang memperlihatkan novel Uncle Toms Cabin berpengaruh pada proses oposisi atas perbudakan dan masih banyak lagi. 3. Dalam perkembangan ini, muncul istilah novel murah dan genre. Dime Novels adalah novel yang murah. Genre adalah type atau bentuk dari isi media.

4. Pada abad 20-an, perkembangan buku dan novel membawa masyarakat Amerika untuk mengembangkan genre buku yang semakin beragam dari masalah politik yang berat sampai cerita fantasi yang juga tidak sepi oleh pembaca. Muckraking 1. Muckraking adalah genre majalah yang dalam konteks perkembangan ekonomi harus mampu membuat para pembaca tertarik sekaligus untuk mengembangkan jumlah pembaca tanpa harus ada biaya yang lebih besar. Muckraking adalah jenis majalah yang memperlihatkan ketidakbiasaan dalam hidup, mencari hal-hal yang buruk dari seorang figur publik tanpa harus merasa berdosa karena terlalu banyak fitnah yang diberikan. Muckraking sendiri tidak hanya berkembang dalam posisi yang sederhana tapi bisa dibawa dalam konteks persaingan ekonomi dalam perusahaan tertentu. 2. Muckraking juga bisa berarti positif karena muckraking adalah jurnalisme yang membuka kedok korupsi atau skandal. Majalah modern 1. Setelah tahun 1900-an, banyak berkembang majalah baru. Majalah mulai berfokus pada ide atau genre tertentu. Ada majalah khusus wanita atau majalah bisnis. 2. Majalah foto berita adalah majalah yang berisi foto-foto yang berisi berita tertentu. Majalah berita adalah majalah mingguan yang berfokus pada berita dan analisa. 3. Pada tahun 1990-an, majalah memasuki era komputerisasi. Terdapat apayang disebut desktop publishing, yaitu proses editing atau peletakan atau memasukkan foto majala dalam komputer desktop. Era ini juga semakin memodernisasi sistem pengiriman atau penyebaran majalah pada khalayak. 4. Media cetak mulai semakin tersegmentasi dan tersasar pada khalayak tertentu. Beberapa Trend Penerbitan Buku 1. Terdapat peningkatan jumlah buku yang dipublikasikan dan dibeli oleh konsumen, mahasiswa atau kaum bisnis. Rumah-rumah penerbitan besar mengkonsolidasikan diri kepada beberapa atau sejumlah perusahaan yang lebih kecil seperti rantai distribusi yang tersebar dalam beberapa rantai distribusi penerbit yang sama, perubahan ukuran buku atau majalah sampai pada ukuran yang lebih ekonomis, sampai pemanfaatan teknologi internet untuk melakukan apa yang disebut sebagai book marketing on-line. 2. Trend teknologi media buku dan majalah: a. Rotary press adalah alat cetak giling yang bisa mencetak beberapa naskah dalam beberapa putaran. b. Typesetting adalah mesin ketik pertama yang ditemukan. Mesin ketik ini semakin cepat ketika ditemukan mesin linotype. c. Lithography adalah mesin ketik yang semakin cepat dari beberapa halaman yang mulai bergambar. d. Photoengraving adalah alat pemroses cetak gambar dalam lapisan plat logam. e. Offset printing adalah mesin cetak yang semakin mempercepat proses produksi dalam kualitas, kecepatan dan semakin ekonomis. 3. Penerbitan di era informasi adalah kombinasi teknologi cetak tapi semakin memperhatikan faktor-faktor otomatisasi, digitizing. Gambar dan huruf elektronik semakin membuat proses percetakan semakin modern ditambah dengan rangkaian desktop yang dikembangkan oleh komputer penerbitan serta didukung dengan software penerbitan, scanners. Teknologi fotocopy pernah dibuat sampai pencetak laser yang semakin mempermudah penerbit dalam menerbitkan buku atau majalah. 4. Perkembangan sampai pada E-publising.yang mengembangkan sistem penerbitan elektronik dari soal distribusi on-line sampai teknologi buku elektronik yang semakin dipermudah dengan beberapa software komputer yang ada. Situs internet juga menyediakan

