Вы находитесь на странице: 1из 3

MENUAI KELUARGA YANG HARMONIS Oleh : MUHAIMIN

Pernikahan merupakan salah satu jalan untuk menjadi ummat Nabi Muhammad yang sempurna. Pernikahan itu adalah fitrah dan juga disunnahkan oleh Rasullah SAW seperti dalam sabdanya Belum sempurna menjadi ummatku orang-orang yang belum menikah. Ketika ijab qabul terlaksana dalam sebuah pernikahan maka pintu langit terbuka sehingga tak penghalang tercapainya doa kepada Allah SWT. Allah sangat membenci adanya perceraian dimuka bumi. Dalam hal ini ketika ada sebuah percerian langitpun menangis, itu sudah membuktikan bahwa perceraian sangat dibenci oleh Allah SWT meski orang tersebut tidak melakukan dosa. Agar perceraian tidak terjadi dalam sebuah keluarga salah satu yang harus terpenuhi yaitu harus membetuk keluarga yang harmonis. Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apapun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.maka disituakan terbentuk sebuah keharmonisan dalam rumah tangga. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendahnya nada ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah. Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka. Selain itu juga keluaraga yang harmonis merupakan sebuah keluarga yang di dalam hidup kesehariannya berjalan selaras dan seimbang satu dengan lainnya. Selaras artinya masing-masing anggota keluarga memiliki keterikatan hubungan. Seimbang berarti masing-masing anggota keluarga bukan hanya sekedar menerima, tetapi juga memberi. Hubungan yang memiliki ikatan batin, dan perilaku saling memberi menerima ini akan membuahkan sebuah situasi keluarga yang memberi rasa bahagia. Bahagia dan kepuasan batin tentunya, karena kebutuhan dasar manusia akan rasa kasih sayang dan hubungan persaudaraan dapat diperoleh. Menurut Guru Besar Psikologi Islam Universitas Indonesia dan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Achmad Mubarok, keluarga harmonis merupakan istilah khas Indonesia yang menggambarkan suatu keluarga yang bahagia dalam perspektif Islam. Dalam bahasa Arab disebut usrah saidah atau keluarga bahagia, ungkapnya. Mubarok menuturkan, sebuah pasangan akan mencapai taraf keluarga sakinah, jika dibangun oleh lima pilar, seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW. Kelima pilar itu adalah: Pertama, memiliki kecenderungan kepada agama. Kedua, yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda. Ketiga, sederhana dalam belanja. Keempat, santun dalam bergaul. Kelima, selalu introspeksi. Menurut hadis Nabi, kata Mubarok, kebahagiaan keluarga akan datang dari empat faktor, yakni; suami/istri yang setiap (saleh/salehah), anak-anak yang berbakti, lingkungan sosial yang sehat, dan dekat rezekinya. Problem paling berat dalam membangun keluarga harmonis di tengah masyarakat modern adalah menghadapi penyakit manusia modern, tuturnya. Kata dia, pada zaman Nabi, peperangan lebih bersifat fisik, tetapi pada zaman modern, musuh justru menyelusup ke dalam rumah tangga melalui media komunikasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai keluarga yang harmonis selain apa telah yang dipaparkan oleh Achmad Mubarok (Guru Besar Psikologi Islam Uniersitas Indonesia dan Universitas Islam Negeri Jakarta) yaitu:

