Вы находитесь на странице: 1из 14

Kelompok II

Etika Bisnis
Teori Etika Islami

Disusun Oleh:

Betry Rozy Astria Debby Nur Indah Sari Rizki Oktavianus Martin

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI HAJI AGUS SALIM (STIE-HAS ) BUKITTINGGI 2012

Dosen Mata Kuliah : Eka Risma Putri, SE, M.Sc

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha

Mendengar atas segala limpahan rahmat taufik dan hidayahnya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat beriringan salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabat yang selalu setia membantu perjuangan beliau dalam menegakkan dinullah dimuka bumi ini. Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan , maka kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapakan demi penyempurnaan selanjutnya Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan dengan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak , khususnya bagi penulis sendiri, dan pada umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat disisinya. Amin ya Rabbal Alamin.

Bukittinggi, Penulis,

2012

Pendahuluan
Islam merupakan salah satu agama mengenai nilai-nilai kemanusia atau hubungan personal, interpersonal dan masyarakat secara agung dan luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang mengikat semua aspek manusia. Karena Islam yang berakar pada kata salima dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika manuia itu sendiri menggunakan dorongan diri kearah bagaimana memanusiakan manusia atau memposisikan dirinya sebagai makhluk ciptaaan Tuhan yang bukan saja unik, tapi juga sempurna. Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan seiring fitrah, maka janji Tuhan berupa adzab dan kehinaan akan datang. Dalam tradisi filsafat istilah etika lazim difahami sebagai suatu teori ilmu pengetahuan yang mendiskusikan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk berkenaan dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, etika merupakan usaha dengan akal budinya untuk menyusun teori mengenai penyelenggaraan hidup yang baik. Persolan etika muncul ketika moralitas seseorang atau suatu masyarakat mulai ditinjau kembali secara kritis. Moralitas berkenaan dengan tingkah laku yang konkrit, sedangkan etika bekerja dalam level teori. Nilai-nilai etis yang difahami, diyakini, dan berusaha

diwujudkan dalam kehidupan nyata kadangkala disebut ethos.

Etika Islam
Etika sebagai cabang filsafah yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia, biasanya disebut pula dengan filsafat moral. Refleksi pemikiran moral di mana nilai-nilai dan norma-norma yang dipraktikkan atau tidak dipraktikkan walaupun seharusnya dipraktikkan menjadi objek kajian kritis rasional mengenai yang baik dan yang buruk, bagaimana halnya dengan teori etika dalam Islam. Ada dua faham mengenai etika islami ini, yaitu faham rasionalisme yang diwakili oleh Mutazilah dan faham tradisionalisme yang diwakili oleh Asyariyah. Mutazilah yaitu faham teologi islam yang tertua dan terbesar yang telah memainkan peranan penting dalam pemikiran dunia islam. Faham mutazilah ini merupakan representasi kesadaran dunia islam dalam kemajuan dan modernisasi sehingga menjadi upaya strategis dalam mengembalikan wacana kesadaran islam sebagai counter peradaban terhadap dominasi kultural barat. Sedenagkan faham Asyariyah adalah salah satu aliran terpenting dalam

