Вы находитесь на странице: 1из 51

Page |1 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

NOSE
Hidung ialah bagian superior dari respiratory tract sampai dengan hard palate dan mengandung peripheral organ dari penciuman. Terdiri dari external nose dan nasal cavity yang terbagi menjadi kanan dan kiri oleh nasal septum. Fungsi dari hidung ialah sebagai penciuman (olfaction), respiration(bernafas), filtrasi dari debu, humidification dari inspired air, menerima dan mengeliminasi dari sekresi dari paranasal sinus.

External Nose Ialah bagian yang terlihat dari wajah, terdiri dari skeleton yang sebagian besar terdiri dari cartilago. Hidung sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk dikarenakan dari perbedaan cartilago tersebut. Dorsum dari hidung memanjang dari root hingga apex(tip) dari hidung. Bagian inferior terdapat lubang yang disebut dengan nares (nostril), dimana terikat dengan alae (wings) dari hidung. Bagian superior dari hidung ini termasuk root dilapisi oleh kulit yang tipis. Kulit pada bagian cartilagonya dilapisi oleh kulit yang lebih tebal, dimana mengandung banyak klenjar minyak. Kulitnya memanjang hingga bagaian vestibule (dalam bagian dalam dari alae) dimana mempunyai banyak rambut yang kokoh/kuat(stiff hair). Karena lembab, rambut tersebut berfungsi untuk menyaring debu dari udara yang masuk ke nasal cavity.

Skeleton of the External Nose Bagian pendukungnya terdiri dari tulang dan hyaline cartilage. Tulang terdiri dari : Nasal Bone Frontal process og the maxillae Nasal part of the frontal bone dan nasal spine

Page |2 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Tulang pada bagian nasal septum.

Menurut Tortora terdiri dari : frontal bone, nasal bone, dan maxillae dari bony framework of the nose. Bagian cartilago terdiri dari 5 cartilago utama : 2 lateral cartilage 1 septal cartilage U-shaped alar cartilage diamana bebas dan dapat digerakkan, mereka berdilatasi atau konstriksi sesuai dengan kontraksi hidung.

Nasal Septum Membagi hidung menjadi 2 ruangan. Terdiri dari tulang dan soft mobile cartilago. Komponen utama dari nasal septum ialah : Perpendicular dari ethmoid bone Vomer Septal cartillage

Perpendicualr membentuk superior dari nasal septum. Menurun dari cribriform plate dan pada bagian superior bersambung dengan crista galli. Vomer ialah tulang pipih, dari posteroinferior nasal septum, dan sebagian berkontribusi dari nasal crets of maxilla dan tulang palatine. Septal cartilage.

Nasal Cavity Nasal cavity, dimasuki dari anterior melalui nares. Pada bagian posterior terbuka menuju nasopharynx melalui choanae. Mucosa melapisi nasal cavity, kecuali nasal vestibule diamna dilapisi oleh kulit. Nasal mucosa terikat kuat dengan periosteum(jaringan penyambung yang membungkus seluruh tulang) dan perichondrium(lapisan penyambung jaringan

Page |3 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

fibrosa padat yang mengsis seluruh tulang rawan kecuali kartlago artikularis sendi sinovial) dari supporting bone dan cartilago dari hidung. 2/3 bagian inferior dari nasal mucosa ialah respiratory area. 1/3 superior ialah bagian dari olfactory.

Boundaries of the Nasal Cavity Nasal cavity mempunyai atap, dasar, dan dinding medial serta dinding lateral. Atapnya(roof) berbentuk curve atau berkelok-kelok dan sempir, kecuali pada posterior end dimana dibagi menjadi 3 bagian, frontonasal, ethmoidal dan dphenoidal dinamakan berdasarkan tulang pembentuknya. Dasarnya (floor) terdiri dari nasal cavity yang lebih luas dari atapnya dan terbentuk oleh palatine process dari maxilla dan horizontal plate dari tulang palatine. Dinding Medial dibentuk oleh nasal septum Dinding lateral memperlihatkan irregular dari 3 bony plate, the nasal conchae, diamna terproyeksi inferior bagaimanapun seperti louvers (are irregular owing to 3 bony parts, the nasal conchae, which projects infriorly, somewhat like louvers)

Features of the Nasal Cavity Nasal conchae berkelok secara inferior, membentuk seperti korden pendek. Merupakan area yang luas untuk pertukaran panas (heat exchange). Seipa nasal conchae didasari oleh bony formation. Nasal cavity ini dibagi menjadi 5 ruangan : Posterosuperiorly terdapat sphenoethmoidal reces. 3 lateral terdapat nasal meatus Dan pada medially terdapat common nassal meatus.

Dimana hanya 4 ruangan yang mempunyai ruangan yang terbuka (passage open)

Page |4 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Inferior concha ialah yang paling panjang dan paling luas dan terbentuk dari independent bone (yang mempunyai nama yang sama) dibungkus oleh mucus membrane yang terdiri dari ruangan vascular yang besar dimana dapat membesar untuk mengontrol mutu (caliber) dari nasal. Ketika terinfeksi atau teriritasi mucosa dapat membengkak secara cepat, yang akan memblocking passage atau ruangan pada sisi yang terkena. Sphenoethmoidal reces, terbaring superoposterior dari superior concha, meneriam pembuakan dari sphenoidal sinuse. Superior nasal meatus ruangan terbatas yang berada dintara superior dan middle nasal conchae diamana posterior ethmoidal sinuse terbuka. Middle nasal meatus lebih panjang dan lebih dalam dari superior. Bagian anterosuperior dari ruangan ini, menuju pembukaan ethmoidal infundibulum berkomunikasi dengan frontal sinus. Inferior nasal meatus ruangan horizontal pada inferolateral dari inferior nasal concha. Nasolacrimal duct dimana menyaring air mata dari lacrimal sac, membuka menuju anterior part dari meatus ini. Common nasal meatus ialah bagian medial dari nasal cavity diantaa conchae dan nasal septum dimana lateral recesses(turun) dan meatus open.

Vasculature and Innervation of The nose Suply artery dari medial dan lateral wall ialah : 1. Anteror ethmoidal artery (dari ophthalmic artery) 2. Posterior ethmoidal artery (dari ophthalmic artery) 3. Sphenopalatine artery (maxillary artery) 4. Greater palatine artery (dari maxillary artery) 5. Septal branch of the superior labial artery (dari facial artery) 3 pertama terbagi menajdi lateral dan medial branches. Yang keempat mencapai septum melalui incisive canal melewati anterior hard palate. Anterior part dari nasal septum adalah tempat (Kiesselbach area) dari anastomotic arterial plexus yang melibatkan seluruh 5 arteri pensuply septum.

Page |5 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

External nose juga menerima suply dari artei kesatu dan kelima, ditambha nasal branches dari infraorbital artery dan lateral nasal branches dari facial artery.

Vena Submucosal venous plexus terdapat didalam nasal mucosa drains menuju sphenopalatine, facial dan ophtahalmic veins. Plexus ini, adalah bagian yang penting dari thermoregulatory system pada tubuh, mengganti panas dan hangat udara sebelum masuk ke paru-paru. Venoous blooddari external nose terdrain kebanyakan menuju facial vein melalui angular dan lateral nasal vein.

