Вы находитесь на странице: 1из 14

Analisis Tingkat Kepatuhan Personal dalam Mendukung Pencapaian Zero Accident pada Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

(Studi Pada PT. Molindo Inti Gas, Malang)


Firda Rizki Amalia1 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang Budi Eko Soetjipto2 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang Syihabudhin2 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang Agus Hermawan2 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang ABSTRACT Purpose This study aims to determine: (1) Regulation (including disciplinary action) in health and safety made by PT. Molindo Inti Gas, (2) Criteria of zero accident applied on PT. Molindo Inti Gas, (3) Knowledge level of employees to health and safety regulation at PT. Molindo Inti Gas, (4) Level of employee awareness on health and safety regulation applied by PT. Molindo Inti Gas, (5) Obstacles and challenges in the implementation of health and safety program in company and problem-solving solutions taken by PT. Molindo Inti Gas. Design/methodology/approach Type of the study is qualitative descriptive study with a case study approach. Data collection techniques using 10 (ten) key persons, they are Supervisor Technical Support&K3 and employees of PT. Molindo Inti Gas from some sections which are TS&K3, production, vehicles, Quality Assurance and logistics through in-depth interviews. Findings Based on the analysis from research findings can be concluded that the Regulation of Health And Safety which is applied at PT. Molindo Inti Gas refer to the Handbook of Occupational Health And Safety PT. Molindo Raya first edition that published in 1996, but disciplinary action is applied less strictly. Zero accident assessment criteria applied at company in accordance with the Regulation of The Minister of Manpower and Transmigration of Republic of Indonesia No. PER-01/MEN/I/2007 on Guidelines of Occupational Health and Safety Award, but still found difficulty in making the type of business classification and counting The Man Hours. About the level of personal knowledge from employees of PT. Molindo Inti Gas is high enough where it is influenced by two things: variety of media socialization strategies and education level of employees. Level of employee awareness toward the health and safety regulations that apply in the company still fairly low as a whole, which there is still happened breach of Personal Protective Equipments (PPE) use such as safety helmets, gloves and safety shoes. In terms of barriers faced on implementation of healh and safety

program are the awareness level of employees, costs, slow replacement of PPE, PPE mismatches and less information facilities of health and safety program, while in terms of challenges faced are an increasingly competitive working conditions and difficulty in obtaining PPE supplier in accordance with conditions of the working environment. Keywords Compliance, health and safety regulations, zero accident, Personal Protective Equipment (PPE) Keberhasilan pelaksanaan peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di perusahaan tidak lepas dari sikap kepatuhan personal baik dari pihak karyawan maupun pihak manajerial dalam melaksanaan peraturan dan kebijakan K3. Menurut Saifuddin dalam Wardani (2009:41) kepatuhan merupakan sikap seseorang untuk bersedia mentaati dan mengikuti spesifikasi, standar atau aturan yang telah diatur dengan jelas, dimana aturan tersebut diterbitkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan lembaga lain yang berwenang. Dalam hal ini peraturan tersebut bersifat spesifik dan tertuang dalam safety policy statement serta buku pedoman K3 (Occupation of Health and Safety Handbook). Faktor yang mempengaruhi kepatuhan individu ada dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Menurut Notoadmodjo dalam Ramdayana (2009:20) faktor intrinsik meliputi pengetahuan, masa kerja, pendidikan dan sikap. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi kelengkapan APD, kenyamanan APD, peraturan tentang APD dan pengawasan APD. PT. Molindo Inti Gas mampu mencapai zero accident, dimana tidak terjadi kecelakaan di tempat kerja yang dapat mengakibatkan pekerja tidak dapat melaksanakan proses produksi dengan lancer dan hal ini mampu bertahan selama jangka waktu tertentu. Tahun 2007 PT. Molindo Inti Gas mendapatkan Penghargaan Program K3 terkait 5.433.997 jam kerja karyawan tanpa kecelakaan, tahun 2008 mencapai 6.335.167 jam kerja karyawan tanpa kecelakaan dan tahun 2009 mencapai 7.241.582 jam kerja karyawan tanpa kecelakaan (Molindo, 2010:http://www.molindo.co.id/content.php?id=1&id2=8). Dalam mewujudkan pencapaian tersebut diperlukan kepatuhan personal dalam pelaksanaan peraturan K3 oleh karyawan, rekan/mitra kerja dan jajaran manajemen, dalam mentaati peraturan K3. Kepatuhan pelaksanaan K3 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab diharapkan dapat menjamin keselamatan pekerja, mengurangi kecelakaan di tempat kerja hingga menciptakan kondisi kecelakaan nihil. TINJAUAN PUSTAKA Kepatuhan Sarwono dalam Ramdayana (2009:19) mengemukakan bahwa sikap kepatuhan (compliance) akan menghasilkan perubahan tingkah laku (behaviour