teologi islam. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Mutazilah yang menganggap menyeleweng dan menyesatkan umat islam. Munculnya perbedaan itu memang sulit diingkari baik karena pengaruh Filsafat Yunani ke dalam dunia Islam maupun karena narasi ayat-ayat al-Quran sendiri yang mendorong lahirnya perbedaan penafsiran. Di dalam al-Quran pesan etis selalu saja terselubungi manusia. Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al amaliyah) bersama politik dan ekonomi. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari budaya dan peradaban. Ajaran Al-Quran penuh dengan kaitan antara keimanan dan moralitas. Islam mengembangkan ilmu-ilmu Astronomi, Kimia dan Matematika. Etika bersama agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam meletakkan Teks Suci sebagai dasar kebenaran, sedangkan Filsafat Barat meletakkan Akal sebagai dasar. Teori etika Islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori etika yang bersumber keagamaan tidak akan kehilangan substansial teorinya, karena teori etika Imanuel Kant dibangun berdasarkan metafisika dan banyak orientasi etika klasik dan modern bercorak keagamaan tanpa kehilangan warna teorinya. Keimanan menentukan perbuatan, keyakinan menentukan perilaku. Perspektif metafisika intinya tidak berbeda dengan perpektif agama. Substansi utama penyelidikan tentang etika dalam Islam antara lain: 1. Hakikat Benar (birr) dan Salah 2. Masalah Free Will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan-tanggung jawab manusia 3. Keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya dihari kemudian Relativisme dalam sudut pandang Islam: Perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntutan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi (shura) dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam. tidak ada tempat dalam Islam. Teori hak menurut sudut pandang Islam menganjurkan kebebasan memeilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggung jawab dan accounability tidak dapat diterima. Tanggung jawab kepada Allah adalah individual. oleh isyarat-isyarat yang menuntut penafsiran dan perenungan oleh

Etika Islam memiliki aksioma-aksioma, yaitu: a. Unity (persatuan): konsep tauhid, alam, semuanya milik Allah, dimensi hindari diskriminasi di segala aspek, hindari kegiatan yang tidak etis b. Equilibrium (keseimbangan): konsep adil, dimensi horizontal, jujur dalam bertransaksi, tidak merugikan dan tidak dirugikan. c. Free Will (kehendak bebas): kebebasan melakukan kontrak namun menolak laizez fire (invisible hand), karena nafs amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem responsibility (tanggung jawab), manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila orang lain melakukan hal yang tidak etis tidak berarti boleh ikut-ikutan. d. Benevolence (manfaat/kebaikan hati): ihsan atau perbuatan harus yang bermanfaat. Menurut perspektif Barat, etika Islam dikategorikan sebagai etika keagamaan vertikal,

(religious ethics). Namun, hakikat sebenarnya konsep dan skop etika Islam lebih jauh dari pada itu. Ia tidak terfokus kepada hal-hal keagamaan sahaja, tetapi ruang lingkupnya merangkumi segenap urusan kehidupan manusia. Menurut para tokoh pemikir Islam, akhlak didefinisikan sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang dan perbuatan akan lahir daripadanya dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan fikiran terlebih dahulu. Berdasarkan pengertian tersebut, keadaan jiwa dalam diri seseorang dilihat sebagai pencetus dan penggerak kepada pembinaan sikap dan tingkah laku luaran. Pengertian ini melayakkan akhlak sebagai istilah yang paling tepat dan lengkap bagi etika Islam, berbanding istilahistilah lain seperti nilai, moral dan norma sebagaimana yang diyakini Barat. Terdapat empat kriteria yang menjadikan etika Islam ini cukup unik dan tersendiri, yaitu: Pertama ialah dari segi sumber asasnya. Asas etika Islam adalah bersumberkan dari ketuhanan (dalil naqli) yaitu al-Quran dan al-Hadist. Dalam masa yang sama, Islam turut mengiktiraf sumber kemanusiaan (dalil `aqli) yang terdiri dari pada taakulan akal, naluri dan juga pengalaman manusia. Namun, akal, naluri dan pengalaman ini mestilah digunakan dengan bimbingan wahyu Al-Quran dan al-Hadist itu sendiri. Kombinasi sumber ketuhanan dan sumber kemanusiaan ini menghasilkan etika Islam yang mantap bagi segala aktivitas kehidupan manusia. Berbeda dengan etika Barat, sumber pembentukannya adalah bergantung penuh kepada akal, naluri dan pengalaman manusia. Keupayaan ketiga-tiga sumber tersebut amat terbatas. Ketiga-tiga sumber tersebut seringkali dipengaruhi oleh unsur-unsur luar seperti warisan adat tradisi, tekanan pihak tertentu dan hawa nafsu. Hal ini menyebabkan para moralis Barat

