Вы находитесь на странице: 1из 55

PENATAAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BRACHIALGIA et causa SPONDYLOARTHROSIS CERVICAL

DISUSUN OLEH : Ade Fitri (1006719652) Asmallah Putri Wandasari (1006778011) Irman Galih Prihantoro (1006778213) Nabila Fatana (1006720181) Vertilia Desi (1006720420)

PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN BIDANG STUDI FIFIOTERAPI 2010 UNIVERSITAS INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena akan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah konferensi kasus Fisioterapi Neuromuskular (FT C) dengan tepat waktu. Pembuatan makalah ini merupakan suatu kewajiban bagi mahasiswa Fisioterapi Universitas Indonesia sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Tengah Semester V. Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior fisioterapis angkatan 2009, dan teman-teman seperjuangan. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari tanpa bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, maka laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi neuromuskular, seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo dan teman-teman mahasiswa fisioterapi Universitas Indonesia. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah konferensi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan saran-saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekanrekan fisioterapis pada khususnya. Makalah ini belum atau tidak bisa dijadikan acuan sebelum disetujui dosen pembimbing dan dikonferensikan atau dipresentasikan.

Jakarta, 20 September 2012

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 2. Identifikasi Masalah ................................................................................. 2 3. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2 4. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2 5. Metode Penulisan ..................................................................................... 3 BAB II KAJIAN TEORI 1. Definisi ..................................................................................................... 4 2. Anatomi dan Fisiologi .............................................................................. 4 3. Patofisiologi ........................................................................................... 10 4. Etiologi.................................................................................................... 11 5. Manifestasi Klinis .................................................................................... 11 6. Penatalaksanaan....................................................................................... 12 7. Evaluasi ................................................................................................... 32 BAB III ISI 1. Formulir fisioterapi ................................................................................. 33 BAN IV PENUTUP 1. Kesimpulan ............................................................................................ 46 2. Saran ...................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... iv LAMPIRAN .................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Masalah Vertebra atau tulang belakang merupakan tulang yang sangat penting bagi manusia. Struktur dari vertebra terdiri dari ruas-ruas tulang yang tersusun secara vertical sehingga membentuk postur tubuh mausia menjadi tegak. Ruas ruas itu terdiri dari tujuh ruas tulang cervical, dua belas ruang tulang thorakal, lima tulang lumbal, sacrum, dan koksigis. Selain itu tulang vertebra merupakan tempat keluarnya medulla spinals dan roots nerve. Saraf saraf ini kemudian menjalar ke seluruh tubuh sebagai media untuk menghantarkan impuls pada otak untuk

mengeksekusi perintah tersebut. Medulla spinalis dan akar saraf merupakan bagian yang sensitif pada tulang belakang. Sehingga apa bila ada kerusakan pada saraf akan terjadi gangguan gangguan yang sesuai dengan lesi sarafnya, baik itu pada tingkat dermatom ataupun miotom. Kerusakan ini bisa muncul karena berbagai penyebab, seperti trauma, postur yang salah, patologis atau degenerasi. Lesi pada ruas ruas belakang membawa dampak yang berbeda. Bergantung pada tingkatan ruas mana yang terkena. Salah satu contohnya adalah gangguan brachialgia karena penjepitan atau penekanan pada saraf saraf yang keluar melalui ruas tulang cervical. Gangguan ini akan berdampak disepanjang penjalaran saraf yang terkena, dalam kasus ini yang terkena adalah bagian lengan. Gejalanya dapat terasa mulai dari shoulder sampai ke jari jari tangan.

2.

Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang timbul dalam kasus ini adalah: a. Gangguan postur

b. Ganguan aktifitas sehari hari

c.

2.1 Pembatasan masalah Berdasarkan permasalahan yang muncul akibat dari brachialgia bisa menjadi luas, maka dalam makalah kasus konfrensi ini kami akan membatasi bahasan brachialgia berdasarkan pasien yang kami temui di lapangan praktek, dalam hal ini RS Cipto Mangunkusumo. Yakni penatalaksanaan fisioterapi pada penderita brachialgia et causa spondyloarthrosis cervical.

2.2 Rumusan masalah Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Apa definisi dari spondyloarthrosis cevical? 2. Bagaimana anatomi dan fisiologi neck dan shoulder? 3. Apa etiologi dari spondyloarthrosis cervical? 4. Bagaimana patofisiologi dari spondyloarthrosis cervical? 5. Bagaimana manifestasi klinis dari spondyloarthrosis cervical? 6. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada spondyloarthrosis cervical?

3.

Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi 2, yaitu: a. Tujuan Umum 1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan poli fisoterapi neuromuskular 2. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam menangani masalah pada Brachialgia et causa Spondyloarthrosis Cervical. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui definisi dari spondyloarthrosis cevical 2. Mengetahui anatomi dan fisiologi neck dan shoulder 3. Mengetahui etiologi dari spondyloarthrosis cervical 4. Mengetahui patofisiologi dari spondyloarthrosis cervical 5. Mengetahui manifestasi klinis dari spondyloarthrosis cervical

6. Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada spondyloarthrosis cervical

4.

Metode Penulisan Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan, yaitu membaca buku buku, jurnal, dan materi kuliah serta literature dari internet yang masih berhubungan dengan kasus yang diangkat. Selain itu ada juga metode observasi langsung pada pasien.

a.

Sistematika penuliasan Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, patofisiologi, etiologi, gejala, prognosis brachialgia et causa spondyloarthrosis cervical sampai dengan intervensi fisoterapi pada kasus tersebut. BAB III merupakan pembahasan status, serta BAB IV merupakan penutup yang berupa kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN TEORI

1. Definisi Spondiloarthrosis adalah kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada sendi intervertebralis antara corpus dan diskus. Spondiloarthrosis merupakan bagian dari osteoarthritis yang juga dapat menghasilkan perubahan degeneratif pada sendi sendi synovial sehingga dapat terjadi pada sendi sendi apophyseal tulang belakang. Secara klinis kedua perubahan degeneratif tersebut terjadi secara bersamaan. (hamdy, 2010) Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi proses degenerasi pada discus intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas-ruas tulang belakang. (Irfan, 2012)

2. Anatomi dan Fisiologi 2.1. Os Vertebra Tulang vertebra mempunyai suatu bentuk tertentu tapi bukan merupakan suatu tiang yang lurus melainkan membentuk suatu lengkungan yang cembung kebelakang dan cembung kedepan pada bidang sagital. Yaitu kyposis thoracalis dan sacralis serta lordosis cervicalis dan lumbalis. Selain itu juga ada scoliosis yang melengkung ke samping dalam bidang frontal. Columna vertebralis membentuk struktur dasar batang badan yang terdiri dari 32-33 ruas vertebra dan terbagi menjadi : 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracalis, 5 vertebra lumbalis , 5 vertebra sacralis, 3-4 i.

1. Vertebra Cervical 1-7 2. Vertebra Thoracic 1-12 3. Vertebra Lumbalis 1-5 4. Os sacrum 5. Os coccygeus 6. Atlas 7. Axis 8. Vertebra promineus 9. Foramen intervertebralis 10. Promontorium

Gambar: Tulang Vertebra; tampak ventral, dorsal dan lateral (R. Putz & R Pabst: 2000)

Vertebra umumnya terdiri dari sebuah badan (corpus) dan sebuah lengkungan (arcus). Lengkungan terdiri dari dua bagian yaitu lengkungan radik dan procesus spinosus.

