Вы находитесь на странице: 1из 20

LAPORAN HASIL DISKUSI Modul Organ Respirasi Seorang Perempuan Dengan Keluhan Sesak Napas Kelompok VI Lidya Christy

Luzelia Saldanha M. Agung Pratama M. Hafizh Muttaqin M. Reza Adriyan Made Ayundari Malika Maria Christiningrum Meikhel Alexander Meilinda Vitta Sari Meita Kusumo Putri 03010161 03010163 03010164 03010165 03010166 03010167 03010168 03010170 03010171 03010173 03010174

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Jakarta, 16 Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN Sesak napas merupakan keluhan subyektif (keluhan yang dirasakan oleh pasien) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit. Sesak napas merupakan gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu harus dicari penyebab awal dan segera diatasi. Sesak napas dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar berdasarkan penyebabnya, yaitu organik (adanya kelainan pada organ tubuh) dan non organik (berupa gangguan psikis yang tidak disertai kelainan fisik). Sesak napas organik tidak hanya disebabkan oleh kelainan organ pernapasan, tetapi penyakit pada organ seperti jantung dan ginjal pun dapat menyebabkan terjadinya keluhan sesak napas. Selain karena kelainan organ, penyakit karena gangguan metabolisme pada kelainan ginjal, jantung, dan paru Sesak napas pada asma muncul saat saluran pernapasan (bronkus) mengalami peradangan dan menyempit. Gejalanya berupa sesak napas yang disertai bunyi napas tambahan yang tidak normal seperti suara bersiul yang kasar, biasa disebut mengi (wheezing). Diagnosis Asma dapat ditegakkan jika terdapat keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible. Ditambah adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.

BAB II LAPORAN KASUS Riwayat Penyakit Sekarang Liburan sudah tiba. Waktu yang dinanti keluarga Nn.P untuk pergi berlibur ke Puncak. Mereka tiba di Puncak siang hari kemudian berjalan-jalan disekitar villa tempat menginap. Menjelang sore hari, cuaca bertambah dingin, Nn.P merasa dadanya berat disertai batuk-batuk kecil. Nn.P membantu ibunya mempersiapkan makan malam dan mencuci piring kemudian menonton tv sambil bercanda hingga tengah malam. Menjelang tidur Nn.P mengeluh tidak dapat tidur terlentang, sesak nafas berbunyi disertai batuk yang bertambah dan dahak berwarna jernih. Tidak ada batuk darah dan nyeri dada. Ibunya menyanyakan obat yang biasa diminum Nn.P tetapi ia tidak membawanya karena sudah habis. Dengan segera ibunya membawa Nn.P ke rumah sakit terdekat. Sesampainya dirumah sakit Nn.P terlihat semakin sesak disertai bibir berwarna kebiruan dan nafasnya cepat. Memang sejak kecil Nn.P sudah sering sesak-sesak. Sesak sering kumat dan timbul tersering kalau mencium bau obat nyamuk, tercium bau-bau aneh dan bergadang. Ia sudah berobat ke berbagai dokter maupun secara tradisionil, termasuk secara kebathinan, tetapi terasa semakin sering kambuh dan setiap kali kambuh semakin parah serangannya. Riwayat kebiasaan Pasien penyayang binatang dan memelihara kucing anggora sejak kecil Riwayat penyakit dahulu Waktu kecil pasien sering mengi, bersin, batuk dan timbul eksim dilipat siku kedua lengan.
3

Riwayat penyakit keluarga Nenek penderita asma, Ayah sering bersin, Ibu gatal-gatalsetelah makan ikan laut. Adik bungsunya ,mengalami gejala yang sama dengan pasien.

kesadaran umum : tampak sesak, gelisah, duduk membungkuk Kesadaran : compos mentis TD = 160/90 N = 120x/menit FP = 40x/menit Mengi (+) Ekspirasi memanjang Suhu = 37 C Mata : tidak pucat, tidak ikterik Hidung : obstruksi +/+ ,sekret +/+ Bibir : sianosis Pharynx : dinding belakang tidak rata/kasar, agak hiperemis, post nasal drip (+) Leher : KGB tidak membesar, kaku kuduk (-), JVP +1 cm H2O Toraks : Inspeksi = simetris, tampak penggunaan otot bantu napas dan retraksi suprasternal Palpasi = vocal fremitus normal dextra/sinistra Perkusi = paru -> sonor Auskultasi = suara nafas vesikuler +/+, ronki +/+, wheezing ++/++ inspirasi dan ekspirasi. Bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-). Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tumor (-), hepar, lien, ginjal tidak teraba besar, shifting dullness (-), bising usus normal Ekstremitas : edema (-), refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada.
Darah Nilai Hb Ht Leukosit 12 gr% 46% 9900/uL