Nerve Saraf pada nasal mucosa terbagi menjadi 2, posteroinferior dan anterosuperior portion oleh oblique line yang melewati kira-kira melalui apex dari nose dan sphenoethmoidal recess. Pada bagian posteroinferior diawali dari maxillary nerve, melalui nasopalatine nerve melalui nasal septum Posterior superior lateral nasal dan inferior lateral nasal percabangan dari greater palatine nerve menuju dinding lateral. Nerve supply dari anterosuperior portion dari ophthalmic nerve yang melalui anterior dan posterior ethmoidal nerve, bercabang menjadi nasociliary nerve. Most of external nose dipersyarafi oleh sama kecuali bagian alae oleh nasal branhces yang merupakan percabangan dari infraorbital nerve. Olfactory nerve, muncul dari cell pada olfactory epithelium pada superior part of the lateral dan septal wall dari nasal cavity. Central process dari sel ini melewati cribriform plate dan berakhir pada olfactory bulb, rostral expansi dari olfactory tract.

HISTOLOGI HIDUNG

Page |6 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Rongga hidung terdiri dari : - Vestibulum : bagian eksternal - Fosa nasal : bagian internal Vestibulum - Bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung - Kulit luar hidung memasuki nares dan berlanjut ke dalam vestibulum - Pada permukaan dalam nares banyak terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat selain rambut-rambut tebal dan pendek atau disebut vibrissa, berfungsi menahan dan menyaring partikel-partikel yang ikut udara inspirasi. - Epitelnya tidak bertanduk dan beralih menjadi epitel respirasi khas sebelum masuk ke fosa nasal. Fosa Nasal - Di dalam tengkorak terdapat 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi oseosa - Dari dinding lateral menonjol keluar 3 tonjolan bertulang mirip rak, disebut konka. - Konka superior dilapisi oleh epitel olfaktorius khusus Konka media dilapisi oleh epitel respirasi Konka inferior dilapisi oleh epitel respirasi juga. - Epitel olfaktorius Kemoreseptor olfaktorius terletak di epitel olfaktorius, yaitu suatu daerah khusus dari membrane mukosa pada atap rongga hidung. Dengan lebar kurang lebih 10cm2 , tebal 100 m. Merupakan epitel burlapis silindris, terdiri atas 3 sel : 1. Sel Penyokong

Page |7 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Apeksnya silindris lebar dan basisnya sempit Pada permukaannya terdapat mikrovili yang terbenan dalam lapisan cair yang terdiri atas cairan mukosa dan serosa dan menutupi seluruh permukaan epitel. Kompleks olfaktorius Sel mengandung pigmen kuning muda yang member warna pada mukosa olfaktorius. 2. Sel Basal Kecil, bulat/kerucut Menyusun satu lapisan pada dasar epitel 3. Sel Olfaktorius Terletak di antara sel basal dengan sel penyokong Merupakan neuron bipolar yang dapat dibedakan dari sel penyokong oleh letak intinya yang terletak di bawah inti sel penyokong. Apeksnya mempunyai daerah melebar dimana terdapat 6-20 cillia Silianya : panjang, non motil dan berperan sebagai reseptor yang berespon terhadap substansi beraroma. junction mengikat sel-sel penyokong pada sel-sel

Page |8 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Fisiology Hidung 1. Olfactory (smelling) Pada 1/3 superior dari nasal cavity merupakan ofactory area. Pada permukaan sel nya, terdiri dari olfactory epithelim ( pendeteksi olfactory stimuli). 2. Respirasi ( Breathing) Bagian 2/3 inferior nasal cavity = Respiratory area Perjalanan udara dalam rongga hidung.

Nostril( luybang hidung)

nasal cavity ( mengalami presipitasi turbulen)

udara berputar-putar dalam nasal cavity ( disaring, dilembabkan, dihangatkan)

Faring

Larynx

Trachea

Page |9 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Bronchi

Paru-paru 3. Warming, moistening, dan filtering yang masuk Warming, udara yang masuk berputar pada concha dan meatus, pada infeioe concha banyak terdapat kapiler-kapiler darah yang berperan dalam menhangatkan udara yang masuk. Moistening, Mucous yang disekresi oleh sel goblet ( pada nasal cavity, paling banyak terdapat di bagian superior nasal cavity) berfungsi dalam melembabkan udara dan menangkap particle debu. Filtering, bulu-bulu hidung berperan penting dalam menangkap dan menyaring partikel yang berukuran besar. Mucus yang disekresikan juga berperan dalam menagkap partikel debu dalam udara. Mekanisme prespitasi turbulen :

Udara masuk

Udara terbentur bagian concha, septum, dinding faring dan menimbulkan turbulensi udara.

Udara berputar-putar karena benturan bagian tersebut

Aliran udara berubah

Partikel ( beratnya lebih besar dari massa udara)

Partikel akan mengikuti aliran udara (tetapi dengan kecepatan yang lambat)

P a g e | 10 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Partikel terhambat concha

Terjerat dan disaring oleh mucus dan silia.

Cilia-cilia berperan dalam menangkap partikel debu juga berperan dalam menggerakan mucosa. Cilia dari hidung akan berperan dalam mendorong mucus yang mengandung partikel untuk turun ke faring dan dapat dikeluarkan dari mulut atau tertelan ke saluran cerna .

partikel dengan ukuran > 6 mikrometer akan tersaring di hidung. Partikel < 5 mikrometer, dapat ,masuk ke saluran nafas dan dibronchus akan dikeluarkan ( proses ekspirasi. Partikel < 1 mikrometerberdifusi kedalam alveoli, dan ditangkap oleh makrofag alveoli.

4. Modifying speech vibration. Anatomy Paranasal sinus Definisi : suatu rongga berisi udara yang merupakan bagian dari respiratory pada nasal cavity dan mengikuti dari cranial bone: frontal,ethmoid, sphenoid, dan maxilla. Paranasal sinus terdiri dari : Frontal sinus Terletak antar outer dan inner table pada frontal bone kiri dan kanan. Posterior dari superficiliary arches dan root of the nose. Aliran dan muara : masing-masing sinus frontal mengalir melalui frontonasal duct kedalam infundibulum, mengalir kedalam semilunar hiatus pada middle hiatus. Ethmoidal sinus Terletak di lateral mass dari ethmoid bone antara nasal cavity dan orbital. Terdiri dari beberapa cavities yang disebut ethmoid sel : o Anterior ethmoidal sel mengalir langsung dan tidak langsung ke dalam middle meatus melalui infundibulum.

P a g e | 11 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

o Middle ethmoidal sel, bermuara pada middle meatus melalui bullar sel. o Posterior ethmoidal sel, muara pada superior meatus. Di persyarafi oleh : anterior dan posterior ethmoidal branches dari nasocilliary nerves ( CN V) Sphenoidal sinus Terletak didalam body of the sphenoid bone, memanjang kedalam wing of sphenoid bone. Sphenoid sinus berasal dari posterior ethmoid cell yang mulai invasi kedalam sphenoid bone pada usia 2 tahun disuplai oleh posterior ethmoid arteri dan posterior ethmoid nerve Maxillary sinus Merupakan paranasal sinus yang terbesar, terletak di bodies maxilla bone. Pada apex berbartasan dengan : zygomatic bone Pada base Pada roof Pada floor : inferior part dari lateral wall nasal cavity :membentuk floor of the orbit : dibentuk dari alveolar part dari maxilla roots of the maxilla teeth, gigi molar 1 dan 2.

Masing-masing maxillary sinus drains and opening melalui maxillary ostium kedalam middle meatus pada nasal cavity melalui semilunar hiatus Artery supply : maxillary artery Inervation : superior alveolar sinus, cabang dari maxillary sinus.