cenderung untuk mengetengahkan teori mengikut pertimbangan peribadi dan pemahaman yang berbeda-beda. Perbedaan faham ini berpuncak daripada kegagalan akal, naluri dan pengalaman membuat suatu penilaian yang seragam dan bersifat sejagat yang boleh diterima oleh semua pihak. Kedua ialah dari segi skopnya. Etika Islam meliputi aspek teori (majal al-nazar) dan praktis (majal al-`amal). Ia tidak hanya melibatkan pemikiran teoritis para ulama silam dalam berbagai bidang ilmu, bahkan turut diperincikan dalam bentuk praktek yang berhubungan dengan tingkah laku manusia itu sendiri. Akhlak yang dipamerkan oleh Rasulullah s.a.w. merupakan model ikutan yang paling tepat. Baginda mempraktikkan tuntutan akhlak Islam dalam pengurusan diri, rumahtangga, masyarakat maupun pentadbiran negara. Gandingan aspek teori dan praktis ini menjadikan etika Islam cukup lengkap untuk dilaksanakan dalam segenap aspek kehidupan. Ketiga ialah dari segi rangkuman nilainya. Nilai-nilai dalam etika Islam merangkumi berbagai aspek dan dimensi. Bersesuaian dengan sifat Penciptanya yang memiliki segala kesempurnaan, maka nilai-nilai yang digubal-Nya melambangkan keagungan-Nya, menepati fitrah semulajadi manusia dan mesra sepanjang zaman. Sesuatu yang dikategorikan sebagai baik atau buruk, betul atau salah itu akan kekal dan diterima pakai oleh umat manusia sepanjang masa. Ini berbeda dari teori etika Barat yang sentiasa berubah-ubah dan hanya diterimapakai bagi suatu masa tertentu sahaja. Dari sudut kategori nilai, etika Islam meliputi nilai positif (ijabiyah) dan nilai negatif (salbiyah). Nilai positif merujuk kepada nilai yang memberi kesan baik kepada hati dan diri manusia serta dituntut untuk diamalkan. Nilai negatif pula meninggalkan kesan yang kurang baik dan wajar dihindari karena mendatangkan kemudharatan kepada banyak pihak. Dari aspek hubungan, etika Islam mengambil nilai-nilai dalam hubungan manusia dengan Pencipta (habl min Allah), hubungan sesama manusia (habl min al-nas) dan hubungan dengan alam sejagat. Dari segi skop nilai, etika Islam meliputi dimensi zahir (kelakuan) dan batin (kejiwaan) manusia. Etika Islam diinterpretasikan melalui pendekatan lahiriah yaitu melalui penampilan, sikap, perlakuan dan bahasa, maupun pendekatan batiniah yaitu melalui hati.

Keempat ialah dari segi faktor kepatuhannya. Asas kepatuhan Muslim terhadap etika Islam juga cukup unik. Sesuatu itu bukanlah baik dan buruk secara awal (zatnya), tetapi Allah

SWT, yang menetapkan baik atau tidak sesuatu perkara itu. Maka, faktor yang menggatakan kepatuhan kepada etika Islam adalah ketaatan dan kepatuhan kepada ajaran Islam itu sendiri. Segala nilai yang dianjurkan oleh Islam dilaksanakan semata-mata kerana Allah SWT, dengan penuh keyakinan, iltizam dan kerelaan hati, bukan disebabkan oleh peraturan kerja ataupun arahan ketua atasan. Keempat-empat kriteria di atas memperlihatkan keunikan dan keunggulan etika Islam sejajar dengan kesyumulan ajaran Islam. Paling menarik, ia memperlihatkan keupayaan etika Islam untuk mengurus multidimensi kehidupan manusia. Di samping memperoleh kebaikan di dunia, ia turut menjanjikan kebahagiaan di akhirat kelak (al-falah). Ia ternyata jauh lebih baik daripada etika Barat yang jelas menafikan hak Allah SWT, mengabaikan pembangunan dalaman diri manusia dan hanya berorientasikan keduniaan.

Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dengan dua ciri utama, yaitu: 1. Etika Islam tidak menentang fithrah manusia. 2. Etika Islam amat rasionalistik.

Etika Dalam Pandangan Islam


Etika dalam Islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja berisikan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan Tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pandang historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan sosial dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya. Istilah etika sebetulnya tidak terlalu akrab dengan islam sebagai sebuah agama dan ajaran, islam lebih familiar dengan istilah akhlak, tetapi kalau dilacak dari pengertian harfiahnya kedua istilah tersebut mempunyai arti dan makna yang mirip dan bahkan sama persis, hanya saja menurut penerawangan penulis kedua istilah tersebut berbeda dari segi sumbernya saja, istilah etika terlahir dari rahim fikiran yunani sedangkan akhlak adalah bahasa al-quran.

Dalam buku Islam Religion, History and Civilization Seyyed Hossein Nasr menyatakan bahwa umat islam dalam menjalani kehidupannya mempertimbangkan norma etika mempunyai suatu prinsip bahwa, yang menjadi sumber rujukan adalah Al-Quran dan Hadits, untuk melakukan dan mengukur yang baik dan menahan diri dari larangan. Jadi pada dasarnya term Islamic ethics (etika islam) adalah norma-norma etika yang berasal atau bersumber dari al-quran dan hadits sebagai rujukan utama umat islam. Senada dengan konsep etika islam Seyyed Hossein Nasr di atas, Abdullathif Muhammad Abdu seorang Doktor dan Dosen pada fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, mengemukakan konsepnya tentang akhlak fil islam, berikut penulis kutip dari kitabnya AlAkhlak Fil Islam yaitu: Adapun akhlak dalam konteks ilmu memiliki dasar-dasar, kaidah-kaidah dan contoh-contoh. Akhlak telah didefinisikan sebagai berikut: Ahklak adalah ilmu yang membahas hukumhukum perbuatan yang dengan itu semua dapat diketahui perbuatan-perbuatan yang utama/mulia untuk diikuti, dan perbuatan-perbuatan yang buruk untuk dijauhi dengan tujuan untuk membersihkan diri/hati. Jika kita tambahkan pada definisi tersebut dengan kata-kata berdasarkan wahyu ilahi (islam) maka kita dapat mendefinisikan akhlak (etika) islam sebagaimana berikut: Ilmu Akhlak islam adalah ilmu yang membahas hukum-hukum, dasardasar untuk mengetahui perbuatan yang mulia untuk diikuti dan perbuatan yang buruk untuk dijauhi dengan tujuan untuk membersihkan hati/diri berdasarkan wahyu ilahi (Al-Quran). Dari kedua pendapat tersebut menurut hemat penulis memiliki kesamaan dalam memaknai konsep etika islam, bahwa yang dimaksud dengan etika islam (Islamic ethics) secara sederhana adalah kaidah-kaidah atau atau norma-norma etika yang mnejadikan AlQuran dan hadits Nabi sebagai sumber, rujukan dan untuk mengukur mana perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Akan tetapi, menurut hemat penulis ketika kita berbicara tentang term etika islam tradisionalist maka ceritanya akan panjang dan persoalanpersoalan yang akan muncul tidak sesederhana pada term etika islam.

Butir-butir Etika Islam Butir-butir etika Islam yang dapat diidentifkasikan, antara lain : 1. Tuhan merupakan sumber hukum dan sumber moral. Kedua hal tersebut disampaikan berupa wahyu melalui para Nabi dan para Rasul, dikodifikasikan ke dalam kitab-kitab suci Allah. 2. Sesuatu perbuatan adalah baik apabila sesuai dengan perintah Allah, serta didasari atas niat baik.

3. Kebaikan adalah keindahan ahklak, sedangkan tanda-tanda dosa adalah perasaan tidak enak, serta merasa tidak senang apabila perbuatanya diketahui orang banyak. 4. Prikemanusiaan hendaknya berlaku bagi siapa saja, dimana saja, kapan saja, bahkan dalam perang .

