Вы находитесь на странице: 1из 15

LAMPIRAN

AOAC, Assn. of Official Analytical Chemists. 1990. Official methods of analysis. Method 985.29. 15th (eds). Washington D.C.

197

I.

Prosedur Analisis

Lampiran 1. Analisis penentuan kadar air (AOAC, 1990) 1. Cawan kosong dibersihkan, lalu diberi label kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105C selama 15 menit, kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang di dalam cawan sebanyak 2 g. 2. Cawan beserta isinya dipanaskan di dalam oven pada suhu 105C selama 2 jam. 3. Cawan selanjutnya di pindahkan ke dalam desikator, lalu didinginkan kemudian ditimbang. 4. Cawan dipanaskan kembali di dalam oven hingga diperoleh berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Nilai kadar air bahan diperoleh melalui persamaan : Kadar air bahan (%) = Keterangan: BCK (BC+I)* BS = Berat Cawan Kosong = Berat Cawan dengan Isi Setelah Dipanaskan = Berat Sampel

( BS + BCK ) ( BC + I ) * x 100% BS

Lampiran 2. Analisis kadar pati (AOAC, 1990) 198

Sebanyak 2-5 g pati aren ditimbang dimasukkan ke dalam beker glass 250 mL kemudian ditambahkan 50 mL aquades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring kemudian dicuci dengan aquades sampai volume filtrat menjadi 250 mL. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 mL aquades dan ditambahkan 20 mL HCl 25% (berat jenis 1,125), ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air mendidih selama 2,5 jam. Setelah dingin dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 mL kemudian disaring. Kadar gula dinyatakan sebagai kadar glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi (Metode Nelson Somogyi). Kadar glukosa dikalikan 0,9 adalah merupakan kadar pati.

Lampiran 3. Analisis kadar amilosa (AOAC, 1990) Penentuan kurva Standar : Amilosa murni ditimbang sebanyak 0,04 g dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL larutan 1 N NaOH. Dipanaskan selama 10 menit dalam penangans air mendidih, kemudian didinginkan dan ditambahkan aquades sampai volume 10 mL dan digojog. Dipipet larutan tersebut sebanyak 1, 2, 3, 4, 5 mL dan dipindahkan ke labu ukur 100 mL, diasamkan dengan menambahkan 1 mL 1N asam asetat, kemudian 2 mL larutan iodin 0,2% dan selanjutnya ditambahkan aquades sampai volume 100 mL, digojog dan dibiarkan selama 20 menit.

199

Ditentukan besar absorbansi larutan pada panjang gelombang 620 nm. Dibuat kurva standar

Penentuan amilosa sampel: Sampel ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL larutan 1 N NaOH. Dipanaskan selama 10 menit, dalam penangas air mendidih, kemudian didinginkan dan ditambahkan aquades sampai volume 100 mL dan digojog. Larutan tersebut diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Diasamkan dengan menambahkan 1 mL 1N asam asetat, kemudian 2 mL larutan iodin 0,2 % dan selanjutnya ditambahkan aquades sampai volume 100 mL, digojog dan dibiarkan selama 20 menit. Ditentukan besar absorbansi larutan pada panjang gelombang 620 nm. Dibuat kurva standar.

Lampiran 4. Analisis kadar protein (AOAC, 1990) 1. Ditimbang bahan kering 50-60 mg dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl (50 mL) dan ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat. 2. Dididihkan dalam ruang asap sampai jernih dan kemudian dilanjutkan pendidihan 30 menit. Setelah dingin dinding labu dicuci dengan sedikit akuades dan dididihkan lagi selama 30 menit.

