Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
: : :
Gambar 1. Terlihat sekali skala Bangunan Arsitektur Kolonial Belanda yang monumental, dapat dibandingkan dengan skala manusia yang ada di sekitar bangunan Sumber:http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQqdzUloUap1EINOuhvUxWwC6Tt0_wED4TLWoX ihS6acxclRg7HYQ9x99cP
Gambar 5. Salah satu denah dan fasad bangunan Arsitektur Kolonial Belanda yang simetris, Benteng Vredeburg, Jogjakarta Sumber: http://www.travellers.web.id/destination/indonesia/java/di-yogyakarta/yogyakarta/fortvredeburg-museum/ (gambar kiri) Sumber: http://missive.multiply.com/journal/item/43/Petualangan-Jogja-Day-1 (gambar kanan)
6. terdapat ornamen dan adanya ritme horizontal dan vertikal yang seimbang pada bangunan
Gambar 6. Salah satu bangunan dengan langgam Arsitektur Kolonial Belanda di Jogja adalah Bank Indonesia. Pada bangunan tersebut terdapat ornamen dengan ritme yang seimbang (warna biru). Sumber: http://jogjatogo.com/img/gedung-bank-indonesia_jogja.jpg
Ketika awal abad ke 20, beberapa arsitek dari Belanda membuat Arsitektur Kolonial Belanda menjadi berbeda karena mereka membuat perpaduan antara Arsitektur Kolonial Belanda dengan Arsitektur Nusantara terutama pada kondisi iklim tropis dan unsur-unsur tradisional yang ada pada Arsitektur Nusantara. Perpaduan kedua langgam arsitektur ini dilakukan untuk memberikan kesan yang berbeda antara Arsitektur Kolonial Belanda di Nusantara (Indonesia) dengan Arsitektur Kolonial Belanda di Belanda (Eropa). Meskipun memberikan kesan berbeda, tetapi akulturasi dari kedua langgam arsitektur ini tidak menghilangkan nilai-nilai kebudayaan dari masing-masing langgam. Gedung Aula ITB merupakan salah satu contoh bangunan yang merupakan akulturasi antara Arsitektur Kolonial Belanda dengan Arsitektur Nusantara. Berikut ada berapa bukti yang mendukung hal tersebut: 1. Penggunaan atap tradisional Nusantara dengan bentangan yang cukup lebar yang dipadukan dengan sistem teknologi baru pada sistem strukturnya (menggunakan laminated wood), 2. Adanya bukaan pada atap atau ventilasi atap, 3. Denah dan fasad bangunan yang simetris, 4. Bentuk kolom yang silinder dengan material lokal berupa batu kali, 5. Penggunaan kolom Jawa yang dipadukan dengan lapisan multiplex yang diklem dengan baja 6. Sistem bukaan (ventilasi dan jendela) sebagai respon terhadap iklim tropis di Indonesia yang dihiasi dengan beberapa ornamen pada kacanya. GEDUNG AULA BARAT-TIMUR ITB SEBAGAI APLIKASI TERHADAP AKULTURASI ARSITEKTUR NUSANTARA-KOLONIAL BELANDA Gedung Aula Barat dan Timur Kampus ITB, Bandung merupakan sepasang bangunan kembar yang terletak di dekat gerbang utama kampus ITB. Gedung ini dibangun mulai tahun 1918 dan kemudian diresmikan tahun 1920. Gedung ini dirancang oleh seorang arsitek dari Belanda yang bernama Henry Maclaine Pont. Awalnya, Maclaine mengkaji sistem konstruksi pada bangunan Jawa yang kemudian ia terinspirasi dan mengajukan pendapatnya mengenai sistem konstruksi Jawa yang disesuaikan dengan nilai-nilai teknologi modern. Setelah itu, Maclaine mulai mencoba mengembangkan sistem konstruksi Jawa untuk mengakomodasikan fungsifungsi bangunan baru, skala aktivitas baru, dan metode produksi baru. Dalam hal ini, Maclaine mengkombinasikan unsur-unsur tradisional, baik pada dekorasi maupun konstruksinya dengan Arsitektur Kolonial Belanda yang menggunakan bahan material seperti, kayu, batu alam, dan juga batu bata. Dari hal ini, terlihat adanya pengaruh Arsitektur Nusantara-Kolonial Belanda yang diterapkan pada Aula ITB.