Hitung jenis Trombosit LED GDS Ureum Kreatinin SGOT SGPT

0/13/8/69/9/1 200.000/uL 21 mm/jam 150 mg% 40 mg/dl 1,2 mg/dl 29 u/L 30 u/L

Spirometri Pada hasil pemeriksaan didapatkan Arus Puncak Ekspirasi (APE) 35%. EKG Pemeriksaan EKG hampir seluruhnya didapatkan dalam batas normal dilihat dari sinus rhythm, QRS rate 110x/menit, normo axis, gelombang P normal, PR interval 0,14 detik (normal:0,12-0,20 detik), QRS duration 0,06 detik (normal:<0,12 detik), morfologi QRS normal, dan tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T (-)

BAB III PEMBAHASAN I.IDENTITAS PASIEN Nama Usia : Nona X : ? tahun

Jenis kelamin : Perempuan Alamat :-

II.HIPOTESIS Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu sesak napas, kelompok kami menyimpulkan beberapa hipotesis yang dapat menyebabkan keluhan ini yaitu 1. Asma Bronkiale Jika Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible. ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain. 2. Bronkitis kronis Jika ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal. 3. Emfisema paru Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi. 4. Gagal jantung kiri Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.
6

5. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi

III.ANAMNESIS TAMBAHAN
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan? 2. Apakah aktivitas meningkatkan sesak? 3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas? 4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas? 5. Apakah sesak dipicu oleh sesuatu? 6. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh? 7. Adakah iwayat merokok? 8. Apa obat yang dipakai setiap hari? 9. Apakah keluarga mempunyai penyakit yang sama atau riwayat alergi?

IV.PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran umum : tampak sesak, gelisah, duduk membungkuk Menandakan pasien mengalami kesulitan bernafas. Pada asma bronkial, posisi duduk membungkuk ini merupakan ciri- ciri asma berat. Kesadaran : compos mentis TD = 160/90 Menandakan ada peningkatan tekanan darah meningkat dan merupakan hipertensi stage I menurut JNC VII. Tekanan darah normal adalah sistole kurang dari 120 dan diastole kurang dari 80. N = 120x/menit Menandakan ada peningkatan denyut nadi, di mana denyut nadi normal adalah 60-100x/menit FP = 40x/menit Menandakan adanya peningkatan frekuensi pernafasan atau takipneu. Mengi (+) Menandakan adanya udara yang yang terjebak di saluran nafas, dan pada saat ekspirasi harus menggunakan otot bantu pernafasan ekspirasi. Ekspirasi memanjang Menandakan adanya kesulitan dalam ekspirasi. S = 37C Suhu dalam batas normal.
7