200

3. Setelah dingin dipindahkan ke dalam labu distilasi Kjeldahl mikro dan ditambah 510 mL akuades dan 15-16 mL larutan NaOH-Na2S2O3 (40:5 g dan dilarutkan dengan akuades sampai 100 mL). 4. Segera dilakukan distilasi uap, destilat ditampung dalam Erlenmeyer 100 mL yang telah berisi 5 mL larutan asam borat 4 % (larutan jenuh) dan diberi 1 mL indikator campuran (metil merah-metilen biru) atau (metil merah-brom cresol green). Distilasi diakhiri bila semua N telah terdestilasi yaitu bila tetesan distilat tidak bersifat basa lagi. 5. Distilat dititrasi dengan 0,02 N HCl 6. Dihitung totan N dan % protein dalam bahan

Lampiran 5. Analisis kadar lemak (AOAC, 1990) 1. Labu lemek dicuci bersih, kemudian dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang dan dicatat beratnya. 2. Sampel ditimbang sebanyak 20 g kemudian dimasukkan ke dalam labu penyari selongsong yang terbuat dari kertas saring. Selanjutnya labu penyari dimasukkan ke dalam soklet dan diekstraksi lemaknya selama 4-6 jam dengan pelarut heksan. 3. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari lemak dengan rotari vakum evaporator. Labu lemak dipanaskan di dalam oven yang dilengkapi dengan blower selama 1 jam pada suhu 100oC, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang dan dicatat beratnya. Pemanasan dan penimbangan diulang

201

beberapa kali hingga diperoleh berat labu lemak konstan. Kadar lemak sampel ditentukan melalui persamaan : [A B] Kadar lemak (%) = Berat sampel Keterangan: A = Berat labu + berat lemak B = Berat labu kosong Lampiran 6. Analisis kadar abu (AOAC, 1990) Kadar abu ditentukan dengan metode pemanasan dalam tanur bersuhu 550oC. Mula-mula cawan pengabuan dipanaskan dalam tanur, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Proses ini diulangi sampai diperoleh berat konstan. Ke dalam cawan tersebut di atas diisi sampel sebanyak 2 g, kemudian dimasukkan ke dalam tanur dibakar sampai diperoleh abu yang berwarna kelabu dan mempunyai berat yang konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400oC. Pada tahap ini pintu tanur dibiarkan terbuka, sebab bahan yang dibakar akan mengeluarkan asap. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 550oC dengan pintu tanur tertutup. Abu didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan persamaan : [Z X] Kadar Abu (%) = Y X = Berat cawan pengabuan kosong Y = Berat Sampel Z = Berat cawan pengabuan + sampel setelah dipanaskan di dalam tanur Lampiran 7. Analisis kadar RS (AOAC, 1990) 202 x 100% x 100 %

1. Timbang 3 g sampel 2. Suspensikan sampel dalam 150 mL buffer fosfat 0,08 M, pH 5,9 3. Suspensi pati digelatinisasi lalu didinginkan pada suhu ruang 4. Tambahkan 10 l -amilase lalu inkubasi pada suhu 85 oC selama 75 menit dan didinginkan pada suhu ruang 5. Atur pH larutan pada pH 4,3 dengan menambah larutan HCl 6. Tambahkan 20 l amiloglukosidase dan diinkubasikan pada suhu 60oC selama 45 menit. 7. Ambil 10 l supernatan dan tambahkan 10 mL GOD, inkubasi pada suhu 20 oC selama 20 menit. 8. Tera absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Kadar RS dihitung dengan rumus (Ebihara et al., 2006): RS (g/100g) = 1 (G x 0,9 / W) x 100 Keterangan : G = berat glukosa (g) W = berat sampel (g)

Lampiran 8. Analisis persen butiril dan derajat substitusi (Singh et al., 2004) Sebanyak 1,0 gram pati butirat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan kemudian ditambah dengan 50 mL etanol 75%. Dispersi pati dipanaskan dan diagitasi pada suhu 50oC di dalam waterbath selama 30 menit dan kemudian didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin, ke dalam suspensi pati ditambahkan 40 mL larutan 0,5 M KOH dan kemudian digoyang dengan menggunakan shaker selama 30 menit pada suhu kamar. Setelah di-shaker, kelebihan alkali dititrasi dengan menggunakan larutan 0,5 M HCl dan dengan menggunakan phenolphthatelin sebagai indikator sampai warna merah 203

muda menghilang. Sebagai blanko digunakan pati aren alami.