5. Anak wajib berbakti kepada orang tuanya (Musnamar, 1986: 89-93).

Etika Lingkungan Islam


Merujuk pada ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa manusia adalah khalifah dipermukaan bumi (Q.S Al-Baqarah: 30). Secara etimologis khalifah merupakan bentuk kata dari khalifun yang berarti pihak yang tepat menggantikan posisi pihak yang memberi kepercayaan. Sedangkan secara terminologis, kata khalifah mempunyai makna fungsional yang berarti mandataris (pengemban tanggungjawab) atau pihak yang diberikan tanggung jawab oleh pemberi mandat (Allah SWT). Pemahaman bahwa manusia hanya merupakan khalifah mengimplikasikan bahwa manusia bukanlah penguasa alam, namun hanya memiliki posisi sebagai mandataris-Nya di muka bumi. Hal ini tentunya tidak memposisikan manusia sebagai pusat orientasi sebagai pandanagan antroposentrisme, namun juga memposisikan manusia sebagai pemangku mandat Allah dalam hal pemeliharaan (Q.S. al-Anam: 102, Q.S.Az-Zumar: 133). Dengan demikian, pada dasarnya, konsep etika Islam menolak paradigma shallowecology (Antroposentrisme) yang hanya menjadikan manusia sebagai pusat orientasi dan menjadikan alam sebagai ruang ekspoitatif demi kepentingan manusia. Etika Islam tidak melarang manusia untuk memanfaatkan alam, namun hal tersebut haruslah dilaksanakan secara seimbang dan tidak, namun satu landasan penting yang dicatat adalah bahwa pemanfaatannya haruslah tidak berlebih-lebihan dan tidak mengikuti hawa nafsu (langkah syetan).

Pemikiran tentang etika, moral dan ahlak dari para ahli sebagaimana berikut:
Harun Nasution, menulis topik Pendidikan Moral di lingkungan keluarga dalam bukunya Islam Rasional menjelaskan bahwa: Setiap Agama mengajarkan supaya manusia mempunyai budi pekerti luhur. Disamping ajaran Ketuhanan, ajaran moral merupakan dasar tiap agama, dasar pemikirannya adalah: 1). QS.An Nur, 28: Artinya: Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 2). Hadits Nabi saw: Tuhan telah memilih Islam menjadi Agama maka hiasilah agama itu dengan berbudi pekerti baik dan hati pemurah. Jadi, Ibadah yang merupakan Rukun Islam yang ke 4 dari 5, erat hubungannya dengan pembinaan moral. Dengan demikian jelaslah bahwa akhlak/moral merupakan dasar dalam Islam disamping Tauhid. Muhammad, dalam Etika Bisnis Islam mengemukakan tulisannya Rafiq Issa Beekun dalam bukunya yang berjudul Islamic Business Ethics yang diterbitkan di Virginia oleh The International Institute of Islamic Thouhg, tahun 1997, menjelaskan ada lima konsep kunci yang membentuk sistem etika Islam adalah: 1. Keesaan, seperti direfleksikan dalam konsep tauhid. 2. Keseimbangan atau adl, menggmbarkan dimensi horizontal ajaran Islam. 3. Kehendak bebas, pada tingkat tertentu manusia diberikan kebebasan kehendak beba untuk mengendalikan kehidupan sendiri manakala Allah menurunkan ke bumi. 4. Tanggungjawab, dalam konsep tanggungjawab, Islam membedakan antara fard alain dan fard kifayah. Tanggungjawab dalam Islam bersifat multi tingkat dan terpusat pada tingkat mikro dan makro. 5. Kebajikan (ihsan), atau kebaikan terhadap orang lain didefinisikan sebagai tindakan yang menguntungkan orang lain lebih dibanding orang yang melakukan tindakan tersebut dan dilakukan tanpa kewajiban apapun.