Mata : tidak pucat, tidak ikterik Menandakan tidak adanya anemia dan tidak ada gangguan hati. Hidung : obstruksi +/+ ,sekret +/+ Menandakan adanya obstruksi serta sekret di kedua cavum nasal. Bibir : sianosis Menandakan bahwa pasien kekurangan oksigen. Pharynx : dinding belakang tidak rata/kasar, agak hiperemis, post nasal drip (+) Leher : KGB tidak membesar, kaku kuduk (-), JVP +1 cm H2O Menandakan leher dalam keadaan normal. Toraks : Inspeksi = simetris, tampak penggunaan otot bantu napas dan retraksi suprasternal Menandakan pasien kesulitan bernafas hingga harus menggunakan otot bantu pernafasan dan menimbulkan retraksi suprasternal Palpasi = vocal fremitus normal dextra/sinistra Perkusi = paru -> sonor Sonor di sini merupakan hasil normal dari perjusi paru Auskultasi = suara nafas vesikuler +/+, ronki +/+, wheezing ++/++ inspirasi dan ekspirasi. Suara nafas vesikuler merupakan hal yang normal. Wheezing terdengar jika udara melewati saluran yang sempit sehingga ini menandakan adanya bronkokonstriksi. Bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-). Menandakan tidak adanya gangguan oada jantung Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tumor (-), hepar, lien, ginjal tidak teraba besar, shifting dullness (-), bising usus normal Menandakan abdomen dalam keadaan normal. Ekstremitas : edema (-), refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada. Menandakan ekstremitas dalam keadaan normal.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Nilai Hb Ht Leukosit Hitung jenis 12 gr% 46% 9900/uL 0/13/8/69/9/1 Nilai normal 12-16 gr% 38-48% 5000-10.000/uL 0-1/1-3/2-6/50-70/2040/2-6 Keterangan Normal Normal Normal Eosinophilia, neutrofilia(batang), penurunan limfosit dan monosit Trombosit LED GDS Ureum Kreatinin SGOT SGPT 200.000/uL 21 mm/jam 150 mg% 40 mg/dl 1,2 mg/dl 29 u/L 30 u/L 150.000-400.000/uL 0-20 mm/jam <180 mg% 20-40 mg/dl 0,4-1,5 mg/dl 0-37 u/L 0-42 u/L Normal Sedikit meningkat Normal Normal Normal Normal Normal

Dari hasil pemeriksaan yang didapat hamper seluruhnya masih dalam batas normal. Eosinofil mengalami peningkatan karena terjadinya proses alergi. Sedangkan peningkatan neutrophil terjadi karena adanya proses inflamasi kronis. Hal ini mendukung dijadikannya diagnosis kerja asma bronkial Spirometri

Pada hasil pemeriksaan didapatkan Arus Puncak Ekspirasi (APE) 35%. Nilai normal APE adalah >80%. Nilai APE yang sangat rendah seperti ini menunjukkan bahwa pasien menderita asma bronkial berat APE (penderita <60%). EKG Pemeriksaan EKG hampir seluruhnya didapatkan dalam batas normal dilihat dari sinus rhythm, QRS rate 110x/menit, normo axis, gelombang P normal, PR interval 0,14 detik (normal:0,12-0,20 detik), QRS duration 0,06 detik (normal:<0,12 detik), morfologi QRS normal, dan tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T (-) Ini menunjukkan bahwa jantung pasien tidak mengalami gangguan, dan gejala yang dialami pasien tidak ada pengaruh dari jantung, seperti misalnya asma kardiale. Foto toraks Gambaran foto toraks juga terlihat masih dalam batas normal, terlihat dari batas jantung dan diafragma yang jelas, tidak terdapat pembesaran jantung, corakan bronkovaskular normal, dan tidak terdapat efusi pleura. Pada penderita asma bronkiale, foto toraks sering didapatkan gambaran normal.

VI. DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, kelompok kami menyatakan Asma Bronkiale sebagai Diagnosis Kerja VII. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kasus asma bronchiale terdiri 2 macam, medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa saat terjadinya serangan akut adalah

a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse Ringer Lactate atau Dextrose b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam 1 jam.
10

c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis. d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi profilaksis e. Ekspektoran jika adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG). Non medikamentosa yang diberikan kepada pasien adalah:
Pendidikan pada penderita mengenai penyakitnya

Menghindari faktor-faktor pemicu/trigger, seperti allergen, virus, polutan dan obat

VIII. KOMPLIKASI . Komplikasi Bronkitis kronis Karena adanya hipersekresi maka kemungkinan mendapatkan bronchitis kronis secara sekunder besar sekali pada penderita asma. Emfisema Dengan mekanisme seperti yang sama diatas (hipersekresi yang menyebabkan penggumpalan dahak dalam saluran napas sehingga menyebabkan obstruksi parsial), lama kelamaan beberapa alveolus akan membesar dan septum interalveoler akan pecah dan dengan demikian akan terbentuk suatu rongga (acinus), dengan demikian beberapa acinus akan menjadi satu rongga pula, sehingga akhirnya akan timbul suatu emfisema paru dengan akibat-akibat sekunder seperti cor pulmonal, pnemotoraks. Cor pulmonal Pnemotoraks

11

IX.PROGNOSIS Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam : Dubia Ad Malam : Ad Malam