Jika W = berat

substituen yang terikat dan menggantikan gugus hidrogen pada gugus OH (% berat), M = berat molekul substituen (gugus butiril = 71), W/M = jumlah mol substituen, 1 x W/M = total berat hidrogen (%), 162 = berat molekul satuan glukosa (anhidro, C6H10O5) dan (100 W + 1 x W/M)/162 = berat mol satuan glukosa, maka: W/M = (100-W + 1 x W/M)/162 162 W = M {100-W(1-1/M)} DS 162 W = M {100-W(1-1/M)} 162 W = 100 M (M-1) W

DS

DS

[(Blanko-Sampel) mL x M HCl x 0,071 x 100] % butiril (W) = Berat kering sampel (g) Lampiran 9. Analisis pengikatan gugus butiril Spektrum FTIR pati alami dan pati butirat diukur menggunakan metode KBr seperti yang dikemukakan oleh Pushpamalar et al. (2006). Sampel dicampur dengan KBr dengan perbandingan pati / KBr = 1:4. Campuran tersebut dimampatkan untuk mendapatkan pelet yang transparan dan kemudian sampel dikenai sinar infrared

dengan spektrometer (MIDAC, prospect 269, Costa Mesa, CA, USA). Setiap spektrum dianalisis dalam kisaran resolusi 500-4000 cm-1. 204

Lampiran 10. Analisis kristalinitas X-ray difraksi pati alami dan pati butirat diukur menggunakan metode Miao et al. (2011). Analisis X-ray difraksi dilakukan dengan X-ray difraktometer PRO Pert-X-ray (PANalytical, Almelo, Belanda) yang beroperasi pada 40 kV dan 30 mA dengan Cu K radiasi ( = 1,5406 ). Sampel pati dikemas dalam sel kaca persegi (15 x 10 mm, ketebalan 0,15 cm) dan discan dengan kecepatan 2o/min pada sudut difraksi (2) mulai 3o sampai 70o pada suhu kamar. Kristalinitas dihitung sesuai dengan persamaan berikut: Xc = Ac / (Aa + Ac), dimana Xc adalah kristalinis, Ac adalah daerah kristal dan Aa adalah daerah amorf pada X-ray diffractogram.

Lampiran 11. Analisis water dan oil holding capacity WHC dan OHC pati alami dan pati butirat diukur menggunakan metode Larrauri et al. (1996). Dua puluh lima mililiter akuades atau minyak zaitun komersial ditambahkan ke 250 mg sampel kering, diaduk dan dibiarkan pada suhu kamar selama 1 jam. Setelah sentrifugasi residu ditimbang, WHC dan OHC dihitung sebagai g air atau minyak per g sampel kering.

Lampiran 12. Analisis daya mengembang dan kelarutan Daya mengembang dan kelarutan ditentukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Adebowale et al. (2009). Pati disuspensikan dengan akuades (1%, b/v) dengan tabung reaksi yang telah diketahui beratnya (W1). Kemudian dipanaskan pada penangas air suhu 80oC selama 30 menit, lalu didinginkan hingga suhu ruang. 205

Selanjutnya disentrifugasi pada 3400 rpm selama 15 menit, sehingga terpisah residu dan supernatan. Residu dan air yang tertahan setelah disentrifugasi kemudian ditimbang (W2). Swelling power pati (berdasarkan berat kering ditentukan sebagai berikut: Daya mengembang (g/g) = (W2 W1)/ Berat pati. Supernatan (5 mL) dikeringkan hingga berat konstan pada suhu 110oC. Residu yang terdapat setelah dikeringkannya supernatan, menunjukkan jumlah pati yang terlarut dalam air (%).