P a g e | 12 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

P a g e | 13 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

P a g e | 14 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Tipe-tipe Lesi Pada Kulit

Lesi Kulit

Keterangan Primer

Gambar

1. Macule/ Makula

Merupakan lesi datar, berbatas, yang terlihatpunya perbedaan warna daripada kulit sekelilingnya. Bisa : hiperpigmentasi, hipopigmentasi, depigmentasi, erythema. Contoh : Tinea versicolor

2. Papule/ Papula

Merupakan lesi yang solid, timbul (elevasi), dan berbatas, ukuran dari sebesar titik hingga 1 cm. Bentuknya bisa : -acuminate (miliaria rubra); surmounted with scale (2ndary syphilis); dome shape (mulluscum contagiosum); flat-topped (lichen planus) ; round; pedunculated Contoh : molluscum contangiosum.

3. Plaque / Plak

Papule yang lebih besar, diameter lebih dari 1 cm.

4. Nodule / Nodul

Palpable, solid, lesi bulat atau oval. 5 tipe nodul : Epidermal, pidermal-dermal, dermal, dermalsubdermal, subcutaneous. Contoh : lymphoma, late syphilis

5. Tumor

Istilah umum untuk adanya massa, baik jinak ataupun ganas, dan kadang menginikasikan

--

P a g e | 15 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

nodul yang besar. 6. Wheal / Hives/ Urticari Papule atau plaque yang bulat atau flattopped dengan karakteristik edematous, tidak jelas dan menghilang dalam beberapa jam. Contoh :dermatitis herpetiform

7. Vesicle/ Vesikel

Lesi berbata, timbul dan mengandung cairan, dengan ukuran 1-10mm. Jika pucat atau kuning berisi serous exudates Jika merah berisi darah Contoh : pemphigoid, dermatitis herpetiform

8. Bullae / Blister/ Bula

Bullae aalah vesikel dengan ukurang lebih besar, bentuknya bisa bulat atau irregular.

9. Pustule/ Pustula

Pustula, berbatas, timbul dan mengandung purulen exudates (pus). Contoh : rosacea, pustular psoriasis.

10. Cyst / Kista

Merupakan kantung yang berisi cairang atau bahan yang semisolid (fluid cells, dan produk sel) Contoh : cystic adnexal tumor

P a g e | 16 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

11. Abscess / Abses

Danya akumulsi purulen materisl yang dalam di dermis atau jaringan subcutaneous, dimana pus tidak muncul ke permukaan. Lesi ini merah, panas, dan nyeri. Suatu alur yang ruang suppurative ke permukaan kuliy, atau antara ruang cyst atau abscess.

--

12. Sinus

--

Sekunder 1. Scale / Skuama Peluruhan (shedding) abnormal atau akumulasi dari stratum corneum. Contoh : psoriasis

2.

Crust / Krusta

Pengerasan dari adanya deposit serum, darah, atau purulen exudat mongering di permukaan kulit. Jika : Kuning serous crusta/krusta serosa Hijau atau hijau kekuningan krusta pustulosa atau Darah haemoraggic crust/ krusta sanguinolenta) Contoh ; infeksi jamur superficial (Trichophyton schoenleinii)

P a g e | 17 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

3.

Erosi on / Erosi

Lesi menjorok (depressed). Berbatas, merupakan akibat dari hilangnya seluruh atau sebagian dari epidermis. Contoh : variola, vaccinia

4.

Excor iation / Ekskorias i Fissur e / Fisura

Merupakan ekscavasi superficial di epidermis berupa titik atau abrasi linear yang diakibatkan mekanis. Contoh : atopic eczema

--

5.

Celah linear atau retakan di kulit dan bisa terasa nyeri. Fissure ini bisa bersifat kering maupun lembab, merah, lurus, irregular ataupun bercabang. Terjadi umumnya ketika kulit menebal dan tidak elastis alibat inflamasi atau kekeringan. Contoh : perianal psoriasis

--

6.

Ulcer / Ulkus

Lubang di kulit dimana terjadi destruksi dari epidermis atau setidaknya hingga bagian atas dermis (papillary dermis). Contoh : terjadi pada nodul-nodul ganulomatous atau neoplastic.

7.

Scar / Sikatrik

Scar terdiri dari jaringan ikat baru (proliferasi kolagen) yang menggantikan substansi hilang di dermis atau bagian yang lebih dalam sebagai akibat dari adanya injury ataupun penyakit. Pada luka atau ulcer yang telah diambil atau di-remove ini adalah pola dari penyembuhannya. Tipe : Hypertrophic(timbul) ; Atrophic, dan Eutrophic Contoh : pada acne, herpes

A. Scar hipertrophic B. Scar Atrophic

P a g e | 18 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

8.

Liche nification / Liknifika si 9. Scler osis / Sklerosis

Di kulit terlihat adanya peneblan plaque . Terjadi akibat proliferasi dari keratinosit dan stratum corneum, dengan kombinasi perubahan collagen di bawah dermis. Merupakan pengerasan kulit yang jelas batasnya atau diffuse, dan bisa diketahui dengan mudah jika di palpasi. Merupakan akibat dari edema dermis atau subcutaneous, infiltrasi selullar, atau proliferasi collagen. Contoh : chronic statis dermatitis,chronic lympedema,dll.

--

--

10.

Atrop hy / Atrofi

Adanya penegcilan ukuran sel, jaringan, organ atau bagian dari tubuh. Tipe : Epidermal atrophy Dermal atrophy Pannicular atrophy (terjadi di panninculus) Contoh : striae pada khamilan,adanya depresi terlokalisasi pada kulit, dll.

ATOPIC DISEASE

Allergy

P a g e | 19 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Adalah penyakit respon immune kepada antigen yang menyebabkan jaringan menjadi inflamasi dan organ disfungsi. Sinonimnya hypersensitivity & sensitivity.

Allergen Beberapa antigen yang menyebabkan allergy. Molekul-molekul antigenic bisa pada diri sendiri atau dari sumber-sumber lain, seperti; serbuk, bulu animal, racun serangga, makanan. Atopy Adalah respon imunologi yang cenderung diturunkan (inherited) yang biasanya allergen-allergen terjadi secara alami dengan produksi dari IgE antibodies yang berulang (terus-menerus). Allergy rhinitis dan allergy asthma sebagian besar / paling sering terjadi. Atopic dermatitis sedikit terjadi. Allergy gastroenteropathy jarang terjadi. Secara significant pada populasi secara umum diperkirakan 10-30% terjadi pada Negara berkembang. Etiology faktor-faktor genetic yang kompleks yang masih belum diketahui. Beberapa hipotesis terjadi akibat efek dari polusi udara, adanya penyimpangan respon imun yang ditandai dengan penyakit-penyakit infeksi pada anak-anak. Clinical disease genetic predisposition dan terpapar oleh allergens pada lingkungan. Immunology Mast cells dan basophil memiliki affinitas yang tinggi pada IgE pada reseptorreseptor membrane cell IgE (FcR1). Mast cells banyak dalam mucosa dari respiratory dan GI tract dan dalam kulit, menimbulkan reaksi atopic yang terlocalized. Efek-efek psikologis karena adanya pelepasan mediator-mediator / diaktifkan oleh sel-sel yang menyebabkan patofisiologi dengan segera (immediate) dan phase lambat (late) dari atopic disease. Mediator yang penting dari IgE allergy histamine, chemotactic factors, prostaglandins, leukotrienes, dan plateletactivating factor.