Setelah serangan akut diatasi dengan baik dan benar, pasien akan tetap dapat hidup dan serangan akut biasanya jarang sampai menyebabkan kematian. Untuk fungsi hidup dari penderita akan terbatas, tidak sebebas orang lain yang tidak memiliki asma bronkial, karena penderita asma harus membatasi aktivitasnya agar tidak berlebih, dan juga harus menjauhi allergen serta pemicu lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya serangan akut pada penderita. Kemungkinan kekambuhan juga sangat besar karena dilihat dari riwayat penyakitnya, penderita memiliki cukup banyak alergi, bahkan meski hanya begadang.

12

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

I.ANATOMI DAN HISTOLOGI TRAKTUS RESPIRATORIUS

Secara anatomi, traktus respiratorius digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu traktus respiratorius bagian atas dan traktus respiratorius bagian bawah.

1. Traktus respiratorius bagian atas meliputi : 1) Hidung, merupakan awal dari bagian konduksi traktus respiratorius yang berfungsi untuk membawa udara dari dan ke paru-paru dan menghangatkan udara saat inspirasi. Bulu di dalam lubang hidung dan silia yang melapisi membrane mukosa berfungsi untuk mengangkat debu dan benda asing lain dari udara. 2) Faring, merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan gidung dan rongga mulut ke laring. Terbagi menjadi tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. 3) Laring, berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada saat yang sama keduanya mengambil bagian dalam deglutisi, selama waktu mana laring akan meutup dalam usaha untuk mencegah makanan memasuki traktus respiratorius bagian bawah. Larng juga menutup selama terjadi regurgitasi makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi makanan.

2. Traktus respiratorius bagian bawah meliputi : 1) Trakea, merupakan tuba membranosa yang memiliki panjang 10-12 cm dengan diameter 2-2,5cm. tuba dilapisi membrane mukosa dengan epitel bertingkat toraks, bersilia, dan terdapat sel goblet. 2) Bronkus, merupakan percabangan dari trakea dengan epitel bertingkat bersilia dan terdapat sel goblet. Bronkus berawal dari bronkus ekstrapulmonal atau
13

disebut juga sebagai bronkus primer yang terdiri dari bronus primer kiri dan bronkus primer kanan. Bronkus primer kanan lebih pendek, lebih lebar, lebih vertikal dari bronkus primer kiri sehingga jika terjadi aspirasi benda asing akan lebih sering masuk ke paru bagian kanan. Bronkus primer ini kemudian akan melanjutkan diri menjadi bronkus sekunder atau disebut juga sebagai bronkus intrapulmonal atau bronkus lobaris. Bronkus lobaris kemudian akan bercabang menjadi bronkus segmental, dimana terdapat 10 segmen bronkopulmonal di paru kanan dan 8 segmen bronkopulmonal di paru kiri. 3) Bronkiolus, merupakan lanjutan dari bronkus segmental dengan epitel selapis torak, bersilia, dengan atau tanpa sel goblet. 4) Bronkiolus terminalis, merupakan saluran terakhir bagian konduksi traktus respiratorius, dengan epitel selapis kubis, dengan atau tanpa silia, dan tidak terdapt sel goblet. Pada bronkiolus terminalis terdapat sel clara yang berfungsi untuk menghasilkan surfaktan. Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan sel epitel sehingga mencegah kolaps pada waktu ekspirasi; memudahkan transport gas; dan berfungsi sebagai bakterisid (membunuh bakteri). 5) Bronkiolus respiratorius, adalah lanjutan dari bronkiolus terminalis yang merupakan awal dari bagian respirasi dari sistem respiratorius, dengan epitel selapis kubis, dengan atau tanpa silia dan tidak terdapat sel goblet. 6) Duktus Alveolaris 7) Sakus Alveolaris 8) Alveoli

II. SESAK NAPAS Sesak napas merupakan keluhan subyektif berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit. Sesak napas merupakan gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu harus dicari penyebab awal dan segera diatasi.