Lampiran 13. Analisis kadar gula reduksi (AOAC, 1990) Penentuan Kurva Standar adalah sebagai berikut : 1. Dibuat larutan glukosa standar dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 60 dan 70 ppm. 2. Masing-masing larutan glukosa standar tersebut dipipet 2 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 3. Ditambahkan 1 mL larutan fenol 5%, kemudian digojog 4. Ditambahkan dengan cepat 5 mL asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. 5. Dibiarkan selama 10 menit, lalu digojog kemudian ditempatkan dalam penangans air selama 15 menit. 6. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. 7. Selanjutnya ditentukan nilai hubungan persamaan antara konsentrasi larutan glukosa standar dengan absorbansi. Penetapan Sampel sebagai berikut :

206

1. Sampel 5 g dilarutkan ke dalam aquades 100 mL, lalu diaduk dengan pengaduk magnetik stirrer pada kecepatan 300 rpm selama 30 menit. 2. Disentrifugasi pada kecepatan 3.000 selama 15 menit, lalu didekantasi. 3. Filtrat yang diperoleh ditentukan absorbansinya seperti pada penetapan kurva standar. 4. Kadar glukosa ditentukan dengan membandingkan hasil pengukuran absorbansi sampel dengan kurva standar.

Lampiran 14. Penentuan rendemen RS Berat RS Rendemen RS %) = Berat sampel Lampiran 15. Analisis nuclear magnetic resonance (NMR) Struktur kimia RS menggunakan spektrometer resonansi magnetik inti (nuclear magnetic resonance, NMR) spektroskopi yang dilengkapi dengan NMR Bruker Avance II instrument pada frekwensi 600 MHz (field 14 T, operasi pada 600 MHz) untuk 1H dan 13C-NMR. Sampel RS dari pati aren alami dan pati aren butirat masing-masing 25 mg dimasukkan dalam tabung injektor dan selanjutnya ditambahkan pelarut dimetil sulfoksida-d6 (0,75 mL), kemudian dilarutkan pada suhu 75 oC untuk mendapatkan larutan yang homogen. Analisis sampel pada suhu 25oC dengan cara menginjeksikan tabung injektor ke dalam NMR spektroskopi. x 100 %

Lampiran 16. Analisis pengikatan garam empedu in vitro (Barsby et al., 2000)

207

Absorpsi asam/garam empedu (asam kolat, sodium taurokolat, sodium deoksikolat) secara in vitro. Sampel (100 mg) dicampur dengan 10 mL larutan dari setiap asam / garam empedu. Larutan tersebut dibuat dengan menambahkan asam / garam empedu dengan konsentrasi 2 mol/mL pada pH 7,6 dengan menggunakan 0,1 molar buffer fosfat. Sampel uji dan blanko diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit, selanjutnya disentrifugasi pada 2000 rpm selama 5 menit. Sampel sebanyak 50 L ditambah 5 mL asam sulfat 70% dan 1 mL larutan furfural yang baru (2,3 g/L) yang dicampurkan untuk setiap perlakuan. Setelah 80 menit, absorbansi diukur pada 510 nm. Hasil dinyatakan dalam persen absorpsi asam empedu.

Lampiran 17. Analisis kolesterol metode Barsby et al., 2000 dikombinasikan metode CHOD-PAP menggunakan pereaksi kit Sampel (100 mg) ditambahkan dengan 2 mL emulsi. Komposisi emulsi yang digunakan 1 % lesitin, 1,375 % garam sodium dari asam deoksikolak dan 0,225 % kolesterol yang dipreparasi dalam 0,1 molar buffer fosfat pada pH 6.8. Inkubasi selama satu jam pada suhu 37oC dalam shaker water bath. Sampel dan standar diambil sebanyak 20 l dan dicampurkan dengan 1000 l pereaksi kit (mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan bufer) kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 20o- 25oC selama 20 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Dengan cara yang sama dilakukan untuk blanko dan standar. Total kolesterol (%) dihitung dengan rumus: Abs. sampel Total kolesterol = x 100 % 208