Haryatmoko dalam dalam Etika politik dan kekuasaan mengmukakan pendapat Paul Ricoeur dalam pendekatannya terhadap penggunaan istilah Moral dan Etika, Dia mengaitkan kedua istilah tersebut pada dua tradisi pemikiran filsafat yang berbeda. Istilah Moral dikaitkan dengan tradisi pemikiran filsafat Immanuel Kant (segi pandang deontologis). Moral mengacu pada kewajiban, norma, prinsip, beertindak, suatu imeratif (Katagoris aturan atau norma yang berasal dari akal budi yang mengacu pada dirinya sendiri sebagai keharusan). Sedangkan Etika dikaitkan dengan tradisi pemikiran filosofis Aristoteles yang lebih bersifat Theologis (dikaitkan dengan finalitas atau tujuan). Perbedaan moral dan etika ini untuk lebih menajamkan refleksi hubungan moral dan hukum serta menempatkan posisi etik politik. Maka masalhnya bukan pertama-tama hubungan etika dan hukum, tapi moral dan hukum. Marcel A.Boisard menulis, menurut riwayat hadis, Jafar bin Abi Thalib, kepada rombongan kaum muslimin yang hijrah ke Etiopia telah menjawab pertanyaan raja negeri tersebut yang telah memberi perlindungan kepada mereka dengan kata-kata sebagai berikut: Nabi yang telah diutus oleh Tuhan telah meminta kami agar menjauhkan diri dari berhala, agar kami menyembah Tuhan yang Maha Esa. Ia memerintahkan kami agar mengatakan yang benar, mematuhi janji, bersikap baik terhadap sanak dan tetangga, menjauhi kejahatan, tidak menumpahkan darah orang yang tidak berdosa, tidak bohong, tidak memakan harta benda anak yatim dan tidak memperkosa wanita. Kami percaya kepadanya, kami telah mengikutinya; kami telah bertekat bulat untuk menyesuaikan kehidupan kami dengan ajaranajaran yang ia berikan kepada kami. Definisi Islam seperti tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa disamping iman dan aturan (hukum), Islam mengandung segi moral yang jelas. Bukannya Muhammad sendiri telah berkata: Aku menyempurnakan budi pekerti yang luhur Istilah etika dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan oleh para ilmuan barat. Bila etika barat sifatnya antroposentrik (berkisar sekitar manusia), maka etika islam bersipat teosentrik (berkisar sekitar Tuhan). Dalam etika Islam suatu perbuatan selalu dihubungkan dengan amal saleh atau dosa dengan pahala atau siksa, dengan surga atau neraka (Musnamar, 1986: 88). Dipandang dari segi ajaran yang mendasari etika Islam tergolong etika teologis. Menurut Dr. H. Hamzah Yaqub pengertian etika teologis ialah yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang ini diutus untuk

diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan yang buruk (Yaqub, 1985: 96). Karakter khusus etika Islam sebagian besar bergantung kepada konsepnya mengenai manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan alam dan masyarakat (Naquib,1993: 83).

Kesimpulan
Etika dalam Islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja berisikan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan Tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan sosial dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya. Ada dua faham mengenai etika islami ini, yaitu faham rasionalisme yang diwakili oleh Mutazilah dan faham tradisionalisme yang diwakili oleh Asyariyah. Faham mutazilah ini merupakan representasi kesadaran dunia islam dalam kemajuan dan modernisasi sehingga menjadi upaya strategis dalam mengembalikan wacana kesadaran islam sebagai counter peradaban terhadap dominasi kultural barat. Sedangkan faham Asyariyah adalah salah satu aliran terpenting dalam teologi islam. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Mutazilah yang menganggap menyeleweng dan menyesatkan umat islam. Maka dari itu etika islam ini haruslah diposisikan pada posisi yang sebenarnya, bahwa secara sederhana etika islam merupakan sebuah pemikiran, baik itu hal-hal yang bersifat normative maupun bersifat filosofis yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist sebagai pegangan umat muslim.

Daftar Referensi
Etika Islam diakses 4 Oktober 2012 Konsep Etika Dalam Pandangan Islam diakses 6 Oktober 2012

Вам также может понравиться