14

Sesak napas dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar berdasarkan penyebabnya, yaitu organik (adanya kelainan pada organ tubuh) dan non organik (berupa gangguan psikis yang tidak disertai kelainan fisik). Sesak napas organik tidak hanya disebabkan oleh kelainan organ pernapasan, tetapi penyakit pada organ seperti jantung dan ginjal pun dapat menyebabkan terjadinya keluhan sesak napas. Selain karena kelainan organ, penyakit karena gangguan metabolisme pada kelainan ginjal, jantung, dan paru Sesak napas pada asma muncul saat saluran pernapasan (bronkus) mengalami peradangan dan menyempit. Gejalanya berupa sesak napas yang disertai bunyi napas tambahan yang tidak normal seperti suara bersiul yang kasar, biasa disebut mengi (wheezing). III. BATUK Batuk adalah sebuah refleks fisiologi untuk melindungi tubuh dari benda-benda asing yang masuk ke tenggorokan. Dalam jalan udara di tenggorokan ada banyak rambut getar yang terus bergerak dan berfungsi untuk menyapu bersih benda-benda asing yang masuk ke tenggorokan, tubuh akan berusaha mengeluarkannya dengan cara batuk. Tapi batuk juga bisa menjadi gejala dari sesuatu penyakit. Batuk disebabkan oleh adanya peradangan pada lapisan lendir saluran pernapasan. Ada batuk berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, misalnya tubercolosa, influenza, dan campak. Sedangkan batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi, antara lain alergi, asma, atau pun debu. Sekadar diketahui, penyakit asma juga disertai batuk. Jika penderita asma terkena udara dingin, asma yang dideritanya akan kambuh. Dan itu biasanya disertai dengan batuk. Selain itu, ada pula batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi yaitu makanan yang merangsang tenggorokan. Ada pula karena kanker. Batuk karena orang sering merokok sulit diatasi hanya dengan obat batuk simtomatik. Batuk berdahak pada orang yang sakit disebabkan oleh adanya kalainan dalam tubuh terutama pada saluran napas atau bronkitis. IV. ASMA Definisi Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan
15

Etiologi Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik). Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan nonalergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. 1. Faktor predisposisi Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
16

2. Faktor presipitasi a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu; Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi), Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan) dan Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan) b. Perubahan cuaca c. Stress d. Lingkungan kerja e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Patofisiologi Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
17

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Klasifikasi Derajat Intermiten Gejala Gejala kurang dari 1x/minggu Gejala malam Faal paru Kurang dari 2 kali dalam APE > sebulan 80% APE >80%

Mild persistan

Asimtomatik -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang Lebih dari 2 kali dalam dari 1x/hari sebulan -Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur -Setiap hari, -serangan 2 kali/seminggu, bisa beraharihari. -menggunakan obat setiap hari

Moderate persistan

Lebih 1 kali dalam seminggu

APE 6080%

-Aktivitas & tidur terganggu Severe persistan - gejala Kontinyu -Aktivitas terbatas -sering serangan

Sering

APE <60%

Gejala Klinis Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala. Keluhan utama adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi, batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan.

18

BAB V KESIMPULAN Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Setelah serangan akut diatasi dengan baik dan benar, pasien akan tetap dapat hidup dan serangan akut biasanya jarang sampai menyebabkan kematian. Untuk fungsi hidup dari penderita akan terbatas, tidak sebebas orang lain yang tidak memiliki asma bronkial, karena penderita asma harus membatasi aktivitasnya agar tidak berlebih, dan juga harus menjauhi allergen serta pemicu lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya serangan akut pada penderita. Kemungkinan kekambuhan juga sangat besar karena dilihat dari riwayat penyakitnya, penderita memiliki cukup banyak alergi, bahkan meski hanya begadang.

19

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

1. Price,Wilson. Patofisiologi. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Asih D,Editors. 6th ed. Jakarta: Penerbit EGC;2006. 2. Sudoya AW , Setiyohadi B , et all . Ilmu Penyakit Dalam . 5th ed. Jakarta : Interna Publishing , 2009. 3. Yoga Aditama T. Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta. 1993. 4. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. In: Huriawati H, Listiawati E,Editors. 6th ed. Jakarta: Penerbit EGC; 2006. 5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. In: Anugerah P,Editors. 13th ed. Jakarta: Penerbit EGC; 1998 6. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates; 2000 Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran; 1983. 7. Price, Wilson . Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. 8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pulmonologi. In: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

20

Вам также может понравиться