change) yang bersifat sementara dan individu yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke perilaku/pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Menurut Sastrohadiwiryo (2005:72) sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen yang mencakup struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, tata kelola/prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan dalam hal pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, serta pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dengan tujuan mengendalikan resiko yang behubungan dengan kegiatan produksi/kerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan prduktif bagi pekerja maupun orang lain yang berada di dalam lingkungan tersebut. Menurut Sastrohadiwiryo (2005:72) tujuan dan sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan serta penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan, menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif, dimana program ini merupakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang terintegrasi. Zero Accident (Kecelakaan Nihil) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menyebutkan bahwa Zero Accident atau kecelakaan nihil adalah suatu keadaan dimana tidak terjadinya suatu kecelakaan di tempat kerja yang dapat mengakibatkan pekerja/karyawan untuk sementara tidak mampu bekerja (STMB) selama kurun waktu 2x24 jam dan atau menyebabkan terhentinya proses atau rusaknya peralatan tanpa korban jiwa dimana kehilangan waktu kerja tidak melebihi shift berikutnya pada kurun waktu tertentu dan jumlah jam kerja orang tertentu. Penelitian Terdahulu Penelitian Lukic, Margaryan, and Littlejohn (2010) dengan judul: How organisations learn from Safety incidents: a multifaceted Problem meneliti variabel K3 dan insiden di tempat kerja dengan menggunakan teknik analisis critically analysed (analisis kritis) dan gaps identified (identifikasi kesenjangan). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semua (empat) perspektif dalam pembelajaran kesehatan dan keselamatan di tempat kerja: peserta belajar, proses pembelajaran (loop tunggal, pembelajaran ganda), jenis kejadian dan hubungannya dengan belajar (kerangka kompleksitas Cynefin) dan jenis pengetahuan (konseptual, prosedural, disposisional dan lokatif), berperan penting dan dibutuhkan ketika membuat keputusan tentang pendekatan pembelajaran yang tepat yang digunakan pada insiden yang terjadi di organisasi.

Penelitian Arante (2011) dengan judul: The Occupation Safety and Health (OSH) Program of Construction Companies Contracted by educatiobal Institution meneliti variabel tingkat pengetahuan, tingkat kesadaran dan tingkat kepatuhan terhadap Program K3 dengan menggunakan teknik analisis deskriptif korelasional. Hasil penelitian mengungkapkan tingginya tingkat pengetahuan akan dikaitkan dengan ketaatan pelatihan pemerintah dan peraturan tentang keselamatan melalui DOLE (Department of Labor and Employment) bekerjasama dengan DPWH (Department of Public Works and Highways ), di lokasi konstruksi. Tingkat kepatuhan yang sangat tinggi oleh responden insinyur menyiratkan bahwa ada komitmen kuat untuk mematuhi apa yang diamanatkan dalam kerangka DOLE 13 tentang program K3 bahkan jika responden pekerja hanya dianggap untuk mematuhi aturan dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh program K3 perusahaan. Hasil ini juga menguatkan bahwa tingkat kesadaran keselamatan merupakan faktor yang sangat terkait dengan tingkat kepatuhan keselamatan. Penelitian Navon, Naveh, dan Stern (2006) dengan judul: Safety selfefficacy and safety performance: Potential antecedents and the moderation effect of standardization meneliti variabel keberhasilan keselamatan diri sendiri (pengalaman penguasaan enactive; manajer sebagai peran keselamatan model; persuasi verbal, dan prioritas keamanan) dan kinerja keselamatan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer sebagai role mode program keselamatan, penyebar informasi dan pemegang prioritas terhadap program keselamatan, memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program keselamatan diri sendiri. Selain itu, standarisasi keberhasilan keselamatan diri dan keselamatan pasien sehingga keberhasilan keamanan diri sendiri yang positif. Penelitian Amin (2011) dengan judul Pengaruh Penerapan Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) terhadap Produktivitas Karyawan Melalui Pencapaian Zero Accident (Studi pada P.T Pertamina Depot Malang) meneliti variabel K3, produktivitas karyawan dan pencapaian zero accident, dengan menggunakan teknik analisis jalur ( Path Analysis). Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara variabel K3 terhadap pencapaian zero accident dan produktivitas karyawan, terdapat pengaruh secara tidak langsung terhadap produktivitas karyawan melalui pencapaian zero accident, dan terdapat pengaruh secara tidak langsung kesehatan kerja terhadap produktivitas karyawan melalui pencapaian zero accident. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana tujuannya untuk mendeskripsikan tingkat kepatuhan personal dalam mendukung pencapaian zero accident pada pelaksanaan peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas. Jenis penelitiannya adalah studi kasus (case study). Narasumber sebanyak 10 (sepuluh) key persons yang mencakup Supervisor Technical Support&K3 serta karyawan