2.2. Os Cervical Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf cervical. Fungsi utama leher adalah menghubungkan kepala dengan tubuh. Stabilitas kepala tergantung pada 7 buah vertebra servikal. Hubungan antara vertebra cervical melalui suatu susunan persendian yang cukup rumit. Gerakan leher dimungkinkan karena adanya berbagai pensendian, facet joint yang ada di posterior memegang peranan penting. Persendian tersebut terdiri dari: a. Atlanto occypitalis (C0 C1) Merupakan sendi sinovial jenis ovoid yang dibentuk inferior articular face atlas cekung. Gerak utama fleksi-ekstensi sehingga dikenal sebagai yes joint.

b. Atlanto axialis (C1 C2) Merupakan sendi sinovial jenis sendi putar, dibentuk oleh atlas arc dengan dens dimana gerak utamanya rotasi kanan-kiri, sehingga dikenal sebagai no joint. c. Intervertebral joint (C2 C7) Gerakan ke segala arah, dengan gerakan dominan seperti ekstensi, fleksi, dan lateral fleksi.

Gambar: cervical vertebrae

2.3. Otot-otot Regio Cervical

Gambar: Otot-otot tampak lateral (R. Putz & R Pabst: 2000) Leher;

Keterangan gambar : 1. m. Sternocleidomastoideus 2. m. Semispinalis 3. m. Splenius Capitis 4. m. Levator Scapulae 5. m. Scaleneus Anterior 6. m. Scaleneus Medius 7. m. Scaleneus Posterior 8. m. Trapezius

a. m. Rectus capitis posterior major 1) Origo di procesus spinosus axis 2) Insertionya di linea nuchealis inferior 3) Inervasinya dari n. suboccipotalis. b. m. Rectus capitis posterior minor 1) Origo di tuberculum posterius dari arcus posterior (atlas) 2) Insertionya di linea nuchealis inferior I 3) nervasinya dari n. suboccipotalis. c. m. Obliqus capitis superior 1) Origo di tuberculum posterius dari arcus tranversus (atlas) 2) Insertionya di linea nuchealis inferior 3) Inervasinya dari n. suboccipotalis. d. m. Obliqus capitis inferior 1) Origo di procesus spinosus axis 2) Insertionya di procesus tranversus 3) Inervasinya di n. suboccipotalis. e. m. Rectus capitis lateralis 1) Origo di procesus tranversus bagian depan 2) Insertio di procesus jugularis os accipitale 3) Inervasinya dari n. Cervicalis. Kelima otot tersebut berfungsi menyelaraskan posisi dan kinematik sendi kepala. f. m. Sternocleidomastoideus 1) Origo di caput longum dari permukaan ventral sternum, caput breve dari 1/3 sternal clavicula.

4) Insertio di lingkar belakang procesus mastoideus dan bagian lateral linea nuchalis superior. 5) Inervasi dari n. accesorius pleksus cervicalis dan fungsinya menegakkan kepala, fleksi leher, rotasi leher ke sisi berlawanan. g. m. Scalenus anterior 1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi VC 3-6. 2) Insertio di tuberculum musculi scaleni anterior costa I. 3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya thorax mengangkat 2 tulang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher. h. m. Scalenus medius 1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua VC. 2) Insertio caput breve pada costa I, lateral dari m. Scalenus anterior, belakang sulkus arteria subclavia 3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya thorax mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otototot inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher. i. m. Scalenus anterior 1) Origo di tubercula posterior dari procesus tranversi semua VC 5-6 2) Insertio bertendon pendek dan pipih pada tepi atas costa II dan III 3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher. j. m. longus capitis 1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua C3-6 2) Insertio di permukaan luar pars basilaris ossis occipitalis 3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya flexi leher.

2.4. Persarafan Delapan saraf servikal berasal dari medulla spinalis segmen servikal, 7 saraf servikal keluar dari medula spinalis di atas vertebra

yang bersangkutan, namun saraf servikal ke 8 keluar dari medulla spinalis di bawah VC7 dan di atas VTh1 serta costae pertama. Sarafsaraf ini memberikan layanan saraf sensorik pada tubuh bagian atas dan ekstremitas superior berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan motoris dan refleks dapat dilihat pada table di bawah ini : Tabel 1. Layanan innervasi motorik dan refleks dari akar saraf servikal Saraf VC 3-5 VC5 VC6 Innervasi motorik Diafragma otot deltoid, biceps ekstensor wrist, abduktor dan ekstensor thumb VC 5-6 VC7 biceps, brachioradialis triceps, fleksor wrist, ekstensor jari VC 6-7 VC8 VTh1 Triceps fleksor jari otot-otot intrinsik tangan

Cervical spine dalam kehidupan sehari-hari bekerja sangat berat, tidak terhitung jumlah gerakan yang harus dilakukan dalam proses menunjang fungsi kepala. Fungsi kepala antara lain berbicara, melihat, membau, mendengar, makan / minum dan menahan keseimbangan sewaktu tubuh bergerak. Setiap gerakan dari bagian tubuh tertentu harus diimbangi gerakan servikal, maka tidak mengherankan, nyeri servikal seringkali timbul.

2.5. Diskus Vertebra Cervical Diskus intervetebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah bantalan di antara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus dinamakan Nukleus Pulposus. Discus pada vertebrae cervical lebih kecil disbanding dari toracal dan lumbal. Terdiri dari

nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2 cartilaginous end plate. Lebih tertutup tulang bila dibandingkan dengan vertebra yang lain.

3. Patofisiologi Saat mengalami degenerasi, diskus mulai menipis karena kemampuannya menyerap air berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks dalam diskus menurun. Degenerasi yang terjadi pada diskus menyebabkan fungsi diskus sebagai shock absorber menghilang, yang kemudian akan timbul osteofit yang menyebabkan penekanan pada radiks, medulla spinalis dan ligamen yang pada akhirnya timbul nyeri dan menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan tehadap suatu regangan yang diterima menurun sehingga tekanan selanjutnya akan diterima oleh facet joint. Degenerasi pada facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang kemudian terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

kompresi/penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun. Pada uncinate joint yang memang sebagai sendi palsu yang terus mengalami friksi dan iritasi secara terus-menerus akan timbul osteofit juga yang kemudian akan menekan kanalis spinalis sehingga timbul nyeri dan menurunkan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan. Berkurangnya tinggi diskus akan diikuti dengan pengenduran ligamen yang mengakibatkan fungsinya berkurang dan instabilitas. Akibatnya nukleus pulposus dapat berpindah kearah posterior, sehingga menekan ligamentum longitudinal posterior, menimbulkan nyeri dan menurunkan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan. Spasme otot-otot cervical juga dapat menyebabkan nyeri karena iskemia dari otot tersebut menekan pembuluh darah sehinggga aliran darah akan melambat dan juga terjadi penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan. Dari kesemua faktor diatas akan menimbulkan penurunan lingkup gerak sendi pada cervical. ( Irfan, 2012 )

10

4. Etiologi Pada kasus Spondyloarthrosis cervical terjadi perubahan discus

intervertebralis, pembentukan osteofit paravertebral dan facet joint serta perubahan arcus laminalis posterior. Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen intervertebrale dan mengadakan iritasi atau menekan akar saraf. Ekstensi servikal dapat meningkatkan intensitas rasa nyeri. Perubahan-perubahan ini sering tampak di antrara VC5 dan VTh1, yang menyebabkan timbulnya gejala kaku (stiffness) pada cervical spine bawah dan tidak jarang menimbulkan hipermobilitas kompensatorik cervical spine atas.

