Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB I PENDAHULUAN

Pada masa sekarang ini semakin banyak bangunan jembatan yang tinggi dan panjang serta semakin beragamnya teknik arsitektur dari jembatan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan keamanan dan kenyamanan dari struktur bangunan jembatan. Unsur keamanan dan kenyamanan dari bangunan ini tidak terlepas dari kokohnya suatu bangunan dalam berdiri. Akan tetapi adanya gangguan-gangguan alam seperti gempa bumi, banyaknya kendaraan yang berlalu lalang disekitar jembatan, bahkan angin dapat menyebabkan rusaknya struktur bangun, yang mengakibatkan ketidakamanan bagi manusia yang berada didalam maupun disekitar bangunan tersebut. Mengingat Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling banyak terjadi gempa, maka penyebab yang paling sering menyebabkan kerusakan pada jembatan di Indonesia adalah gempa bumi. Kerusakan jembatan akibat gempabumi dipengaruhi oleh besarnya nilai gerakan tanah, yaitu kecepatan tanah, percepatan tanah, dan pergeseran tanah. Ketiga parameter ini umumnya teramplifikasi, sehingga menimbulkan gaya dan perpindahan yang melebihi dengan kemampuan yang dapat ditahan oleh struktur jembatan. Selain ketiga parameter tersebut, ada parameter lain yang mempengaruhi respon suatu struktur jembatan, meliputi frekuensi, amplitudo, durasi getaran, dan karakteristik tanah setempat. Parameter tersebut dapat dinyatakan dengan sebuah spektrum respons yang mengidealisasikan suatu struktur menjadi suatu sistem satu derajat yang teredam yang berosilasi pada periode dan frekuensi berbeda-beda (Nawy, 2001). Menurut Seed dan Idris dalam Pujianto (2003), kandungan frekuensi gempa berpengaruh terhadap amplifikasi gelombang gempa. Selama getaran gempa merambat melalui media tanah, maka getaran gempa akan mengalami redaman yang disebabkan oleh sifat non linier dari tanah yang bersangkutan. Pengalaman dari berbagai peristiwa gempa, menunjukkan bahwa media tanah selain meredam getaran gempa juga bersifat memfilter gempa terutama getarangetaran yang mempunyai frekuensi tinggi.

Penurunan frekuensi gempa akan menyebabkan percepatan tanah akan menjadi lebih besar. Frekuensi gempa menurun berarti, periode getar naik. Pada jembatan yang relatif panjang, periode struktur jembatan juga relatif besar maka antara periode getar lapisan tanah akan cenderung mendekati periode getar struktur jembatan. Dengan keadaan tersebut maka peristiwa resonansi akan semakin mendekat, padahal resonansi akan mengakibatkan simpangan struktur menjadi sangat besar, sehingga mempunyai akibat yang tidak baik terhadap jembatan-jembatan yang panjang. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya resonansi pada jembatan yaitu dengan mengetahui frekuensi struktur dari jembatan kemudian membandingkannya dengan frekuensi gempa yang terbesar yang pernah terjadi di daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan kajian mengenai frekuensi resonansi setiap jembatan agar tidak melebihi standar nasional sehingga bangunan jembatan dapat bertahan lebih lama dan keamanannya lebih terjamin.

BAB II GETARAN JEMBATAN AKIBAT GEMPA BUMI


Reid, 1910 (dalam Bath, 1972) mengemukakan teori Bingkas Elastik (Elastic Rebound) untuk menerangkan terjadinya gempa bumi. Teori ini menyatakan bahwa gempa bumi terjadi karena proses rekahan atau sesar didalam kerak bumi sebagai hasil dari pelepasan tiba-tiba dari stress elastic yang melebihi kekuatan batuan. Stress elastic ini terakumulasi ketika kerak bumi mengalami deformasi, ketika sesar terjadi, sisi yang berseberangan pada sesar akan melonjat dan kembali ke keadaan stabilnya, dan energi yang dilepaskan dalam bentuk panas dan vibrasi gelombang elastic. Jadi menurut teori ini, sesar menyebabkan gempa bumi, dan gempa bumi tidak menyebabkan terjadinya sesar. Kerusakan Akibat Gempa Bumi Gempabumi dapat menimbulkan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung (Sarwidi, 2004): 1. Akibat gempa secara langsung diantaranya (1) kerusakan bangunan rumah tinggal dari yang retak-retak hingga roboh, atau kerugian-kerugian lainnya, misalnya rusaknya gedung, jembatan, instalasi listrik, telepon dan pipa-pipa air minum; (2) penurunan atau peninggian permukaan tanah; (3) tanah longsor; (4) tanah pecah atau rekah; (5) likuifikasi, sewaktu gempa terjadi, pasir bagaikan bubur dan gaya menjadi kecil, sehingga menjadikan bangunan amblas, walau tidak rusak. 2. Akibat gempa secara tidak langsung diantaranya (1) korban jiwa dan lukaluka yang disebabkan oleh keruntuhan bangunan atau kemungkinan akibat-akibat gempa tidak langsung lainnya;

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

tsunami, dimana gelombang besar terjadi karena gerakan massa batuan di dasar laut; kebakaran yang dapat disebabkan oleh putusnya saluran gas dan hubungan pendek listrik atau letupan kompor; wabah penyakit yang disebabkan oleh sarana dan prasarana kesehatan tidak berfungsi; masalah keamanan, misalnya penjarahan pada gempa Kolombia (Januari 1999); politik, untuk mencari kambing hitam atau menjatuhkan birokrat; ekonomi yang diakibatkan oleh hancurnya sarana dan prasarana ekonomi; sosial, misalnya terjadi pengungsian dan gelandangan sementara.

Frekuensi resonansi jembatan Ketika sebuah system dikenai dengan gaya luar maka sistem tersebut akan bergetar dengan frekuensi alaminya. Sistem bias memiliki gaya luar yang bekerja padanya yang mempunyai frekuensi sendiri, yang berarti sistem itu mengalami getaran yang dipaksakan. Untuk getaran yang dipaksakan, amplitude getaran bergantung pada perbedaan antara frekuensi gaya luar (f) dan frekuensi alami jembatan (fn) dan maksimum ketika frekuensi gaya luar sama dengan frekuensi alami sistem (f = fn). Pada saat frekuensi gaya luar sama dengan frekuensi sistem maka akan terjadi resonansi. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2008 nomor 2833 rumus frekuensi alami jembatan ditentukan berdasarkan sistem dinamis dengan satu derajat kebebasan tunggal sebagai berikut:

f =

1 2

k m

Di mana, f adalah frekuensi alami jembatan (Hz), m adalah massa struktur (Kgs2/m), k adalah konstanta kekakuan (Kg/m).

SNI (2008) memberikan Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan dengan nilai frekuensi jembatan sebesar 2,63 Hz dan nilai simpangan horizontal maksimum sebesar 0,036 meter. Nilai tersebut merupakan nilai yang dijadikan standar untuk seluruh jembatan di Indonesia

Вам также может понравиться