tempat untuk membuat buku sekaligus memasarkannya. Portable Document Format merupakan bentuk buku elektronik yang dikembangkan. 5. Diskusi perkembangan penerbitan semakin tidak bermakna ketika tidak ada yang disebut dengan e-library. Beberapa situs internet menjadi perpustakaan elektronik yang bisa diakses oleh siapa saja, termasuk Google.com yang mengembangkan apa yang disebut dengan search engine. Ketika buku dielektronikkan maka buku atau majalah tidak lagi tergantung dengan kertas tapi dibentuk dalam keping CD yang bisa diperoleh secara mudah dan murah. 6. Arsip elektronik ini juga bisa memaksimalkan peran informasi dan semakin mengoptimalkan fungsi ekonomi. Industri Media Cetak semakin Mengglobal. 1. Industri media cetak buku atau majalah semakin menemukan diri sebagai industri besar. Sirkulasi dan produksi buku dan majalah menjadi urusan yang tidak sederhana. Terjadi segmentasi dan konvergensi antara beberapa media yang ada. 2. Majalah adalah mediun yang tertargetkan. Tapi untuk bisa untung maka diperlukan skala ekonomi yang jelas. Majalah bisa hidup dengan proses beli eceran atau langganan atau dari iklan. Tapi biasanya iklan menjadi salah satu sumber ekonomi penting dalam proses industri majalah. 3. Terjadi proliferasi dan konsolidasi majalah. Proliferasi dan konsolidasi tidak jarang menghasilkan apa yang disebut dengan konglomerasi media. Konglomerasi media terjadi ketika ada proses akumulasi dan konsolidasi bagian yang berbeda dari sekian industri media yang berbeda. 4. Iklan dan periklanan majalah menjadi hal yang penting juga. Periklanan mengisi bagian pendapatan yang harus dipunyai oleh media untuk menghidupi dirinya sendiri. Majalah menjual tempat untuk dipergunakan penawaran barang dan jasa. Dari situlah, pendapatan diperoleh. Keluasan dan kejelasan sirkulasi menjadi lebih penting juga karena penyebaran dan pengiriman menjadi indikator dan penanda keberhasilan dalam berpenetrasi kepada masyarakat. 5. Distribusi dan Pemasaran Majalah lebih merupakan bagian terpadudalam proses sirkulasi dan periklanan 6. Ekonomi dalam Penerbitan Buku lebih menitikberatkan pada masalah genre, iklan, pemasaran dan sirkulasi yang didorong melalui perangkat elektronik. Penerbit buku merupakan aktor penting dalam proses penerbitan. Penerbit bisa menerbitkan buku sejauh penulis juga menyediakan modal. Tentunya modal penerbitan dipakai dalam kerangka penerbitan, pemasaran dan sirkulasi buku tersebut. 7. Jaringan toko buku juga penting. Biasanya toko buku membeli buku untuk dijual kepada konsumen. Ukuran toko buku bisa berbeda, dari kecil sampai besar. Tentunya, jaringan toko buku akan membuat wilayah cakupan pemasaran juga membesar. 8. Pembelanja buku merupakan unsur lainnya. Kemampuan baca masyarakat biasanya tidak mengimbangi produksi buku yang ada. 9. Penjualan buku on-line. Perkembangan penjualan sampai pada taraf virtual. Penjualan online merupakan alternatif toko buku konvensional yang berkembang sampai sekarang. Genre Majalah 1. Ada beberapa prinsip yang perlu dilihat dalam pemahaman tentang majalah atau buku: a. Majalah sebagai media massa harus bisa berlaku fleksibel b. Majalah memainkan peran penting dalam fungsi komunikasi. c. Trend sosial-ekonomi dan politik berpengaruh pada atau dalam masalah genre majalah. d. Segmentasi dan target market jelas perlu diperlihatkan oleh media massa modern. e. Niche majalah dan majalah harus dimanfaatkan sebagai proses produksi pesan dan distribusinya kepada khalayak. f. Penerbitan buku kadang lebih rumit karena khalayak buku lebih khusus.