5. Manifestasi Klinis Gambaran klinis Cervical Root Syndrome ec Spondylosis biasanya terjadi penderita berumur diatas 40 tahun dengan gambaran degenaratif pada discus atau pada sendi. Gejala-gejala terjadi pada leher dan anggota gerak atas, bersifat unilateral atau bilateral. Gejalanya berupa kekakuan pada leher dan menjalar ke bahu pada daerah otot trapezius. Terdapat perasaan kaku dan nyeri pada gerakan. Tanda Dan Gejala: a. Nyeri Leher Gejala yang utama biasanya berupa nyeri pada bagian belakang leher atau daerah sekitarnya (m. trapezius). Timbulnya nyeri terjadi secara perlahan-lahan walaupun terkadang timbul mendadak. Rasa nyeri sendiri biasanya bersifat kronik dan dihubungkan dengan adanya aktivitas yang berat atau keadaan umum yang menurun. Terkadang rasa nyeri menjalar ke bahu atau lengan atas dan juga bisa mengenai daerah cervical atas yang menyebabkan nyeri occipital (Cailliet, 1991). b. Kaku Leher (Stifness) Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan adanya aktivitas. Gerakan leher menjadi terbatas dan terkadang disertai dengan krepitasi dan nyeri.

11

c. Gejala Radikuler Tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi oleh synovitis dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral. Pasien mengeluh adanya paresthesia numbness dan jarang disertai nyeri. Paresthesia numbness sendiri tergantung pada bagian vertebrae Cervical mana yang mengalami spondylosis, dan memiliki manifestasi yang berbeda-beda. d. Parestesia (Kesemutan) Pada umumnya parestesia ditunjukan ada di dalam jari tangan. Di sini lokalisasi itu justru sangat penting, karena dari lokalisasinya dapat disimpulkan pada tingkatan mana struktur saraf terangsang, pada tekanan akar C6 menyebabkan rasa kesemutan sampai ibujari dan telunjuk.

6. Penatalaksanaan Brachialgia Asesmen Merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data pemeriksaan pasien. Asesmen dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasikan urutan masalah yang timbul pada kasus spondyloarthrosis cervical kemudian menjadi dasar dari penyusunan program terapi dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien serta lingkungan sekitar pasien. 6.1. Anamnesis Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara sterapis dengan sumber data. Dilihat dari segi

pelaksanaannya anamnesis dibedakan atas dua yaitu : Autoanamnesis, merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada pasien yang bersangkutan dan Heteroanamnesis, merupakan anamnesis yang

dilakukan terhadap orang lain (keluarga, teman, ataupun orang terdekat dengan pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut). Anamnesis yang akan dilakukan berupa : 6.1.1. Identitas Penderita (Anamnesis Umum)

12

Anamnesis ini berisi tentang : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, hobi dan agama. Data yang erat hubungannya dengan penderita tendinitis supraspinatus berupa : umur, menyerang umur setengah baya, pekerjaan dan hobi yang berhubungan dengan aktivitas sendi bahu yang dilakukan terusmenerus secara berulang-ulang sehingga menimbulkan gesekan pada tendon otot dengan struktur-struktur yang berada di sekitarnya.

6.1.2. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu pasien pada saat itu. 6.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang diperoleh.

6.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi penyakit sewaktu anak-anak, penyakit serius, trauma,

pembedahan dan riwayat hospitalisasi. Hal ini perlu diketahui karena ada beberapa penyakit yang sekarang dialami ada hubungannya dengan penyakit yang pernah dialami sebelumnya.

6.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi kesehatan seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk menderita penyakit tersebut. Penyakit yang muncul bersamaan

13

pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih besar, misalnya diabetes dan penyakit jantung.

6.1.6. Riwayat Psikososial Riwayat psikososial yaitu bagaimana keadaan lingkungan di sekitar pasien tinggal dan aktifitas sehari-hari paasien. Pentingnya mengetahui riwayat psikososial adalah untuk merancang terapi dan home program yang tepat bagi pasien.

6.2. Pemeriksaan Pemeriksaan terdiri dari: 6.2.1 Pemeriksaan Umum mencakup; cara datang

(normal/menggunakan alat bantu), kesadaran, koperatif/tidak, tensi, lingkar kepala (jika diperlukan), nadi, respirasi rate, status gizi, suhu tubuh. a. Kesadaran Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

14

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma ), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

b. Status Gizi Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa Indonesia disebut Index Masa Tubuh (IMT) adalah sebuah ukuran berat terhadap tinggi badan yang umum digunakan untuk

menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight (kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan) dan Obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung BMI sangat mudah, yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m). Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Berat badan (Kg) IMT = ------------------------------------------------------[Tinggi badan (m)] 2

15

6.2.2 Pemeriksaan khusus Pemeriksaan khusus terdiri dari: a. Inspeksi Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatan untuk mendeteksi

karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, postur, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien. Inspeksi dilakukan pada posisi tidur, duduk, berdiri, dan saat pasien berjalan.

b. Palpasi Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu, oedema, kountur dan lainya. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.

c. Move Move merupakan tes gerak untuk mengetahui ada tidaknya nyeri, keterbatasan gerak atau ROM, dan kelemahan dari otot maupun gerakan pasien.

d. Pemeriksaan MMT Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan otot atau kemampuan mengontraksikan otot secara volunteer dengan tujuan membantu menegakkan diagnosa. Nilai MMT

16

Nilai 0 (zero)

: tidak ada kontraksi sama sekali (baik terlihat maupun teraba).

Nilai 1 (trace)

: kontraksi otot dapat terlihat/diraba tetapi tidak ada gerakan sendi.

Nilai 2 (poor)

: kontraksi otot dapat menggerakan sendi secara penuh tanpa

mempengaruhi gravitasi. Nilai 3 (fair) : kontraksi otot dapat menggerakan sendi secara penuh dengan

melawan gravitasi Nilai 4 (good) : kontraksi otot dengan gerakan sendi melawan sedang Nilai 5 (normal) : kontraksi otot dengan gerakan sendi melawan penuh penuh, mampu gravitasi dg tahanan penuh, mampu gravitasi dg tahanan

e. Pemeriksaan ROM Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi dengan menggunakan alat bantu Goniometer. Dalam literature telah ditetapkan kriteria normal ROM untuk masing-masing persendian, meskipun demikian ROM normal pada masing-masing individu berbeda, disesuaikan dengan usia dan ukuran badan seseorang. Prosedur Pengukuran ROM : 1. Posisi anatomis (tubuh tegak, lengan lurus disamping tubuh, lengan bawah dan tangan menghadap ke depan). 2. Sendi yang diukur terbebas dari pakaian. 3. Beri penjelasan & contoh gerakan yang akan dilakukan.

17

4. Berikan gerakan pasif untuk menghilangkan gerakan subtitusi dan ketegangan. 5. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal. 6. Tentukan axis gerak dengan cara melakukan palpasi pada bagian tulang sebelah lateral sendi. 7. Letakkan tangkai goniometer yang statis paralel dengan aksis longitudinal segmen tubuh yang bergerak. 8. Pastikan axis goniometer tepat pada axis gerakan sendi. 9. Baca dan catat hasil pemeriksaan ROM.

f. Tes Khusus Tes khusus sangat penting dilakukan, karena untuk mempertegas apa yang dikeluhkan pasien dan apa yang tercantum pada diagnosa medik. Tes khusus yang dilakukan pada spondyloarthrosis cervical yaitu: 1. Tes sensibilitas a. Raba ringan Tes Raba ringan menggunakan kapas atau tissue, caranyadengan menyentuh atau mengusap. Respon pasien mengenai rangsangan dengan menjawab ya atau tidak b. Nyeri ( Diskriminasi tajam / Tumpul ) Tes dengan menggunakan peniti dan paper clip, tusukan ujung tajam dan ujung tumpul secara random ( tempat rangsangan jangan terlalu dekat ) Dengan tekanan yang ringan dan sama. Hati-hati dengan tajam jangan menusuk kulit. Respon pasien menjawab setiap rangsangan tumpul, atau tidak terasa ) sebagai ( tajam,

2. VAS

18

Pengukuran derajat nyeri dapat menggunakan VAS (Visual Analogue Scala ). VAS merupakan salah satu cara pemeriksaan derajat nyeri selain VDS (Verbal Descriptive Scale) dan skala 5 tingkat.