dari bagian TS&K3, produksi, kendaraan, Quality Assurance (QA) dan logistik. Penelitian ini menggunakan pemaparan suatu objek/peristiwa tertentu secara rinci dan mendalam, dalam hal ini yaitu kepatuhan karyawan terhadap peraturan K3 dalam hal pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) untuk mendukung pencapaian zero accident. HASIL Peraturan K3 (Termasuk Tindak Disipliner) di PT. Molindo Inti Gas Peraturan Umum K3 di PT. Molindo Inti Gas merujuk pada Buku Pedoman K3 PT. Molindo Raya edisi pertama tahun 1996, cakupannya seluruh karyawan PT. Molindo Raya Industrial pada umumnya selaku induk perusahaan dan PT. Molindo Inti Gas pada khususnya, yang diterapkan ketika karyawan berada di lokasi pabrik dan di lokasi instalasi konsumen hingga pekerjaan yang dilakukan selesai. Peraturan ini juga berlaku bagi karyawan insidental (harian) yang bekerja di lingkungan pabrik. Pelanggaran terhadap peraturan umum K3 dan atau Prosedur Keselamatan Kerja dikenakan hukuman administratif sebagaimana diatur oleh perusahaan. Tindak disipliner yang diterapkan yaitu sanksi pembatasan penyediaan APD dan pemberian Surat Peringatan (SP) dari tingkat 1 hingga 3 setelah peneguran secara lisan tidak menimbulkan efek jera. Kriteria Zero Accident di PT. Molindo Inti Gas Kriteria zero accident yang diterapkan oleh PT. Molindo Inti Gas sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Tingkat Pengetahuan Personal Terhadap Peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas Tingkat pengetahuan personal karyawan PT. Molindo Inti Gas terhadap peraturan K3 dapat dibilang sudah cukup tinggi. Dari hasil wawancara kepada 10 narasumber, yang mencakup Supervisor Techical Support&K3 dan karyawan dari bagian produksi, kendaraan, QA serta pembelian, terdapat 7 narasumber yang memberikan informasi secara komprehensif (rinci). Tingginya tingkat pengetahuan personal karyawan dipengaruhi oleh strategi sosialisasi dan tingkat pendidikan. Dimana strategi sosialiasi peraturan K3 dilakukan melalui beberapa media seperti buku KKB (Kesepakatan Kerja Bersama), pelatihan K3, sosialisasi, video induksi K3, dsb. Dari hasil observasi, karyawan memberikan respon cukup positif terhadap program sosialisasi dan pelatihan K3 yang dilaksanakan, dengan mengikuti sosialisasi dan pelatihan K3 yang diagendakan oleh perusahaan, kemudian karyawan membuat laporan tertulis hasil dari kedua program tersebut untuk diterapkan dalam pekerjaan rutin.

Tingkat pendidikan cukup berperan dalam menentukan luasnya pengetahuan seorang karyawan (Ramdayana, 2009:24). Hal ini terlihat ketika wawancara dilakukan dengan beberapa narasumber dengan tingkat pendidikan SD hingga Sarjana (S1), dimana karyawan dengan pendidikan SD cenderung menjawab secara singkat dan kurang terperinci ketika ditanya mengenai aturan keamanan yang ada di bagiannya. Tingkat Kesadaran Personal Terhadap Peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas Tingkat kesadaran karyawan terhadap peraturan K3 terbilang masih rendah karena masih didapati karyawan yang belum melaksanakan peraturan keamanan dalam hal penggunaan APD dengan baik, seperti tidak menggunakan helm keselamatan, sarung tangan dan sepatu keselamatan. Penggunaan APD tertera di Buku Pedoman K3 perusahaan bab II tentang Peraturan Umum K3. Pelanggaran Peraturan K3 tentang Penggunaan Helm Keselamatan Di dalam Buku Pedoman K3 perusahaan bab II tentang Peraturan Umum K3 poin ke-tiga dikatakan bahwa setiap orang yang memasuki daerah instalasi pabrik diharuskan memakai topi keselamatan (helm keselamatan) dan APD yang sesuai rambu-rambu K3 di area tersebut. Berdasarkan hasil observasi sering ditemukan beberapa karyawan tidak menggunakan helm keselamatan, intensitas penggunaannya masih belum stabil. Pihak manajemen/atasan juga sering melanggar kewajiban penggunaan helm keselamatan di area wajib helm. Pelanggaran Peraturan K3 tentang Penggunaan Sarung Tangan Peraturan tentang penggunaan sarung tangan tertera di Buku Pedoman K3 perusahaan edisi ke-1 tahun 1996 bab II tentang Peraturan Umum K3 poin ke-dua belas yang mengatakan pakailah sarung tangan apabila bekerja dengan bahan kimia, benda-benda tajam, kasar, panas ataupun kabel-kabel bertegangan listrik. Dari hasil observasi, peneliti menemukan beberapa karyawan tidak memakai sarung tangan ketika melakukan pekerjaan. Karyawan yang melanggar peraturan ini memiliki pemikiran bahwa memakai sarung tangan akan menyulitkan dan jika kotor cukup mencuci tangan saja. Pelanggaran Peraturan K3 tentang Penggunaan Sepatu Keselamatan Peraturan perusahaan tentang penggunaan sepatu keselamatan tertera di Buku Pedoman K3 perusahaan edisi ke-1 tahun 1996 bab II tentang Peraturan Umum K3 poin ke-sepuluh yang mengatakan pakailah sepatu yang kuat dan dilarang memakai sandal, sepatu sandal ataupun sepatu olah-raga selama bekerja di daerah instalasi pabrik. Dari hasil observasi, peneliti menemukan beberapa karyawan tidak menggunakan sepatu keselamatan ketika bekerja. Karyawan sudah diberi sepatu keselamatan oleh perusahaan, namun terkadang mereka masih menggunakan sepatu biasa, yang berarti karyawan tidak memanfaatkan haknya dengan benar.