Gambar 7. Aula Barat Gambar 8. Aula Timur Aula Barat dan Timur memiliki bentuk bangunan yang sama sehingga kedua bangunan tersebut dapat dikatakan sebagai bangunan kembar
Sumber : http://flickrhivemind.net/User/Rhino%20Fieldianto/Interesting (Gambar 7) Sumber : http://ahiji9hiji.files.wordpress.com/2011/02/aula-timur-itb-small.jpg (Gambar 8)
PENGGUNAAN ATAP TRADISIONAL DAERAH SUNDA BESAR Atap pada Aula Barat-Timur mempunyai bentuk yang cukup unik dengan bentangan yang cukup lebar (Gambar 10.). Atap tersebut merupakan atap tradisional daerah Sunda Besar (Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatra). Atap tersebut biasa disebut dengan atap Julang Ngapak/atap Sunda Besar/atap Grooter Sunda. Penggunaan atap Julang Ngapak ini membuktikan bahwa terdapatnya aplikasi terhadap Arsitektur Nusantara pada bangunan tersebut. Pada atap ini juga dilengkapi dengan adanya ventilasi dan teritisan yang merupakan respon terhadap iklim tropis basah di Indonesia. Atap ini menggunakan genteng sirap. Genteng sirap biasanya terbuat dari kayu. Genteng sirap merupakan salah satu genteng yang biasa dipakai pada atap tradisional Nusantara.
Gambar 9. Terlihat bahwa aula barat-timur ITB, Bandung menggunakan atap Julang Ngapak, yaitu atap tradisional Sunda Besar
Sumber : http://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/09/10/ini-bandung-bukan-parisj-bung/
Gambar 11. Genteng sirap yang digunakan pada atap Aula Barat dan Timur ITB, Bandung merupakan salah satu bukti adanya pengaruh Arsitektur Nusantara pada bangunan ini
Sumber : dokumentasi pribadi
ADANYA BUKAAN PADA ATAP Pada bagian atap Aula ITB ini terdapat bukaan (ventilasi) yang membantu dalam kelancaran sirkulasi udara dan cahaya. Bukaan pada atap seperti ini biasanya terdapat pada bangunanbangunan dengan Arsitektur Kolonial Belanda. Namun, pada Aula ITB hal ini dipadukan dengan jenis atap tradisional Nusantara, yaitu atap Julang Ngapak. Sehingga tidak merugikan masingmasing langgam.
Gambar 12. Pemberian bukaan pada atap (warna kuning) membantu memperlancar sirkulasi udara Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-ci1-CgEXxY/TqgzG7usrlI/AAAAAAAAAZw/hcLGSvpgcP8/s1600/aula+barat+itb.jpg
Gambar 13. Denah dan fasad Aula ITB mempunyai bentuk simetris, hal ini merupakan salah satu ciri bangunan Arsitektur Kolonial Belanda yang diterapkan pada Aula ITB, Bandung Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-bRnBF7mN_c/T78wlUSKV5I/AAAAAAAAAF8/uybmNtXm8EY/s1600/Aula+Barat.jpg Sumber: http://anisavitri.wordpress.com/2009/05/19/maclaine-pont-perintis-arsitektur-indonesia/
PERPADUAN STRUKTUR JAWA DAN KOLONIAL BELANDA PADA STRUKTUR ATAP AULA ITB Atap merupakan suatu bagian yang penting dalam sebuah bangunan. Sehingga kekuatan sistem struktur dan konstruksi yang menahan beban atap harus benar-benar kuat agar bangunan tidak runtuh atau roboh. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, atap aula ini mengadopsi atap tradisional daerah Sunda Besar. Konstruksi atap ini mempunyai bentangan yang cukup lebar yang menggambarkan ekspresi Arsitektur Eropa. Untuk menyiasati bentangan atap yang cukup lebar maka H. Maclaine Pont membuat sistem struktur perpaduan antara Jawa dan Kolonial Belanda. H. Maclaine Pont menggunakan teknologi baru pada sistem struktur Aula ITB yang dibuktikan dengan penggunaan laminated wood sebagai struktur utama penopang atap. Laminated wood merupakan papan-papan kayu yang dilengkungkan yang kemudian disatukan dengan rangka dan mur besi sebagai pengikatnya. Struktur ini tidak hanya berfungsi sebagai sistem struktur biasa seperti pada bangunan-bangunan lainnya, tetapi struktur ini juga diekspos untuk memberikan dan menambahkan nilai-nilai estetika pada bangunan ini. Selain untuk memberikan nilai estetika, dieksposnya sistem struktur ini dikarenakan keinginan sang arsitek untuk memperlihatkan kejujuran dari sistem struktur dan konstruksi pada bangunan tersebut tanpa harus menutup-nutupinya. 5
Gambar 14. Laminated wood sebagai bukti adanya pengaruh Arsitektur Kolonial
Gambar 15. Gambar model 3D struktur dan konstruksi atap Aula ITB, Bandung
Gambar 17. Struktur atap Aula Barat-Timur ITB, Bandung yang menggunakan laminated wood
PENGGUNAAN KOLOM JAWA DIPADUKAN DENGAN TEKNOLOGI BARU ARSITEKTUR KOLONIAL PADA KOLOM AULA ITB Kolom-kolom tradisional seperti kolom Jawa dengan pondasi umpak digunakan pada interior Aula ITB, Bandung. Namun, kolom tersebut tidak seperti kolom Jawa pada umumnya karena kolom-kolom tersebut telah dimodifikasi dengan perpaduan teknologi baru dari Arsitektur Kolonial Belanda yang berupa lapisan multiplex yang diklem dengan baja.