Pengukuran VAS dengan cara pasien diminta untuk menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri yang telah diberi nomor dari nol sampai sepuluh (010), jarak setiap nomor sama. Salah satu ujung garis menunjukkan tidak nyeri (titik nol), dan ujung yang lain menunjukkan nyeri hebat (titik sepuluh), kemudian titik tengah dari garis tersebut

menunjukkan rasa nyeri yang sedang.

3. Tes Kompresi (Compression Test)

Gambar :

Tes Kompresi Servikal.

Tes ini dilakukan dengan cara menekan atau kompresi kepala pasien untuk mendeteksi ada

tidaknya penekanan di foramen intervertebralis bagian cervical. Tes ini dikatakan positif apabila timbul nyeri sesuai dengan tingkat kompresi. Tes kompresi pada kepala dapat juga dilakukan dalam berbagai posisi : side fleksi kanan atau kiri, ekstensi

19

dan fleksi kepala. Tes ini dikenal dengan nama Lhermitte test atau Spurling test.

4. Tes Distraksi Apabila terdapat nyeri kerena kompresi pada radiks saraf dorsalis ditingkat cervical, maka dengan tes distraksi atau mengangkat kepala pasien secara perlahan, kompresi tersebut dapat dikurangi dengan demikian nyeri saraf menjadi berkurang atau hilang.

5. Tes Eden

Gambar: Tes Eden

Posisi pasien : Berdiri Posis terapis : Disamping pasien Cara : Berikan penekanan pada arteri radialis,

kemudian traksi pada lengan atau pasien menjatuhkan badannya (badan pasien miring). Hasil : Positif jika pasien mersakan nyeri dan

kesemutan pada arteri radialis.

6. Spurlings Test Posisi pasien : duduk di kursi Posisi terapis : di belakang pasien Prosedur : terapis menginstruksikan pasien untuk melakukan ekstensi neck dan lateral

20

fleksi neck pada sisi yang dikeluhakn pasien. Kemudian terapis

memberikan tekanan secara perlahan kearah bawah. Hasil: (+) jika nyeri sepanjang lengan. (+) jika ada nyeri lokal yang menandakan adanya sprain atau strain di daerah leher.

7. Shoulder Depretion Test Posisi Pasien : duduk atau tidur terlentang Posisi Terapis : disamping pasien Prosedur : terapis menggerakkan kepala pasien kearah lateral flexi berlawanan

dengan bahu yang akan diuji. Fiksasi pada bahu yang diuji dan stabilisasi pada kepala pasien. Gerakkan sampai full ROM, kemudian terapis menekan bahu yang akan diuji (yang

mengalami masalah). Hasil : (+) Nyeri sepanjang lengan : tanda radiculopaty. (+) Nyeri lokal : tanda sprain / strain.

8. Pleksus Brachialis Compretion Test Posisi Pasien : duduk Posisi Terapis : disamping pasien Prosedur : Terapis meremas area pertama kali keluarnya plexus brachialis (remas antara jari jari dan ibu jari) sambil ditekan secarah perlahan, beri tekanan selama sepuluh detik.

21

Hasil

(+) Nyeri menjalar : tanda kompresi akar saraf (+) Nyeri lokal : tanda cervical sprain/ strain.

6.2.3 Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi. Misalnya hasil dari CT-Scan , MRI, Rontgen, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium.

6.2.4 Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus dan juga keluhan dari pasien itu sendiri. Masalah yang timbul meliputi:

6.2.5 Diagnosa Fisioterapi Disusun berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa Fisioterapi terdiri dari impairment, keterbatasan gerak,

keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan diagnosa medik.

6.2.6 Program Pemeriksaan Fisioterapi 1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi Medik yang bersangkutan.

2. Tujuan a. Tujuan Jangka Pendek Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas masalah yang utama. Dalam membuat tujuan jangka pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan / rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian,

22

dan kondisi-kondisi seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai. b. Jangka Panjang Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan masalah yang utama/segera. Tujuan jangka panjang harus realistis sesuai dengan perkiraan pemulihan yang maksimal sesuai patologi dan keadaan pasien juga harapan dari pasien dan keluarga.

3. Metode Pemberian Fisioterapi Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada

kompleksitas dan tingkat keparahan dari problem. Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien. Metode tersebut meliputi: 1) TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation) a. Pengertian TENS TENS merupakan alat stimulasi elektris maksudnya alat yg mengubah arus listrik menjadi stimulasi untuk terapi. TENS memberikan arus listrik dengan amplitudo sampai dengan 50mA dengan frekuensi 10-250Hz, banyak digunakan untuk terapi pengurangan rasa sakit.

b. Bentuk pulsa TENS : 1) Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectanguler, trianguler dan gelombang separuh sinus searah. 2) Biphasic bentuk pulsa rectanguler biphasic simetris dan sinusoidal biphasic simetris; pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran.

c. Penempatan Elektroda

23

1) Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri. 2) Dermatome : Penempatan pada area dermatome yang terlibat, Penempatan pada lokasi spesifik dalam area dermatome, Penempatan pada dua tempat yaitu di anterior dan di posterior dari suatu area dermatome tertentu.

d. Prosedur penggunaan TENS 1) Tingkat analgesia-sensoris: frekuensi 50-150 Hz, durasi pulsa <200 (60-100) mikrodetik, durasi 1 jam. 2) Tingkat analgesia untuk rasa nyeri: frekuensi 150 Hz, durasi pulsa >150 mikrodetik, dusari 15-30 menit. 3) Pembebasan opiet endogen: frekuensi 1-5hz, durasi pulsa 200-300 mikrodetik, durasi 30-45 menit.

e. Indikasi TENS 1. Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik 2. Nyeri kepala 3. Nyeri pasca operasi 4. Nyeri pasca melahirkan 5. Nyeri miofasial 6. Nyeri visceral 7. Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik : a) Neuralgia b) Kausalgia c) Nyeri phantom

f. Kontraindikasi TENS

24

1. Penyakit vaskuler (arteri maupun vena) 2. Adanya kecenderungan pendarahan (pada area yang diterapi) 3. Keganasan (pada daerah/ area yang diterapi) 4. Pasien beralat pacu jantung 5. Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau panggul) 6. Luka terbuka yang sangat lebar 7. Kondisi infeksi

g. Efek fisiologis 1. Mengurangi nyeri TENS merangsang sel neuron sensory yang diameter besar untuk masuk lebih dahulu ke gate (pintu masuk) subtansia gelatinosa di

dan menghambat sel nociceptive

yang berdiameter kecil untuk memberikan informasi ke otak, sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak dan membuat nyeri berkurang. 2. Meningkatkan aliran darah dan pertukaran cairan.

