Вы находитесь на странице: 1из 4

Menteri Kelautan Dan Perikanan Terlalu Gegabah

Oleh : Ahdiat Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin Konsentrasi Manajemen Kelautan

Pemerintah Indonesia bertanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia bagi kepentingan seluruh masyarakat, dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya tersebut. Hal ini juga berlaku bagi sumberdaya perikanan, seperti ikan, lobster dan udang, teripang, dan kerang-kerangan seperti kima, dan kerang mutiara. Sumberdaya ini secara umum disebut atau termasuk dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk memperbaharui ini bersifat terbatas. Jika manusia mengeksploitasi sumberdaya melelebihi batas kemampuannya untuk melakukan pemulihan, sumberdaya akan mengalami penurunan, terkuras dan bahkan menyebabkan kepunahan. Penangkapan berlebih atau over-fishing sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau stok yang tersisa bahkan sudah terkuras hanya 25% dari sumberdaya masih berada pada kondisi tangkap kurang (FAO, 2002). Total produksi perikanan tangkap dunia pada tahun 2000 ternyata 5% lebih rendah dibanding puncak produksi pada tahun 1995 (tidak termasuk Cina, karena unsur ketidak-pastian dalam statistik perikanan mereka). Sekali terjadi sumberdaya sudah menipis, maka stok ikan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali, walaupun telah dilakukan penghentian penangkapan. Departemen Kelautan dan Perikanan, DKP, sangat memahami permasalahan penangkapan berlebih di perairan laut Indonesia Bagian Barat, khususnya perairan pantai utara Jawa. Didorong oleh harapan publik dimana sektor perikanan harus memberikan kontribusi terhadap peningkatan GNP Indonesia melalui peningkatan produksi hasil tangkap, DKP sekarang sedang mencari sumberdaya yang tidak pernah habis tersebut di Indonesia Bagian Timur (Widodo, 2003). Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana perairan laut Indonesia Bagian Timur bisa dikembangkan untuk perikanan tangkap dengan memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya. Apakah perairan Indonesia Bagian Timur termasuk bagian dari 25% perikanan tangkap dunia, yang menurut FAO bisa dikembangkan lebih lanjut? Indonesia cenderung melakukan intensifikasi perikanan tangkap. Artikel dari beberapa media yang menggambarkan keadaan peningkatan armada penangkapan di Indonesia menggambarkan beberapa wilayah perairan laut yang sudah mengalami tangkap lebih, sementara beberapa wilayah lainnya masih berada dalam kondisi tangkap kurang.

