Вы находитесь на странице: 1из 4

Simposium Nasional RAPI X FT UMS 2011

ISSN : 1412-9612

PENGOLAHAN BIJI KARET SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN MINYAK PANGAN (EDIBLE OIL)
Dwi Ardiana Setyawardhani1), Haifa Siti Alkautsar2), Usad Rodhiyatul Fadhilah3) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami 36 A, Surakarta, Telp/fax 0271 632112
E-mail : ardiana@uns.ac.id

Abstrak Karet (Hevea Brasiliensa), merupakan salah satu jenis komoditi perkebunan terbesar di Indonesia. Pemanfaatannya belum optimal, karena selama ini karet hanya diambil getahnya. Biji karet memiliki kandungan minyak nabati yang tinggi, yaitu sekitar 45,63% sehingga potensial untuk dimanfaatkan sebagai minyak pangan. Namun, ada kendala dalam pemanfaatan biji karet sebagai bahan konsumsi, yaitu racun linamarin yang terkandung di dalamnya. Jika terhidrolisis akan membentuk asam sianida (HCN) yang jika dikonsumsi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan pusing, mual bahkan pingsan. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan menguap. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan perlakuan awal terhadap biji karet, guna menurunkan kadar racun linamarin. Penelitian ini masih bersifat eksploratif, sebagai studi awal untuk menyiapkan minyak biji karet menjadi bahan pangan yang layak dikonsumsi. Proses penghilangan linamarin dilakukan dengan perendaman dan perebusan dengan variabel lama perendaman 1-3 hari, dan variabel lama perebusan 1-2 jam. Biji karet yang telah mengalami proses perendaman dan perebusan selanjutnya dianalisa dengan metode Argentometri cara Volhard untuk mengetahui kadar linamarin yang terkandung pada biji karet. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut n-heksana. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa semakin lama waktu perendaman dan perebusan, kadar linamarin semakin menurun. Kata kunci : biji karet, linamarin, minyak pangan, pengolahan biji karet sebagai bahan baku pembuatan minyak pangan (edible oil), artikel, simposium, nasional

Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Indonesia mempunyai total area perkebunan karet mencapai 3 juta ha, namun ekspor karet Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara - negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia (Siregar, 2010). Selama ini biji karet hampir tidak mempunyai nilai ekonomis dan hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet. Selebihnya biji karet tersebut terbuang sia-sia, padahal biji karet memiliki kandungan minyak nabati yang tinggi, yaitu sekitar 45,63% (Ikwuagwu et. all., 2000). Selain itu, daging biji karet mengandung karbohidrat 15,9%; protein 27%; lemak 32,3% dan abu 3,96% (Ly J. et.al, 2001) Kandungan gizi dalam biji karet cukup tinggi, sehingga minyak tersebut potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pangan. Apalagi mengingat harga minyak pangan saat ini cukup tinggi dan tak terjangkau oleh beberapa kalangan masyarakat. Namun, ada kendala dalam pemanfaatan biji karet tersebut sebagai bahan makanan, yaitu adanya linamarin yang terkandung dalam biji karet. Linamarin merupakan racun, yang bila terhidrolisis akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang membuat biji karet berbahaya apabila dikonsumsi. Gejala keracunan sianida antara lain meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari (Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2010).

K-13

Simposium Nasional RAPI X FT UMS 2011

ISSN : 1412-9612

Gambar 1. Struktur senyawa linamarin Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun), yaitu linamarin dan metil linamarin. Kedua senyawa ini kontak dengan enzim linamarase dan oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena itu untuk menurunkan atau mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman karena asam sianida akan larut dan ikut terbuang dengan air (Cereda and Mattos, 1996). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan perlakuan awal terhadap biji karet, guna menurunkan kadar racun linamarin. Penelitian ini masih bersifat eksploratif, sebagai studi awal untuk menyiapkan minyak biji karet menjadi bahan pangan yang layak dikonsumsi. Metodologi Penelitian ini menggunakan bahan utama biji karet dan air. Bahan-bahan kimia pendukung diperlukan untuk proses ekstraksi (n-heksan), degumming (asam fosfat) dan analisis argentometri (asam pikrat, asam tartrat, natrium karbonat, dll). Sedangkan rangkaian alat yang dipergunakan meliputi rangkaian alat distilasi uap (analisis argentometri), serta alat ekstraksi sokhlet dan penyulingan untuk memperoleh minyak biji karet. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan. Langkah pertama adalah persiapan bahan baku biji karet (pemecahan cangkang). Selanjutnya biji karet dianalisis untuk mengetahui kadar linamarin awal. Tahap berikutnya adalah proses penurunan kadar linamarin (perendaman dan perebusan), yang diikuti dengan analisis kadar linamarin akhir. Lamanya waktu perendaman dan perebusan divariasikan untuk mengamati efektivitas penurunan kadar linamarin. Biji karet dengan kadar linamarin terendah selanjutnya diambil minyaknya dengan proses ekstraksi. Minyak yang diperoleh dihilangkan getahnya dengan proses degumming menggunakan asam phosfat. Hasil dan Pembahasan Linamarin jika terhidrolisis akan membentuk asam sianida (HCN) yang mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, sehingga kadar linamarin dapat diturunkan melalui proses perendaman dan perebusan. Dalam proses perendaman, linamarin akan terhidrolisis (bereaksi dengan air) dan membentuk HCN yang larut dalam air. Hal ini menyebabkan semakin lama waktu perendaman, akan semakin banyak HCN yang larut dalam air dan terbuang. Asam sianida memiliki titik didih 25,6oC pada tekanan udara lingkungan, sehingga pada suhu ruang pun asam sianida akan mudah menguap. Namun karena asam sianida hanya akan terbentuk jika linamarin bereaksi dengan air, maka diperlukan perebusan agar HCN dapat segera menguap. Dengan demikian, semakin lama waktu perebusan, maka semakin banyak pula HCN yang menguap. Dari hasil analisis, kadar linamarin awal biji karet sebelum dilakukan proses treatment (perendaman dan perebusan) adalah 3,5549 mg/50 g biji karet. Perendaman dilakukan dalam 3 variasi waktu (1, 2 dan 3 hari). Untuk masing-masing waktu perendaman dilakukan 3 variasi waktu