2) Ultrasound a. Gelombang Ultrasound Bentuk Ultrasound gelombang terapi ultrasound adalah suatu longitudinal. dengan

merupakan

terapi

menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz, yang digunakan dalam fisioterapi adalah 0,5 MHz-5MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik.

b. Penyerapan dan Penetrasi Ultrasound Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam jaringan maka efek yang diharapkan adalah efek fisiologis. Oleh karena

25

adanya penyerapan tersebut maka semakin dalam gelombang ultrasound masuk dan intensitasnya semakin berkurang. Tabel 2. Nilai penetrasi terhadap jaringan Medium Tulang Kulit Tulang rawan Udara Tendon Otot Lemak Air (200C) Frek. 1 MHz 2,1 mm 11,1 mm 6m 2,5 mm 2,5 mm 9 mm 24,6 mm 50 mm Frek. 3 MHz 4 mm 2 mm 0,8 mm 0,8 mm 3 mm 16,5 mm 16,5 mm

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyaknya energi ultrasound diserap dalam jaringan tendon dan jaringan tulang rawan.

c. Indikasi Ultrasound 1. Kelainan-kelainan / penyakit pada jaringan tulang sendi dan otot 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Keadaan-keadaan post traumatik Fraktur Rheumathoid Arthritis pada stadium tidak aktif Kelainan / penyakit pada sirkulasi darah Penyakit-penyakit pada organ dalam Kelainan / penyakit pada kulit Luka bakar Jaringan parut oleh karena operasi

10. Kontraktur

d. Kontra Indikasi Ultrasound 1. Di dekat uterus pada wanita hamil 26

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Epiphysela plates Testis Post laminectomi Hilangnya sensibilitas Tumor Diabetes Mellitus (DM) Trombhoplebitys dan Varises

e. Efek Ultrasound Efek Fisiologis Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh ultrasound antara lain: 1. Meningkatkan sirkulasi darah Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasound adalah panas sehingga tubuh memberikan reaksi terhadap panas tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi. 2. Rileksasi Otot Dengan adanya efek panas maka akan mengakibatkan vasodilatsi pembuluh darah sehingga terjadi perbaikan sirkulasi darah yang mengakibatkan rileksasi otot. Hal ini disebabkan oleh karena zat-zat pengiritasi diangkut oleh darah, disamping itu efek vibrasi ultrasound

mempengaruhi serabut afferent secara langsung dan mengakibatkan rileksasi otot. 3. Meningkatkan Permeabilitas Membran Melalui mekanisme getaran gelombang ultrasound maka cairan tubuh akan didorong ke membran sel yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion sehingga

mempengaruhi nilai ambang dari sel-sel. 4. Mempercepat proses penyembuhan jaringan Dengan pemberian ultrasound akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga

27

meningkatkan suplai bahan makanan pada jaringan lunak dan juga terjadi peningkatan antibody yang mempermudah terjadinya perbaikan jaringan yang rusak. 5. Mengurangi Nyeri Nyeri dapat dikurangi dengan menggunakan

ultrasound, selain dipengaruhi oleh efek panas juga berpengaruh langsung pada saraf. Hal ini disebabkan oleh karena gelombang pula dengan intensitas rendah sehingga dapat menimbulkan pengaruh sedative dan analgesi pada ujung saraf afferent II dan IIIa sehingga diperoleh efek terapeutik berupa pengurangan nyeri sebagai akibat blockade aktivitas pada HPC melalui serabut saraf tersebut.

3) Neck Cailliet Exercise Neck Cailliet Exercise adalah salah satu terapi latihan isometrik kontraksi dengan menahan tahanan maksimal dan diakhiri dengan relaksasi. Metoda Neck Cailliet Exercise dapat digunakan untuk mengatasi spasme otot dan untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot leher untuk memperoleh ketahanan statis dan dinamis leher, memelihara luas gerak sendi dan kelenturan leher, serta memperoleh postur yang benar dengan terkoreksinya muscle imbalance. Metode ini mula mula intinya berupa latihan isometric untuk otot otot leher, namun dalam perkembangannya ditambah dengan latihan postur untuk mengurangi lordosis leher dan forward head posture: latihan stretching untuk otot otot leher dan otot otot bahu. a. Isometric Contraction Adalah kontraksi sekelompok otot untuk mengangkat atau mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh, dan panjang otot tidak berubah.

28

Seperti mengangkat, mendorong, atau menarik suatu benda yang tidak dapat digerakan (tembok, pohon, dsb). Lamanya perlakuan kira-kira 10 detik, pengulangan 3 kali, dan istirahat 20 - 30 detik.

b. Active Stretching Active stretching adalah suatu metode

penguluran/stretching yang biasa dilakukan pada otot-otot postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang dilakukan secara aktif oleh klien/pasien. Active stretching

meningkatkan fleksibilitas secara aktif dan menguatkan otot agonis. Praktiknya pada saat melakukan active stretching, otot antagonis (group otot pada sisi yang tidak di stretch) dan otot agonis (otot yang akan di-stretch) keduanya tubuh

rileks.Secara

perlahan

dan

lembut,

gerakan

meningkatkan tekanan pada group otot yang akan di stretch. Tekanan pada otot agonis saat peregangan secara aktif akan membuat otot mudah terulur, dimana muscle spindle tidak terstimulasi optimal dan stimulasi optimal terjadi pada golgi tendon, sehingga akan diperoleh suatu penguluran yang berarti. Prinsip utama dari active stretching membantu pasien bergerak lebih mudah dan lebih baik sehingga tidak akan terjadi kerobekan pada otot jika stretching dilakukan dengan perlahan dan lembut. Dari latihan latihan tersebut, diharapkan akan diperoleh : a. Pengurangan nyeri leher dan pencegahan rekurensi b. Postur leher yang benar c. Fungsi leher yang adekuat

29

Prosedur Neck Cailliet Exercise:

Gambar: Neck Calliet Exercise Isometrick diambil dari slide LATIHAN WILLIAM BACK ( FLEXION EXERCISE) oleh dr. Tirza Z.T, Sp. RM 22 Mei 2012

30

6.2.7 Program Untuk di Rumah Program yang diberikan kepada pasien untuk dikerjaan di rumah. Program yang diberikan harus sesuai dengan kondisi, kemampuan, kasus, dan mudah untuk dilakukan. Program yang diberikan juga mencakup proper body mechanik agar pasien tidak mengalami cidera yang makin parah. Proper body mechanics (PBM) atau mekanisme tubuh yang tepat, adalah cara bagaimana kita memposisikan tubuh dengan benar pada saat kita sedang berbaring, duduk, ataupun berdiri, dan bagaimana kita menggerakkan tubuh dengan tepat pada saat kita bekerja atau melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk mengangkat dan membawa barang, mendorong atau menarik suatu barang. PBM erat kaitannya dengan keadaan punggung kita baik pada keadaan tidak bergerak (statik) maupun saat bergerak (dinamik). Punggung kita berhubungan dengan bagian tubuh yang lain, yaitu kepala, leher, bahu, dada, perut, dan panggul. Semua bagian tubuh tersebut membentuk postur tubuh. Awal dari penerapan PBM adalah kesadaran untuk mempertahankan postur tubuh yang baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Postur tubuh seseorang dikatakan baik, apabila ia berdiri tegak akan: a. Rileks, tanpa perlu mengeluarkan tenaga yang berlebihan b. Tidak melelahkan dan tidak menimbulkan rasa nyeri (terutama pada punggung atau pinggang) dalam jangka waktu yang cukup lama c. Memberikan estetis yang baik

31

Sumber: Schiffert Health Center www.healthcenter.vt.edu Self Stretching

Sumber: http://www.calgaryphysicaltherapy.com/neck-and-shoulder-stretches/

6.2.8 Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengamati apakah terapi yang diberikan sesuai yang apa yang dituju dan bagaimana respon pasien terhadap intervensi yang diberikan. Jangan

mempertahankan intervensi yang nyata-nyata tidak efektif. Evaluasi terhadap hasil perlu dilakukan pada beberapa titik, misalnya evaluasi ketercapaian tujuan, evaluasi dari kelambatan pada kemajuan pasien dan lain-lain. Kesimpulan yang didapat dari evaluasi ini untuk mengetahui apakah dalam menentukan apakah terapi tidak efektif, apakah memang tidak mungkin melakukan perubahan terhadap impairment dan merubah tujuan terapi kearah kompensasi dan lain-lain.