Untuk pengelolaan yang maksimal diperlukan data dan informasi yang valid (the best scientific data and information availability) agar gambaran mengenai tingkat eksploitasi sumberdaya ikan Indonesia dapat diilustrasikan dengan baik untuk mendukung pengelolaan perikanan. Sehingga untuk mensiasati keterbatasan data yang ada, Komnas Kajiskan membuat profil kondisi stok dan tingkat eksploitasi jenis perikanan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 45 tahun 2011 dalam bentuk kelompok besar jenis perikanan (misal, udang, demersal, pelagis kecil) yang statusnya disampaikan berupa dalam bentuk "traffic light" (ilustrasi hijau, kuning, dan merah) untuk memberikan informasi kepada pengambil kebijakan dimana saat ini hampir duapertiga status eksploitasinya berada pada warna kuning (fully exploited) dan merah (over exploited). Dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah, maka informasi stok perikanan hanya bisa ditampilkan sebagaimana yang direkomendasikan oleh Komnas Kajiskan sesuai keputusan tersebut di atas. Sayangnya gambaran yang dihasilkan tersebut belum cukup akurat dalam memberikan informasi mengenai berapa stok dan berapa jumlah yang bisa dimanfaatkan sesuai dengan kategori masingmasing spesies ikan untuk memastikan kelestarian jenis-jenis tersebut. Pada saat yang bersamaan, meskipun tidak ada data ilmiah yang kuat untuk mendukung pengelolaan perikanan, pemerintah tetap mengijinkan penambahan jumlah armada tangkap. Penambahan ini tentu saja membahayakan stok ikan di alam yang sebagian besar sudah berada pada kondisi fully exploited dan over exploited. Untuk memastikan stok ikan di alam tidak habis dan dapat berkontribusi untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia, pembuatan jumlah tangkap yang diperbolehkan berdasarkan jenis ikan perlu segera diterapkan. Kekurangan data statistik perikanan yang akurat dan bisa digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan sebagaimana diharapkan pada metode MSY, tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan penetapan jumlah tangkap yang diperbolehkan sesuai dengan jenis ikan yang ada. Gambaran yang dihasilkan dari analisa perikanan dengan data terbatas ini, memberikan informasi awal untuk pengelolaan perikanan. Sembari melakukan pengumpulan data perikanan dengan metode yang lebih baik, hasil analisis dari perikanan dengan data terbatas harus diperkuat dengan pendekatan kehatihatian dan digunakan sebagai dasar membuat pengaturan jumlah tangkapan untuk perikanan berbasis jenis. Pengaturan penangkapan berdasarkan jenis ikan sangat penting, mengingat setiap ikan memiliki karakteristik biologi (umur, tingkat matang gonad, kemampuan reproduksi) yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang spesifik untuk masing-masing ikan. Cara ini dilakukan untuk memastikan agar ikan di perairan Indonesia dapat dikelola dan ditangkap secara berkelanjutan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Terlalu Gegabah Dengan banyaknya gambaran masalah terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap, mencoba mengangkat masalah ini dan menyelesaikannya dengan cara menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.29/MEN/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan Di Bidang Penangkapan Ikan. Peraturan Menteri ini diterbitkan dalam rangka pengelolaan perikanan khususnya di bidang penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, (Telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Pada Pasal 7 ayat 4 PER.29/MEN/2012 menjelaskan bahwa Tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan dikategorikan moderate apabila jumlah tangkapan kelompok sumber daya ikan pertahun belum mencapai 80% (delapan puluh persen) dari estimasi potensi yang ditetapkan. Sebenarnya, pasal 7 ayat 4 pada Peraturan Menteri ini berangkat dari teori proses produksi yang dikenal hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (Law of Diminishing Returns) disingkat dengan LDR. Secara teoritis, LDR dimaknai bila satu faktor produksi ditambah terus dalam suatu proses produksi, ceteris paribus, maka mula-mula terjadi kenaikan hasil, kemudian kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil nol dan akhirnya kenaikan hasil negatif. Ceteris paribus artinya hal-hal lain bersifat tetap, faktor produksi lain tetap jumlahnya, hanya satu variabel tertentu yang berubah jumlahnya. Selain jumlah atau kuantitas maka kualitas faktor produksi itu juga sama. Jika berangkat dari teori ini kita akan mendapatkan grafik pemanfaatan sumberdaya perikanan sbb :

Ketika dibaca secara sekilas pada redaksi Pasal 7 ayat 4 sepertinya tidak ada kekeliruan, namun jika diteliti lebih lanjut kita akan menemukan sebuah kejanggalan. Jika diperhatikan kurva di atas,

diasumsikan bahwa di titik A jumlah hasil tangkapan belum mencapai 80% dari estimasi potensi yang ditetapkan sehingga dapat dikategorikan moderate sesuai dengan Pasal 7 ayat 4. Tetapi, secara logika,

hal ini juga dapat berlaku pada titik B dimana jumlah hasil tangkapan ikan juga belum mencapai 80% dari estimasi potensi yang ditetapkan sementara pada kurva sudah terlihat penurunan jumlah hasil tangkapan ikan dan itu artinya sudah tidak moderate lagi. Hal ini berarti bahwa pada pasal 7 ayat 4 ini membolehkan pemanfaatan sumberdaya perikanan meskipun telah terjadi over-eksploitasi. Dengan demikian, Peraturan Menteri ini dapat menjastifikasi Penambahan Armada Pemanfaatan Sumber Daya Ikan yang melebihi potensi lestari. Dari analisis ini, penulis berani menyatakan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan telah keliru dalam merumuskan redaksi pasal 7 ayat 4 pada Peraturan ini. Dengan demikian direkomendasikan untuk segera mengkoreksi redaksi pada pasal 7 ayat 4 Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.29/MEN/2012 dengan perubahan redaksi sebagai berikut : Tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan dikategorikan moderate apabila jumlah upaya tangkap pertahun berada di bawah 80% (delapan puluh persen) dan belum mencapai titik optimum dari estimasi potensi lestari yang ditetapkan. Peraturan ini tentunya secara filosofi berangkat dari tema Pembangunan Berkelanjutan dimana tujuannya adalah untuk memaksimalkan proses pemanfaatan tanpa harus memberikan dampak negative terhadap kelestarian sumberdaya perikanan, namun karena masih terdapat Kekeliruan dalam peraturan menteri ini sehingga menjadi penting dan mendesak untuk segera dikoreksi. Wassalam.

Вам также может понравиться