P a g e | 20 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Atopic pasien secara khusus memiliki allergi yang multiple, yaitu; IgE antibody, symptomsnya, dan beberapa allergens lingkungan.

Etiology Pengaruh atopy cenderuung pada regulasi produksi total IgE dan spesifik IgE antibody kepada allergens apitopes, cytokine, dan beberapa reseptor-reseptor, enzim-enzim, dan reseptor-reseptor untuk cell mediators. Beberapa theory, terdapat 3 theory: 1. One Theory Atopic allergy diakibatkan regulasi yang abnormal oleh T-lymphocytes dari B-cells kepada produksi IgE, sekresi dari IgE binding factors, peningkatan / suppres B-cells differentiation. 2. Second Theory Defect dalam absorption dari allergens lingkungan pada respiratory dan IgE surface, dimana akan memproses respon-respon imun untuk allergens. 3. Third Theory Peningkatan produksi allergens spesifik IgE antibody dan hyperactivity dari target jarigan kepada mediator-mediator yang dilepaskan dari mast cells (inherited, kemungkinan acquired) dengan imbalance autonomic dengan adrenergic blockade / cholinergic averactivity atau keduanya.

Atopic Disease, Dibagi Menjadi: 1. Allergic Rhinitis. 2. Asthma. 3. Atopic Dermatitis. 4. Allergic Gastroenteropathy.

Rhinitis
Peradangan selaput lendir hidung (Dorland)

P a g e | 21 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Etiologi Beberapa hal yang umumnya menjadi penyebab rhinitis Reaksi makanan Emosional Pekerjaan Hormone Kelainan anatomis Penyakit imunodefisiensi Interaksi dengan hewan

Insidensi dan epidemiologi Rhinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit ini tinggi pada musim hujan Insidensi penyakit meningkat pada anak-anak di abwah 5 tahun, dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rhinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Tipe rhinitis Dibagi atas 2 kategori: Rhinitis alergi Rhinitis non alergi

RHINITIS ALLERGI

P a g e | 22 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Istilah umum yang digunakan untuk menunjukan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun (perennial) atau musiman (hay fever) Reaksi pada mata, hidung dan tenggorokan akibat iritan dari udara bebas (allergen) yang memicu pengeluaran histamine. Histamine menyebabkan inflamasi dan produksi secret pada hidung, sinus dan mata. Jenis rhinitis alergi: 1. Rhinitis alergi musiman (hay fever) Allergen penyebabnya spesifik, yaitu pollen dan spora jamur. Gejala klinik yang tampak adalah pada hidung dan mata ( mata merah, gatal disertai lakrimasi) Penyakit ini timbul periodic, sesuai dengan musim, pada waktu terdapat konsentrasi allergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur, biasanya mulai timbul pada anakanak dan dewasa muda. Berat ringan nya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung banyaknya allergen di udara. Factor herediter pada penyakit ini sangat berperan.

2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau terus menerus sepanjang tahun, tanpa variasi musim. Penyebab yang paling sering ialah allergen inhalan. Allergen inhalan utama adalah dalam rumah, terdapat di kasur kapuk, selimut, karpet, dapur, tumpukan pakaian, buku-buku serta sofa. Klasifikasi rhinitis alergi Berdasarkan WHO initiative allergic rhinitis an its impact on asthma 2000 Intermitten

Bila gejala < 4 hari tiap minggu atau < 4 minggu

P a g e | 23 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Persisten

Bila gejala > 4 hari tiap minggu atau > 4 minggu Klasifikasi berdasarkan berat ringan nya penyakit : Gejala ringan , bila rhinitis tidak mengganggu aktivitas sehari-hari Gejala sedang Gejala berat

Pada gejala sedang- berat bila sudah terdapat 1/ lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar dan bekerja. Major immunologic features Hipersensitivitas atopi yang paling sering terlihat Alergi dengan perantara IgE yang terlokalisasi pada mukosa hidung dan konjungtiva Pollen (serbuk bunga), spora jamur, debu dan bulu binatang adalah allergen yang seting terdapat di udara. General consideration Rhinitis alergi (hay fever atau rhinokonjungtivis alergi) adalah manifestasi reaksi atopi terhadap allergen per inhalasi yang paling sering terlihat. Lebih dari 20 juta orang di US menderita kelainan ini. Ini merupakan kelainan kronis dengan onset saat usia anak-anak atau dewasa.

Epidemiologi Rhinitis alergi terjadi pada 10-12% populasi US, sekitar 80% pada anak-anak dan 30% pada dewasa. Prevalensi dan morbiditas dipebgaruhi oleh distribusi geografi dari tanaman yang menyebabkan alergi dan debu serta tungau. Kelainan ini terjadi baik pada wanita maupun laki-laki Apabila terus menerus selama beberapa tahun dan tidak diterapi dan menyebabkan morbiditas serta hilangnya waktu bersekolah atau bekerja.

P a g e | 24 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Gambaran klinis Gejala Serangan biasanya terjadi berupa hidung berair terus menerus Bersin-bersin Hidung tersumbat Rasa gatal pada hidung dan langit-langit Lendir yang keluar ke belakang hidung menyebabkan nyeri tenggorokan, batuk serta rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Biasanya sering juga terjadi blepharokonjungtivis alergi dengan rasa gatal yang terus menerus pada konjungtiva bila tidak terjadi gejala pada hidung Kelainan terjadi musiman pada pasien dengan alergi pollen atau sepanjang tahun pada pasien yang sensitive pada penyebab rumahan. Gejala dapat diperparah dengan eksaserbasi sesuai musim pada pasien dengan alergi multiple. Serangan berat sering disertai malaise, lemah, rasa cape, tanpa demam, bengkak pada mukosa hidung dapat menyebabkan sakit kepala karena sumbatan pada ostia sinus-sinus paranasal. Tanda Pada rhinoskopi ditemukan: permuakan mukosa hidung yang pucat Memnbengkak dengan sekresi cair Konjungtiva hyperemic dan edematous Pembengkakan mata karena edematous dapat terjadi Ekimosis pada kelopak mata bawah yang disebut sebagai alergi shiners (bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah vena) terjadi karena gosokan pada mata. Pemeriksaan akan normal bila tidak ada paparan allergen serta pasien dalam keadaan asymptomatic

P a g e | 25 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Labotarium findings Eosinofil banyak pada sekresi hidung, tapi bukan merupakan criteria diagnostic karena eosinofil juga ditemukan pada beberapa pasien dengan rhinitis non alergi dan asthma.

Immunologic diagnosis Diagnosis dapat dlakukan dengan melakukan anamnesa dengan seksama.

Pemeriksaan fisik, dan tes alergi. Tes alergi adalah: Tes yang dilakukan meliputi tes kulit maupun tes darah untuk mencari tahu allergen yang menyebabkan respon alergi pada seseorang. Skin tes biasanya lebih sering digunakan karena cepat,reliable dan secara umum tidak mahal dibandingkan dengan tes darah.