32

BAB III ISI

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK RSUPN dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

FORMULIR FISIOTERAPI

Nama fisioterapi : Pak Widyatmoko, Dipl. F.T

Peminatan : FT C Neuromuskular

Nama dokter : dr. Ira M. Sp KFR K Nomer Registrasi : 222 56 19 Ruangan : Pelayanan

URM FT lt 2

I.

PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S) Nama Inisial Tempat & tgl lahir Alamat : Tn Dj : Pare, 10 Desember 1947 (64 tahun) : Komp. BLK. Cijantung, Jaktim

Pendidikan Terakhir : SLTA Pekerjaan Hobi Diagnosa Medik : Pensiunan Pemda : Momong Cucu : Brachialgia et causa Spondyloarthritis Cervicalis

Tanggal Pemeriksaan: Senen, 10 September 2012

II.

PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S) KU : Nyeri bahu dan rasa kesemutan yang menjalar sepanjang lengan kanan. RPS : Pada bulan agustus 2012 (sekitar 1 bulan yang lalu), OS merasakan nyeri bahu dan rasa kesemutan yang berlebih, menjalar dari bahu sampai

33

lengan kanan dan kiri sesaat setelah OS mandi dengan air dingin. Berlangsung beberapa hari keluhan tidak hilang,OS hanya mengoleskan balsem tetapi rasa nyeri dan kesemutannya tidak hilang juga. Atas anjuran anak, tgl 29 agustus 2012 OS ke URM RSCM untuk menjalani fisioterapi. Setelah OS menjalani fisioterapi modalitas dengan tens 6 kali, OS konsul kembali ke URM pada tgl 06 september 2012 dengan keluhan nyeri pada bahu kiri dan rasa kesemutan sepanjang lengan kiri sudah tidak ada, tetapi nyeri pada bahu dan rasa kesemutan sepanjang lengan kanan masih ada. Saat ini, 10 september 2012 OS melakukan terapi paket ke-2 yang pertama di fisioterapi dengan keluhan nyeri pada bahu kanan dan rasa kesemutan sepanjang lengan kanan. RPD : Pernah mengalami vertigo, riwayat trauma bahu kanan, mempunyai DM, kolesterol, dan riwayat penyakit jantung, (terkontrol) RPK : Tidak ada keluarga dengan riwayat Spondyloarthrosis cervical RPSi : Seorang suami tidak merokok mempunyai 3 orang anak dengan 7 orang cucu.

III.

PEMERIKSAAN (O) a. Pemeriksaan Umum 1) Cara datang : Berjalan mandiri 2) Kesadaran : Compos Mentis 3) Pasien Koperatif 4) Tensi: 130/80 mmHg 5) Nadi: 78 x/menit 6) RR: 18 x/menit 7) Status Gizi : kesan Over Weight 8) Suhu : Afebris

b. Pemeriksaan Khusus INSPEKSI : 1) Pola jalan: normal 2) Postur OS :

34

a) Dari depan : bahu kanan lebih tinggi dari pada bahu kiri, protaksi bahu. b) Dari samping kanan / kiri : backward head position / straight neck (tidak adanya lengkung cervicalis). c) Dari belakang : Bahu kanan lebih tinggi dari pada bahu kiri, Scapula kanan terlihat lebih menonjol dibandingkan yang kiri, Cenderung protaksi bahu. 3) Tidak terlihatnya ada deformitas baik di neck ataupun upper ekstremity. 4) Tidak terlihatnya tanda tanda radang seperti kemerahan

PALPASI : 1) Oedem pada bahu ataupun lengan (+) 2) Suhu lokal pada bahu ataupun lengan ( normal ) 3) Spasme pada otot upper trapezius kanan (+) 4) Nyeri tekan pada otot upper trapezius kanan (+)

MOVE :

N O 1

SENDI

GERAKAN

VAS DX SIN

MMT DX 5 SIN

ROM AKTIF DX SIN 45 PASIF DX SIN 45 Nyeri digerakkan saat pasif KETERANGAN

Head / Fleksi neck Ekstensi

35

40

pada akhir gerakan dan MMT tidak

valid karna nyeri. Lateral fleksi 5 0 5 30 45 35 45 Nyeri saat

digerakkan pasif dan pada akhir gerakan dan MMT tidak

35

valid. Rotasi Nyeri digerakkan 5 0 5 50 65 55 65 saat pasif

pada akhir gerakan dan valid MMT tidak

Shoulder

Fleksi 150 12 0

Nyeri digerakkan 150

saat pasif

115

pada akhir gerakan dan valid MMT tidak

Ekstensi Abduksi

0 0 0

0 0 0

5 5 5

5 5 5

60 180 45

60 180 45

60 60 18 0 180

Adduksi Endorotasi

45 45

Nyeri digerakkan saat pasif

70

90

75 90

pada akhir gerakan dan valid MMT tidak

Eksorotasi 3 Elbow Fleksi

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5

90 135 0 80 80 80 70 30

90 135 0 80 80 80 70 30

90 90 13 5 0 135 0

Ekstensi Pronasi Supinasi 4 Wrist Fleksi Ekstensi Radial deviasi Ulnar deviasi

80 80 80 80 80 80 70 70 30 30

20

20

20 20

36

MCP

Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi

0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5

90 20

90 20

90 90 20 20

IP

Fleksi Ekstensi

TES KHUSUS : 1) Tes sensibilitas permukaan (raba halus, raba kasar, tajam tumpul) perbandingan sisi sinistra dan dextra pada : a) Leher : 100 % : 100% b) Lengan atas : 100 % : 100% c) Lengan bawah : 100 % : 100% d) Tangan : 100 % : 100% e) Jari jari : 100 % :100% Kesimpulannya : tidak mengalami defisit sensoris. Tetapi, jika rasa kesemutan berlebih timbul menjadi hipersensasi pada lengan kanan. 2) Tes kompresi cervical (+) bertambah nyeri pada bahu dengan vas 5 3) Tes distraksi cervical (+) nyeri pada bahu berkurang dengan vas 2 4) Edens test (+) nyeri menjalar dari siku hingga jari jari 5) Shoulder Depression (+) nyeri pada bahu (local pain) 6) Brachial Plexus Compression Test (+) nyeri pada bahu (local pain ) 7) Spurlings test (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan

IV.

PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan USG (ultrasonografi) a) Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2012

37

b) Pemeriksaan c) Kesimpulan

: Bahu bilateral :

1) Proses degeneratif di tuberkulum mayus minus humeri dan sendi akromio-klavikula bilateral. 2) Kalsifikasi tendon subscapularis bilateral, tak tampak tanda ruptur. 3) Calcific tendinosis supraspinatus kanan dengan tanda bursitis kronis, tak tampak tanda impingement. 4) Degenerasi tendon supraspinatus kiri,suspek ruptur lama dengan tanda bursitis kronis, tak tampak tanda impingement. 5) Koleksi cairan peritendon biceps caput longus bilateral, masih mungkin efusi sendi glenohumeral. 2. Pemeriksaan Radiologi (radiografi) a) Tanggal pemeriksaan b) Pemeriksaan c) Kesimpulan : 13 Agustus 2012 : Cervical : Spondiloartosis cervicalis dengan penyempitan

foramen dan suspek degeneratif diskus.