2. Secara sederhana, memperlakukan buku sebagai sebuah media memberikan kecenderungan penerbit untuk berfokus pada buku laris atau tema yang diterima oleh pasar. Isu Literasi Media 1. Buku dalam konteks modern bisa dilihat sebagai media idea penulis tapi dalam tekanan ekonomi dan industrialisasi media massa, buku juga bisa merupakan komoditas. Hasil dan proses penerbitan bisa dilihat dalam dua cara pandang. Kecenderungan ideal yang memperhatikan isi buku tetap harus diperhatikan ketika kekuatan pasar menghimpit buku sebagai sebuah industri ekonomis. 2. Perlu mendefinisikan kembali peran majalah. Kecenderungan pasar majalah kadang menurunkan kualitas majalah sebagai media informasi. Perkembangan modern majalah seharusnya juga bisa memaksimalisasikan peran majalah bagi masyarakat. Meski tidak menutup kemungkinan bahwa majalah semakin terkomersialisasikan dalam konteks perkembangan teknologi majalah itu sendiri. 3. Masalah hak kekayaan intelektual. Masalah hak kekayaan intelektual adalah masalah krusial. Banyak pelanggaran copy-right dalam konteks majalah atau buku. 4. masalah lain adalah masalah sensor dan kebebasan berekspresi. Majalah dan buku sangat rentan dengan masalah sensor dan kebebasan berpendapat. Perlu ada regulasi yang jelas tanpa harus mengorbankan hak mendasar manusia, hak berekspresi dan mendapatkan informasi secara bebas. 5. Perlunya promosi melek dan pendidikan media. Tradisi baca perlu mendapat perhatian penuh. Pendidikan dan melek media merupakan dua hal yang saling berhubungan. Perkembangan teknologi cetak buku dan majalah di Indonesia secara langsung mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia, khususnya daratan Eropa dan Amerika. Dimulai dengan penggunaan mesin cetak hasil pengembangan Guttenberg, yang baru masuk ke Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada abad 17. Hingga masa tahun 1960-an, percetakan menggunakan mesin typesetting atau letter press (proses cetak dengan permukaan timbul/menonjol). Sejalan dengan ditemukannya litografi, yang proses cetak analognya menggunakan permukaan datar dan rata, produksi dapat dilakukan lebih cepat. Mulai tahun 1970-an, penggunaan mesin cetak offset mulai dilakukan di dalam negeri. Kelompok Kompas Gramedia (KKG), misalnya, awalnya hanya menerbitkan majalah Intisari dengan dibantu percetakan dari luar. Intisari dan Koran Kompas yang terbit kemudianternyata oplahnya terus meningkat sehingga memaksa mereka untuk membuat percetakan sendiri. Mesin-mesin cetak web-offset waktu itu antara lain datang dari merek Pacer (Inggris), double width Goss Urbanite (Amerika), dan Heidelberg (Jerman). Teknologi offset cukup lama bertahan bahkan hingga kini. Yang berubah adalah kemampuan mencetak ukuran kertas yang lebih beragam, kecepatan, dan kapasitas cetak yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Dengan masuknya era digitalisasi, proses percetakan juga ikut berubah. Yang sekarang lazim dilakukan untuk hampir seluruh buku dan majalah adalah Computer to File (CTF), yang halaman per halaman data digital dikonversi menjadi lembar film, kemudian dibuat plat-nya sebagai acuan cetak. Yang paling mutakhir adalah teknik CTP (Computer to Plate), yakni proses pembuatan image (citra/gambar) pada plat tanpa menggunakan proses pembuatan film fotografi. Citra atau gambar langsung dicetak pada plat langsung dari file komputer. Dengan ini, satu proses yaitu pembuatan film dapat dipotong sehingga mempersingkat waktu pencetakan.Teknik CTP ini sudah beredar di Indonesia dalam skala terbatas sekitar tahun 1995-1996, khususnya untuk mencetak buku atau brosur dalam waktu singkat (annual report, prospektus perusahaan go public, dan lain-lain). Penghematan ini bisa percetakan jadikan insentif bagi harga cetak dan menjadi faktor kompetisi untuk menarik pelanggan baru. Tahun 2004, kabarnya Majalah Pantau merupakan majalah yang dicetak dengan teknologi CTP.

Dengan digitalisasi ini muncul pula tren cetak sesuai permintaan (print on demand), yang mencetak buku dalam jumlah sedikit. Ini dimungkinkan dengan majunya teknologi printer, yang minimal menghasilkan tulisan dengan resolusi 600 dot per inch (dpi). Penerbit merasa lebih aman dengan cara ini, karena tidak harus mencetak banyak dengan resiko tidak terjual (sebagai contoh, di Amerika tingkat retur buku mencapai 40%). Cara ini juga lebih bersifat personalisasi, yang memanjakan calon pembeli. Di dalam negeri, belum ada informasi tentang penerbitan buku dengan model ini. Perwajahan media massa, sesuai dengan fungsi dan tujuan penerbitannya, bersifat aktual yang tetap menjawab aspirasi medianya (falsafah, konsepsi) dan karakter sasaran pembacanya. Meskipun media massa mengemban fungsi : informasi, opini dan hiburan, bentuk sebuah media tertentu sangat beragam tergantung pada penitikberatan arahnya: (1) Positioning, identitas yang menjadi ciri media tersebut; (2) Sasaran