Differential diagnosis 1. Infectious rhinitis, biasanya berhubungan dengan infeksi upper respiratory. Bisa disebabkan oleh virus misalnya pada viral rhinitis akibat infeksi rhinovirus, respiratory synctial virus, parainfluenza dan adenovirus. Penyakitpenyakit tersebut akan memberikan gejala yang mirip dengan AR 2. Rhinitis medikamentosa, dihasilkan dari penggunaan yang berlebihan dari topical vasoconstrictor. Terjadi destruksi pada nasal cilliary activity. Perubahan pada PH mukosa nasal menjadi stratified squamous epitelium. Salah satu contoh obat yang dapat menyebabkan nasal congestion adalah reserpin. 3. Endocrine rhinitis, adalah chronic stuff nose dapat menyertai hypothyroidism. Penyebab endokrin lainya misalnya : premenstrual congestion, pregnancy, penggunaan oral contraceptive, postmenopausal estrogen therapy.

P a g e | 26 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

4. Cerebrospinal rhinorrhea, clear; watery rhinorrhea; seringnya umilateral dan menyertai head trauma. 5. Foreign body rhinitis, adanya benda asing pada nostril, terjadi peningkatan jumlah mukus (rhinorrhea) setelah beberapa hari, discharge biasanya purulent, foul smelling dan unilateral dan biasanya terjadi pada anak kecil. PATOGENESIS IMMUNOLOGICAL (lange) Soluble allergen yang terinhalasi (pollen,spores dan partikel aeroallergen lain) Kontak dengan mukosa nasal dan konjungtiva Bereaksi dengan Ig-E antibody pada local mast cell dan juga basophil yang memiliki FcRI receptor Mengeluarkan dan mengaktifkan dari mediator inflamasi (histamin,leukotrien,chemotactic factor, proteinase)juga menyebabkan degranulasi (immediate phase : 15 -30 menit)

Histamine, leukotrien chemotactic factor PGD2 congestion Sneezing, rhinorrhea, Congstion pruritus

peningkatan vascular permeability vasodilatasi, kontraksi otot Polos dan sekresi mukus (12 jam kemudian) Infiltrasi jaringan oleh sel Inflammatory persisten non-specific tissue hyperiritability nasal threshold terhadap allergic dan Irritant stimuli

P a g e | 27 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Prolong symptom

Treatment Treatment terdiri dari enviromental measure untuk menjauhkan paparan alergen, pmberian obat dan desensitisasi. A. Enviromental measure Direkomendasikan untuk menghindarkan allergen terhadap allerginya. Tindakan yang tepat dengan cara meremove household pets, kontrol debu rumah,mencegah penumpukan debu pada mainan atau objek lain yang ada di kamar tidur. Air-cleaning devices dengan efficiency factor partikel yang tinggi. Dehumification ( menghilangkan lembab) dan memperbaiki pipa atau atap rumah yang bocor diperlukan untuk mencegah pertumbuhan jamur. B. Drug Treatment Antihistamin adalah obat yang paling sering digunakan pada allergi Rhinitis. Dapat juga diberikan nasal decongestant. Dapat kombinasi dari antihistamin dengan decongestant. Sympatomimetik dan antihistaminic eye drops dapat digunakan untuk allergi conjunctivitis. Systemic corticosteroid dapat sangat mengurangi gejala dari allergi rhinitis

P a g e | 28 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Untuk mengurangi symptom dan gejala yang parah, dimana sudah tidak membaik dengan antihistamin , berikan prednisone 1 atau 2 minggu dengan dosis yang cukup untuk menekan symptom.

Glukokortikoid dengan nasal spray dapat digunakan untuk gejala yang akut.

C. Desensitization Complication Sinusitis o Mild sinus membrane thickening (< 6 mm) sering ditemukan pada allergic rhinitis o Significant thickening, opacification, dan air fluid level yang meningkat biasanya mengindikasikan suatu infectious rhinitis. o Obstruksi pada sinus ostia oleh swollen nasal membrane dapat menyebabkan secondary sinus infection. Otitis media o Inhaled allergen dapat mencapai middle ear atau Eustachian tube dan menyababkan otitis media. o Tubal obstruction oleh swollen nasopharyngeal allergic mucosa atau disfungsi Nasal polyps o Merupakan komplikasi dari perennial allergic rhinitis. o Biasanya muncul dari permukaan middle turbinate atau ostia of the ethmoid atau maxillary sinus. o Baik allergic maupun infectious rhinitis mempunyai kecenderungan yang sama untuk menghasilkan polyp. o Pada allergic rhinitis karakteristiknya terlihat sebagai massa yang berwarna abu-abu atau putih, pucat, dan bergelatin. o Pada chronic infectious rhinitis terlihat sebagai massa yang erythematous, granular, dan kokoh. yang disebabkan oleh allergic mediator dapat memperpanjang atau memperparah allergic rhinitis.

P a g e | 29 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Prognosis Belum ada penelitian pasti yang telah dilakukan pada perjalanan allergic rhinitis yang tidak diobati, tetapi penyakit ini dapat kambuh atau menetap selama bertahun-tahun atau bahkan sampai seumur hidup. Keparahan penyakit ini bergantung pada tingkat paparan terhadap allergen. Pasien dengan pollen allergy yang bermigrasi ke area yang tidak mempunyai polent producing plant yang sedang bermekaran tidak akan kambuh gejalagejala allergic rhinitisnya.

RHINITIS NON ALLERGY Beberapa orang yang terkena rhinitis tidak memiliki alergi Sering terjadi pada orang dewasa Menyebabkan gejala bertahun-tahun seperti pilek dan hidung tersumbat. Tidak ada system imun yang terkait Proses terjaidnya rhinitis non alergi belum diektahui Pada kasus yang sudah parah, ditemukan adanya polip yang tumbuh dari membrane mukosa dan menghambat udara menaglir keluar masuk hidung Kehilangan sensasi penciuman Gejala dipicu oleh aroma yang kuat, polusi, asap dan iritan lainnya.

P a g e | 30 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

ASTHMA Definition Dorland Asthma merupakan serangan berulang dyspnea paroxismal dengan radang jalan napas dan mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus. Beberapa kasus asthma adalah manifestasi alergi pada orang-orang yang peka, yang lain dicetuskan oleh berbagai faktor lain seperti latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, stres psikologis, dan lain-lain. Lange Asthma dikenal juga sebagai reversible obstruction airway disease, dikarakteristikan oleh hyperresponsiveness dari bronchial tree terhadap irritantkimia pada respiratory bronchoconstrictor, menghasilkan serangan wheezing, dyspnea, chest thighness dan cough. Bisa reversible tanpa obat (spontaneously) atau dengan menggunakan tratment. Penyakit ini sifatnya kronis tatapi bervariasi tingkat keparahannya dari yang occasional mild transient episode sampai dengan yang severe, life threatening broncial destruction. Major immunologic feature Ig-E mediated pada mukosa broncial Secara immunologis di release nya atau diaktivasinya mediator-mediator inflamasi seperti histamine, leukotrien, dan eosinophil chemotactic factor. Hyperirritability dari mucosal bronchial diotandai dengan adanya bronkokostriksi dan adanya mediator inflamasi.