V.

URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS 1) Nyeri tekan pada otot upper trapezius kanan 2) Spasme pada otot upper trapezius kanan 3) Rasa parastesia yang berlebih pada siku hingga jari jari kanan.

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI Rasa kesemutan yang berlebihan sepanjang lengan kanan dan nyeri bahu karena adanya spasme pada otot upper trapezius terkait dengan brachialgia et causa spondiloartosis cervicalis.

VI.

PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI 1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik a) Proper body mekanik b) Tidak mengangkat beban berat

38

c) TENS dan US

2. Tujuan a) Tujuan jangka pendek 1) Mengurangi nyeri 2) Mengurangi spasme 3) Mengurangi rasa parestesia sepanjang lengan kanan b) Tujuan jangka panjang Menjalankan aktivitas sehari hari tanpa keluhan

3. Metode pemberian fisioterapi NO JENIS 1 METODA DOSIS I : Arus bi-symm Fase durasi : 260 s Frekuensi : 160 Hz KETERANGAN Untuk mengurangi

Modalitas Analgesia TENS nyeri Analgesia sensori (Ko-planar

nyeri pada bahu dan mengurangi rasa pada

Frekuensi Modulasi : 65 kesemutan Hz lengan.

dan Kontra- D : 15 menit planar) F : 6 x terapi (seminggu 3 x)

Modalitas Kontak US langsung dengan perantara gel

I : Transducer 1MHz Arus continous I : 1.70 w/cm2 D : 6 menit F : 6 x terapi (seminggu 3 x)

Untuk nyeri

mengurangi dan

melepaskan perlengketan jaringan pada bahu. Mengurangi spasme otot, atau memelihara meningkatkan

Exercise

Neck Calliet (Isometric contraction and Streching Upper Trapezius

I : 10 x repetisi (6 hitungan) D : 10 menit F : 2 x / hari

kekuatan otot leher, meningkatkan menjaga dan LGS,

39

Muscle)

peregangan leher,dan potur. koreksi

4. Uraian Tindakan Fisioterapi a) Modalitas TENS Posisi OS : Telungkup / Prone Lying Position

Posisi terapis : Di sebelah kanan OS Tatalaksana : Cek alat, siapkan alat, bebaskan area bahu yang akan di terapi. Atur arus bi-symm, Fase durasi : 260 s, Frekuensi : 160 Hz, Frekuensi Modulasi : 65 Hz dan treatment time : 15 menit, pasang pad elektroda 1 di posterior bahu kanan dan pad elektroda 1 nya lagi pada anterior bahu kanan dengan metoda ko-planar menggunakan elektroda 1 channel. Jelaskan kepada OS rasanya seperti tertusuk jarum tetapi sangat halus. Naikkan intensitas secara perlahan mulai dari paling kecil sampai toleransi OS.

b) Modalitas US Posisi OS : Duduk rileks di bangku

Posisi terapis : Duduk dibelakang OS Tatalaksana : Cek alat, siapkan alat, bebaskan area bahu yang akan di terapi. Pilih transducer 1MHz, arus continous, intensitas 1.70 s. Terapi jelaskan pada os rasa alatnya tidak panas tetapi sedikit hangat. Taruh gel pada transducer, tempelkan transducer pada bahu kanan gerakan transducer secara circular.

c) Neck Calliet Exercise Posisi OS : duduk rileks di bangku

Posisi terapis : dekat dengan OS Tatalaksana : 1) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala ke depan dengan tinggi dagu tetap, tangan terapis menahan pada pelipis OS

40

dan fiksasi di bahu. Tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi lagi dan lakukan 10 kali. 2) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala ke belakang dengan tinggi dagu tetap, terapis menahan dengan tahanan optimal di bagian posterior kepala OS dengan fiksasi di bahu. tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi lagi dan lakukan 10 kali. 3) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala ke samping dengan tinggi dagu tetap, terapis menahan dengan tahanan optimal di bagian lateral / parietal kepala OS dengan fiksasi pada bahu. tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi lagi dan lakukan 10 kali. 4) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala tengok kanan dan kiri dengan tinggi dagu tetap, terapis menahan dengan tahanan optimal pada dagu OS dengan fiksasi di bahu. tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi lagi dan lakukan 10 kali. 5) Gerakan lateral flexi, posisi sama dengan latihan sebelumnya. Dorong/tarik kepala ke arah bahu kanan, tahan 6 detik, Istirahat 6 detik. Lalu dorong/tarik kepala ke arah bahu kiri, tahan 6 detik, istirahat 6 detik, Ulangi 10 kali untuk tiap bahu. 6) Gerakan rotasi, posisi sama dengan latihan sebelumnya. Rotasikan kepala ke kanan, tahan 6 detik, Istirahat 6 detik. Lalu rotasikan ke kiri, tahan 6 detik, istirahat 6 detik, Ulangi 10 kali untuk tiap bahu.

5. Program untuk di rumah 1) Proper Body Mekanik : a) Duduk dengan pola yang baik b) Tidur dengan pola yang baik c) Angkat barang berat dengan posisi yang benar d) Hindari gendong cucu yang terlalu lama e) Hindari mengendong cucu di pundak.

41

2) Neck Calliet exercise 3) Self Streching otot upper trapezius

VII.

EVALUASI 1. Tanggal : 10 September 2012 S O : OS merasa nyeri bahu kanan dan kaku pada leher : - VAS 2 (nyeri lokal bahu) - MMT kesan 4 karna nyeri pada leher - Rom full pasif dan aktif - Shoulder Depression (+) nyeri pada bahu (local pain) - Brachial Plexus Compression Test (+) nyeri pada bahu (local pain) - Distraksi dan Dekompresi (-) - Tensi : 120/80 mmHg - Nadi : 75x/ menit - RR: 18x/ menit A P : Brachialgia et causa impingement rotator cuff : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet berkurang

2. Tanggal : 12 September 2012 S : OS masih mengeluh nyeri pada bahu kanan dan kaku pada leher kanan, rasa kesemutanmasih berlebih pada lengan bawah kanan sampai dengan jari-jari. O : - VAS 2 (nyeri lokal bahu) - MMT kesan 4 karna nyeri jadi pengukuran tidak valid - Rom full pasif dan aktif - Tensi : 135/85 mmHg - Nadi : 72x/ menit - RR: 18x/ menit A P : Brachialgia et causa impingement rotator cuff : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet

42

3. Tanggal : 17 September 2012 S : OS merasa nyeri pada bahu kanan dan kaku pada leher kanan sudah berkurang, namun OS masih sering merasa kesemutan walau lamanya kesemutan sudah berkurang. O : - VAS 1 (nyeri lokal bahu) - MMT 5 - Rom full pasif dan aktif - Nadi : 84 x / menit - RR : 19x / menit - Tensi : 125/80 mmHg A : Brachialgia et causa impingement rotator cuff