Hambatan Dan Tantangan dalam Pelaksanaan Peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan peraturan K3 di perusahaan ada 5 yaitu dari segi kesadaran karyawan, biaya, penggantian PAD yang lambat, ketidaksesuaian APD, dan dalam hal sarana informasi K3. Hambatan dari segi kesadaran karyawan Hambatan dari segi kesadaran karyawan barupa masih banyak karyawan yang beranggapan ketika menggunakan APD lengkap akan membuat mereka menjadi kesulitan, tidak nyaman dan membatasi gerakan mereka. Hambatan dari segi biaya berupa biaya pembelian APD bagi karyawan, saat ini pihak K3 membeli peralatan dan perlengkapan safety sesuai dengan keperluan terlebih dahulu. Hambatan dari segi penggantian APD yang lambat berupa penggantian peralatan dan perlengkapan K3 dirasa masih kurang cepat. Karyawan perlu menunggu berbulan-bulan karena perlu menunggu semua laporan terkumpul. Hambatan dari segi ketidaksesuaian APD yaitu peralatan keamanan belum sesuai dengan kebutuhan, sehingga karyawan menggunakan satu peralatan untuk beberapa pekerjaan atau harus melepas APD tertentu ketika akan memakai peralatan keamanan yang lain. Hambatan dari segi sarana informasi K3 yaitu keberadaan sarana informasi K3 dirasa masih kurang. Poster, slogan, simbol-simbol atau karikatur untuk mempertegas aturan K3 banyak yang dilepas selain itu warnanya juga sudah buram. Dalam hal tantangan yang dihadapi oleh pihak manajemen dalam pelaksanaan peraturan K3 adalah kondisi kerja yang akan semakin kompetitif, dimana tenaga kerja yang ahli dalam bidang K3 cenderung sulit untuk didapat mengingat ahli K3 akan menetapkan standar gaji yang tinggi berdasarkan tingkatan mereka (ahli K3 muda, ahli K3 madya dan ahli K3 utama). Tantangan lainnya yaitu kesulitan mendapatkan supplier APD yang sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang membutuhkan APD dengan beragam fungsi yang digunakan pada saat yang bersamaan. Selain itu biaya APD yang nyaman dan berkualitas bagus cenderung lebih mahal. PEMBAHASAN Peraturan K3 (Termasuk Tindak Disipliner) di PT. Molindo Inti Gas Peraturan mengenai K3 yang berlaku di perusahaan dituangkan dalam Peraturan Umum K3 merujuk pada Buku Pedoman K3 PT. Molindo Raya edisi ke-1 tahun 1996. Peraturan K3 juga diterapkan ke konsumen yang menjadi rekan kerja perusahaan, mengingat jika terjadi kecelakaan kerja di pihak konsumen maka hal tersebut juga dapat mengurangi nilai zero accident. Bagi konsumen, peraturan K3 ditunjang dengan informasi MSDS (Material Safety Data Sheet),