General consideration Penting untuk mengerti peran atopic allergy dalam penyakitt asma. Asma dan atopic dapat terjadi secara bersamaan tetapi tidak semua asma adalah atopic dan hanya beberapa pasien atopy terjadi asma. Tetapi semua asma (atopy & non-atopy)

P a g e | 31 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

memiliki cardinal feature yang sama : airway hyperreactivity, reversible airway obstruction & eosinophilia. Dimana pada allegic asma serangan ditriger oleh adanya paparan dari allergen. a. Ekstrinsik asma (allergic, atopic atau immunologic) Secara umum pada kelomopok ini biasanya berkembang pada awal kehidupan, biasanya pada infancy atau childhood. Manifestasi lain dari atopy misalnya eczema / allergic rhinitis sering terjadi secara bersamaan. Umumnya ada riwayat keluarga mengenai atopic disease. Serangan asma biasanya karena adanya paparan terhadap allergen. Skin test biasanya positif. Toyal serum Ig-E biasanya meningkat, tetapi bisa juga normal. b. Intrinsic asma (non-allergic atau idiopathic) Secara karakteristik, pertama kali terlihat pada adult life, umumnya setelah adanya infeksi respiratory, jadi sering disebut juga adult onset astma tetapi kadang sering disalah artikan karena tidak hanya terjadi pada orang dewasa, ada juga yang terlihat pertama kali pada anak-anak / childhood dan kadang-kadang symptomnya muncul ketika terpapar oleh allergen intrinsic astma, menyebabkan chronic atau reccurent broncial obstruction. Skin tes biasanya negatif. Tidak ada riwayat keluarga mengenai atopic disease.

Epidemiology Asma merupakan world-wide disease, untuk allergic asthma atau atopic astma, mengenai 5% populasi pada western, onset biasanya pada childhood pada umur kurang dari 5 tahun. Pria lebih sering daripada wanita (3:2). Untuk intrinsic asthma biasanya terjadi pada adult onset, pada fifth dekade, wanita lebih sering daraipada pria (3:2). Prevalensi tinggi pada negara Barat dan negara berkembang. Etiology Latihan fisik berat

P a g e | 32 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Lingkungan : Polusi udara (ex : asap rokok) Partikel iritan

Genetik : one group of genetic different _single nucleotide polymorphism in 17q21)

Interaksi gen lingkungan : CD 14 SNP c-159T dengan paparan endotoksin Stres psikologis : memodulasi sistem imun untuk meningkatkan respon inflamatory terhadap alergen iritan.

Risk Factor Family history of atopic disease Positive skin test alergy pada anak-anak dan peningkatan IgE Alergen asthma dihubungkan dengan sensitivitas terhadap alergen indoor (alergen inborne in home) Alergen cat and dog Obesitas

Clinical feature Symptom Dikarakteristikan dengan adanya wheezing, thightness in chest dengan kesulitan menggerakan udara khususnya selama ekspirasi. Biasanya juga ada batuk, dan untuk asma yang berkepanjangan akan menghasilkan teenacious & thick sputum (clear or yellow), pada anak-anak biasanya batuk terjadi pada malam hari. Tidak ada fever tetapi fatigue, malaise, irritability, palpitation dan sweating.

P a g e | 33 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Sign Physical examination ketika ada serangan adalah ditandai dengan adanya tachypnea, audible wheezing dan penggunaan asessory muscle respiration. Pulse rate cepat, BP meningkat dan untuk severe asma ditandai dengan adanya pulsus paradicus. Pada paru-paru, terjadi hyperresonant dan saat di auskultasi maka terjadi wheezes dan rhonchi tetapi no rales. Juga adanya pemenjangan pada fase ekspitatory.

Lab finding Adanya peningkatan jumlah total eosinophil pada darah perifer dan juga chest X-ray menunjukan gambaran yang normal atau ditandai dengan adanya hyperventilation. Peningkatan jumlah Ig-E sering ditemukan untuk asma yang allergic atau atopy, tetapi untuk yang intrinsik normal.

Pathology Etiologi masih belum diketahui tetapi pada serangan asma biasanya melibatkan mekanisme allrgic dan non allergic Dari beberapa sumber di percaya bahwa pada penyakit asma disebabkan karena adanya bronkokonstriksi yang dimediasi oleh autonomic nervous system yaitu suatu reflex autonomic yang melibatkan afferent receptor pada mukosa atau submukosa bronkus yang merespon terhadap irritant atau chemical mediator dan impuls cholinergic efferent Menyebabkan kontriksi otot bronhial dan hypersecretion mucus Jadi afferent receptor tersensitisasi untuk merespon terhadap treshold yang rendah

P a g e | 34 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Bronchial hypersensitive

Patophysiology Untuk acute allergen induced asthma early asthmatic response Late asthmatic response dimulai 4 8 jam setelah paparan dan persist setelah 24 jam Pada status asthmaticus ada komponen-komponen bronkospasme, acute airway inflamasi langsung oleh jumlah sel-selnya dan mediator yang disekresi

P a g e | 35 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Immunologic diagnosis Diagnosis asma dibuat berdasarkan history taking, Physical examination, dan pemeriksaan fungsi pulmonary untuk menunjukan adanya reversible bronchial obstruction.

P a g e | 36 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Pemeriksaan darah dan sputum untuk melihat apakah terjadi eosinophilia atau tidak. Chest radiograph untuk mengexclude penyakit pulmonary lainya.

Tanya mengenai kemungkinan adanya paparan allergen. Pada anak-anak alergi makanan juga dapat menjadi pencetus terjadinya asma. Sering juga disertai dengan penyakit atopic lainya seperti atopic dermatitis atau allergic rhinitis.

Skin test sering dilakukan untuk melihat adanya reaksi sensitifitas dan memastikan reaksi sensitifitasnya.

Differential Diagnosis Chronic bronchitis dan emphysema (chronic obstruction lung disease), meyebabkan obstruksi jalan nafas yang tidak merespon terhadap sympatomimetic bronchodialator atau corticosteroid. Tidak ditemukan adanya eosinophilia dalam pemeriksaan darah dan sputum. Bronchiolitis, cystic fibrosis, aspiration dari benda asing menyebabkan obstruksi jalan nafas pada anak-anak. Tumor benign atau malignant pada bronchus atau external compression dari substernal thyroid yang membesar , pembesaran thymus, aneurysm atau mediastinal tumor akan menyebabkan gejala wheezing. Acute viral bronchitis dengan wheezing dapat menyebabkan asthmatic bronchitis. Cardiac asthma biasanya gejalanya intermittent dyspnea disebabkan karena left ventriculat failure. juga dapat

Treatment Penyebab asma masih belum diketahui. Jadi biasanya tujuan treatmenya adalah untuk mengurangi symptomnya. a. Environmental control

P a g e | 37 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Irritant seperti smoke, fumes, dust dan aerosol harus dihindarkan. Jika diagnostiknya disebabkan karena animal dander, feather, molds, atau house dust harus segera dieliminasi. b. Drug treatment I. Sympatomimetics i. Menggunakan obat-obatan -adrenergic bronchodilator untuk serangan yang akut atau untuk tretment yang long term. ii. Epinephrine, memiliki efek dan -adrenergic yang dapat bekerja secara cepat dan diberikan secara intramuskular dengan dosis 0,2 0,5 mL dalam larutan 1:1000 cairan. iii. Albuterol, pirbuterol, metaproterenol dan isoetharine merupakan selective adrenergic bronchodilator pada asma kronis. iv. Untuk long term prophylaxis tetapi dalam sediaan aerosol yang biasanya digunakan adalah salmeterol. II. Xanthine, theophyline, efektif ketika digunakan bersamaan dengan symphatomimetics. III. Corticosteroid, efektif dalam treatmen asma (ketika semua bentuk teratmen asma gagal untuk mengobatinya). Mekanisme terapeutik nya adalah bekerja sebagai anti-inflamatorry. Bisa diberikan per-oral tetapi biasanya digunakan apabila semua tretmen inadequate, dimulai denga tratmen dengan dosis yang tinggi lau dilanjutkan sampai obstruksinya berkurang, lalu dikurangi dengan slow tapering selama beberapa hari atau minggu. 30-60 mg prednisone / hari cukup untuk teratmen asma dan diberikan per-oral. Atau untuk yang serangan akut berikan inhalant glukokortikoid. IV. Cromolyne dan nedocromyl V. Other drugs

Complication and prognosis Asama adalah penyakit kronis pada anak-anak yang sering terjadi dan biasanya seiring dengan pertumbuhan hilang dengan sendirinya, tetapi anak-anak

P a g e | 38 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

tersebut akan menunjukan bronchial lability dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Serangan akut dapat berkomplikasi oleh pneumothorax, subcutaneous emphysema, rib fracture, alectesias atau pneumonitis.