P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi self streching otot upper trapezius. 4. Tanggal : 21 September 2012 S : OS nyeri bahu tetap tapi tidak berpengaruh, hanya rasa kesemutan pada lengan bawah kanan terus menerus dan sifatnya hilang timbul, leher pegal. O : - VAS 1 (nyeri lokal bahu) - MMT dan ROM masih sama - Hipersensasi saat gejala kesemutan timbul - Tes kompresi cervical (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan dengan VAS 5 - Tes distraksi cervical (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan berkurang dengan VAS 2 - Edens test (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan hingga jari jari - Spurlings test (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan hingga jari jari dengan VAS 6 - Shoulder Depression ( - ) - Brachial Plexus Compression Test ( - ) - Gerakan dengan tahanan ekstensi, lateral fleksi kanan, dan rotasi kanan pada neck dengan VAS 3 43

- Nadi : 66 x / menit - RR : 16 x / menit - Tensi : 110/80 mmHg A P : Brachialgia e.c. spondyloarthrosis cervical : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi self streching otot upper trapezius. 5. Tanggal : 24 september 2012 S : Nyeri yang menjalar dan rasa kesemutan yang berlebih tidak ada perubahan. O : - Nyeri tekan pada otot trapezius VAS 0 karena spasme otot trapezius - ROM dan MMT masih sama - Nadi : 68 x / menit - RR : 17 x / menit - Tensi : 120/75mmHg. A P : Brachialgia e.c. spondiloarthrosis cervical : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi self streching otot upper trapezius. 6. Tanggal : 27 september 2012 S : OS mengeluh jika kepala terlalu di tahan ke belakang dan ke kanan rasa nyeri dan kesemutan timbul sepanjang lengan kanan. Kesemutan saat OS rileks sudah sangat berkurang tetapi jika ada tekanan pada leher kanan gejala tersebut timbul dan meningkat secara tiba tiba. O : - Nyeri tekan pada otot trapezius, VAS : 0 - Spurling test (+) timbul nyeri yang menjalar sepanjang lengan kanan dan rasa kesemutan timbul dan meningkat, VAS 5 - Gerakan dengan tahanan ekstensi, lateral fleksi kanan, dan rotasi kanan pada neck VAS 2 - MMT gerakan tersebut sulit diukur karna nyeri gerak dengan tahanan

44

- ROM full pasif dan aktif - Nadi : 66 x / menit - RR : 18 x / menit - Tensi : 120/75 mmHg A P : Brachialgia e.c. spondiloarthrosis cervical : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi self streching otot upper trapezius. 7. Tanggal : 28 September 2012 S : OS mengeluh nyeri menjalar sepanjang lengan kanan terasa jika diberikan tekanan pada kepala. O : - Tes kompresi (+) menjalar VAS 2 - Spurling test (+) menjalar VAS 4 - Gerakan dengan tahanan ekstensi, lateral fleksi kanan, dan rotasi kanan pada neck VAS 1 - MMT gerakan tersebut sulit diukur karna nyeri gerak dengan tahanan - ROM full pasif dan aktif - Nadi : 70 x / menit - RR : 18 x / menit - Tensi : 120/80 mmHg A P : Brachialgia e.c. spondiloarthrosis cervical : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi self streching otot upper trapezius. semakin

45

BAB IV PENUTUP

A.

KESIMPULAN Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi proses degenerasi pada discus intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas-ruas tulang belakang. (Irfan, 2012) Degenerasi menyebabkan diskus mulai menipis karena

kemampuannya menyerap air berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks dalam diskus menurun. Degenerasi yang terjadi pada diskus menyebabkan fungsi diskus sebagai shock absorber menghilang kemudian akan timbul osteofit yang menyebabkan penekanan pada radiks, medulla spinalis dan ligamen yang pada akhirnya timbul nyeri dan menyebabkan penurunan mobilitas. Degenerasi pada facet joint akan terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan akan menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan pada isi foramen

intervertebral ketika gerakan ekstensi, lateral fleksi dan rotasi sehingga timbul nyeri. Spasme otot-otot cervical juga dapat menyebabkan nyeri karena iskemia dari otot tersebut menekan pembuluh darah sehinggga aliran darah akan melambat dan juga terjadi penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan. Dari kesemua faktor diatas akan menimbulkan penurunan lingkup gerak sendi pada cervical. ( Irfan, 2012 ) Pada kasus ini brachialgia disebabkan oleh spondiloartrosis servikalis yang mengenai C4, C5, C6 yang menyebabkan nyeri dan kesemutan yang berlebih sepanjang lengan kanan, sehingga OS membutuhkan penengangan berupa modalitas TENS dengan metode koplanar, 2 channel, arus by-symm dan menggunakan analgesia nyeri dan sensori dan modalitas US serta latihan peregangan pada leher. Dengan harapan nyeri pada bahu dan kesemutan berlebih serta perlengketan jaringan yang di rasakan OS berkurang.

46

B.

SARAN Partisipasi dari keluarga untuk mengingatkan dan membantu pasien dalam melakukan home program seperti (1) proper body mechanic, yaitu: duduk yang baik, tidur yang baik, angkat barang berat dengan posisi yang benar, hindari gendong cucu yang terlalu lama dan hindari mengendong cucu di pundak. (2) latihan peregangan pada leher. Jika terjadi gejala-geejala seperti di atas segera lakukan penindakan dengan cepat dan tepat. Periksa CT-Scan , MRI, atau USG pada area yang mengalami keluhan seperti area servikal pada kasus di atas. Lakukan tindakan penanganan dengan fisioterapi, yaitu dengan modalitas dan exercise.

47

DAFTAR PUSTAKA

Alfin Hamdy. FISIOTERAPI PADA PENDERITA LBP SPONDYLOSIS. 2010. http://fisioterapishamdialfin.blogspot.com/

AKIBAT

Cailliet, Rene. Neck and Arm Pain. Edisi ke-3. USA: F.A. Davis Co; 1991. Callan, Margaret. The Rhematology Handbook. London: Imperiale College Press; 2008. C. Norkin, Cynthia and D. Joyce White. Measurement of Joint Motion A Guide to Goniometry. USA: F.A. Davis Co; 1995. de Wolf, J.M.A. Mens. Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh Diagnostik fisis dalam praktek umum. Edisi ke-2. Belanda: Bohn Stafleu Van Loghum; 1990. Division of Student Affairs Virginia Tech. MCOrthoRehab-Neck-HP. Copyright Schiffert Health Center Revised March 2010 dr. Tirza Z.T, Sp. KFR. LATIHAN WILLIAM BACK ( FLEXION EXERCISE) 22 Mei 2012 Dudley Hart, Frank. Practical Problems in Rheumatology. Singapore: PG Publishing Pte Ltd; 1983. E. Bennet, Susan, L. Karnes, James. Neurological Disabilities Assessment and Treatment. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1998. E. Prentice, William. Principles of Athletic Training. Edisi ke-14. New york: McGraw-Hill; 2011. E. Prentice, William. Therapeutic Modalities In Rehabilitation. Edisi ke-3. North Carolina: McGraw-Hill; 2005. Irfan. Nyeri Leher. 2012. http://dhaenkpedro.wordpress.com/nyeri-leher/ Kraemer, Juergen. Intervertebral Disk Diseases Caue, Diagnosis, Treatment, and Prophylaxis. Edisi ke-3. New York: Thieme Medical Publishers; 2005. Nose Creek Sport Physical Therapy. Neck and Shoulder Stretches. Posted on July 31, 2012 at 5:54 am. Available: http://www.calgaryphysicaltherapy.com/neckand-shoulder-stretches/

iv

Putz, R and Pabst, R. Atlas Anatomi Tubuh Manusia SOBOTTA. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 2000. Weber, Ulrich et all. MRI Atlas Orthopedics and Neurosurgery The Spine. Berlin: Springer; 2006.

LAMPIRAN

Вам также может понравиться