buku panduan K3 dan pelatihan mengenai product knowledge serta safety handling untuk membantu konsumen menjadi peduli terhadap keselamatan kerja. Tindak disipliner terhadap pelanggaran peraturan umum K3 akan dikenakan hukuman administratif sebagaimana diatur oleh perusahaan dimana bentuk dan tingkat hukuman disiplin akan disesuaikan dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan. Hanya saja hukuman disiplin belum diterapkan dengan tegas kepada karyawan, walaupun individu yang melanggar telah diberi peringatan lisan lebih dari dua kali oleh pihak TS&K3 namun tidak dikeluarkan SP I seperti pelaksanaan hukuman disiplin yang tertera di dalam Buku Pedoman K3 perusahaan edisi ke-1 tahun 1996. Seharusnya hukuman disiplin harus diterapkan lebih ketat kepada individu yang melakukan pelangaran, sehingga dapat memberikan efek jera dan pelaksanaan peraturan K3 dapat berjalan dengan efektif. Kriteria Zero Accident yang Diberlakukan di PT. Molindo Inti Gas Permenakertrans R.I No. PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan K3 menjadi dasar pedoman bagi penilaian kriteria zero accident di PT. Molindo Inti Gas. Kriteria penilaian zero accident yang merujuk pada peraturan pemerintah sudah mewakili kondisi nyata yang ada di perusahaan sebagai produsen gas CO2, yang termasuk ke dalam kelompok perusahaan industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batubara, karet dan plastik. Meski demikian perusahaan masih belum bisa menemukan kriteria jenis usaha yang sesuai dengan perusahaan. Mengingat PT. Molindo Inti Gas memproduksi CO2 yang bahan bakunya dari hasil fermentasi tebu yang merupakan hasil perkebunan namun produk yang dihasilkan adalah bahan kimia. Jika dilihat secara detail memang jenis usaha yang cocok bagi perusahaan adalah industri kimia dari bahan hasil perkebunan namun jika dimasukkan ke dalam jenis usaha industri pengolahan lainnya maka penilaiannya menjadi kurang detail. Kendala lain yang dihadapi adalah perhitungan Jumlah Jam Kerja Orang (JKO) dimana dalam penghitungannya juga melibatkan mitra kerja (konsumen) yang sulit untuk melakukan cross check data jumlah jam kerja nyata yang ada di mitra kerja mengingat lokasinya tersebar dimana-dimana dan inspeksi yang jarang dilakukan ke lokasi konsumen. Jumlah jam kerja nyata nantinya digunakan untuk menghitung Jumlah JKO, sesuai dengan cara perhitungan di bawah ini: Jumlah Jam Kerja Orang tahun I = jumlah jam kerja nyata selama 1 tahun tersebut (+) jumlah jam lembur nyata (-) jumlah jam absen

Tingkat Pengetahuan Personal Terhadap Peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas Salah satu aspek yang membentuk kepatuhan adalah pengetahuan dari karyawan terhadap suatu objek/materi (Notoadmodjo 2003 dalam Ramdayana, 2009:20). Pengetahuan dalam hal ini mengenai peraturan K3 yang diterapkan di perusahaan. Secara keseluruhan memang tingkat pengetahuan karyawan PT. Molindo Inti Gas terhadap peraturan K3 di perusahaan dapat dibilang sudah cukup tinggi. Dua hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan personal karyawan adalah strategi sosialisasi dan tingkat pendidikan. Dari strategi sosialisasi terdapat beberapa bentuk media untuk menyampaikan peraturan K3 di perusahaan, dimana media buku dirasa kurang efektif dalam menyampaikan aturan K3 kepada karyawan karena isi dari buku pedoman dianggap terlalu panjang dan tidak menarik sehingga karyawan cenderung hanya melihat gambar-gambar di dalamnya. Selain itu juga tidak ada kewajiban bagi karyawan untuk membaca keseluruhan isi dari buku pedoman pada saat mereka melakukan pekerjaan. Meskipun tidak semua karyawan memahami secara keseluruhan isi dari buku pedoman yang ada, rata-rata karyawan sudah mengetahui aturan-aturan safety yang ada di bagiannya masingmasing. Untuk meningkatkan pengetahuan personal karyawan, pihak manajemen mengadakan sosialisasi mengenai aturan-aturan keamanan di perusahaan. Selain itu dalam beberapa bulan sekali diadakan penyegaran bagi karyawan lama berupa lomba K3 ataupun training. Untuk karyawan baru dan pekerja harian dengan pemberian briefing aturan safety sebelum melakukan pekerjaan. Dalam hal tingkat pendidikan, yang dimaksud adalah pendidikan formal yang didapat ketika berada di bangku sekolah. Pendidikan menentukan luas tidaknya pengetahuan seseorang, dimana orang yang berpendidikan rendah akan cenderung sulit menerima sesuatu yang baru yang secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku pekerja (Ramdayana, 2009:24). Tingkat pendidikan karyawan PT. Molindo Inti Gas cukup bervariasi mulai dari SD hingga Pasca Sarjana (S2). Memang terdapat perbedaan yang cukup terlihat ketika membicarakan tingkat pengetahuan karyawan berdasarkan tingkat pendidikannya, namun hal ini tidak dapat menjadi patokan karena ada juga karyawan yang pendidikannya rendah namun dapat menjelaskan secara detail mengenai keselamatan di bagiannya. Karena selain dari tingkat pendidikan, pengalaman juga menjadi bahan pembelajaran karyawan tentang peraturan K3. Dengan tingkat pengetahuan personal yang sudah cukup tinggi seharusnya dapat menjadi dasar bagi pembentukan perilaku yang mengarah pada tercapainya kesadaran dan nantinya dapat menciptakan kepatuhan karyawan terhadap peraturan K3 yang berlaku di perusahaan. Menurut penelitian Rogers dalam Wardani (2009:71) perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, namun jika hanya