Atopic dermatitis
Tampakan gejala immune yang sering: - Biasanya disertai atopic respiratory allergy - Gejala klinis, biasanya tidak tergantung pada paparan. - Level IgE meningkat Definisi atopic dermatitis: penyakit kulit kronik yang terjadi secara spesifik pada pasien atopy*. *atopy: suatu predisposisi genetic yang mendekati perkembangan reaksi hipersensitifitas segera (tipe I-IgE mediated) terhadap antigen lingkungan umum. Manifestasi paling sering: asma bronchial, rhinitis alergi, dermatitis atopic, alergi makanan. Gejala yang paling penting pada dermatitis atopic yaitu pruritic dermal inflammatory response. Karakteristik lesi: simetris distribusi skin eruption dengan predileksi pada beberapa tempat di kulit. Biasanya disertai dengan overproduksi dari IgE oleh lymfosit B, yang menyebabkan abnormal T-lymphocyte regulation. Dermatitis atopic diklasifikasikan sebagai bentuk kulit dari atopy, biasanya disertai rhinitis alergi, dan asthma dalam keluarga, serum IgE meningkat. Epidemiologi: - Anak-anak: 10-20% - Dewasa: 1-3% Etiologi: belum diketahui, tetapi 75%-80% individual memiliki personal atau family history asthma atau rhinitis alergi. Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan (misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda. Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik: - Stres emosional - Perubahan suhu atau kelembaban udara

P a g e | 39 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Infeksi kulit oleh bakteri - Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol). - Pada beberapa anak-anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik Fitzpatrick: etiologi dermatitis atopi yaitu interaksi kompleks antara genetic, lingkungan, skin barrier, farmakologi, immunologic factor. Factor resiko: Genetic

kedua orang tua tidak alergi = 10% Satu saudara kandung = 20-30% Satu orang tua alergi = 20-40% Dua orang tua alergi = 60-80%

Criteria diagnosis: hanifin & rajka, svenssons criteria Hanifin & rajka Diagnosis dapat ditegakan jika terdapat gejala major >3-4bh, dan gejala minor >3bh svenssons criteria

P a g e | 40 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Pathogenesis: A. Defective lymphocyte regulation: Dasar dari peningkatan serum IgE dan eosinophilia, berhubungan dengan keabnormalan pada T-cell mast cell dan fungsi sel dendritic, termasuk IL4 dan CCL 1 chemokin. *IL4, berfungsi mengaturaksis Th1-Th2, memacu produksi IgE, mengatur beberapa fase hematopoiesis. Berasal dari sel T, sel mast. *Fitzpatrick: Genetic AD is familially transmitted with a strong maternal influence. Gen utama yang terlibat yaitu kromosom 5q31-33 karena itu mengandung clustered family dari gen cytokine -IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, dan GM-CSF yang diexpresikan oleh sel Th2. Karena T allele diasosiasikan dengan peningkatan aktivitas promoter IL-4 ketika dibandingkan dengan C allele, ini diduga bahwa perbedaan genetic dalam aktivitas transcriptional dari gene IL-4 mempengaruhi predisposisi AD. In addition, asosiasi AD dengan gain-of-function mutation dalam subunit dari reseptor IL-4 telah dilaporkan. Data ini mendukung konsep bahwa expresi gene IL-4 berperan penting dalam expresi AD. Mutasi fungsional dalam region promoter dari C-C chemokine RANTES & IL-13 coding region variant juga terlibat dalam patogenesis AD.

B. The role of allergy Adanya atopic respiratory disease dengan hipersensitifitas terhadap allergen dari lingkungan. Eosinophilia IgE level Riwayat keluarga (alergi)

C. Association with systemic disorder Anak dengan phenilketonuria

P a g e | 41 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Letterer-siwe disease

Treatment - akurat diagnosis, identifikasi dan eliminasi factor yang memperburuk, seperti iritan, allergen, dan stress emosional. - Dry skin, diberikan topical lubricant yang tidak mengiritasi. - Eczema, jika daerah lesi kecil diberikan topical glukokortikoid, jika daerah lesi besar diberikan systemic corticosteroid, dimulai dengan dosis tinggi, kemudian tapering off setelah eruption clear. - Oral anti histamine, digunakan untuk mengontrol gatal. - Sering mandi dan cuci tangan. PATOMEKANISME Hiperreaktivitas terhadap stimulus cholinergic mungkin berhubungan dengan berkurangnya threshold terhadap gatal. Terdapat peningkatan sel mast dan hiatamin pada kulit Intradermal methacholine menghasilkan wheal dan erythema dan diikuti 2-5 menit kemudian oleh blancing. Pathogenesis cutaneous pruritus belum jelas diketahui tapi ini mungkin diinduksi oleh berbagai produk yang dihasilkan oleh inflammatory effector cells termasuk neuropeptide, histamine, leukotrien, dan proteolytic enzyme. Pasien dengan AD juga mengalami penurunan threshold terhadap pruritus. Lesi kulit jarang melebar saat pollen season walaupun pada beberapa pasien terdapat hubungan dengan exposure terhadap debu rumah, binatang atau allergen lingkungan lainnya. Yang biasa adalah alergi makanan terutama susu, jagung, soy-bean, ikan, kacang dan cereal grains.

CIRI KHAS Gambaran imunologis utama : Sering disertai atopic respiratory allergy Gambaran klinis biasanya terbebas dari paparan allergen Level IgE pada serum kemungkinan sangat tinggi

P a g e | 42 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Gambaran utama adalah adanya pruritic dermal inflammatory response yang menginduksi erupsi kulit yang berdistribusi secara simetris dengan predileksi pada bagian kulit tertentu. Pasien sering memiliki IgE antibodies yang banyak untuk allergen inhalant dan makanan.

GAMBARAN KLINIS SYMPTOM Biasanya muncul pada usia 3-6 bulan tapi dapat juga terlihat pertama kali selama masa anak-anak dan remaja dan kadang-kadang pada saat dewasa. Banyak kasus infantile eczema terbebas (clear) pada usia 2 tahun Persisten hingga usia anak-anak dan dewasa ditandai dengan siklus remisi dan exacerbation yang sering. Gatal merupakan gejala yang utama. Hal ini biasanya memburuk saat malam dan ditimbulkan oleh perubahan suhu, keringat, exercise, dan stress emosional. Menggaruk dan menggosok akan membuat eczematous skin eruption menjadi melebar. Gatal juga diperburuk oleh iritan seperti wool dan oleh drying agent seperti sabun dan defatting agent. Memakan allergenic food dapat menyebabkan acute exacerbation. Penyakit ini dapat membaik secara spontan selama musim panas.