pembaca yang dituju. Hal tersebut kemudian akan menentukan gaya visual suatu media, tercermin melalui pilihan foto/gambar, headline, cara bertutur dan perwajahannya. Dua hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan gaya visual/perwajahan media: Ciri yang tetap dalam perwajahan, agar secara selintas dapat dikenali identitasnya (konstanta). Dalam ciri yang tetap ini dimungkinkan mencapai variasi untuk mengungkap aktualitas isinya, hingga selalu tampak baru (variabel). Baik koran maupun majalah, menghadapi masalah : mengatur emosi pembaca selama membalik-balik halaman. mengatur irama adalah mengalirkan perasaan pembaca sampai halaman terakhir. Pada majalah, irama ini dapat diatur sesuai dengan konsepsi redaksionalnya. Umumnya majalah memberi tekanan pada bagian awal, hingga sering bagian belakang menjadi tempat buangan. Hal inilah yang perlu diatur dalam perwajahan majalah. Dalam kasus ini yang menjadi masalah adalah juga mengatur iklan. Blocking adalah penataan seluruh naskah sebuah media dalam kapling-kaplingnya. Blocking menjadi masalah terutama dalam koran karena format halaman yang harus menampung beberapa naskah sekaligus. Tata-letak berperan dalam menyekat dan membedakan satu artikel dengan artikel lain, dan menyelaraskan agar secara keseluruhan wajahnya tetap terpelihara. Pada majalah, tempat tetap membantu, meski tak prinsip. Jumlah halaman yang banyak tak mudah diingat. Hal ini biasanya dipecahkan melalui gaya perwajahan yang khas, baik kepala rubrik maupun tata letak, tata huruf dan gambarnya. Meletakkan awal rubrik di halaman ganjil amat membantu. Meski rubrik dapat beraneka ragam, dalam merancang gaya rubrik sebaiknya tetap memperhatikan keseluruhan gaya visual perwajahan. Penggunaan huruf dalam perwajahan media biasanya terdiri dari : Bodytext, Headline, Banner Headline, subhead, teaser, caption dan credit. Bodytext merupakan komponen terkecil yang berpengaruh besar pada perwajahan. Hal ini dapat kita lihat dengan memainkan pilihan huruf (serif, sanserif, bold, italic), intercharacter, interline, dan pointsize. Pada media biasanya ditentukan satu jenis body text untuk seluruh perwajahan, dan satu-dua jenis untuk kolom- kolom khusus. Perbedaan jenis bodytext pada koran dapat pula dipakai untuk blocking, asal tak terlalu banyak macamnya. Pada majalah, pemakaian berbagai jenis huruf headline memungkinkan, meski keselarasannya secara menyeluruh perlu diperhatikan.

Вам также может понравиться

  • Bab I Fix
    Bab I Fix
    Документ6 страниц
    Bab I Fix
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Tugas Etika Komunikasi KIP
    Tugas Etika Komunikasi KIP
    Документ9 страниц
    Tugas Etika Komunikasi KIP
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Berita Jurnalistik
    Berita Jurnalistik
    Документ4 страницы
    Berita Jurnalistik
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Etikom Film
    Etikom Film
    Документ13 страниц
    Etikom Film
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Tugas Media Siber
    Tugas Media Siber
    Документ11 страниц
    Tugas Media Siber
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Tugas Media Siber
    Tugas Media Siber
    Документ11 страниц
    Tugas Media Siber
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Undang Undang Ite
    Undang Undang Ite
    Документ8 страниц
    Undang Undang Ite
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Hak Ralat, Koreksi, Jawab
    Hak Ralat, Koreksi, Jawab
    Документ3 страницы
    Hak Ralat, Koreksi, Jawab
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • 1
    1
    Документ17 страниц
    1
    nivarox
    Оценок пока нет
  • Term of Reference
    Term of Reference
    Документ1 страница
    Term of Reference
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Pengertian Karikatur
    Pengertian Karikatur
    Документ18 страниц
    Pengertian Karikatur
    Mudi Yono
    100% (2)
  • Teori Pers Dan Sistem Pers Indonesia
    Teori Pers Dan Sistem Pers Indonesia
    Документ5 страниц
    Teori Pers Dan Sistem Pers Indonesia
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Manusia Dan Penderitaan
    Manusia Dan Penderitaan
    Документ6 страниц
    Manusia Dan Penderitaan
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Paradigma Kebebasan Pers
    Paradigma Kebebasan Pers
    Документ13 страниц
    Paradigma Kebebasan Pers
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Cuma Tinjauan Pustaka
    Cuma Tinjauan Pustaka
    Документ37 страниц
    Cuma Tinjauan Pustaka
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Pers Dan Fungsinya
    Pers Dan Fungsinya
    Документ4 страницы
    Pers Dan Fungsinya
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет
  • Cuma Tinjauan Pustaka
    Cuma Tinjauan Pustaka
    Документ37 страниц
    Cuma Tinjauan Pustaka
    Hira D. Prawira
    Оценок пока нет