K-14

Simposium Nasional RAPI X FT UMS 2011

ISSN : 1412-9612

perebusjm, 1,5 jam dan 2 jam). Pengaruh proses perendaman dan perebusan biji karet terhadap kadar linamarin yang terkandung di dalamnya tertera pada tabel 1 dan gambar 2. Tabel 1 Hubungan Antara Variabel Waktu Proses Perendaman dan Perebusan Terhadap Kadar Linamarin dalam Biji Karet Variabel Proses Waktu perendaman Waktu Perebusan 1 hari 1 jam 1,5 jam 2 jam 1 jam 1,5 jam 2 jam 1 jam 1,5 jam 2 jam Kadar Linamarin (mg/50g biji karet) 2,25865 1,37483 1,135538 1,6875 1,05668 1,00337 1,1355 0,92445 0,64022

2 hari

3 hari

Gambar 2 Grafik Perbandingan Variabel Perendaman dan Perebusan Terhadap Kadar Linamarin Dalam Biji Karet Dari gambar 1, secara umum terlihat bahwa semakin lama waktu perendaman dan perebusan biji karet, maka kadar linamarin semakin berkurang. Menurut hasil perhitungan, untuk waktu perebusan yang sama, perubahan lamanya perendaman memberikan penurunan kadar linamarin rata-rata sebesar 23,6%. Sebaliknya untuk waktu perendaman yang sama, perubahan lamanya perebusan memberikan penurunan kadar linamarin rata-rata sebesar 24,7%. Dengan demikian, lamanya waktu perebusan dinilai lebih berpengaruh dibandingkan dengan lamanya waktu perendaman. Penurunan kadar linamarin terbesar dicapai pada waktu perendaman 1 hari dengan waktu perebusan 1,5 jam, yaitu sebesar 39%. Ini dianggap sebagai waktu pemasakan yang optimal. Jumlah konsumsi biji karet yang diijinkan untuk tiap orang berbeda, tergantung dari berat badannya. Batas kadar linamarin yang aman dikonsumsi tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari. Misalnya, untuk seseorang yang mempunyai berat badan 60 kg, maka kadar linamarin yang aman dikonsumsi maksimum sebesar 60 mg per hari. Bila kadar linamarin dalam
K-15

Simposium Nasional RAPI X FT UMS 2011

ISSN : 1412-9612

biji karet mentah sebesar 3,5549 mg/50 g biji karet, maka orang tersebut masih diijinkan mengonsumsi biji karet mentah sebanyak 8,5 ons per hari. Bila biji karet direndam selama 1 hari dan direbus 1,5 jam, maka biji karet dapat dikonsumsi hingga maksimal 2,1 kg per hari. Bila dikonsumsi dalam bentuk minyak, dengan mudah dapat diperhitungkan lebih lanjut, tergantung dari perolehan (rendemen) minyak dari ekstraksi biji karet dan proses degumming. Minyak biji karet masih memerlukan proses lebih lanjut untuk dapat dikonsumsi. Proses tersebut meliputi netralisasi, deodorisasi, dan bleaching. Namun karena sifatnya yang tergolong minyak mengering (drying oil), ada kemungkinan kurang sesuai untuk digunakan sebagai minyak goreng. Meskipun demikian, minyak biji karet dapat diolah lebih lanjut menjadi margarin melalui proses emulsifikasi. Di daerah tertentu, biji karet sendiri bahkan telah diolah menjadi bahan makanan lain seperti tempe atau susu. Kesimpulan Dari data hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa biji karet yang telah mengalami proses perendaman dan perebusan akan berkurang kadar racun linamarinnya. Dalam hal ini, penurunan kadar linamarin optimal terjadi dengan 1 hari perendaman dan 1,5 jam perebusan. Daftar Pustaka Anonim, Hevea brasiliensis, 6 Oktober 2010, http://en.wikipedia.org/wiki/Hevea_brasiliensis. Cereda, M.P. and Mattos, M.C.Y., 1996, Linamarin - The Toxic Compound of Cassava, Journal of Venomous Animals and Toxins, 2, 1, 6-12. Ikwuagwu, O.E., Ononogobu, I.C., Njoku. O.U., 2000, Production of biodiesel using rubber (Hevea brasiliensis) seed oil, Ind Crops Prod, 12, pp.57-62. Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta. Ly J, Chhay Ty and Chiev Phiny, 2001, Evaluation of nutrients of rubber seed meal in Mong Cai Pigs, Livestock Research for Rural Development, 13, 2. Setyawardhani, D.A., Nurbaiti, N.I., dan Prambasati, N.R., 2008, Degumming Pada Minyak Kasar Kacang Tanah, Prosiding Seminar Rekayasa dan Kimia Proses, Undip, Semarang Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, Racun Alami Pada Tanaman Pangan, 2 September 2010, http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunalamitanaman.pdf. Siregar, E.L., 2010, Peningkatan Hasil Dan Mutu Produksi Karet, 6 Oktober 2010, http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/peningkatan-hasil-dan-mutu-produksi-karet. Sudarmadji, S., 1997, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, ed.4, Liberty, Yogyakarta Winarno F.G., 1997, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

K-16

Вам также может понравиться