SIGN Kulit kering dan scaly Lesi kulit aktif ditandai oleh intensely pruritic inflamed papule (prurigo), erythema dan scaling. Garukan menghasilkan weeping dan excoriation. Lesi kronik menebal dan mengalami lichenification Staphylococcus pustule biasa ada. Stroking of the skin menghasilkan white demographism yang kontras dengan normal erythema dan whealing (the triple response of Lewis)

P a g e | 43 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

LABORATORY FINDING Total serum IgE meningkat. Kadang-kadang sangat tinggi, terjadi pada 6080% kasus. Level yang normal tidak menghapuskan diagnosis

Major Feature Pruritus Facial and extensor eczema in infants and children Flexural eczema in adults Chronic or relapsing dermatitis Personal or family history of atopic disease

Associated Feature Xerosis Cutaneous infection Nonspesific dermatitis of the hand or feets Ichthyosis, palmar hyperlinearity, keratosis pilaris Pityriasis alba Nipple eczema White dermatographism and delayed blanch response Anterior subcapsular cataract, keratoconus Elevated serum IgE level Positive immediate type allergy skin test Early age of onset Dennie-Morgan infraorbital fold, orbital darkening Fascial erythema or pallor Perifollicular accentuation Course influenced by environtmental and/or emotional factor

PATHOLOGY Lesi dimulai secara akut sebagai erythematous edematous papule atau plaque dengan scaling. Gatal menyebabkan weeping dan crusting lalu chronic lichenification. Secara mikroskopis lesi akut memperlihatkan intercellular edema dan dermal infiltration dengan mononuclear cells dan CD4 lymphocyte. Neutrofil, eusinofil, plasma cell, basofil jarang dan vasculitis tidak ada tapi degranulated mast cell bias terlohat.

P a g e | 44 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Gambaran lesi kronik adalah epidermal hyperplasia, hyperkeratosis dan parakeratosis. Dermis diinfiltrasi oleh mononuclear cell. Focal area of fibrosis dapat terjadi termasuk terlibatnya perineurium of small nerves

PREDILEKSI Distribusi lesi tergantung pada usia. Pada anak-anak biasanya pada dahi, pipi, dan permukaan ekstensor dari ekstrimitas Selanjutnya lesi memperlihatkan gambaran distribusi flexural dengan predileksi pada area antecubital dan popliteal serta pada leher. Wajah terutama sekitar mata dan telinga sering terkena saat distribusi lebih luas.

FLEXURAL

EXTENSOR

P a g e | 45 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

STAGE ACUTE Intensely pruritic Erythematous papules associated with excoriation Vesicle over erythematous skin Serous exudates

SUBACUTE Erythematous, excoriated, scaling papule

CHRONIC Thickened plaque of skin Accentuated skin markings (lichenification) Fibrotic papule (prurigo nodularis)

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Localized neurodermatitis (lichen simplex chronicus) dan allergic or irritant contact dermatitis menghasilkan perubahan eczematous yang mirip pada kulit. Seborrhea dan dermatophytoses kadang-kadang bingung untuk dibeadakan dengan atopic dermatitis. Pompholyx (dyshidrosis) dengan secondary eczema dapat merangsang atopic dermatitis pada tangan.

P a g e | 46 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Penting untuk dikenali bahwa dewasa dengan eczematous dermatitis tanpa riwayat childhood eczema, respiratory allergy, atau atopic family history mungkin mengalami allergic contact dermatitis

Congenital disorder Nethertons syndrome Familial keratosis pilaris Chronic dermatoses Seborrheic dermatitis Contact dermatitis (allergic/irritant) Nummular eczema Lichen simplex chronicus deficiency Psoriasis Ichthyoses

Infection and infestation Scabies HIV-associated dermatitis Dermatophytosis Malignancies Cutaneous T cell lymphoma (Mycosis fungoides/Sezary syndrome) Letterer-Siwe disease Immunologic disorder Dermatitis herpetiform Pemphigus foliaceus Graft versus host disease Dermatomyositis

Immunodeficiencies Wiskott-Aldrich syndrome Severe combine imunodefficiency Hyper IgE syndrome Metabolic disorder Zinc deficiency Pyridoxine (vit B6) and niacin Phenylketonuria Multiple carboxilase deficiency

PEMERIKSAAN Riwayat dan pemeriksaan fisik hamper selalu cukup untuk membuat diagnosis. Peningkatan serum IgE adalah konfirmasi tapi IgE yang normal tidak membebaskan kemungkinan penyakit ini. Biopsi tidak dibutuhkan. Skin or in vitro allergy test biasanya menghasilkan hasil positif yang dapat merefleksikan respiratory allergies yang terjadi bersamaan atau asymptomatic sensitivities rather than allergic causes of the skin disease.

P a g e | 47 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

House dust mite dan makanan merupakan allergen spesifik yang berhubungan secara klinis pada beberapa anak dengan atopic dermatitis

KOMPLIKASI Allergic rhinitis dan asthma bukan merupakan komplikasi tapi merupakan manifestasi of the underlying atopic disease. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi sekunder hampir selalu oleh Staphylococcus sebagai hasil dari garukan. Dulu, komplikasi yang paling serius adalah eczema vaccinatum dari paparan vaccinia virus oleh vaksinasi yang tidak sengaja/tidak hati-hati atau kontak dengan orang yang baru divaksin pada keluarga atau ruangan kelas. Eczema herpeticum merupakan kondisi yang sama oleh herpes simplex virus. Topical antibiotic atau antihistamin dapat menyebabkan contact dermatitis sekunder. Hand dermatitis terjadi dari kontak berlebih dengan air, sabun, dan solvent di rumah atau tempat kerja. Opthalmic complication termasuk atopic keratoconjunctivitis, keratoconus, dan atopic cataract. Pasien dengan keterlibatan kulit yang luas dapat berkembang menjadi exfoliative dermatitis.

Pemeriksaan Prick Test (cutaneous test, puncture test, epicutanous test) Termasuk wheal and flare skin test

P a g e | 48 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Merupakan routine diagnosis pada atopic & anaphylaxis prinsip: dengan menggunakan larutan extract allergen(Pollens, molds, foods, and animal and insect emanations) yang diteteskan pada kulit dengan jarum, kemudian jarum ditusukkan secara ringan pada tengah-tengah tetesan, setelah 20 menit maka reaksi terhadap allergen akan terjadi. Test pertama yang dilakukan untuk test diagnosis pada alergi, dilakukan prick test, karena bila dilakukan secara sistemik tingkat sensitivitas lebih tinggi. Apabila hasil negative pada nonpolen allergen, harap dilakukan lagi dengan menggunakan intradermal skin test, dengan quantitas allergen yang terukur. Untuk meminimalisir resiko anaphylaxis, maka dilakukan serial titration testing dengan meningkatkan konsentrasi allergen sepuluh kali lipat (terutama pada allergen protein). Untuk intradermal testing, reaksinya lebih sensitive. Pemberian intradermal testing dilakukan bila hasil prick test +1 atau negative. Range volume extract allergen yang digunakan adalah 0,005-0,002 mL; biasanya 0,001 mL/Kg Sebelum test dilakukan, penggunaan anti histamine jangan dilanjutkan.

P a g e | 49 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

P a g e | 50 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Mold Allergen

Arthropod Allergen

P a g e | 51 HEMATO IMMUNOLOGY SYSTEM

Mucosa Livida Terjadi akibat inflamasi pada mucosa hidung yang nantinya terjadi pembengkakan dan menjepit pembuluh darah sekitar, sehingga timbul warna biru pucat pada mukosa hidung. Radiology Paranasal Sinus

Вам также может понравиться