Gambar 18. Dasar kolom diberi umpak, identik dengan perletakkan tiang-tiang pada Arsitektur Joglo. Sedangkan pada bagian kolomnya disusun dari lapisan multiplex dan diklem dengan baja.
Sumber : http://id.scribd.com/doc/110641741/Arsitektur-Indis-aula-Barat-Itb
KOLOM SILINDER DENGAN MATERIAL LOKAL BATU KALI Pada eksterior aula, terlihat kolom-kolom silinder dan dinding-dinding yang berdiri kokoh dengan konstruksi modern yang menggunakan material lokal berupa batu kali. Bentuk kolom yang silinder ini merupakan salah satu unsur dari Arsitektur Kolonial Belanda dan material batu kali merupakan unsur tradisional Nusantara.
Gambar 19. Material batu kali yang digunakan pada dinding dan kolom Aula ITB, Bandung.
Sumber : http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=258105&page=4
SISTEM BUKAAN SEBAGAI RESPON TERHADAP IKLIM TROPIS YANG DIHIASI DENGAN ORNAMEN CIRI ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA Jendela-jendela pada Aula ITB ini diletakkan di sebelah utara dan selatan dengan tujuan untuk menghindari sinar matahari secara langsung. Adanya bukaan (ventilasi dan jendela) merupakan salah satu respon terhadap iklim tropis basah yang ada di Indonesia. Untuk menambah estetika dan memperkuat pengaruh Arsitektur Kolonial Belanda pada gedung tersebut, kaca-kaca pada jendela diberi ornamen, tetapi terdapatnya ornamen tersebut tidak mengganggu cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan aula.
Gambar 21. Ornamen kaca pada bagian atas aula barat-timur, ITB, Bandung
Sumber : http://rahard.wordpress.com/tag/itb/
Gambar 22. Ventilasi pada dinding dan ventilasi di bawah atap guna memperlancar sirkulasi udara
Sumber : http://id.scribd.com/doc/16343504/Aula-Timur-6
KESIMPULAN Aula ITB merupakan akulturasi Arsitektur Nusantara-Kolonial Belanda dengan atap Julang Ngapak yang menggunakan teknologi baru pada sistem strukturnya berupa laminated wood sebagai struktur utama penopang atap. Kolom Jawa dengan pondasi umpak pada interior aula dipadukan dengan teknologi baru berupa lapisan multiplex yang diklem dengan baja. Terdapat juga bukaan sebagai respon terhadap iklim tropis yang dihiasi dengan ornamen. Daftar Pustaka Wirjomartono, Bagoes., dkk. (2009). Sejarah Budaya Arsitektur. Jakarta: PT RAJA Grafindo Persada. http://mahanagari.multiply.com/journal/item/203 - diakses 2 November 2012 http://www.itb.ac.id/news/2688.xhtml - diakses pada 4 November 2012 http://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/09/10/ini-bandung-bukan-parisj-bung/ diakses
4 November 2012
http://id.scribd.com/doc/110641741/Arsitektur-Indis-aula-Barat-Itb - diakses pada 7 November 2012 http://www.bandungheritage.org/ - diakses pada 7 November 2012 http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi - diakses pada 7 November 2012 Universitas Kristen Petra. 1994. Indische Empire Style. Gaya Arsitektur Tempo Doeloe yang Sekarang Sudah Punah. fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/IESTYLE.pdf diakses pada 7 November 2012