sekedar tahu maka belum cukup bagi seorang karyawan sebagai dasar untuk mencapai kesadaran yang berlangsung lama. Solusi yang diambil perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan tentang peraturan K3 juga sama seperti yang dilakukan berdasarkan media sosialisasi, yaitu dengan mengadakan pelatihan-pelatihan, dengan didampingi oleh staf K3 maka karyawan yang kurang paham dapat menanyakan secara langsung bagian mana yang mereka tidak paham. Bagi pekerja harian yang kebanyakan tingkat pendidikannya adalah SD, maka sebelum melakukan pekerjaannya terlebih dahulu akan diberi briefing mengenai peraturan safety dengan mengikutsertakan mandornya. Tingkat Kesadaran Personal Terhadap Peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas Menurut Konradus dalam Wardhani (2008:13), kesadaran terhadap K3 seharusnya dimiliki oleh semua individu, mengingat betapa pentingnya kesadaran bagi diri sendiri, keluarga dan perusahaan. Wujud dari kesadaran ini adalah sikap dan perilaku yang positif (possitive safety attitude) baik di keseharian maupun di lingkungan tempat kerja, yaitu dengan adanya pemahaman mengenai lost time injury dimana kecelakaan sekecil apapun yang terjadi pada dirinya akan berakibat buruk bagi diri pribadi, keluarga dan perusahaan. Secara keseluruhan tingkat kesadaran karyawan terhadap peraturan K3 di perusahaan berada dalam tahap Conscious Competence, karena karyawan dapat melakukan prosedur keselamatan dengan benar sesuai peraturan yang berlaku. Namun mereka dapat melakukannya karena tahu tentang peraturannya namun belum sadar tentang perlunya mentaati peraturan tersebut. Dalam hal kesadaran karyawan terhadap peraturan K3 di PT. Molindo Inti Gas secara keseluruhan tingkat kesadaran karyawannya terbilang masih rendah karena masih didapati karyawan yang belum melaksanakan peraturan keamanan di perusahaan, mulai dari tidak menggunakan helm keselamatan, tidak menggunakan sarung tangan dan tidak menggunakan sepatu keselamatan ketika melakukan suatu pekerjaan. Pelanggaran Peraturan K3 tentang Penggunaan Helm Keselamatan Intensitas penggunaan APD berupa helm keselamatan masih belum stabil karena masih terdapat pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan helm di area tertentu, bahkan pihak manajemen/atasan juga melanggarnya. Selain melanggar peraturan keselamatan di area produksi (Red Zone) hal ini juga melanggar Peraturan Umum K3 yang merujuk pada Buku Pedoman K3 perusahaan edisi ke-1 tahun 1996 bab II tentang Peraturan Umum K3 poin ke-tiga. Penggunaan helm keselamatan merupakan salah satu APD yang sifatnya penting karena fungsinya untuk melindungi kepala dari bahaya yang mungkin terjadi serta mengurangi resiko cedera di kepala jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Sehingga seharusnya penggunaannya tidak boleh dilupakan karena ancaman bahaya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.