1. Sertakan sakralitas dalam keluarga Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan. Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah swt. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah swt. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi. Lakukanlah pendekatan ubudiyah. Jangan bosan dengan doa. Bisa jadi, dengan taqarrub pada Allah, masalah yang berat bisa terlihat ringan. Dan secara otomatis, solusi akan terlihat di depan mata. 2. Lihat kelebian pasangan, jangan malah sebaliknya Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya. Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami isteri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu. Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. Sambil jalan, segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah. 3. Ada pertemuan rutin dalam keluarga
Dunia kerja yang penuh persaingan dan tuntutan ekonomi membuat para anggota keluarga sibuk dengan tugasnya masing-masing. Nah, tentunya sebuah keluarga butuh waktu khusus untuk bertemu. Untuk mencurahkan segala persoalan dan permasalahan yang sedang dihadapi ataupun hal yang lain yang ada hubungan dengan keluarganya. Pertemuan rutin ini merupakan ruang saling evauasi dalam keluaraga dan bisa di pagi hari saat sarapan atau sekedar minum kopi, atau sepulang kerja dan malam hari saat semua anggota keluarga berkumpul. Lebih baik lagi bila di hari libur, seluruh keluarga sepakat untuk tidak kemana-mana, tapi berkumpul di rumah untuk masak bersama, misalnya, berkebun/mengurus tanaman atau merawat kendaraan. Kalau ada dana lebih, bisa juga jalan-jalan ke luar kota sebagai sarana untuk melepas jenuh. 4. Berkorban dan memberi yang terbaik Setiap tujuan hidup pasti menemui kendala, hambatan dan rintangan. Disinilah sebuah pengorbanan dituntut. Berkorban untuk memberi lebih banyak waktu, perhatian, pikiran atau pun materi. Apapun yang kita berikan pada anggota keluarga sebenarnya adalah sebuah investasi di akhirat kelak, karena bila kita tulus memberinya, maka itu bisa menjadi ladang amal buat kita selain itu slah sarana menciptakan sebuah keluarga yang harmonis . 5. Saling memaafkan antara satu dengan yang lain Banyak pasangan sulit memaafkan pasangannya karena kekurangan ataupun kelemahan-kelemahan yang dimiliki pasangannya. Memaafkan akan memberi peluang untuk memperbaiki keadaan dan meneruskan apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Memang memaafkan adalah hal yang sangat berat untuk dilakukan. Dalam hadits dijelaskan bahwa ketika setan ditanya oleh Rasulullah siapa orang yang lebih buruk dari kamu?. Orang yang yang tidak engan untuk minta maaf. Jawab setan, kemudian setan bilang malah ada yang buruk lagi. Siapa orang itu?.Tanya Rasululah. Yaitu orang yang enggan memaafkan orang yang minta maaf, jawab setan. Maka dari itu sebagai insan kamil haruslah mampu memaafkan dan juga harus minta maaf atas salah yang pernah dilakukan. 6. Berfikir objektif Kadang konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga

tidak secara utuh.Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang perlu dibenahi. Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian. . 7. Setia pada pasangan Ditengah ramainya kasus perceraian yang terjadi di masyarakat hal yang begitu urgen yang menjadi latar belakang terjadinya perceraian tersebut adalah tidak adanya kesetiaan di antara pasangan dalam keluarga. Apa sebetulnya kesetiaan itu? Kesetiaan adalah kesediaan pasangan untuk tetap menjalani perannya, meski keadaan tidak sesuai harapannya. Misalnya, suami tiba-tiba bangkrut, kehilangan pekerjaan atau masalah anak yang sangat berat. Setia menjadi syarat mutlak untuk menciptakan keluarga harmonis. Bukan hanya laki-laki yang harus setia, tapi wanita juga dituntut untuk setia. Setia pada peran dan tanggungjawab yang melekat padanya sebagai istri dan ibu dari anaknya Agar dalam sebuah keluarga tidak terjadi yang namanya perceraian yakni haruslah mencapai sebuah keharmonisan dalam sebuah tatanan keluarga. tentunya tidak sangatlah mudah dalam mengimplementasikan keharmonisan dalam keluarga, harus ada berbagai cara yang harus dicapai sebagaimana yang telah dijabarkan di atas seperti berfikir objektif, setia pada pasanagan dan lain sebagainya. Karena keluarga merupakan amanah yang harus dilaksanakan sebaik mungkin sebagaimana Rasulullah SAW telah mencontohkannya.

Вам также может понравиться