Abs.standart Lampiran 18. Penghitungan jumlah sel bakteri Penghitungan bakteri menggunakan metode plating (Sanz et al., 2005; Vardakou et al., 2008). Sampel hasil fermentasi (1 mL) dengan lama waktu inkubasi 0, 24 dan 48 jam masing-masing diencerkan dalam larutan pengencer steril 9 mL yang mengandung pepton 0.05% dan sistein 0.01%, kemudian divorteks untuk memperoleh tingkat pengenceran 10-1, selanjutnya dibuat seri pengenceran sampai 10-8 dengan cara yang sama. Dari masing-masing pengenceran diambil 1 mL kemudian ditambahkan media selektif (10 - 13 mL) secara pour plate pada cawan petri kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Media selektif yang digunakan diantaranya total plate count untuk total bakteri, columbia agar, glukosa 5 g/L, sistein HCl 0,5 mg/L dan asam propionat (0,5 mL/L) dengan pH 5 untuk Bifidobacterium spp., rogosa agar dan supplemen asam glasial asetat 1,32 mL/L untuk Lactobacillus spp., trypticase soy agar, supplemen kanamycin 75 mg/L, haemin 5 mg/L, vancomycin 75 mg/L dan laked horse blood 50 mL untuk Bacteroides spp., reinforced clostridial agar, supplemen nonvobiocin 8 mg/L dan colistin 8 mg/L untuk Clostridium spp. Jumlah koloni antara 30 - 300 dari setiap cawan petri dihitung dan dinyatakan dalam colony forming unit / mL (Log CFU/mL).

Lampiran 19. Penghitungan indeks prebiotik Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks prebiotik (IP) berdasarkan persamaan yang digunakan oleh Palframan et al. (2003), sebagai berikut:

209

IP = (Bif /Total) (Bac / Total) + (Lac / Total) (Clos /Total): Bif, Bac, Lac, Clos, dan Total merupakan jumlah populasi bakteri bertuturt-turut Bifidobacteria, Bacteroides, Lactobacilli, Clostridia, dan total bakteri. Persamaan ini mengasumsikan bahwa peningkatan populasi Bifidobakteria dan atau Lactobacilli memberikan efek positif, sedangkan Bacteroides dan atau Clostridia memberikan efek negatif.

Lampiran 20. Analisis perubahan pH Nilai derajat keasaman (pH) diukur pada setiap perlakuan setelah inkubasi 0, 12, 24, dan 48 jam dengan menggunakan pH meter. pH meter dinyalakan, kemudian elektroda dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 4, dibiarkan sampai stabil dan selanjutnya dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan. Elektroda yang sudah kering, dimasukkan lagi ke dalam larutan buffer pH 7 dan dibiarkan sampai stabil lalu dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan. Pengukuran pH sampel dengan cara memasukkan elektroda ke dalam larutan sampel, dibiarkan sampai stabil dan dicatat nilai pH yang ditunjukkan pada layar.

Lampiran 21. Analisis SCFA dengan Gas Chromatography Satu milliliter (1 mL) sampel hasil kultur fermentasi, disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 menit, supernatan dimasukkan ke dalam tabung efendof dan disimpan pada suhu 4oC sebagai bahan analisis. Supernatan diambil 1 L dan diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi gas. Alat kromatografi gas yang digunakan adalah merek Shimadzu GC 8A, jenis kolom gelas (GP 10% SP 1200 on 1% H3PO4), panjang kolom 2 meter, diameter kolom 3 mm, suhu injektor 220C, suhu kolom 130C. Jenis detektor 210

Flame Ionisation Detector, suhu detektor 230 C, dan tekanan gas nitrogen sebagai gas pembawa 1,3 mL/cm2. Data dari U.V. detektor diintegrasikan menggunakan paket software Value Chrom TM. Produksi asam asetat, propionat dan butirat pada masingmasing sampel dihitung dengan kurva kalibrasi eksternal dengan menggunakan standar asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Konsentrasi asam lemak rantai pendek dihitung berdasarkan luas peak sampel terhadap luas peak standar.

211

Вам также может понравиться