Rendahnya tingkat kesadaran ini disebabkan oleh kurang tegasnya peraturan K3 yang diterapkan serta kurangnya contoh keteladanan (row model) dari pihak pimpinan dalam melaksanakan peraturan K3. Sanksi bagi karyawan yang melanggar peraturan K3 masih lunak, karena hanya dilakukan peneguran secara lisan. Hal ini mungkin juga disebabkan karena perusahaan kurang memberikan kompensasi (reward) baik yang sifatnya materi maupun nonmateri kepada karyawan. Selayaknya pencapaian kecelakaan nihil juga diimbangi dengan pemberian reward kepada karyawan sebagai salah satu motivasi dalam melaksanakan aktivitas kerja yang selalu mengutakan keselamatan (safety first). Pelanggaran Peraturan K3 tentang Penggunaan Sarung Tangan Tingkat kesadaran karyawan dalam penggunaan sarung tangan selama melakukan pekerjaan juga rata-rata masih rendah, terlihat dari bagian produksi dan kendaraan yang tidak menggunakan sarung tangan ketika bekerja dengan alatalat. Memang sarung tangan hanya diberikan kepada karyawan dari bagian produksi, QA, kendaraan dan logistik. Pelanggaran yang dilakukan termasuk tindakan pelanggaran Peraturan Umum K3 yang merujuk pada Buku Pedoman K3 perusahaan edisi ke-1 tahun 1996 bab II tentang Peraturan Umum K3 poin ke-dua belas. Hal ini sudah diinformasikan di papan-papan petunjuk keselamatan yang ada di area produksi. Seperti yang diketahui bahwa sarung tangan berfungsi meredam resiko pada saat terjadi kecelakaan akibat refleks tubuh dan juga dapat melindungi tangan pekerja dari kemungkinan kecelakaan seperti terpukul serta melindungi kulit dari bahanbahan seperti oli/pelumas mesin. Dalam mengatasi tingkat kesadaran karyawan terhadap penggunaan sarung tangan yang rata-rata masih rendah ini, pihak perusahaan perlu melakukan sosialisasi tentang resiko pekerjaan yang dihadapi karyawan agar mereka lebih sadar dengan penggunaan peralatan keamanan berupa sarung tangan karena tingkat kecelakaan yang paling sering menyebabkan kecacatan adalah pada bagian tangan. Perusahaan juga harus menyediakan sarung tangan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Pelanggaran Peraturan K3 tentang Penggunaan Sepatu Keselamatan ( Safety Shoes) Tingkat kesadaran karyawan terhadap peraturan K3 dalam hal pemakaian sepatu keselamatan rata-rata masih rendah, dimana terdapat beberapa karyawan dari bagian logistik, Office Boy (OB) dan karyawan harian yang tidak menggunakan sepatu keselamatan pada saat melakukan pekerjaan dan berada di area produksi. Penggunaan sepatu keselamatan sudah diatur dalam Peraturan Umum K3 yang merujuk pada Buku Pedoman K3 perusahaan edisi ke-1 tahun 1996 bab II tentang Peraturan Umum K3 poin ke-sepuluh, selain itu di sekitar area pabrik juga terdapat beberapa papan pengumuman yang mengatakan siapapun yang memasuki

area pabrik harus menjaga keselamatannya dengan menggunakan APD, termasuk sepatu keselamatan. Dalam mengatasi pelanggaran ini, tindakan yang diambil oleh pihak manajemen adalah mempersulit pengadaan/penggantian safety shoes yang baru. Hal ini sesuai dengan penerapan peraturan K3 menurut DISNAKER dimana karyawan harus terlebih dahulu dipaksa kemudian mereka akan terpaksa dan akhirnya menjadi terbiasa untuk melaksanakan peraturan K3 yang diterapkan oleh perusahaan. Hambatan dan Tantangan dalam Pelaksanaan Peraturan K3 di Perusahaan Serta Solusi Pemecahan Masalah yang Diambil Oleh PT. Molindo Inti Gas Hambatan dari segi kesadaran karyawan diatasi dengan dengan memberikan sosialisasi mengenai K3 yang menjadi hak dari karyawan. Selain itu pihak TS&K3 mencoba mengaplikasikan paradigma penerapan K3 menurut DISNAKER yaitu dipaksa, terpaksa dan terbiasa. Tindakan lainnya dengan mendata karyawan yang belum memakai APD lengkap dan menyerahkannya pada pimpinan masing-masing serta mempersulit proses penggantian APD yang rusak. Hambatan dari segi biaya diatasi dengan cara membeli peralatan dan perlengkapan safety sesuai dengan keperluan terlebih dahulu serta mengoptimalkan APD yang ada, karena bagian TS&K3 baru berdiri bulan Januari 2012 sehingga masih banyak anggaran-anggaran yang harus disediakan dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana keamanan karyawan. Hambatan dari segi penggantian APD yang lambat diatasi dengan cara melakukan persediaan (stok) APD, sehingga jika ada karyawan yang melaporkan kerusakan APD pihak perusahaan dapat secepatnya mengganti peralatan yang rusak. Tindakan lainnya adalah memberikan pinjaman peralatan keamanan, dengan syarat karyawan tersebut harus menjaga APD yang dipinjamkan. Hambatan dari segi ketidaksesuaian APD diatasi dengan berusaha memberikan peralatan keamanan yang lebih sesuai dengan pekerjaan sehingga karyawan tidak perlu lagi melepas APD yang lainnya untuk menggunakan peralatan safety yang dibutuhkan saat mengerjakan pekerjaan tertentu sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih aman. Hambatan dari segi sarana informasi K3 diatasi dengan cara menyediakan petunjuk-petunjuk keamanan yang baru, namun pemasangan petunjuk-petunjuk keamanan ini akan direalisasikan dalam beberapa waktu lagi karena pihak manajemen masih fokus pada peningkatan kesadaran karyawan terhadap peraturan K3. Dari segi tantangan-tantangan yang dihadapi, dalam hal kondisi kerja yang akan semakin kompetitif adalah dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang ada (dalam hal ini karyawan bagian K3 yang ada di perusahaan) dengan memberikan fasilitas pelatihan-pelatihan sertifikasi ahli K3, sehingga karyawan bagian K3 memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama dengan

ahli K3 eksternal. Dalam menghadapi tantangan mendapatkan supplier APD yang sesuai dengan kondisi lingkungan kerja, perusahaan memang masih berusaha menemukan supplier tunggal yang memang memiliki reputasi yang baik dan concern terhadap pemenuhan APD dengan kualitas yang baik. Tantangan dalam hal biaya pembelian APD yang tinggi yaitu perusahaan sudah membuat anggaran pembelian APD baru, hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan intensitas pemakaian APD oleh karyawan. KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN SELANJUTNYA Penelitian ini sebatas meneliti pada kepatuhan pelaksanaan peraturan K3 berupa penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh karyawan dari dalam perusahaan yaitu pihak manajemen, bagian Technical Support&K3, bagian produksi, bagian kendaraan, bagian QA dan bagian pembelian (logistik) serta karyawan dari luar perusahaan yaitu karyawan harian. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan untuk meneliti lebih lanjut mengenai peraturan K3 lainnya seperti larangan-larangan ketika bekerja, kewajiban karyawan dalam melakukan pekerjaan, izin perintah kerja ataupun hal lainnya yang tercantum dalam peraturan K3 di perusahaan. Faktor penyebab rendahnya tingkat kesadaran karyawan terhadap peraturan K3 dan hal yang melatarbelakangi terjadinya tindakan indisipliner oleh karyawan terhadap pelaksanan peraturan K3 di perusahaan juga dapat diteliti lebih dalam. DAFTAR RUJUKAN Amin, A.R. 2011. Pengaruh Penerapan Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) terhadap Produktivitas Karyawan Melalui Pencapaian Zero Accident (Studi pada P.T Pertamina Depot Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi UM. Arante, B.S. 2011. The Occupational Safety and Health (OSH) Program of Construction Companies Contracted by Educational Institutions. UIC Research Journal, (Online), 17 (2), (http://ejournals.ph/index.php?journal=UICRJ&page=article&op=viewFile &path%5B%5D=4912&path%5B%5D=5098), diakses 5 Mei 2012. Lukic, D., Margaryan, A. & Littlejohn, A. 2010. How organisations learn from Safety incidents: a multifaceted Problem. The Journal of Workplace Learning, (Online), 22 (7), (http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?issn=13665626&volume=22&issue=7&articleid=1881529&show=pdf), diakses 5 April 2011. Navon, T.K., Naveh, E. & Stern, Z. 2006. Safety self-efficacy and safety performance: Potential antecedents and the moderation effect of standardization. International Journal of Health Care Quality Assurance , (Online), 20 (7),

(http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?issn=09526862&volume=20&issue=7&articleid=1631069&show=pdf), diakses 5 April 2011. Molindo. 1996. Buku Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Malang: PT. Molindo Raya. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Nasional. (Online), (http://www.bphn.go.id/data/documents/07pm001.doc), diakses 27 September 2011. Ramdayana. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. Skripsi diterbitkan (Online), (http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314052/bab2.pdf, diakses tanggal 8 Mei 2012. Sastrohadiwiryo, S. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja . PROKUM ESDM. (Online), (http://prokum.esdm.go.id/uu/1970/uu-01-1970.pdf), diakses 27 September 2011. Wardani, D. 2009. Kepatuhan Bidan Praktek Swasta dalam Pelaporan Pencatatan Pelayanan KIA di Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Timur Tahun 2009. Tesis diterbitkan (Online), (http://www.scribd.com/document_downloads/direct/39789508?extension =pdf&ft=1336448666&lt=1336452276&uahk=CMjJPsmTviqKunmGdZJ CozpyjLM), diakses tanggal 8 Mei 2012. Wardhani, A. 2008. Studi tentang Kesadaran Pekerja terhadap Pelaporan Kecelakaan Kerja di PT. Astra Nissan Diesel Indonesia Periode Juni-Juli Tahun 2008. Skripsi diterbitkan (Online), (http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122795-S-5345Studi%20tentang-HA.pdf), diakses tanggal 15 Juni 2012. ________http://www.molindointigas.co.id

Вам также может понравиться